Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
II. Antioksidan
Komponen Sumber
Vitamin
Vitamin C Buah-buahan & sayuran
Vitamin E Padi-padian, kacang-kacangan dan minyak
Anthosianidin
Oenin Anggur (wine)
Cyanidin Buah anggur, raspberri, strawberri
Delphinidin Kulit buah aubergine
Flavo-3-ols
Quercertin Bawang, kulit buah apel, buah berri, buah anggur, tea dan
Kaempferol brokoli
Leek, brokoli, buah anggur dan teh
Flavonone
Rutin Bawang, kulit buah apel, buah berri, buah anggur, tea dan
Luteolin brokoli
Chrysin Lemon, olive, cabe merah
Apigenin Kulit buah
Celery dan parsley
Flavan-3-ols
(Epi)catecin Red/black grape wine
Epigallocatecin Tea
Epigallocatecin Tea
gallate Tea
Epicatecin gallate
Flavonone
Taxifolin Buah jeruk citrus
Narirutin Buah jeruk citrus
Naringenin Buah jeruk citrus
Hesperidin Jus Orange
Hesperetin Jus Orange
Theaflavin
Theaflavin Black tea
Theaflavin-3-gallate Black tea
Theaflavin-3’- Black tea
gallate Black tea
Theaflavin digallate
Hydroxycinnamat
Caffeic acid Buah anggur putih, olive, asparagus
Chlorogenic acid Buah apel, pir, cherry, tomat dan peach
Ferulic acid Padi-padian, tomat, asparagus
p-Coumaric acid Buah anggur putih, tomat, asparagus
Sumber : Rice-Evans et al. (1997)
Tabel 2. Dosis maksimum pemakaian antioksidan pada beberapa negara
Negara Antioksidan (ppm)
BHA BHT Gallate TBHQ
USA 200 200 150 200
UK 200 200 100 -
Eire 200 200 100 -
Belgium-Retail 100 100 100 -
Anti kempal adalah senyawa anhidrat yang dapat mengikat air tanpa
menjadi basah dan biasanya ditambahkan ke dalam bahan makanan yang bersifat
bubuk/partikulat seperti garam meja. Tujuan penambahan senyawa anti kempal
adalah untuk mencegah terjadinya penggumpalan dan menjaga agar bahan
tersebut dapat dituang (free flowing)
Senyawa anti kempal biasanya merupakan garam-garam anhidrat yang
bersifat cepat terhidrasi dengan mengikat air, atau senyawa-senyawa yang dapat
mengikat air melalui pengikatan dipermukaan (surface adhesion) tanpa menjadi
basah dan menggumpal. Senyawa-senyawa tersebut biasanya adalah senyawa
yang secara alami berbentuk hampir kristal (near crystalline).
Senyawa anti kempal dapat digolongkan menjadi (1) garam (aluminium,
amonium, kalsium, potasium dan sodium) dari asam lemak rantai panjang
(miristat, palmitat, stearat) ; (2) kalsium fosfat; (3) potasium dan sodium
ferisianida; (4) magnesium oksida dan (5) garam (aluminium, magnesium,
kalsium dan campuran kalsium aluminium) dari asam-asam silikat. Senyawa
golongan 1, 2, dan 3 membentuk hidrat, sedangkan 4 dan 5 menyerap air.
Potasium dan sodium ferosinida tidak banyak lagi digunakan karena tokisitasnya
yang relatif tinggi. Jumlah yang ditambahkan biasanya berkisar pada 1% berat
bahan pangan. Senyawa anti kempal umumnya dapat dimetabolisme atau tidak
toksik pada tingkat penggunaan yang diijinkan.
Kalsium silikat banyak digunakan untuk menghindari penggumpalan
baking powder dan mempunyai kemampuan untuk mengikat air 2,5 kali dari
beratnya. Selain mengikat air, kalsium silikat juga dapat mengikat minyak dan
senyawa-senyawa non polar lainnya. Sifat ini yang membuat kalsium silikat
banyak digunakan di dalam campuran-campuran yang mengandung bumbu,
terutama yang kandungan minyaknya tinggi. Kalsium stearat sering digunakan
sebagai prossesing aid dalam pembuatan permen keras (hard candy). Senyawa
anti kempal yang relatif baru dikembangkan adalah bubuk selulosa berkristal
mikro (microcrystalline cellulose powder) dan banyak digunakan untuk produk
keju parut agar tidak membentuk gumpalan
V. Pengawet
Warna pigmen anthosianin merah, biru, violet dan biasanya terdapat pada
bunga- buah-buahan dan sayur-sayuran. Warna pigmen dipengaruhi oleh
konsentrasi pigmen, dan pH. Pada konsentrasi yang encer anthosianin berwarna
biru, sebaliknya pada konsentrasi pekat berwarna merah dan konsentrasi biasa
berwarna ungu. Pada pH rendah pigmen anthosianin berwarna merah dan pada
pH tinggi berubah menjadi violet dan kemudian menjadi biru.
Tabel 3. (Lanjutan)
VII. Pengemulsi
Emulsi didefinisikan sebagai suatu sistim yang terdiri dari dua fase cairan
yang tidak saling melarut, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk
globula-globula di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-
globula dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globula-
globula dinamakan fase kontinyu atau medium dispersi
Istilah pengemulsi (emulsifier) atau sulfaktan dalam beberapa hal kurang
tepat, karena bahan ini dapat melakukan beberapa fungsi yang pada beberapa
jenis produk tidak berkaitan langsung dengan pembentukan emulsi sama sekali.
Fungsi-fungsi pengemulsi pangan dapat dikelompokan menjadi tiga
golongan utama yaitu :
1. Untuk mengurangi tegangan permukaan pada permukaan minyak dan air,
yang mendorong pembentukan emulsi dan pembentukan kesetimbangan
fase antara minyak, air dan pengemulsi pada permukaan yang
memantapkan antara emulsi.
2. Untuk sedikit merubah sifat-sifat tekstur, awetan dan sifat-sifat reologi
produk pangan, dengan pembentukan senyawa kompleks dengan
komponen-komponen pati dan protein.
3. Untuk memperbaiki tekstur produk pangan yang bahan utamanya lemak
dengan mengendalikan keadaan polimorf lemak
Sistim kerja emulsifier berhubungan erat dengan tegangan permukaan
antara kedua fase (tegangan interfasial). Selama emulsifikasi, emulsifier
berfungsi menurunkan tegangan interfasial sehingga mempermudah
pembentukan permukaan interfasial yang sangat luas. Bila tegangan interfasial
turun sampai di bawah 10 dyne per cm, maka emulsi dapat dibentuk; sedangkan
bila tegangan interfasial mendekati nilai nol, maka emulsi akan terbentuk dengan
spontan.
Pada dasarnya emulsifier merupakan surfactan yang mempunyai dua
gugus, yaitu gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. Gugus hidrofilik bersifat polar
dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar
dan mudah bersenyawa dengan minyak. Di dalam molekul emulsifir, salah satu
gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan,
maka molekul-molekul emulfisier tersebut akan diadsoprsi lebih kuat oleh air
dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih
rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu. Demikian pula
sebaliknya, bila gugus nonpolarnya lebih dominan, maka molekul-molekul
emulsifier tersebut akan diadsopsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan
air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga
mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu
Banyak cara-cara sudah dikembangkan untuk mendapatkan pengemulsi
atau campuran-emulsi untuk mendapatkan sifat khusus suatu produk pangan
yang tepat atau campuran emulsi yang tepat untuk mendapatkan sifat-sifat khusus
produk pangan. Teori pertama untuk menduga pembentukan emulsi, apakah
O/W atau W/O adalah yang disebut hukum Bancrobt, yang dikemukakan
pertama kali pada tahun 1913. Teori tersebut menyatakan bahwa fase yang
mana bahan pengemulsinya mudah larut, menjadi fase eksternal. Teori
selanjutnya adalah pemilihan dengan sistem keseimbangan sifat hidrofilik dan
lipofilik (Hidrophilic-Lipophilic Balance/HLB) yang dikemukakan oleh Griffin.
Nilai-nilai HLB suatu pengemulsi yang rendah menunjukan pengemulsi bersifat
bersifat hidrofilik yang lemah. Kenaikan nilai HLB menunjukkan kenaikan
polaritas molekul-molekul pengemulsi..
Griffin mengajukan persamaan sebagai berikut untuk menghitung nilai
HLB suatu bahan pengemulsi :
HLB = 20 (1- S/A)
dimana, S = angka penyabunan esternya
A = angka asam-asam lemaknya
Jika dua atau lebih pengemulsi harus dicampurkan (biasanya pencampuran
memberikan efek yang lebih baik), nilai HLB kombinasi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut :
% A = 100 (X - HLBB)/(HLBA - HLBB) dan
% B = 100 -% (A)
dimana X adalah HLB campuran dari pengemulsi A dan B yang
dibutuhkan
Dibawah ini disajikan nilai HLB dari beberapa jenis bahan pengemulsi
Berikut ini adalah contoh-contoh emulsifier yang umum digunakan dalam bahan
pangan :
2. Stearoyl Lactylates, merupakan hasil reaksi dari steric acid dan lactic acid,
selanjutnya diubah ke dalam bentuk garam kalsium dan sodium. Bahan
pengemulsi ini sering digunakan dalam produk-produk bakery
3. Propylene Glycol Ester, merupakan hasil reaksi dari propylene glycol dan
asam-asam lemak. Umumnya digunakan di dalam pembuatan kue, rati dan
whipped topping.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, J.C. and Hamilton, R.J. 1983. Rancidity in Foods Applied Science
Publisher London & New York.
Belitz dan Goosch. 1987. Food Chemistry. Marcel Dekkeer, Inc. New York.
Crosby, G.A and Furia, T.E. 1980. New Sweeteners. Di dalam Furia, E.T. (ed.).
CRC Handbook of Food Addtives. Vol II. CRC Press. INC. Florida.
Fennema, O.R. 1985. Food Chemistry. Marcel Dekkeer, Inc. New York
Imeson, A. 1992. Exudate Gums. Di dalam Thickening and Gelling Agents For
Food. Imeson A (ed.). Blackie Academic and Professional. London
Kelly E. H., Anthony R. T., Dennis J. . 2002. Flavonoid antioxidant :
Chemistry, Metabolisme and Structure-activity Relationships. J. of
Nutritional Biochemistry, 13(2002):572-584
Noonan, J.E. and Harry M. 1980. Syntetic Food Colors. Di dalm Furia, E.T.
(ed.). CRC Handbook of Food Addtives. Vol II. CRC Press. INC.
Florida