You are on page 1of 23

I.

Pendahuluan

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa penggunaan bahan tambahan makanan


dewasa ini sangat beragam, dari pengawet sampai ke pemberi aroma dan
pewarna. Penggunaan bahan tambahan itu sediri bagi produsen mempunyai latar
belakang yang berbeda-beda, namun bagi konsumen sendiri, penambahan bahan
tersebut tidak semuanya diperlukan. Bahkan ada bahan yang justru
membahayakan konsumen.
Masalah penggunaan bahan tambahan makanan dalam proses produksi
pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen,
mengingat penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatip bagi
masyarakat
Untuk tujuan di atas, perlu kiranya pengetahuan mengenai bahan
tambahan makanan. Selain itu, pengetahuan teknis mengenai BTM juga
diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang optimal serta terjaminnya aspek
keamanan produk yang dihasilkan.
Menurut FAO didalam Furia, (1980) bahan tambahan makanan (BTM)
atau food additives didefinisikan sebagai senyawa yang sengaja ditambahkan ke
dalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan atau
penyimpanan dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. Sementara itu
pada Buku Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1996 tentang
Pangan Khususnya pada Bab II (Keamanan Pangan) Bagian Kedua disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan
Tujuan penambahan BTM secara umum adalah untuk (1) meningkatkan
nilai gizi makanan, (2) memperbaiki nilai sensori makanan dan (3)
memperpanjang umur simpan (shelf life) makanan. Selain tujuan-tujuan
tersebut , BTM sering digunakan untuk memproduksi makanan untuk kelompok
konsumen khusus, seperti penderita diabetes, pasien yang baru mengalami
operasi, orang-orang yang menjalankan diet rendah kalori atau rendah lemak, dan
sebagainya.
Dalam pemilihan jenis BTM yang akan diaplikasikan suatu industri faktor
pertama yang perlu diperhatikan adalah jenis produk apa yang akan dihasilkan
dan bagaimana BTM mempengaruhi mutu produk tersebut. BTM yang dipilih
adalah BTM yang mempunyai fungsi yang diharapkan. Untuk itu pengetahuan
teknis mengenai BTM sangat diperlukan. Tidak kalah pentingnya , juga harus
dilihat peraturan pemerintah dalam hal ini peraturan Menteri Kesehatan
mengenai BTM, karena selain untuk menjamin keamanan pruduk, juga hal ini
merupakan sesuatu prasyarat yang harus dipenuhi pada waktu mendaftarkan
produk ke Departemen Kesehatan untuk mendapatkan nomer MD.
Faktor harga juga perlu menjadi perhatian, terutama karena harga BTM
ini bisa menentukan harga produk yang akan dihasilkan. Dari beberapa pilihan
BTMyang ada, ditunjang oleh pengetahuan teknis dan adanya peraturan
pemerintah, maka dibuat beberapa formulasi produk. Dari serangkaian
eksperimen yang dilakukan di laboratorium yang meliputi uji organoleptik dan
uji penyimpanan, akan didapat satu formula yang optimal yang selanjutnya bisa
diproduksi. Dengan demikian bisa ditetapkan jenis BTM yang akan dipakai di
produk
Pemakaian BTM umumnya diatur oleh lembaga-lembaga seperti
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM) di Indonesia,
Food and Drug Adminstration di USA. Peraturan mengenai pemakaian BTM
berbeda-beda di satu negara dengan lainnya. Di Indonesia, peraturan tentang
BTM dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan dan pengawasannya dilakukan
oleh Ditjen POM.
Didalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa penggunaan BTM dapat
dibenarkan apabila (1) dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan
penggunaan dalam pengolahan, (2) tidak digunakan untuk menyembunyikan
penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan, (3) tidak
digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara
produksi yang baik untuk makanan dan (4) tidak digunakan untuk
menyembunyikan kerusakan makanan..
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 235/MEN.KES/
PER/VI/1979 tanggal 19 Juni 1979 mengelompokkan BTM berdasarkan
fungsinya yaitu (1) antioksidan, (2) anti kempal, (3) pengasam, penetral dan
pendapar, (4) enzim, (5) pemanis buatan, (6) pemutih dan pematang, (7)
penambah gizi, (8) pengawet, (9) pengemulsi, pemantap dan pengental, (10)
pengeras, (110 pewarna alami dan sitetik, (12) penyedap rasa dan aroma, (13)
seskuestran dan (14) bahan tambahan lain
Di dalam tulisan ini dibahas 6 kelompok BTM yaitu antioksidan, anti
kempal, pemanis buatan, bahan pengawet, pewarna dan pengemulsi

II. Antioksidan

Antioksidan adalah bahan tambahan yang digunakan untuk melindungi


komponen-komponen makanan yang bersifat tidak jenuh (mempunyai ikatan
rangkap), terutama lemak dan minyak. Meskipun demikian antioksidan dapat
pula digunakan untuk melindungi komponen lain seperti vitamin dan pigmen,
yang juga banyak mengandung ikatan rangkap di dalam strukturnya
Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi
lemak. Untuk mempermudah pemahaman tentang mekanisme kerja antioksidan
perlu dijelaskan lebih dahulu mekanisme oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri
dari tiga tahap utama yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi
terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam
lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom
hidrogen (reaksi 1). pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak
akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (reaksi 2). Radikal
peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida
dan radikal asam lemak baru (reaksi 3).
Inisiasi : RH ---- R* + H* (1)
Propagasi : R* + O2 -----ROO* (2)
ROO* + RH -----ROOH +R* (3)
Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi
lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti
aldehida dan keton yang bertanggungjawab atas flavor makanan berlemak.
Tanpa adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan mengalami terminasi
melalui reaksi antar radikal bebas membentuk kompleks bukan radikal (reaksi 4)
Terminasi : ROO* +ROO* ---- non radikal (reaksi 4)
R* + ROO* ---- non radikal
R* + R* ----- non radikal
Antioksidan yang baik akan bereaksi dengan radikal asam lemak segera
setelah senyawa tersebut terbentuk. Dari berbagai antioksidan yang ada,
mekanisme kerja serta kemampuannya sebagai antioksidan sangat bervariasi.
Seringkali, kombinasi beberapa jenis antioksidan memberikan perlindungan yang
lebih baik (sinergisme) terhadap oksidasi dibanding dengan satu jenis antioksidan
saja. Sebagai contoh asam askorbat seringkali dicampur dengan antioksidan
yang merupakan senyawa fenolik untuk mencegah reaksi oksidasi lemak.
Adanya ion logam, terutama besi dan tembaga, dapat mendorong
terjadinya oksidasi lemak. Ion-ion logam ini seringkali diinaktivasi dengan
penambahan senyawa pengkelat dapat juga disebut bersifat sinergistik dengan
antioksidan karena menaikan efektivitas antioksidan utamanya.
Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai antioksidan harus
mempunyai sifat-sifat : tidak toksik, efektif pada konsentrasi rendah (0,01-
0,02%), dapat terkonsentrasi pada permukaan/lapisan lemak (bersifat lipofilik)
dan harus dapat tahap pada kondisi pengolahan pangan umumnya.
Berdasarkan sumbernya antioksidan dapat digolongkan ke dalam dua
jenis yaitu jenis pertama, antioksidan yang bersifat alami, seperti komponen
fenolik/flavonoid, vitamin E, vitamin C dan beta-karoten dan jenis ke dua, adalah
antioksidan sintetis seperti BHA (butylated hydroxyanisole), BHT (butylated
hydroxytoluene, propil galat (PG), TBHQ (di-t-butyl hydroquinone). Tabel 1.
Menunjukan komponen-komponen flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan
beserta sumbernya
BHA (Butylated Hydroanisole). BHA merupakan campuran dari 2
isomer yaitu 2- dan 3-tertbutilhidroksianisol . Diantara ke dua isomer, isomer 3-
tert memiliki aktifitas antioksidan yang lebih efektif dari isomer 2-tert. Bentuk
fisik dari BHA adalah padatan putih menyerupai lilin, bersifat larut dalam lemak
dan tidak larut dalam air
BHT (Butylated Hydroxytoluene). Sifat-sifat BHT sangat mirip
dengan BHA dan bersinergis dengan BHA.
Propil Galat. Propil galat merupakan ester dari propanol dari asam
trihidroksi benzoat. Bentuk fisik dari propil galat adalah kristal putih. Propil
galat memiliki sifat-sifat : (1) dapat bersinergis dengan BHA dan BHT, (2)
sensitif terhadap panas, (3) membentuk kompleks berwarna dengan ion logam,
oleh karenanya jika dipakai dalam makanan kaleng dapat mempengaruhi
penampakan produk.
TBHQ (Tertiary Butylhydroquinone). TBHQ merupakan
antioksidan yang paling efektif dalam minyak makan dibandingkan BHA, BHT,
PG dan tokoferol. TBHQ memiliki sifat-sifat (1) bersinergis dengan BHA (2)
cukup larut dalam lemak (3) tidak membentuk komplek dengan ion logam tetapi
dapat berubah menjadi merah muda, jika bereaksi dengan basa
Dosis pengunaan dari masing-masing antioksidan sintetik ini tidak sama
untuk masing-masing negara. Tabel 2 menunjukkan dosis pemakaian antioksid
BHA, BHT, Galat dan TBHQ pada beberapa negara
Tabel 1. Beberapa contoh komponen flavonoid yang memiliki aktivitas
antioksidan

Komponen Sumber
Vitamin
Vitamin C Buah-buahan & sayuran
Vitamin E Padi-padian, kacang-kacangan dan minyak
Anthosianidin
Oenin Anggur (wine)
Cyanidin Buah anggur, raspberri, strawberri
Delphinidin Kulit buah aubergine
Flavo-3-ols
Quercertin Bawang, kulit buah apel, buah berri, buah anggur, tea dan
Kaempferol brokoli
Leek, brokoli, buah anggur dan teh
Flavonone
Rutin Bawang, kulit buah apel, buah berri, buah anggur, tea dan
Luteolin brokoli
Chrysin Lemon, olive, cabe merah
Apigenin Kulit buah
Celery dan parsley
Flavan-3-ols
(Epi)catecin Red/black grape wine
Epigallocatecin Tea
Epigallocatecin Tea
gallate Tea
Epicatecin gallate
Flavonone
Taxifolin Buah jeruk citrus
Narirutin Buah jeruk citrus
Naringenin Buah jeruk citrus
Hesperidin Jus Orange
Hesperetin Jus Orange
Theaflavin
Theaflavin Black tea
Theaflavin-3-gallate Black tea
Theaflavin-3’- Black tea
gallate Black tea
Theaflavin digallate
Hydroxycinnamat
Caffeic acid Buah anggur putih, olive, asparagus
Chlorogenic acid Buah apel, pir, cherry, tomat dan peach
Ferulic acid Padi-padian, tomat, asparagus
p-Coumaric acid Buah anggur putih, tomat, asparagus
Sumber : Rice-Evans et al. (1997)
Tabel 2. Dosis maksimum pemakaian antioksidan pada beberapa negara
Negara Antioksidan (ppm)
BHA BHT Gallate TBHQ
USA 200 200 150 200
UK 200 200 100 -
Eire 200 200 100 -
Belgium-Retail 100 100 100 -

-Manufacturing 400 400 400 -


Belanda-Retail 100 100 100 -
- Manufacturing 400 400 400 -
Italia 300 300 100 -
Perancis 100 100 100 -
Luxembourg 100 100 100 -
Denmark 100 100 50 -
Jerman Barat Tidak diizinkan untuk lemak dan minyak, -
hanya untuk makanan tertentu
Sumber : Allen and Hamilton (1983)

III. Anti Kempal

Anti kempal adalah senyawa anhidrat yang dapat mengikat air tanpa
menjadi basah dan biasanya ditambahkan ke dalam bahan makanan yang bersifat
bubuk/partikulat seperti garam meja. Tujuan penambahan senyawa anti kempal
adalah untuk mencegah terjadinya penggumpalan dan menjaga agar bahan
tersebut dapat dituang (free flowing)
Senyawa anti kempal biasanya merupakan garam-garam anhidrat yang
bersifat cepat terhidrasi dengan mengikat air, atau senyawa-senyawa yang dapat
mengikat air melalui pengikatan dipermukaan (surface adhesion) tanpa menjadi
basah dan menggumpal. Senyawa-senyawa tersebut biasanya adalah senyawa
yang secara alami berbentuk hampir kristal (near crystalline).
Senyawa anti kempal dapat digolongkan menjadi (1) garam (aluminium,
amonium, kalsium, potasium dan sodium) dari asam lemak rantai panjang
(miristat, palmitat, stearat) ; (2) kalsium fosfat; (3) potasium dan sodium
ferisianida; (4) magnesium oksida dan (5) garam (aluminium, magnesium,
kalsium dan campuran kalsium aluminium) dari asam-asam silikat. Senyawa
golongan 1, 2, dan 3 membentuk hidrat, sedangkan 4 dan 5 menyerap air.
Potasium dan sodium ferosinida tidak banyak lagi digunakan karena tokisitasnya
yang relatif tinggi. Jumlah yang ditambahkan biasanya berkisar pada 1% berat
bahan pangan. Senyawa anti kempal umumnya dapat dimetabolisme atau tidak
toksik pada tingkat penggunaan yang diijinkan.
Kalsium silikat banyak digunakan untuk menghindari penggumpalan
baking powder dan mempunyai kemampuan untuk mengikat air 2,5 kali dari
beratnya. Selain mengikat air, kalsium silikat juga dapat mengikat minyak dan
senyawa-senyawa non polar lainnya. Sifat ini yang membuat kalsium silikat
banyak digunakan di dalam campuran-campuran yang mengandung bumbu,
terutama yang kandungan minyaknya tinggi. Kalsium stearat sering digunakan
sebagai prossesing aid dalam pembuatan permen keras (hard candy). Senyawa
anti kempal yang relatif baru dikembangkan adalah bubuk selulosa berkristal
mikro (microcrystalline cellulose powder) dan banyak digunakan untuk produk
keju parut agar tidak membentuk gumpalan

IV. Pemanis Buatan

Pemanis merupakan komponen bahan pangan yang sangat umum, oleh


karena itu agak aneh jika dimasukkan ke dalam daftar bahan tambahan makanan.
Oleh karena itu yang termasuk BTM adalah pemanis pengganti gula (sukrosa).
Pemanis, baik yang alami maupun sintetis, merupakan senyawa yang
memberikan persepsi rasa manis tetapi tidak mempunyai nilai gizi (non-nutritive
sweeteners)
Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai pemanis, kecuali berasa
manis harus memenuhi beberapa kriteria tertentu, seperti (1) larut dan stabil
pada kisaran pH yang luas, (2) stabil pada kisaran suhu yang luas, (3)
mempunyai rasa manis dan tidak mempunyai side atau aftertaste dan (4) murah,
setidaknya tidak melebihi harga gula (sukrosa).
Senyawa yang mempunyai rasa manis strukturnya sangat beragam.
Meskipun demikian, senyawa-senyawa tersebut mempunyai feature yang mirip,
yaitu memiliki sistem donor/akseptor proton (sistem AH/B) yang cocok dengan
sistem reseptor (AH/B) pada indera perasa manusia.
Sakarin, merupakan pemanis tertua, termasuk pemanis yang sangat
penting peranannya dan biasanya dijual dalam bentuk garam Na atau Ca.
Tingkat kemanisan sakarin adalah 300 kali lebih manis daripada gula. Karena
tidak mempunyai nilai kalori, sakarin sangat populer digunakan sebagai pemanis
makanan diet. Pada konsentrasi tinggi sakarin mempunyai aftertaste pahit.
Meskipun hasil pengujian pada hewan percobaan menunjukan kecendrungan
bahwa sakarin menimbulkan efek karsinogenik tetapi hal ini belum dapat
dibuktikan oleh manusia.
Siklamat merupakan pemanis non-nutritif yang tidah kalah popularnya
setelah sakarin. Tingkat kemanisannya 30 kali lebih manis daripada gula dan
tidak memberikan after taste. Pada tahun 1970-an di Amerika, Canada dan
Inggris siklamat dilarang penggunaannya karena produk degradasinya yaitu
sikloheksil amina bersifat karsinogenik
Aspartam atau metil ester dari L-aspartil-L-fenilalanin merupakan
pemanis baru yang penggunaannya mulai marak sekitar tahun 1980-an untuk
produk-produk minuman ringan. Aspartam merupakan pemanis yang
mempunyai nilai kalori karena aspartam merupakan suatu dipeptida, namun
karena tingkat kemanisannya yang tinggi (200 kali sukrosa) maka hanya
ditambahkan dalam jumlah yang kecil sehingga nilai kalorinya dapat diabaikan.
Karena merupakan dipeptida, sapartam mudah terhidrolisis, mudah mengalami
reaksi kimia yang biasa terjadi pada komponen pangan lainnya dan mungkin
terdegradasi oleh mikroba. Hal tersebut tentunya merupakan limitasi
penggunaan aspartam pada produk-produk pangan berkadar air tinggi. Jika
mengalami hidrolisis aspartam akan kehilangan rasa manisnya. Di dalam
makanan aspartam dapat mengalami kondensasi intramolukuler menghasilkan
diketo piperazin.
Asesulfam K. Setelah aspartam, pemanis sintetik yang disetujui
penggunaanya dalam bahan pangan adalah asesulfam K. Asesulfam K adalah
senyawa 6-metil-1,2,3-oksatizin-4(3H)-on-2,2-dioksida atau merupakan asam
asetoasetat dan asam sulfamat. Tingkat kemanisan asesulfam adalah 200 kali
lebih manis daripada sukrosa. Pengujian laboratorium telah membuktikan bahwa
sesulfam K tidak berbahaya bagi manusia dan stabilitasnya selama pengolahan
sangat baik.

V. Pengawet

Pengawet berfungsi untuk memperpanjang umur simpan suatu makanan


dan dalam hal ini dengan jalan menghambat pertumbuhan mikroba. Oleh karena
itu sering pula disebut sebagai senyawa antimikroba.
Berbagai senyawa mempunyai sifat sebagai antimikroba, diantaranya
sulfit dan sulfurdioksida, garam nitrit dan nitrat, asam sorbat, asam propionat,
asam asetat, asam benzoat. sulfurdioksida telah lama digunakan dalam makanan
sebagai pengawet dan penggunaanya berkembang menjadi berbagai bentuk
seperti gas SO2, garam bisulfit dan sulfit. Penelitian menunjukan bahwa
sulfurdioksida paling efektif bekerja pada kondisi pH rendah dan diperkirakan
hal ini disebabkan oleh H2SO3 yang dalam larutan tidak berdisosiasi. Dalam
keadaan tidak terdisosiasi, asam tersebut lebih mudah menembus dinding sel
mikroba. Selain bertindak sebagai pengawet sulfurdioksida juga dapat mencegah
terjadinya pencoklatan non enzimatis (reaksi Maillard) yaitu dengan cara
bereaksi dengan gula pereduksi maupun senyawa antar aldehida. Sulfurdioksida
juga mempunyai efek memucatkan pigmen melanoidin yang terbentuk pada
reaksi Maillard sehingga sangat efektif dalam mencegah reaksi pencoklatan
tersebut. Sulfurdioksida juga sering ditambahkan ke dalam tepung untuk
memutus ikatan disulfida pada protein dan memperbaiki mutu adonan yang
dihasilkan. Sulfurdioksida dan sulfit dapat dimetabolisme menjadi sulfat dan
dieksresi ke dalam urin tanpa efek sampingan lainnya. Sulfurdioksida atau sulfit
biasanya ditambahkan pada konsentrasi sekitar 500 – 1000 ppm, tergantung dari
tujuan penambahan dan jenis makanan.
Garam potasiium atau sodium dari nitrit dan nitrat ditambahkan pada
proses curing daging, juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Senyawa
yang berperan adalah nitrit dan pada konsentrasi 150-200 ppm dapat
menghambat pertumbuhan Clostridia di dalam daging yang dikalengkan.
Meskipun demikian, penggunaan nitrit saat ini dihindari karena diduga
menghasilkan nitrosamin yang bersifat karsinogenik.
Asam sorbat yang merupakan asam mono karboksilat dan anolog-
analognya memiliki ikatan rangkap a (a-unsaturated) mempunyai sifat
antimikroba yang sangat kuat. Asam ini biasanya digunakan dalam bentuk
garam sodium dan potasiumnya dan diketahui efektif menghambat pertumbuhan
kapang dan ragi di dalam berbagai makanan seperti keju, produk-produk bekeri,
sari buah, anggur dan acar. Asam sorbat sangat efektif menekan pertumbuhan
kapang dan tidak mempengaruhi cita rasa makanan pada tingkat penambahan
yang diperbolehkan (sampai 0,3% berat bahan). Aktivitas asam sorbat dan
analog-analog asam lemaknya diperkirakan karena mikroba tidak dapat
memetabolisme sistem dien dengan ikatan rangkap a. Diperkirakan asam sorbat
mengganggu aktivitas enzime dehidrogenase asam lemak pada awal
aktivitasnya.
Asam propionat dan asetat juga berperan sebagai anti mikroba terutama
kapang dan beberapa bakteri. Asam propionat biasanya digunakan dalam bentuk
garam natrium dan kalsium. Senyawa ini secara alami terdapat di dalam keju
swiss (sampai 1% berat). Asam propionat selain dapat menghambat kapang juga
dapat menghambat pertumbuhan Bacillus mesentericus yang menyebabkan
kerusakan ropy bread. Seperti halnya antimikroba lain, asam propionat dalam
bentuk tidak terdisosiasi bersifat lebih poten. Toksisitas asam propionat bagi
kapang dan sebagian bakteri diakibatkan oleh ketidakmampuan mikroba-mikroba
tersebut dalam memetabolisme rangkain 3-karbon.
Penggunaan asam asetat dalam pengawetan pangan sudah sejak lama,
seperti pada pengacaran (pickle), selain cuka (4 % asam asetat). Selain sebagai
antimikroba, asam asetat juga berkontribusi terhadap cita rasa makanan seperti
pada mayones, acar, saos tomat dan lain-lain. Aktivitas antimikroba asam asetat
meningkat dengan menurunya pH
Asam benzoat seringkali digunakan sebagai antimikroba dalam makanan
seperti sari buah, minuman ringan dan lain-lain. Garam sodium dari asam
benzoat lebih sering digunakan karena bersifat lebih larut air daripada bentuk
asamnya. Asam benzoat sangat poten terhadap ragi dan bakteri dan paling
efektif dalam menghambat pertumbuhan kapang. Asam benzoat sering
dikombinasikan dengan asam sorbat dan ditambahkan dalam jumlah sekitar 0,05-
0,1% berat bahan.

VI. Pewarna Makanan

Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat tergantung pada


beberapa faktor diantaranya citarasa, warna tekstur dan nilai gizi. Tetapi
sebelum faktor-faktor tersebut dipertimbangkan secara fisual faktor warna tampil
lebih dahulu dan terkadang sangat menentukan. Selain sebagai faktor yang ikut
menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau
kematangan buah. Warna juga dapat menunjukkan apakah suatu pencampuran
atau pengolahan sudah dilakukan dengna baik atau belum.
Di dalam Tranggono dkk. (1990) FDA mendefinisikan pewarna tambahan
sebagai ‘pewarna, zat warna atau bahan lain yang dibuat dengan cara
sintetik/kimiawi atau bahan alami dari tanaman, hewan atau sumber lain yang
diekstrak, disiolasi, yang bila ditambahkan atau digunakan ke bahan makanan,
obat atau kosmetik, bisa menjadi bagian dari warna bahan tersebut’.
Menurut Winarno (1997) ada lima sebab yang dapat menyebabkan suatu
bahan berwarna yaitu :
1.Pigmen yang secara alami terdapat pada hewan maupun tanaman
2.Reaksi karamelisasi yang menghasilkan warna coklat
3.Reaksi Maillard yang dapat menghasilkan warna gelap
4.Reaksi oksidasi
5.Penambahan zat warna baik zat warna alami (pigmen) maupun
sintetik
Pada pengolahan makanan moderen, bahan pewarna sering ditambahkan
dengan tujuan untuk memperbaiki warna dari bahan makanan atau untuk
memperkuat warna asli dari bahan bahan makanan tersebut.
Dalam Bab ini pembahasan mengenai zat warna dibatasi hanya untuk zat
warna alami (pigmen) dan zat warna sintetik yang termasuk golongan bahan
tambahan makanan.
Pewarna alami, sebagaimana kita telah ketahui, banyak jenis tanaman
dan hewan yang mempunyai warna-warna yang indah dan cemerlang.
Pemakaian zat warna yang berasal dari tanaman dan hewan ini telah lama
dilakukan oleh para pendahulu-pendahulu kita, misalnya daun pandan, daun suji,
kunyit dan sebagainya.
Klorofil adalah zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun,
sehingga sering disebut zat warna hijau daun. Zat warna ini sering
diassosiasikan dengan kesegaran sayur-sayuran atau belum masak pada buah-
buahan. Terdapat 2 jenis klorofil yang telah berhasil diisolasi yaitu klorofil a dan
klorofil b. keduanya terdapat pada tanaman dengan perbandingan 3 :1.
Klorofil a termasuk dalam pigmen yang disebut porfirin; hemoglobin juga
termasuk di dalamnya.Klorofil a mengandung atom Mg yang diikat dengan N
dari 2 cincin pirol dengan ikatan kovalen serta oleh dua atom N dari dua cincin
pirol lainmelalui ikatan koordinat; yaitu N dari pirol yang menyumbangkan
pasangan elektronnya pada Mg (pada gambar dinyatakan dengan garis putus-
putus).

Dalam proses pengolahan pangan, perubahan yang paling umum terjdai


ialah penggantian atom magnesium dengan atom hidrogen yang membetnuk
feofitin ditandai dengan perubahan warna dari hijau menjadi coklat olive yang
suram.
Mioglobin dan hemoglobin ialah zat warna merah pada daging yang
tersusun oleh protein globin dan heme yang mempunyai inti berupa zat besi.
Heme merupakan senyawa yang terdiri dari dua bagian yaitu atom zat besi dan
suatu cincin plana yang besar yaitu porfirin. Porfirin tersusun oleh empat cincin
pirol yang dihubungkan satu dengan lainnya dengan jembtan meten. Heme juga
disebut feroprotoporfirin.
Baik hemoglobin maupun mioglobin memiliki fungsi yang serupa yaitu
berfungsi dalam transfor oksigen untuk keperluan metabolisme.

Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, oranye,


merah oranye yang terlarut dalam lipida (minyak), berasal dari hewan maupun
tanaman, misalnya fukoxanthin yang terdapat didalam lumut, lutein,
violaxanthin, dan neoxanthin terdapat pada dedaunan, likopen pada tomat,
kapsanthin pada cabe merah, biksin pada annatto, caroten pada wortel, dan
astazanthin pada lobster.

Anthosianin dan anthoxanthin tergolong pigmen yang disebut flavonoid


yang pada umumnya larut dalam air. Anthosianin tersusun oleh sebuah aglikon
yang berupa anthosianidin yang teresterifikasi dengan molekul gula yang bisa
satu atau lebih. Gula yang sering ditemukan adalah glukosa, ramnosa, galaktosa,
xilosa dan arabinosa. Anthosianin yang mengandung satu molekul gula disebut
monosida, dua gula disebut diosida dan tiga gula disebut triosida.

Terdapat enam jenis anthosianidin yang sering terdapat dialam, yang


penting untuk makanan yaitu pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin,
petunidin dan malvinidin. Semua anthosianidin merupakan derivatif dari struktur
dasar kation flavilium. Pada molekul flavilium terjadi subsitusi dengan molekul
OH dan Ome untuk membentuk anthosianidin.

Warna pigmen anthosianin merah, biru, violet dan biasanya terdapat pada
bunga- buah-buahan dan sayur-sayuran. Warna pigmen dipengaruhi oleh
konsentrasi pigmen, dan pH. Pada konsentrasi yang encer anthosianin berwarna
biru, sebaliknya pada konsentrasi pekat berwarna merah dan konsentrasi biasa
berwarna ungu. Pada pH rendah pigmen anthosianin berwarna merah dan pada
pH tinggi berubah menjadi violet dan kemudian menjadi biru.

Pewarna sintetik, perkembangan zat pewarna sintetik cukup pesat Di


Amerika Serikat pada tahun 1906 dikeluarkan suatu peraturan yang disebut Food
and Drug Act yang memuat tujuh macam zat pewarna yaitu orange no 1,
erythrosin, ponceau 3R, amarant, indigotine, naphtol yellow dan ligth green.
Pada tahun 1938 di Amerika juga telah dikeluarkan peraturan baru yaitu
yang disebut Food, Drug and Cosmetic Act (FD&C). yang memperluas ruang
lingkup peraturan tahun 1906 dan mengatur penggunaan zat pewarna. Zat
pewarna dapat digolongkan atas tiga kategori yaitu FD&C Color, D&C Color,
dan Ext D&C. FD&C Color adlah zat pewarna yang dizinkan untuk makanan,
obat-obatan dan kosmetik. D&C diijinkan penggunaanya dalam obat-obatan dan
kosmetik, sedangkan untuk bahan makanan dilarang. Ext D&C diijinkan dalam
jumlah terbatas pada obat-obat luar dan kosmetik. Berikut ini Tabel 3 adalah
daftar bahan pewarna makanan yang terdaftar pada FAO/WHO dan UK
Di Indonesia, karena undang-undang penggunaan zat pewarna belum ada
(hingga saat ini aturan penggunaan zat warna sintetik diatur dalam SK Menteri
Kesehatan RI tanggal 22 Oktober 1973 No. 11332/A/SK/73), terdapat
kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan
makanan. Dari hasil pemantauan dan penelitian YLKI mulai tahun 1979,
pengunaan pewarna pada berbagai produk diperlihatkan pada Tabel 4. Tabel
tersebut menunjukkan bahwa masih banyak penggunaan bahan terlarang sebagai
pewarna. Pewarna terlarang yang masih sering dipakai adalah orange RN,
auramine, rhodamine B dan methanil yellow. Timbulnya penyalahgunaan zat
pewarna tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan rakyat mengenai zat pewarna
untuk makanan, atau disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label
yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan. Disamping
itu, harga zat pewarna untuk industri relatif lebih murah dibandingkan dengan
harga zat pewarna untuk makanan

Tabel 3. Pewarna makanan yang terdaftar pada FAO/WHO dan UK


FAO/WHO list :as at May UK list : 1960 UK list : added by 1975
1977 (many whit
conditional use)
Acid Fuchsine FB Amaranth Black 7984**
Allura Red AC Azorubine Briliant Blue FCF***
Amaranth Brilliant Black BN Fast Yelow AB**
Azorubine (Carmoisine) Blue VRS* Patent Blue V
Briliant Black BN (t)Brown FK*** Indianthrene Blue RS**
Brulliant Blue FCF Chocolate Brown FB***
Brown FK (t) Chocolate Brown HT ***
Chocolate Brown HT Erythrosine BS
Chrysone Fast Red E*
Eosin Green S
Erythrosine Indigo Carmine
Fast Gree FCF Naphthol Yellow S*
Fast Red E Oil Yellow GG*
Fast Yellow AB Oil Yellow XP*
Green S Orange G ***
Indanthrene (Solanthrene) Orange RN**
Blue RS Ponceau MX*
Indigo Carmine Ponceau SX*
(Indigotine)
Patent Blue V Ponceau3R*
Ponceau 4R Ponceau 4R
Ponceau 6R Qunoline Yellow
Qunoline Yellow (1)Red 2G***
Red 2G Red 6B*
Red 10B Red 10B*
Scarlet GN Red FB*
Sudan G Sunset Yellow FCF
Sunset Yellow FCF Tatrazine
Tatrazine Violet BNP

Tabel 3. (Lanjutan)

FAO/WHO list :as at May UK list : 1960 UK list : added by 1975


1977 (many whit
conditional use)
Violet 5BN Yellow 2G***
Yellow 2G Yellow RFS*
Yellow 27175N Yellow RY*
Keterangan : * : Colours removed from UK list by
1975, ** : colours removed in 1976, *** : Colours
not in EEC list, but with 3 years temporary permit
ifmarket (t), *** : current volunrtary ban on use
Sumber : Puspitasari, N.L. (1977)

Tabel 4. Hasil Penelitian YLKI atas bahan Pewarna Beberapa Produk

W.P. Produk Contoh P.P. L.S. D.L.


May-79 Kembang gula 20 3 0 3
Aug-79 Saos tomat 37 16 1 15
Apr-80 Sirup Trop.Slim 3 2 0 1
Oct-81 Krupuk udag 32 32 0 5
Mar-83 Sirup 59 59 0 8
Nov-84 Pewarna makanan 63 63 9 14
Sep-86 Essence 36 36 4 1
Apr-87 Sirup 30 22 0 3
May-88 Saos tomat 35 8 0 2
Jun-88 Saos cabe 35 10 0 2
Mar-90 Tahu 20 2 0 2
Keterangan :
WP : Waktu Penelitian
PP : Jumlah Produk yang memakai pewarna
LS : Jumlah produk yang memakai pewarna
melibihi standar
DL : Jumlah produk yang memakai
pewarna terlarang
Sumber : Rustamaji, E. (1997).

VII. Pengemulsi

Emulsi didefinisikan sebagai suatu sistim yang terdiri dari dua fase cairan
yang tidak saling melarut, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk
globula-globula di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-
globula dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globula-
globula dinamakan fase kontinyu atau medium dispersi
Istilah pengemulsi (emulsifier) atau sulfaktan dalam beberapa hal kurang
tepat, karena bahan ini dapat melakukan beberapa fungsi yang pada beberapa
jenis produk tidak berkaitan langsung dengan pembentukan emulsi sama sekali.
Fungsi-fungsi pengemulsi pangan dapat dikelompokan menjadi tiga
golongan utama yaitu :
1. Untuk mengurangi tegangan permukaan pada permukaan minyak dan air,
yang mendorong pembentukan emulsi dan pembentukan kesetimbangan
fase antara minyak, air dan pengemulsi pada permukaan yang
memantapkan antara emulsi.
2. Untuk sedikit merubah sifat-sifat tekstur, awetan dan sifat-sifat reologi
produk pangan, dengan pembentukan senyawa kompleks dengan
komponen-komponen pati dan protein.
3. Untuk memperbaiki tekstur produk pangan yang bahan utamanya lemak
dengan mengendalikan keadaan polimorf lemak
Sistim kerja emulsifier berhubungan erat dengan tegangan permukaan
antara kedua fase (tegangan interfasial). Selama emulsifikasi, emulsifier
berfungsi menurunkan tegangan interfasial sehingga mempermudah
pembentukan permukaan interfasial yang sangat luas. Bila tegangan interfasial
turun sampai di bawah 10 dyne per cm, maka emulsi dapat dibentuk; sedangkan
bila tegangan interfasial mendekati nilai nol, maka emulsi akan terbentuk dengan
spontan.
Pada dasarnya emulsifier merupakan surfactan yang mempunyai dua
gugus, yaitu gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. Gugus hidrofilik bersifat polar
dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar
dan mudah bersenyawa dengan minyak. Di dalam molekul emulsifir, salah satu
gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan,
maka molekul-molekul emulfisier tersebut akan diadsoprsi lebih kuat oleh air
dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih
rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu. Demikian pula
sebaliknya, bila gugus nonpolarnya lebih dominan, maka molekul-molekul
emulsifier tersebut akan diadsopsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan
air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga
mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu
Banyak cara-cara sudah dikembangkan untuk mendapatkan pengemulsi
atau campuran-emulsi untuk mendapatkan sifat khusus suatu produk pangan
yang tepat atau campuran emulsi yang tepat untuk mendapatkan sifat-sifat khusus
produk pangan. Teori pertama untuk menduga pembentukan emulsi, apakah
O/W atau W/O adalah yang disebut hukum Bancrobt, yang dikemukakan
pertama kali pada tahun 1913. Teori tersebut menyatakan bahwa fase yang
mana bahan pengemulsinya mudah larut, menjadi fase eksternal. Teori
selanjutnya adalah pemilihan dengan sistem keseimbangan sifat hidrofilik dan
lipofilik (Hidrophilic-Lipophilic Balance/HLB) yang dikemukakan oleh Griffin.
Nilai-nilai HLB suatu pengemulsi yang rendah menunjukan pengemulsi bersifat
bersifat hidrofilik yang lemah. Kenaikan nilai HLB menunjukkan kenaikan
polaritas molekul-molekul pengemulsi..
Griffin mengajukan persamaan sebagai berikut untuk menghitung nilai
HLB suatu bahan pengemulsi :
HLB = 20 (1- S/A)
dimana, S = angka penyabunan esternya
A = angka asam-asam lemaknya
Jika dua atau lebih pengemulsi harus dicampurkan (biasanya pencampuran
memberikan efek yang lebih baik), nilai HLB kombinasi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut :
% A = 100 (X - HLBB)/(HLBA - HLBB) dan
% B = 100 -% (A)
dimana X adalah HLB campuran dari pengemulsi A dan B yang
dibutuhkan
Dibawah ini disajikan nilai HLB dari beberapa jenis bahan pengemulsi

Tabel 8.1 Daftar nilai HLB dari beberapa zat pengemulsi

No. Nama zat pengemulsi Nilai HLB


1. Sodium stearoyl-2-lactylate 21,1
2. Potasium Oleate 20,0
3. Sodium Oleate 18,1
4. Polyoxyethylene 20 sorbitan monooleate 15,8
5. Polyoxyethylene 20 sorbitan monoolearate 14,9
6. Polyoxyethylene 5 sorbitan monoolearate 10,9
7. Gum acasia 11,9
8. Gum Tragacant 11,9
9. Methyl cellulose 10,5
10. Polyoxyethylene sorbitan tristearate 10,5
11. Gelatin 9,8
12 Tetraglycrol monostearate 9,1
13. Diacetyl tartaric acid ester of monoglycerida 9,2
14. Sorbitan monolaurate 8,5
15 Sorbitan monosolmitate 6,6
16. Sorbitan Monoolearate 5,7
17 Succinic acid ester of monoglyceriates 5,3
18. Diglycerol monostearate 5,5
19 Propylane glycol monolaurate 4,6
20. Glycerol-lactic-palmitate 3,7
21. Gycerol monostearate 3,7
22. Propylene glycol monostearate 3,4
23. Mono dan diglyserides 2,8
24 Sorbitan tristearate 2,1
25 Oleic acid 1,0
Sumber : Poerie and Tung (1976) di dalam Tien R.Muchtadi (1990)

Berikut ini adalah contoh-contoh emulsifier yang umum digunakan dalam bahan
pangan :

1. Mono dan Diglycerides, dikenal juga dengan istilah discrete substances.


Pertama kali dibuat oleh Berthelot pada tahun 1853 melalui reaksi esterifikasi
asam lemak dan glycerol. Mono dan diglycerides merupakan zat pengemulsi
yang umum digunakan. Komponen-komponen ini dapat diperoleh dengan
memanaskan triglyceride dan glycerol dengan suatu katalis yang bersifat
basa. Reaksi ini akan menghasilkan campuran yang terdiri dari ± 45%
monogliserida dan ± 45 % digliserida, serta ± 10% trigliserida bersama-
sama dengan sejumlah kecil gliserol dan asam-asam lemak bebas. Mono dan
digliserida yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan cara destilasi
molekuler. Yang tergolong mono dan diglycerides diantaranya adalah
* Glycerol monolaurate, dibuat dari reaksi glycerol dan asam laurat
* Ethoxylated mono dan diglycerides (EMG), juga disebut dengan
polyoxyethylene (20) mono dan diglycerides
* Diacetyl tartaric acid ester of monoglycerides (DATEM)
* Lactic acid ester of monoglycerides, misalnya glyceril lactylpalmitate
* Succinylated monoglycerides

2. Stearoyl Lactylates, merupakan hasil reaksi dari steric acid dan lactic acid,
selanjutnya diubah ke dalam bentuk garam kalsium dan sodium. Bahan
pengemulsi ini sering digunakan dalam produk-produk bakery

3. Propylene Glycol Ester, merupakan hasil reaksi dari propylene glycol dan
asam-asam lemak. Umumnya digunakan di dalam pembuatan kue, rati dan
whipped topping.

4. Sorbitan Esters. Asam sorbitan terbentuk dari reaksi antara sorbitan


dengan asam lemak. Sorbitan adalah produk dihidrasi dari gula alkohol yang
dapat diperoleh secara alami yaitu sorbitol. Sampai saat ini hanya sorbitan
monostearat, satu-satunya ester sorbitan yang diizinkan digunakan dalam
pangan dan umumnya digunakan dalam pembuatan kue, whipped topping,
cake icing, coffe whiteners dan pelapis pelindung buah dan sayuran segar.

5. Polysorbates. Ester polioksietilen sorbitan umumnya disebut polisorbat.


Ester ini dibuat dari reaksi antara ester-ester sorbitan dengan ethylene oxide.
Tiga jenis polisorbat yang diijinkan untuk digunakan dalam pangan adalah
polisorbat 60, Polisorbat 65, polisorbat 80.
6. Polyglycerol Ester, dibuat dari reaksi antara asam-asam lemak dan glycerol
yang sudah mengalami polimerisasi. Tingkat polimerisasinya antara 2-10
molekul. Ester-ester poliglycerol digunakan dalamp pangan yang diaerasi
mengandung lemak, beverage, icing, dan margarine.

7. Ester-ester sukrosa, adalah mono, di dan triester sukrosa dengan asam-


asam lemak. Ester ini dihasilkan dari reaksi sukrosa dan lemak sapi.
Penggunaanya dalam pangan umumnya pada pembuatan roti, produk tiruan
olaha susu, whipped milk product.

8. Lecitin, adalah campuran fosfatida dan senyawa-senyawa lemak yang


terdiri dari fosfatidil kolin, fosfatidil etanolamin, fosfatidil inositol.dan
komponen-komponen lainnya. Lesitin merupakan bahan penyusun alami
pada hewan maupun tanaman. Lecitin paling banyak diperoleh dari kedele
dan kuning telur. Biasanya digunakan untuk emulsifier pada margarine, roti,
kue dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, J.C. and Hamilton, R.J. 1983. Rancidity in Foods Applied Science
Publisher London & New York.

Beck, K.M. 1980. Non Nutritive Sweeteners: Saccarine dan Cyclamate. Di


dalam Furia, E.T. (ed.). CRC Handbook of Food Addtives. Vol II. CRC
Press. INC. Florida.

Belitz dan Goosch. 1987. Food Chemistry. Marcel Dekkeer, Inc. New York.

Crosby, G.A and Furia, T.E. 1980. New Sweeteners. Di dalam Furia, E.T. (ed.).
CRC Handbook of Food Addtives. Vol II. CRC Press. INC. Florida.

Dziezak, J. D. 1988. Emulsifiers : The Interfacial Key to Emulsion Stability. J.


Food Technology, October, 1988.

Fennema, O.R. 1985. Food Chemistry. Marcel Dekkeer, Inc. New York

Imeson, A. 1992. Exudate Gums. Di dalam Thickening and Gelling Agents For
Food. Imeson A (ed.). Blackie Academic and Professional. London
Kelly E. H., Anthony R. T., Dennis J. . 2002. Flavonoid antioxidant :
Chemistry, Metabolisme and Structure-activity Relationships. J. of
Nutritional Biochemistry, 13(2002):572-584

Muchtadi, D. 1997. Radikal bebas dan Penyakit Kronis. Modul Pelatihan.


Pelatihan Pengendalian Mutu dan keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar,
Bogor, 21 Juli- 2 Agustus 1997. Kerjasama PAU Pangan an Gizi IPB
dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.

Noonan, J.E. and Harry M. 1980. Syntetic Food Colors. Di dalm Furia, E.T.
(ed.). CRC Handbook of Food Addtives. Vol II. CRC Press. INC.
Florida

Puspitasari N.L. 1997. Bahan Tambahan Pangan, Manfaat dan Resiko


Penggunaannya. Modul Pelatihan. Pelatihan Pengendalian Mutu dan
keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar, Bogor, 21 Juli- 2 Agustus 1997.
Kerjasama PAU Pangan an Gizi IPB dengan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Rice-Evans, C.A., N.J. Miller, G. Paganga. 1997. Antiosidant Properties of


Phenolic Compounds. J. Trends in Plant Science, April 1997, Vol 2 No. 4

Rustamji, E. 1997 (YLKI). Penggunaan Bahan Terlarang pada Makanan dan


Minuman. Makalah. Didalam Temu Karya Penggunaan Bahan
Tambahan Makanan (BTM) Oleh Industri Pangan. Kerjasama Kantor
Menteri Negara Urusan Pangan dan Jurusan TPG, Fateta IPB, tanggal 22
Februari 1997. Jakarta

Shahidi, F. and M. Naczk. 1991. Food Phenolics: Sources, Chemistry, Effects,


Applications. Technomic Publishing Co. Inc.

Siebert, K.J. 1999. Protein-Polyphenol Haze in Beverages. J. Food


Technology, January 1999 Vol 53, No.1: 54-69

Sudarmaji, S. 1982. Bahan-bahan Pemanis. Penerbit Agritech. Yogyakarta

Tien R. Muchtadi. 1990. Emulsi Bahan Pangan. Diktat Kuliah. Jurusan


Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Timmermann. 2000. Food Emulsifier-Basic Theory to Practical Realities.


J.Asia Pacific Fodd Industry, August : 64-67.

Tranggono, Sutardi, Haryadi, Suparmo, Agnes Murdiati, Slamet Sudarmadji,


Kapti Rahayu, Sri Naruki dan Mary Astuti. 1990. Bahan Tambahan
Makanan. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

You might also like