You are on page 1of 3

Al-Jahiz: Tukang Ikan yang “Matanya Melotot”

Tak tahan menahan tawa saat mengetahui al-Jahiz berarti “melotot”. Nama
ilmuwan muslim ini sudah saya kenal sejak lama. Karyanya yang paling terkenal
berjudul al-Hayaawaan pernah saya temukan di salah satu perpustakaan di
Jakarta. Tapi baru beberapa waktu lalu mengetahui arti nama dari al-Jahiz.
Kenapa ia dijuluki ”yang matanya melotot”? Ini yang lebih menakjubkan lagi,
ternyata melototnya mata al-Jahiz bukan karena genetika atau terlalu sering
marah-marah. Matanya melotot karena terlalu sering begadang. Bukan karena
nonton liga inggris atau liga champion (karena memang belum ada tentunya), tapi
karena membaca buku. Al-Jahiz yang miskin dan hanya bertumpu pada menjual
ikan, tidak bisa membaca di siang hari karena harus menghidupi diri dan
keluarganya. Ia dikenal sebagai keluarga sangat miskin. Tapi luar biasanya ia
memiliki minat meluap-luap terhadap buku. Saat tokonya tutup di sore hari, ia
pergi ke perpustakaan dan menghabiskan malam-malam dalam hidupnya untuk
membaca. Wal hasil matanya nampak melotot di siang hari, sehingga orang-orang
menjulukinya ”Si Mata Melotot” atau al-Jahiz.

Bersama pemuda lainnya yang bersemangat terhadap ilmu, al-Jahiz sering


berdiskusi di masjid utama di Basrah. Keahilainnya adalah dalam bahasa
Arab, puisi, leksikografi. Selama 25 tahun ia belajar dan menguasai berbagai
bidang ilmu, termasuk al-Qur’an dan al-Hadits. Ia juga menerjemahkan buku
Yunani dan filsafat Hellenistik, terutama dari filusuf Aristoteles

Magnum opusnya yang terkenal berjudul Kitab al-Hayawaan (kitab hewan-hewan)


yang berisi fabel, dan deskripsi sifat hewan berbentuk puisi lebih dari 350
jenis hewan. Al-Jahiz juga memiliki teori evolusi (evolusi dalam jenis hewan
yang sama) namun berbeda dengan evolusi versi Darwin. Ia juga mendahului
Darwin dlam prinsip seleksi alam.

"Animals engage in a struggle for existence; for resources, to avoid being eaten and to breed.
Environmental factors influence organisms to develop new characteristics to ensure survival, thus
transforming into new species. Animals that survive to breed can pass on their successful
characteristics to offspring."

Al-Jahiz juga ilmuwan pertama yang membuat teori “rantai makanan sebagaimana ia
tulis::

"The mosquitoes go out to look for their food as they know instinctively that blood is the thing
which makes them live. As soon as they see the elephant, hippopotamus or any other animal, they
know that the skin has been fashioned to serve them as food; and falling on it, they pierce it with
their proboscises, certain that their thrusts are piercing deep enough and are capable of reaching
down to draw the blood. Flies in their turn, although they feed on many and various things,
principally hunt the mosquito ... All animals, in short, can not exist without food, neither can the
hunting animal escape being hunted in his turn."
Ia juga memiliki teori yang menarik atas pengaruh lingkungan pada sifat fisik dari sebuah
masyarakat. Termasuk teoerinya terhadap penyebab watna kulit

"[It] is so unusual that its gazelles and ostriches, its insects and flies, its foxes, sheep and asses, its
horses and its birds are all black. Blackness and whiteness are in fact caused by the properties of
the region, as well as by the God-given nature of water and soil and by the proximity or
remoteness of the sun and the intensity or mildness of its heat."

Karyanya yang lain adalah:

Kitab al-Bukhala (Book of Misers or Avarice & the Avaricious)

Kitab al-Bayan wa al-Tabyin (The Book of eloquence and demonstration)

Kitab Moufakharat al Jawari wal Ghilman (The book of dithyramb of concubines and
ephebes)

Risalat mufakharat al-sudan 'ala al-bidan (Superiority Of The Blacks To The Whites)

Setiap judul tersebut bisa memuat ratusan jilid. Begitulah tukang ikan yang matanya
melotot.

Khatib al-Bagdadi meriwayatkan dalam kitabnya Taqyidul ‘ilmi : “Aku belum pernah
melihat orang yang lebih antusias dan gigih dalam menuntut ilmu dari ketiga orang ini,
yaitu al-Jahiz, Fath bin Khaqan, dan Ismail bin Ishaq al-Qadhi.

Al-Jahiz bila memegang buku maka ia akan membacanya dari awal hingga akhir. Bahkan
kadang ia menyewa toko penjual kertas untuk bermalam disitu sekadar untuk membaca
buku-buku yang dimiliki toko kertas tersebut..

Beberapa versi cerita mengatakan bahwa ia meninggal karena tertimpa tumpukan buku di
perpustakaan pada 869 M di Basra.

Begitulah kecintaan masyarakat Islam masa lalu, bahkan tukang ikan seperti al-Jahiz saja
luar biasa ghirahnya terhadap ilmu. Bagaimana dengan intelektual seperti anda?

Sumber:

• Syaikh Abdul Fattah, “Sungguh Mengagumkan Manajemen Waktu Para Ulama”,


penerbit Zam Zam
• http://en.wikipedia.org/wiki/Al-Jahiz
• Kamus bahasa Arab al-Muthahar, penerbit Hikmah
• Bincang santai bersama Ustadz. Yayat di sela-sela kursus bahasa Arab

You might also like