You are on page 1of 18

PROPOSAL TUGAS AKHIR

PENGARUH VARIASI PANJANG ANYAMAN KAWAT KASA TERADAP KAPASITAS


LENTUR BALOK BETON TANPA TULANGAN

Oleh:
NAMA : ELNATH BUDI PUTRANTO
NIM: I1B006012

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
JURUSAN TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PURBALINGGA
2009
BAB I

1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunannya yang terdiri dari bahan semen, agregat kasar,
agregat halus, air dan bahan tambah (Tri Mulyono, 2003). Kelebihan beton yaitu memilki kuat desak
yang tinggi, tahan api dan mudah dibentuk. Namun disamping mempunyai kelebihan tersebut, beton
juga mempunyai kelemahan yaitu, kuat tarik yang rendah.
Usaha untuk menambah kuat tarik beton, dilakukan dengan cara menambah serat (fiber) dalam
campuran beton, penambahan serat (fiber) dilakukan dengan cara memberikan semacam penulangan
yang disebarkan merata dengan orientasi sebaran yang acak dengan tujuan meningkatkan kuat tarik
beton.
Ada berbagai macam bahan fiber yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat beton
seperti yang telah dilaporkan oleh ACI Committee 544 (1982) dan Soroushian & Bayasi (1987).
Bahan –bahan fiber tersebut antara lain berupa serat baja (steel fiber), kaca (glass fiber), plastic
(polypropylene) dan karbon (carbon) serta serat alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti
ijuk, serat bambu dan lainnya.
Pada penelitian ini digunakan serat berupa serat anyaman kawat (kasa) aluminium pada kadar
optimum yaitu sebesar 0,2% dengan variasi panjang serat dengan tujuan untuk mendapatkan nilai
kapasitas lentur yang paling maksimum.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
- Berapa panjang serat anyaman kawat (kasa), alumunium, yang menimbulkan kuat lentur beton
paling maksimum.
- Berapa besar [pengaruh variasi panjang serat anyaman kawat (kasa), aluminium pada kadar 0,2%
terhadapa kekuatan lentur beton.

1.3 Tujuan penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kapasitas lentur yang paling besar akibat
dari variasi panjang serat anyaman kawat (kasa), alumunium pada kadar 0,2%.
1.4 Manfaat penelitian

2
- Menambah pengetahuan tentang beton serat terutama penggunaaan serat anyaman kawat (kasa)
alumunium.
- Menambah pengetahuan tentang sifat fisik beton serat dalam struktur.
- Memberikan informasi tentang penggunaan serat anyaman kawat (kasa) alumunium dan
keuntungannya sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pilihan penggunaaan serat.
-
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan batasan:
- Semen yang digunakan adalah semen Portland tipe 1.
- Agregat halus (pasir) yang digunakan pasir local.
- Agregat kasar yang digunakan adalah batu pecah dengan tangan ukuran maksimum 20 mm.
- Air yang digunakan adalah air suling biasa.
- Perancangan adukan beton (mix design) yang digunakan adalah perancangan menurut Suhendro
(1991).
- Serat yang digunakan adalah anyaman kawat halus (kasa nyamuk) alumunium dengan ukuran
lebar 10mm dan panjang bervariatif yaitu 15mm, 25mm, 35mm, 45mm.
- Prosentase penambahan serat pada masing-masing benda uji adalah 0,2% (hasil penelitian
Purnomo,2003).
- Benda uji berupa balok beton dengan ukuran 150mm x 150mm x 600mm dengan jumlah benda
uji untuk masing-masing perlakuan adalah 3 buah.
- Analisis data berdasarkan beban maksimum yang dicapai pada saat benda uji runtuh, dilakukan
pada umur 28 hari.
- Pengujian hanya memperhitungkan kuat lentur balok saja.
- Nilai kuat tarik dan berat jenis kasa di peroleh dari daftar spesifikasi bahan Pengetahuan Bahan
Teknik Surdia dan Saito, 2000.
- Analisis data berdasarkan beban maksimum yang dicapai pada saat uji runtuh.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Serat Kawat Kasa
Kawat kasa adalah serat dari bahan logam (baja atau alumunium) yang mempunyai bentuk
geometrik saling bersilangan (anyaman) satu sama lain dan terdapat ikatan antar serat
(Purnomo,2003). Kasa dapat diidentikan denga kawat tulangan pada ferosemen. Ferosemen sendiri
adalah suatu bahan gabungan yang diperoleh dengan cara memberikan kepada mortar suatu tulangan
yang berupa anyaman kawat baja. Mortar berfungsi sebagai massa dan kawat baja sebagai pemberi
kekuatan tarik dan daktilitas. Secara lebih teliti, ferosemen dapat diartikan sebagai beton bertulang
dengan bentuk khusus, yaitu dengan tulangan lebih rapat daripada beton bertulang.
Distribusi tulangan yang kecil-kecil tetapi merata memperkecil kemungkinan mortar untuk retak
dan memperbaiki ketahanan terhadap pecah dan patah lelah. Ferosemen menggunakan kawat dengan
tebal antara 10 mm hingga 60 mm dengan volume tlanagn sekitar 6-8% dengan bentuk tulangan
satu lapis atau lebih. Tulangan dapat terbuat dari kawat silang yang di las atau batang-batang baja
tulangan dengan diameter kecil. Dapat juga berupa kawat anyam dengan diameter sekitar 0,5mm dan
1,5mm (Tjokrodimuljo,1996).
Serat anyaman kawat kasa yang digunakan pada penelitian ini adalah serat anyaman kawat kasa
halus. Spesifikasi dari kasa halus ini diperoleh dari literature, disajikan pada tabel1 berikut:

Tabel 1.Spesifikasi serat anyaman kawat (kasa halus)

KETERANGAN SPESIFIKASI
Nama Bahan Kasa Alumunium
Material Alumunium
Berat Jenis 2,2989
Titik Cair (® Celcius) 660,2
Kuat Tarik (kg/mm²) 11,6
Kuat Mulur (kg/mm²) 11,0
(Sumber :Surdia, T.,dan Saito, S.)

2.2 Beton Serat


Beton serat (fiber concrete) adalah bahan komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lain
yang berupa serat. Serat pada umumnya berupa batang-batang dengan diameter 5 sampai 500µm
(micrometer) dan panjang sekitar 25-100 mm. bahan serat dapat berupa serat asbestos, serat tumbuh-

4
tumbuhan (rami, bamboo, ijuk), serat plastic, serat gelas/ kaca atau potongan-potongan kawat baja
(Tjokrodimuljo, 1996).
Beton serat (fiber reinforced concrete) menurut ACI commite adalah struktur beton dengan
bahan susun semen, agregat halus dan agregat kasar serta sejumlah kecil serat (fiber). Ide dasar
penambahan serat adalah memberi tulangan pada beton dengan serat, yang disebarkan secara merata
untuk mencegah retakan-retakan yang terjadi akibat pembebanan (Soroushian dan Bayasi, 1987).
Dengan tercegahnya retakan-retakan yang terlalu dini, kemampuan bahan untuk mendukung
tegangan-tegangan dalam (aksial, lentur dan geser) yang terjadi akan jauh lebih besar (Suhendro,
2000).
Penambahan serat (fiber) ke dalam campuran beton merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengatasi sifat-sifat beton yang kurang baik, seperti rendahnya beton dalam
memikul tarik dan timbulnya retak-retak pada beton akibat tarik tersebut. Bertambahnya kuat tarik
beton akibat penambahan serat maka diharapkan beton menjadi lebih tahan retak dan tahan benturan
sehingga tingkat kekakuannya (ductility) lebih tinggi daripada beton normal tanpa serat.
Hasil penelitian menunjukan sifat-sifat beton yang dapat diperbaiki atau di tingkatkan:
a. Daktilitas (ductility) yang mencerminkan kemampuan bahan untuk menyerap energy (energy
absorbtion).
b. Ketahanan terhadap beban kejut (impact resisitance).
c. Kemampuan untuk menahan tarik dan momen lentur.
d. Ketahanan terhadap kelelahan (fatigue life).
e. Ketahanan terhadap susutan (shrinkage).
f. Ketahanan terhadap ausan (abrasson), fragmentasi (fragmentation) dan spalling (Suhendro,
2000).

Penelitian arsyad (2003) yang mengkaji kapasitas lentur dan geser balok beton bertulang dengan
penambahan serat anyaman kasa halus sebesar 0,2 % memperlihatkan peningkatan sebesar 37,24%
untuk kapasitas geser terhadap beton normal.
Mekanisme kerja serat dalam adukan beton secara bersama-sama, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Serat bersama-sama pasta beton akan membentuk matrik komposit, dimana serat akan memberi
kontribusi dalam menahan beban yang ada sesuai dengan modulus elastisitanya.

5
P

Gambar 1.Matriks Komposit

b. Pasta beton akan semakin kokoh/ stabil dalam menahan beban karena adanya aksi fiber bridging
yang menghambat penyebaran retak.

Gambar 2.Fiber Bridging

c. Serat akan melakukan aksi pasak (dowel action) sehingga pasta yang sudah retak akan tetap
stabil/ kokoh menahan beban yang ada.

6
Gambar 3.Dowel Action

Pengaruh penambahan serat ke dalam adukan beton tergantung pada hal-hal berikut:
a. Jenis ukuran dan bentuk serat
Sebenarnya semua serat dapat digunakan sebagai bahan tambahan yang dapat
memperkuat atau memperbaiki sifat-sifat beton. Penggunaannya tergantung dari maksud
penambahan serat ke dalam beton baik bahan alami atau buatan, tetapi yang harus diperhatikan
adalah serat tersebut harus mempunyai kuat tarik lebih besar daripada kuat tarik beton.
b. Aspek rasio serat
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penambahan serat
sebanyak 0,75% sampai dengan 1,0% dari volume adukan dengan menggunakan aspek rasio
sekitar 70 akan memberikan hasil yang optimal (Suhendro, 2000). Untuk serat yang berbentuk
pipih maka aspek rasio diambil dari perbandingan panjang dan tebal (Harjono,2001).
c. Prosentase serat
Penambahan serat ke dalam adukan beton akan menurunkan kelecakan adukan beton
secara cepat sejalan dengan pertambahan volume fraksi (kosentrasi serat) dan aspek rasio serat.
Penurunan workabilitas adukan dapat dikurangi dengan penurunan diameter maksimum agregat,
peninggian faktor air semen, penambahan semen atau pemakaian bahan tambah. Meskipun
demikian, jika kosentarsi serat dan aspek rasio srat melampaui batas tertentu, tetap akan didapat
adukan yang kelecakannya sanagt rendah (Suhendro,1993).
Penambahan kosentarsi serat yang terlalu banyak akan mengakibatkan penggumpalan
(balling effect) yang akan menghalangi penyebaran secara merata ke seluruh beton sehingga
dapat menurunkan tingkat kemudahan pengerjaan (workability).

2.3 Kapasitas lentur


Beban-beban yang bekerja pada struktur, baik yang berupa beban gravitasi (vertical) maupun
beban-beban lain seperti beban angin (horizontal) atau juga beban karena susut dan beban karena
perubahan suhu yang menyebabkan adanya lentur dan deformasi pada elemen struktur. Lentur pada
balok merupakan akibat adanya regangan yang timbul karena adanya beban luar.

7
Apabila suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya
momen lentur, akan terjadi deformasi lentur di dalam balok tersebut pada kejadian momen lentur
positif, tegangan tekan akan terjadi di bagian atas dan tegangan tarik terjadi di bagian bawah dari
penampang. Tegangan-tegangan tersebut harus ditahan oleh balok, yaitu tegangan tekan di sebelah
atas dan tegangan tarik di sebelah bawah. Jika beban bertambah, maka pada balok terjadi deformasi
dan tegangan tambahan yang mengakibatkan bertambahnya retak lentur pada balok. Bila beban
semakin bertambah, pada akhirnya terjadi keruntuhan elemen struktur, yaitu pada saat beban luarnya
mencapa kapasitas elemen. Karena itu penampangnya harus di design sedemikian rupa sehingga
tidak terjadi rettak berlebihan pada saat beban bekerja serta masih mempunyai kekuatan cadangan
untuk menahan beban dan tegangan tanpa mengalami keruntuhan. Untuk memperhitungkan
kemampuan dan kapasitas dukung komponen struktur beton terlentur (balok, plat, dinding dan
sebagainya), sifat utama bahwa bahan beton kurang mampu menahan tegangan tarik akan menjadi
dasar pertimbangan.
Tegangan-tegangan lentur merupakan hasil dari momen lentur luar. Tegangan ini hampir selalu
menentukan dimensi geometris penampang beton bertulang. Proses desain yang mencakup
pemilihan dan analisis penampang biasanya dimulai dengan pemenuhan persyaratan terhadap lentur.
Pada saat beton struktur bekerja menahan beban-beban yang dipikulnya, balok beton akan
mengalami tegangan-tegangan pada badannya. Salah satu tegangan yang terjadi adalah tegangan
tarik akibat lenturan pada serat tepi bawah pada balok dengan tumouan sederhana. Hampir semua
balok yang langsing mengalami tegangan akibat lentur.
Kekuatan lentur merupakan kekuatan beton dalam menahan lentur yang umumnya terjadi pada
balok struktur. Kuat lentur dapat diteliti dengan membebani balok pada tengah-tengah bentang atau
pada tiap sepertiga bentang dengan beban titik. Beban ditingkatkan sampai kondisi balok mengalami
keruntuhan lentur, dimana retak utama yang terjadi terletak pada sekitar tengah-tengah bentang.
Besarnya momen akibat gaya pada saat runtuh ini merupakan kekuatan maksimal balok beton dalam
menahan lentur.
Secara matematis kuat lentur beton dihitung dengan persamaan:
- Retak di dalam 1/3 L
PL
MOR= ……………………………… (1)
bh³

8
- Retak di luar 1/3 L dan > 5% L
3Pa
MOR= ……………………………… (2)
bh³

Dengan: P = tekanan yang diterima


b = lebar balok
h = tinggi balok
a = jarak antara garis retak dengan tepi balok

Menurut Suhendro, perilaku lentur balok beton bertulang yang diberi serat berbeda dari beton
konvensional disebabkan oleh dua hal utama, yaitu:
- Beton serat bersifat liat dalam mendukung tegangan desak
- Beton serat mempunyai kuat tarik dalam mendukung tegangan desak dan beton serat mempunyai
kuat tarik yang cukup tinggi dan masih memiliki kemampuan tersebut meskipun telah terjadi
retak-retak yang cukup lebar pada bahan tersebut.
Kedua faktor tersebut mempengaruhi distribusi tegangan lentur pada kondisi ultimit dan dengan
demikian mempengaruhi kuat nominal balok tersebut.
Besarnya momen yang dapat mematahkan benda uji adalah momen akibat beban maksimum dari
mesin pembebanan dan berat sendiri dari benda uji. Besarnya momen dapat digambarkan sebagai
berikut:
P
1/2P 1/2P

A 1/3L C 1/3L D 1/3L B

Gambar 4. Metode pengujian kuat lentur

P
1/2P 1/2P

9
A 1/3L C 1/3L D 1/3L B

SFD

A C D B

A C D B
Ma Mb

Mc Mmax Md

Gambar 5. Diagram gaya lintang dan momen

Reaksi perletakan dapat dihitung dengan persamaan berikut:


ΣMa = 0
(1/2 qt²) + (1/2 P. 1/3L) + ( ½ P. 2/3L)
Ra = Rb = ……………… (3)
L
Dimana:
Ra = Reaksi perletakan A (N)
Rb = Reaksi perletakan B (N)
q = Berat sendiri balok beton (N/mm)
P = Beban maksimum (N)

Momen maksimum yang terjadi di tegah bentang di hitung dengan persamaan berikut:
M max = Ra. 1/3 L – 1/2q.(1/3 L)²

10
M max = (1/2 qL + ½ P). 1/3 L – ½ q (1/3 L)²

M max = 1/9qL² + 1/6 L ……..……………… (4)

dimana:
Mmax = Momen maksimum pada tegah bentang (Nmm)
Ra = Reaksi perletakan A (N)
q = Berat sendiri balok beton (N/mm)
P = Beban maksimum (N)

BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang di gunakan adalah penelitian eksperimental yaitu dengan melakukan uji
laboratorium terhadap benda uji.
3.1 Bahan
a. Semen Portland Tipe 1
b. Kerikil pecah
c. Pasir bersih standart untuk beton
d. Serat anyaman kawat (kasa) alumunium
e. Air bersih
3.2 Alat
a. Timbangan
11
b. Pisau dan gunting
c. Ayakan
d. Mesin penggetar ayakan
e. Mesin Los Angeles
f. Corong konik /Conical mould
g. Kerucut Abrahams
h. Bak air
i. Alat pengaduk beton
j. Cetakan beton, balok 15 cm x 15 cm x 60 cm
k. Oven
l. Alat penguji lentur (Bending Test Machine)
3.3 Rancangan Penelitian
Pada penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental yaitu dengan melakukan uji
laboratorium terhadap benda uji. Denah percobaan yang dilakukan sesuai yang tercantum pada tabel
3 berikut ini:

Table 3. Kebutuhan benda uji kuat lentur pada kadar serat


Optimum (2%)
Panjang serat (mm) Nama benda ui Jumlah
15 BS15 3
25 BS25 3
35 BS35 3
45 BS45 3
Jumlah 12

3.4 Prosedur Penelitian


1. Tahap persiapan
Tahap persiapan mencakup pengumpulan pustaka dan literatur, alat dan bahan yang
diperlukan dalam penelitian. Bahan yang diperlukan antara lain adalh serat anyaman kawat

12
(kasa) alumunium, kerikil pecah, pasir bersih standar untuk bahan agregat halus dan semen
Portland tipe 1.
2. Tahap pengujian pendahuluan
 Pemeriksaan terhadap agregat halus
a. Pemeriksaan berat jenis
b. Analisis gradasi pasir
c. Pemeriksaan kadar lumpur dalam pasir
d. Pemeriksaan berat agregat kasar
 Pemeriksaan terhadap agregat kasar
a. Pemeriksaan berat jenis kerikil
b. Analisi gradasi kerikil
c. Pemeriksaan berat volume kerikil
3. Pemeriksaan terhadap serat anyaman kawat (kasa) alumunium
Pengujian tersebut dilakukan di laboratorium untuk mengetahui karakteristik bahan yang
digunakan. Hasil pengujian tersebut merupakan acuan untuk merancang adukan beton (mix
design).
4. Tahap pembuatan benda uji
Benda uji standar untuk menguji kuat lentur beton berbentuk balok dengan ukuran 15cm
x 15 cm x 60cm dibuat dengan empat variasi penambahan panjang serat (15mm, 25mm, 35mm,
45mm) dengan masing-masing perlakuan mempunyai kadar serat 0,2%. Pengecoran dilakukan
setelah bahan dicampur merata dengan alat aduk beton (mixer) dan dituang ke dalam cetakan.
Benda uji dibiarkan selama sehari kemudian dilepas. Hasil cetakan tersebut direndam dalam air
agar proses pengerasan berjalan dengan baik.

15cm

60 cm 15cm
Gambar 6. Ukuran benda uji
5. Tahap pengujian
a. Pengujian beton segar
13
Pengujian terhadap beton segar dilakukan saat pengecoran yaitu slump test dan berat isi
beton. Pemeriksaan ini beton dilakukan dengan menimbang dan mengukur volume cetakan
silinder beton. Pengujian slump dilakukan saat pengecoran dengan kerucur Abrahams.
Langkah pengujian slump beton sebagai berikut:
- Kerucut Abrahams diletakkan di atas papan yang rata dan tidak menyerap air
dengan diameter yang besar pada bagian bawah.
- Adukan beton dimasukkan ke dalam kerucut sebanyak 1/3 dari volume
seluruhnya lalu ditusuk—tusukkan dengan tongkat baja sebanyak 25 kali.
- Langkah kedua diulangi lagi sampai kerucut penuh dengan adukan beton,
slanjutnya permukaan adukan diratakan.
- Langkah terakhir corong ditarik vertical ke atas secara perlahan-lahan kemudian
diukur penurunan adukan beton tersebut terhadap tinggi kerucut Abrahams.

b. Pengujian terhadap beton keras


Pengujian terhadap beton keras dilakukan untuk pengujian kuat lentur beton. Pengujian
kuat lentur dilaksanakan pada umur beton 28 hari. Langkah-langkah pengetesan uji lentur
beton sebagai berikut:
- Mengambil benda uji dalam bak perendaman dan permukaan benda uji
dikeringkan dengan kain lap sehingga kondisi didapat kering permukaan.
- Menentukan berat dan ukuran benda uji.
- Meletakkan benda uji pada alt uji kuat lentur beton.
- Beban ditingkatkan sampai kondisi balok mengalami keruntuhan lentur, dimana
retak utama yang terjadi terletak pada sekitar tengah-tengah bentang. Digerakkan sampai
bahan uji menunjukkan tanda-tanda kerusakan (pecah) pada benda uji.

½P ½P

14
7.5cm 15cm 15 cm 15 cm 7.5 cm

Gambar 7. Metode pengujian kuat lentur


6. Analisis
a. Agregat halus
1. Berat Volume (gr/cm³)
BB1- BB2
Berat Volume = ……………… (5)
VB

Dengan : BB1= berat bejana+pasir (gr)


BB2= berat bejana (gr)
VB = volume bejana (cm³)

2. Berat jenis
SSD
Berat jenis = ……………… (6)
B + SSD - BI

Dengan : SSD = berat benda uji jenuh permukaan (gr)


B = berat piknometer diisi air suling (gr)
BI = berat piknometer+benda uji+air (gr)
3. Gradasi
Gradasi digunakan untuk mengetahui jenis agregat halus yang digunakan dan untuk
mengetahui modulus halus butir.
% kumulatif agregat tertahan
Modulus halus tertahan = …………… (7)
100%

Modulus halus butir untuk agregat halus umumnya berkisar antara 1,5-3,8
4. Kadar lumpur
BPK1- BPK2
Kadar lumpur = ……………… (8)
BPK2
15
Dengan : BPK1 = berat pasir kering tungku (gr)
BPK2 = berat pasir kering setelah dicuci (gr)
b. Agregat kasar
1. Berat volume
BK1- BK2
Berat Volume = ……………… (9)
VB

Dengan : BK1 = berat bejana + kerikil (gr)


BK2 = berat bejana (gr)
VB = volume bejana (cm³)
2. Berat jenis
BJ
Berat jenis = ……………… (10)
(BJ – BA)

Dengan : BJ = berat benda uji jenuh permukaan (gr)


BA = berat benda uji di dalam air (gr)
3. Gradasi
Gradasi digunakan untuk mengetahui jenis agregat kasar yang digunakan dan untuk
mengetahui modulus halus butir.
% kumulatif agregat tertahan
Modulus halus tertahan = ……………… (11)
100%

Modulus halus butir untuk agregat kasar umumnya berkisar antara 5-8.
c. Kuat lentur beton
Kuat lentur beton dihitung dangan persamaan (1) dan persamaan (2) di atas.

16
BAB IV
JADWAL PELAKSANAAN

Penelitian dimulai pada bulan Desember 2009 dan penelitian tersebut direncanakan akan berisi
kegiatan-kegiatan seperti terlampir pada tabel berikut ini :

Tabel 4. Jadwal pelaksanaan Kegiatan Penelitian

Kegiatan Bulan ke-


1 2 3 4 5
Penelitian
Persiapan
penelitian
Pengujian
pendahuluan
Pembuatan
17
benda uji
Pengujian
kuat lentur
Analisis data
Penyusunan
dan
perbaikan
laporan

DAFTAR PUSTAKA
 Anonim. 2002. Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung. SK.SNI.C3-
2847-2002. Juran Teknik Sipil-FTSP-ITB. Bandung.
 Arsyad M. 2003. Kuat Lentur Dan Geser beton Dengan Penambahan Anyaman Kawat (Kasa)
Sebagai Bahan Serat. Fakultas Teknik Sebelas Maret Surakata. Surakarta.
 Diposuhodo, I. 1999. Struktur Beton Bertulang. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
 Kardiyono Tjokromuljo. 1996. Teknologi Beton. F.T. UGM Yogyakarta.
 Purnomo, Dwi. 2003. Tinjauan Kuat Desak dan Kuat Tarik Belah Beton dengan Berbagai
Variasi Penamabahan Serat Kasa. Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta.
 Rustendi, I. Sulistyawati, AM. Atmadi, P.B. 2005. Pengaruh Penambahan Serat Potongan
Kaleng Kemasan Terhadap Karakteristik Beton. Laporan Peneliltian, Fakultas Teknik,
Universitak Wijayakusuma. Purwokerto.
 Soroushian, P. and Bayasi Z. 1987. Concept of Fiber Reinforced Concrate . Proceeding of
International Seminar of Fiber reinforced Concrate.
 Suhendro, Bambang. 2002. Beton Fiber Lokal Konsep, Aplikasi dan Permasalahannya.
Laporan ursusSingkat
18

You might also like