Professional Documents
Culture Documents
b. Keadilan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata keadilan yang berasal dari kata dasar
“adil”, mempunyai arti kejujuran, kelurusan dan keikhlasan yang tidak berat sebelah.
Sehingga keadilan mengandung pengertian sebagai suatu hal yang tidak berat sebelah atau
tidak memihak dan tidak sewenang-wenang.
Sedangkan di dalam Ensiklopedi Indonesia, disebutkan bahwa kata “adil” (bahasa
Arab ; ‘adl) mengandung pengertian sebagai berikut :
Tidak berat sebelah atau tidak memihak ke salah satu pihak.
Memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan hak yang harus diperolehnya.
2
Mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan mana yang salah,
bertindak jujur dan tepat menurut peraturan atau syarat dan rukun yang telah ditetapkan.
Tidak sewenang-wenang dan maksiat atau berbuat dosa.
Orang yang berbuat adil, kebalikan dari fasiq (orang yang tidak mengerjakan perintah).
Pengertian kata “adil” yang lebih menekankan pada “tindakan yang tidak berdasarkan
kesewenang-wenangan”, maka sesungguhnya pada setiap diri manusia telah melekat sumber
kebenaran yang disebut hati nurani. Tuhanlah yang menuntun hati nurani setiap manusia
beriman agar sanggup berbuat adil sesuai dengan salah satu sifat-Nya yang Maha Adil. Kata
“keadilan” dapat juga diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak berdasarkan kesewenang-
wenangan; atau tindakan yang didasarkan kepada norma-norma (norma agama, norma
kesusilaan, norma kesopanan, maupun norma hukum).
Fokus Kita :
Berdasarkan pemahaman kita tentang kata “keadilan”, maka sudah seharusnya kita
mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan martabatnya tanpa membeda-
bedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial,
serta warna kulit. Hal ini berarti kita seharunya mengembangkan sikap-sikap :
Saling mencintai sesama manusia.
Tenggang rasa atau tepa salira, dan
Tidak sewenang-wenang terhadap orang lain.
Banyak ahli yang mencoba memberikan pendapat tentang kata “adil” atau keadilan.
Namun sebagaimana yang kita ketahui, mereka berdasarkan sudut pandang masing-masing
akan terdapat perbedaan, walaupun demikian akan tetap pada dasar-dasar atau koridor yang
sama. Berikut ini beberapa pengertian keadilan menurut para ahli.
Aristoteles
Keadilan adalah kelayakan dalam tindakan menusia, kelayakan yang di maksud adalah
titik tengah antara kedua ujung ekstrim, tidak berat sebelah dan tidak memihak. Menurut
Aristoteles terdapat 5 (lima) jenis keadilan, yaitu:
Plato
Keadilan di proyeksikan pada diri manusia sehingga orang yang dikatakan adil adalah
orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Dalam
pandangan Plato, keadilan dapat dibedakan atas :
3
Keadilan moral, yaitu suatu perbuatan yang dapat dikatakan adil secara moral
apabila telah mampu memberikan perlakuan yang seimbang (selaras) antara hak dan
kewajibannya.
Contoh; seorang karyawan yang menuntut kenaikan upah dengan diimbangi
peningkatan kuaitas kerjanya.
Keadilan prosedural.
Suatu perbuatan dikatakan adil secara prosedural jika seseorang telah mampu
melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah ditetapkan.
Contoh; siswa yang berprestasi, dimana dalam pencapaian prestasi tersebut, diawali
dengan belajar keras, dan tidak mencontek saat ujian.
Socrates
Bahwa keadilan terrcipta bilamana setiap warga negara sudah merasakan bahwa
pemerintah telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Kong Fu Tju
Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja,
masing-masing telah melaksanakan kewajibannya.
Thomas Hobbes
Keadilan adalah suatu perbuatan yang didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati.
Notonagoro
Keadilan hukum “legalitas” adalah suatu keadaan yang didasarkan pada ketentuan
hukum yang berlaku.
Panitia Ad-hoc MPRS 1966
Keadilan dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu;
1) Keadilan idividual.
Yaitu keadilan yang bergantung pada kehendak baik atau kehendak buruk masing-
masing individu.
2) Keadilan sosial
Yaitu keadilan yang pelaksanaannya tergantung pada struktur yang terdapat dalam
bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan ideologi. Dalam pancasila setiap orang di
Indonesia akan mendapat perilaku yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi
dan kebudayaan.
a. Ciri-ciri Keterbukaan
Sikap keterbukaan, merupakan prasyarat dalam menciptakan pemerintahan yang bersih
dan transparan. Keterbukaan juga merupakan sikap yang dibutuhkan dalam harmonisasi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka
dapat dilihat tentang ciri-ciri keterbukaan sebagai berikut.
1) Terbuka (transparan) dalam proses maupun pelaksanaan kebijakan publik.
2) Menjadi dasar atau pedoman dalam dialog maupun berkomunikasi.
4
3) Berterus terang dan tidak menutup-nutupi kesalahan dirinya maupun yang dilakukan
orang lain.
4) Tidak merahasiakan sesuatu yang berdampak pada kecurigaan orang lain.
5) Bersikap hati-hati dan selektif (check and recheck) dalam menerima dan mengolah
informasi dari manapun sumbernya.
6) Toleransi dan tenggang rasa terhadap orang lain.
7) Mau mengakui kelemahan atau kekurangan dirinya atas segala yang dilakukan.
8) Sangat menyadari tentang keberagaman dalam berbagai bidang kehidupan.
9) Mau bekerja sama dan menghargai orang lain.
10) Mau dan mampu menyesuaikan dengan berbagai perubahan yang terjadi.
boleh menguntungkan salah satu pihak. Jadi adanya pihak ketiga dalam rangka menghindari
konfrontatif antara yang sedang berselisih.
Fokus Kita :
Adil adalah sendi pokok di dalam soal hukum. Setiap orang dimanapun negaranya,
harus merasakan keadilan. Perbedaan tingkat dan kedudukan sosial, perbedaan derajat dan
keturunan, tidak boleh dijadikan alasan untuk memperbedakan hak seseorang di hadapan
hukum baik hukum Tuhan maupun hukum yang dibuat oleh manusia.
Dalam rangka jaminan keadilan di dalam suatu negara diperlukan peraturan yang disebut
Undang-undang atau hukum. Hukum merupakan suatu sistem norma yang mengatur kehidupan
dalam masyarakat. Oleh karena itu apabila ada seseorang yang merasa mendapatkan ketidak
adilan, maka ia berhak mengajukan tuntutan.
Setiap masyarakat memerlukan hukum, dikatakan “di mana ada masyarakat disana ada
hukum” (ubi societes ini ius). Hukum diciptakan untuk mencegah agar konflik yang terjadi
dipecahkan secara terbuka. Pemecahannya bukan atas dasar siapa yang kuat, melainkan
berdasarkan aturan (hukum) yang tidak membedakan antara orang kuat dan orang lemah.
Berdasarkan hal tersebut, maka keadilan merupakan salah satu ciri hukum dan jaminan keadilan
hanya bisa tercapai apabila hukum diterapkan dengan tanpa memperhatikan aspek subjektifitas.
Dalam hukum, tuntutan keadilan memiliki dua arti yaitu;
Pelaksanaan jaminan keadilan sangat dituntut oleh penyelenggaraan negara (pemerintah dan
pejabat publik) yang baik, bersih dan transparan. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik
tersebut didasarkan pada beberapa asas umum, di antaranya adalah;
a. Asas Kepastian hukum (principle of legal security = Rechts zekerheid beginsed). Asas ini
menghendaki agar sikap dan keputusan pejabat administrasi negara yang mana pun tidak
boleh menimbulkan keguncangan hukum atau status hukum. Dalam menjamin adanya
kepastian hukum, pejabat administrasi negara wajib menentukan masa peralihan untuk
menetapkan peraturan baru atau perubahan status hukum suatu peraturan. Tanpa masa
peralihan, suatu keputusan administrasi negara yang sah (legal) secara mendadak (tanpa
masa peralihan) menjadi tidak sah sehingga dapat merugikan masyarakat. Keadaan tersebut
akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan dapat mengurangi kepercayaan masyarakat
kepada hukum, peraturan-peraturan serta wibawa pejabat administrasi negara.
b. Asas Keseimbangan. Asas ini menyatakan bahwa tindakan disiplin yang dijatuhkan oleh
pejabat administrasi negara harus seimbang dengan kesalahan yang dibuatnya. Hal ini diatur
dalam undang-undang kepegawaian dan peraturan tentang pegawai negeri umum
(Ambtenarenwet juncto algemene rijksambte narenreglement). Dalam undang-undang ini
terdapat banyak cara untuk menjatuhkan putusan terhadap suatu kelalaian, tetapi harus
diingat tindakan yang dijatuhkan harus seimbang/sebanding dengan kelalaian yang dibuat.
6
c. Asas Kesamaan. Dalam asas ini dinyatakan bahwa pejabat administrasi negara dalam
menjatuhkan keputusan tanpa pandang bulu. Sebelum keputusan diambil, harus dipikirkan
dulu secara masak-masak agar untuk kasus yang sama dapat diambil keputusan yang sama
pula. Pejabat Administrasi negara tidak boleh melakukan diskriminasi dalam mengambil
keputusan. Jika beberapa orang dalam situasi dan kondisi hukum yang sama mengajukan
suatu permohonan, mereka harus mendapatkan keputusan dikenai syarat-syarat tambahan
yang subjektif. Misalnya, karena mereka mendapat masalah pribadi sehingga keputusannya
lebih berat. Hal demikian sangat terlarang karena selain akan merusak tujuan hukum objektif
juga akan merongrong hukum dan menurunkan wibawa pejabat administrasi negara.
d. Asas Larangan Kesewenang-wenangan. Bahwa keputusan sewenang-wenangan adalah
keputusan yang tidak mempertimbangkan semua faktor yang relevan secara lengkap dan
wajar sehingga secara akal kurang sesuai. Contohnya, sikap sewenang-wenang pejabat
administrasi negara ialah menolak meninjau kembali keputusannya yang dianggap kurang
wajar oleh masyarakat. Pada prinsipnya, keputusan yang sewenang-wenang adalah dilarang
dan keputusan semacam itu dapat digugat melalui pengadilan Perdata (pasal 1365 KUH
Perdata).
e. Asas larangan Penyalahgunaan wewenang (detoumement de pouvoir). Asas ini menyatakan
bahwa penyalahgunaan wewenang adalah bilamana suatu wewenang oleh pejabat yang
bersangkutan dipergunakan untuk tujuan yang bertentangan atau menyimpang dari apa yang
telah ditetapkan semula oleh undang-undang.
f. Asas Bertindak Cermat. Jika pejabat administrrasi negara telah mengambil keputusan
dengan kurang hati-hati sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat, keputusan
tersebut secara otomatis menjadi berat. Jika terjadi tanpa menunggu instruksi atasan atau
pejabat, yang bersangkutan wajib memperbaiki keputusannya dengan menerbitkan
keputusan baru.
g. Asas Perlakukan yang Jujur. Asas ini menghendaki adanya pemberian kebebasan yang
seluas-luasanya kepada warga masyarakat untuk kebenaran. Asas ini memberikan
penghargaan yang lebih pada masyarakat dalam mencari kebenaran tersebut melalui instansi
banding. Pengajuan banding ini dapat dilakukan pada pejabat administrasi negara yang lebih
tinggi tingkatannya (administratief beroep) atau kepada badan-badan peradilan (judicial
review). Asas ini penting untuk diketahui masyarakat karena pejabat administrasi negara
diberikan kebebasan untuk bertindak. Dengan adanya asas ini berarti masyarakat dapat
melakukan banding.
h. Asas meniadakan Akibat Suatu keputusan yang Batal. Dalam asas ini dimaksudkan bahwa
keputusan Centrale Raad van Beroep, 20 september 1920 tentang seorang pegawai yang
berdasarkan Peradilan kepegawaian (Amotenarengerecht) tingkat pertama diberhentikan,
tetapi oleh peradilan tingkat banding, putusan pemberhentian dibatalkan. Di Indonesia, asas
ini telah memperoleh pengaturannya dalam pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970, yang berbunyi; “Seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa
alasan yang berdasarkan undang-undang, atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkan, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitas”.
i. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum. Dalam asas ini bahwa tindakan aktif dan positif
dari pejabat administrasi negara adalah penyelenggaraan kepentingan umum. Kepentingan
umum meliputi kepentingan nasional, yaitu kepentingan bangsa, masyarakat, dan negara.
Berdasarkan asas ini, kepentingan umum harus lebih didahulukan daripada kepentingan
individu, yaitu memberikan hak mutlak pada hak-hak pribadi.
Jaminan keadilan bagi warga negara, dapat ditemukan dalam beberapa contoh peraturuan
perundang-undangan antara lain sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar 1945 :
1) Bidang Hukum dan Pemerintahan (Pasal 27);
2) Bidang Politik (Pasal 28);
3) Bidang Hak Asasi Manusia (Pasal 28A – 28J);
4) Bidang Keagamaan (Pasal 29);
5) Bidang Pertahanan Negara (Pasal 30);
6) Bidang Pendidikan dan Kebudayaan (Pasal 31 dan 32);
7) Bidang Kesejahteraan Sosial (Pasal 33 dan 34).
b. Undang-Undang :
7
Pemerintah
b. Offe
Bahwa pemerintahan merupakan hasil dari tindakan administratif dalam berbagai
bidang dan bukan merupakan hasil dari pelaksanaan tugas pemerintah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan sebelumnya; tetapi lebih merupakan hasil dari
kegiatan produksi bersama (coproduction) antara lembaga pemerintahan dengan klien
masing-masing.
Dewasa ini, sudah banyak negara yang meninggalkan pola penyelenggaran pemerintahan
tradisional yang lebih mendasarkan pada persepektif hubungan yang bersifat “top-down”, atau
pendekatan “aturan-pusat-rasional” (Rule-Central-Rule Approach). Pemerintahan sekarang,
mulai menyadari pentingnya peran swasta dan masyarakat untuk secara bersama-sama
mewujudkan tujuan nasional secara kolaboratif, sehingga terjadi perubahan paradigma dimana
pola-pola yang dikembangkan lebih banyak “bottom up” dan kemitraan. Untuk lebih jelasnya
perubahan paradigma dan pengaruhnya terhadap hubungan antara pemerintah, swasta dan
masyarakat dapat dilihat pada gambar di bawah ini !
Government Governance
Pemerintah
Pemerintah
Swasta Masyarakat
Swasta Masyarakat
2. Karakteristik Pemerintahan
Dalam masyarakat modern atau post-modern dewasa ini, pola pemerintahan yang dapat
dikembangkan sesuai dengan karakteritiknya masing-masing adalah sebagai berikut :
a. Kompleksitas, yaitu dalam menghadapi kondisi yang kompleks, maka pola
penyelenggaraan pemerintahan perlu ditekankan pada fungsi koordinasi dan komposisi.
b. Dinamika, yaitu dalam hal ini pola pemerintahan yang dapat dikembangkan adalah
pengaturan atau pengendalian (steering) dan kolaborasi (pola interaksi saling mengendalikan
diantara berbagai aktor yang terlibat dan atau kepentingan dalam sesuatu bidang tertentu.
c. Keanekaragaman, yaitu masyarakat dengan berbagai kepentingan yang beragam dapat di
atasi dengan pola penyelenggaraan pemerintahan yang menekankan pada pengaturan
(regulation) dan integrasi atau keterpaduan (integration).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan
pemerintahan (governing) dapat dipandang sebagai “intervensi perilaku politik dan sosial
yang berorientasi hasil, yang diarahkan untuk menciptakan pola interaksi yang stabil atau
dapat diprediksikan dalam suatu sistem (sosial-politik), sesuai dengan harapan ataupun
tujuan dari para pelaku intervensi tersebut”.
mengandung arti : yaitu praktik penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah
dalam pengelolaan urusan pemerintahan secara umum, dan pembangunan ekonomi khususnya.
Fokus Kita :
Istilah governance, tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, tetapi juga
mengandung arti kepengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan, penyelenggaraan
dan bisa juga diartikan pemerintahan. Oleh sebab muncul istilah lain seperti : public
governenance, private governance, corporate governance dan banking governance.
Kooiman, memandang governance sebagai sebuah struktur yang muncul dalam sistem
sosial-politik yang merupakan hasil dari tindakan intervensi interaktif diantara berbagai
aktor yang terlibat. Sesuai dengan karakteristik interaksi antara pemerintah dan masyarakat
yang cenderung bersifat plural, maka konsepsi governance tersebut tidak hanya dibatasi
kepada salah satu unsur pelaku atau kelompok pelaku tertentu. Sebagaimana dinyatakan
Marin dan Mayntz, bahwa kepemerintahan politik dalam masyarakat modern tidak bisa
lagi dipandang sebagai pengendalian pemerintah terhadap masyarakat, tetapi muncul dari
pluralitas pelaku peneyelenggaraan pemerintahan.
Fokus Kita :
Wujud Kepemerintahan yang baik (good governance), adalah penyelenggaraan
pemerintahan negara yang solid dan bertanggung-jawab, serta efisien dan efektif,
dengan menjaga mensinergiskan interaksi yang konstruktif diantara domain-domain
negara, sektor swasta dan masyarakat (society).
Berikut ini ada beberapa pendapat atau pandangan tentang wujud kepemerintahan yang
baik (good governance), yaitu :
World Bank (2000), good governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen
pemerintahan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi
dan pasar yang efisien, penghidaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan
korupsi, baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta
penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas swasta.
UNDP, memberikan pengertian good governance sebagai suatu hubungan yang sinergis
dan konstruktif di antara negara, sektor swasta dan masyarakat.
Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000, kepemerintahan yang baik adalah
kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas,
11
Fokus Kita :
Berdasarkan teori, prinsip-prinsip good gavernance menurut UNDP 1997, dapat
diberlakukan di negara manapun dalam pencapaian tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Mungkin hanya negara-negara yang pemerintahannya
korup, otoriter, atau diktator (Bad Governance) saja yang pasti tidak mau dan tidak
akan sanggup menjalankan prinsip-prinsip tersebut.
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fokus Kita :
Pemerintah merupakan organ negara yang berfungsi sebagai pengatur kehidupan
dalam negara demi tercapainya tujuan negara. Pemerintah diselenggarakan dalam
rangka pencapaian kesejahteraan bersama bagi warga masyarakat.
negara.
Penyelahgunaan kekuasaan karena lemahnya fungsi
pengawasan internal dan oleh lembaga perwakilan rakyat,
serta terbatasnya akses masyarakat dan media massa untuk
mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan.
2. Moralitas Terabaikannya nilai-niai agama dan nilai-nilai luhur
budaya bangsa sebagai sumber etika sehingga dikemudian
hari melahirkan perbuatan tercela antara lain berupa
ketidakadilan, pelanggaran hukum, dan pelanggaran hak
asasi manusia.
3. Sosial-Ekonomi Sering terjadinya konflik sosial sebagai konsekuensi
keberagaman suku, agama, ras dan antar golongan yang
tidak dikelola dengan baik dan adil.
Perilaku ekonomi yang sarat dengan praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme, serta berpihak pada sekelompok
pengusaha besar.
4. Politik dan Sistem politik yang otoriter sehingga para pemimpinya
Hukum tidak mampu lagi menyerap aspirasi dan memperjuangkan
kepentingan masyarakat.
Hukum telah menjadi alat kekuasaan sehingga
pelaksanaannya banyak bertentangan dengan prinsip
keadilan, termasuk masalah hak warga negara dihadapan
hukum.
1) Sebab-Sebab Korupsi
Mengenai sebab-sebab terjadinya korupsi, hingga sekarang ini para ahli belum dapat
memberikan kepastian apa dan bagaimana korupsi itu terjadi. Tindakan korupsi
bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan ada variabel lain yang ikut berperan.
17
Penyebabnya dapat karena faktor interl si pelaku itu sendiri, maupun dari situasi
lingkungan yang “memungkin” bagi seseorang untuk melakukannya.
Berikut adalah pendapat ahli berkaitan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya
tindak korupsi.
2) Ciri-Ciri Korupsi
Penyalahgunaan wewenang dengan jalan korupsi, nampaknya tidak hanya
didominasi oleh oknum aparat pemerintah, akan tetapi institusi lain juga melakukan hal
sama dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Melibatkan lebih dari satu orang
Pelaku tidak terbatas pada oknum pegawai pemerintah, tetapi juga di swasta.
Sering digunakan bahasa “sumir” untuk menerima uang sogok, yaitu : uang kopi,
uang rokok, uang semir, uang pelancar, salam tempel, uang pelancar baik dalam
bentuk uang tunai, benda tertentu atau wanita.
Umumnya bersifat rahasia, kecuali jika sudah membudaya.
Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik yang selalu tidak berupa
uang.
Mengandung unsur penipuan yang biasanya ada pada badan publik atau masyarakat
umum.
1. Uang Tip, yaitu sama dengan budaya “amplop” yakni memberikan uang ekstra
kepada seseorang karena jasanya/pelayanannya. Istilah ini muncul karena pengaruh
budaya barat, yakni pemberian uang ekstra kepada pelayan di restoran atau di hotel.
2. Angpao, pada awalnya muncul untuk menggambarkan kebiasaan yang dilakukan
oleh etnis Cina yang memberikan uang dalam amplop kepada penyelenggara pesta.
Dalam perkembangan selanjutnya, hingga saat ini istilah ini digunakan untuk
menggambarkan pemberian uang kepada petugas ketika mengurus sesuatu, dimana
pemberian ini bersifat tidak resmi atau tidak ada dalam peraturan.
3. Uang Administrasi, yaitu pemberian uang tidak resmi kepada aparat dalam proses
pengurusan surat-surat penting atau penyelesaian perkara/kasus agar cepat selesai.
4. Uang Diam, yaitu pemberian dana kepada pihak pemeriksa agar kekurangan pihak
yang diperiksa tidak ditindaklanjuti. Uang diam biasanya diberikan kepada oknum
anggota dewan di daerah (DPRD) ketika memeriksa pertanggung jawaban pejabat
daerah (Bupati/Walikota atau Gubernur) agar lolos pemeriksaan.
5. Uang Bensin, yaitu uang yang diberikan sebagai balas jasa atas bantuan yang
diberikan oleh seseorang. Istilah ini kerap digunakan dalam situasi informal
(akrab). Misalnya A minta bantuan B untuk membeli sesuatu, lalu si B melontarkan
pernyataan, “uang bensinya mana ?”
6. Uang Pelicin, yaitu menunjuk pada pemberian sejumlah dana (uang) untuk
memperlancar (mempermudah) pengurusan perkara atau surat penting.
7. Uang Ketok, yaitu uang yang digunakan untuk mempengaruhi keputusan agar
berpihak kepada pemberi uang. Istilah ini biasanya ditujukan kepada (oknum)
hakim dan anggota legislatif yang memutuskan perkara atau
menyetujui/mengesahkan anggaran usulan eksekutif; dilakukan secara tidak
transparan.
8. Uang Kopi, yaitu uang tidak resmi yang diminta oleh aparat pemerintah atau
kalangan swasta.
9. Uang Pangkal, yaitu uang yang diminta sebelum melaksanakan suatu
pekerjaan/kegiatan agar pekerjaan tersebut lancar.
10. Uang Rokok, yaitu pemberian uang yang tidak resmi kepada aparat dalam proses
pengurusan surat-surat penting atau penyelesaian perkara/kasus agar
penyelesaiannya cepat.
11. Uang DamaiI, yaitu digunakan ketika menghindari sanksi formal dengan cara
memberikan sesuatu, biasanya berupa uang/materi sebagai ganti rugi sanksi formal.
12. Uang di Bawah Meja, yaitu pemberian uang tidak resmi kepada petugas ketika
mengurus/membuat surat penting agar prosesnya cepat.
13. Tahu Sama Tahu, yaitu digunakan di kalangan bisnis atau birokrat ketika meminta
bagian/sejumlah uang. Yang meminta dan memberi uang sama-sama mengerti dan
hal tersebut tidak perlu diucapkan.
14. Uang Lelah, yaitu menunjuk pada pemberian uang secara tidak resmi ketika
melakukan suatu kegiatan. Uang lelah ini biasanya diminta oleh orang yang diminta
untuk membantu orang lain. Istilah ini kemudian sering digunakan oleh birokrat
ketika melayani masyarakat untuk mendapatkan uang lebih.
Sumber :
www.transparansi.or.id.
1) Pemerintah dan pejabat publik perlu dilakukan pengawasan melekat (waskat) oleh
aparat berwenang, DPR, dan masyarakat luas sehingga yang terbukti bersalah
diberikan sanksi yang tegas tanpa diskrimatif.
2) Mengefektifkan peran dan fungsi aparat penegak hukum, seperti Kepolisian,
Kejaksaan, para hakim, serta Komisi Pemberantasan Korupsi.
3) Pembekalan secara intensif dan sistematis terhadap aparatur pemerintah dan pejabat
publik dalam hal nilai-nilai agama dan sosial budaya.
4) Menegakkan supremasi hukum dan perundang-undangan secara konsisten dan
bertanggunga jawab serta menjamin dan menghormati hak asasi manusia.
5) Mengatur peralihan kekuasaan secara tertib, damai, dan demokratis sesuai dengan
hukum dan perundang-undangan.
6) Menata kehidupan politik agar distribusi kekuasaan dalam berbagai tingkat struktur
politik dan hubungan kekuasaan dapat berlangsung dengan seimbang.
7) Meningkatkan integritas, profesionalisme, dan tanggung jawab dalam
penyelenggaraan negara serta memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol
sosial secara konstruktif dan efektif.
Fokus Kita :
Dr. Leden Marpaung, S.H., dalam buku “Tindak Pidana Korupsi” 2001,
menyebutkan tentang upaya pencegahan (prevensi) tindak pidana korupsi, yaitu
antara lain mencakup : mental dan budi pekerti, sistem, perilaku masyarakat,
perundang-undangan, manajemen, dan kesejahteraan aparat negara/pemerintah.
clean government (pemerintahan yang bersih). Untuk itu, diperlukan partisipasi konstruktif
dari seluruh komponen warga masyarakat untuk saling introspeksi dan koreksi guna
mewujudkan hasil kinerja yang optimal dan terhindar dari berbagai kebocoran yang hanya
akan memperkaya segelintir orang. Bentuk partisipasi warga negara tersebut antara lain
dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Pengawasan Terhadap Aparatur Negara.
Pengawasan terhadap aparatur negara dari berbagai elemen masyarakat dan institusi
pemerintah, dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan,
pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian
tujuan.
Sasaran pengawasan adalah mewujudkan dan meningkatkan efisiensi, efektivitas,
rasionalitas, dan ketertiban dalam pencapaian tujuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
Oleh karena itu, hasil pengawasan harus dijadikan masukan oleh pimpinan dalam
pengambilan keputusan dalam menghentikan, mencegah, dan mencari agar kesalahan,
penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidaktertiban tidak
terjadi.
Secara umum pengawasan terhadap aparatur negara dimaksudkan :
Agar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dilakukan secara tertib berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berdasarkan sendi-sendi
kewajaran penyelenggaraan pemerintahan agar tercapai daya guna, hasil guna, dan
tepat guna yang sebaik-baiknya.
2) Mau mengikuti prosedur dan mekanisme sesuai dengan aturan yang berlaku dalam
mengurus suatu kepentingan di instansi tertentu.
22
3) Jika terdapat kejanggalan dalam penerapan aturan, tanyakan dengan baik dan sopan
kepada pejabat atau instansi yang berwenang untuk konfirmasi.
5) Mau menjadi bagian anggota masyarakat yang memberi contoh dan keteladanan
dalam menolak berbagai pemberian yang tidak semestinya.
Sumber : Bertrand de Speville ; “Why do anti corruption agencies fail”, Wina, Austria, April
2000.
E KESIMPULAN