You are on page 1of 25

1

KETERBUKAAN DAN KEADILAN DALAM


KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
A. PENDAHULUAN

Era keterbukaan atau lebih dikenal dengan globalisasi, merupakan resulatante


(akibat/hasil) dari sedemikian banyak perkembangan pemikiran menyeluruh baik ilmu
pengetahuan maupun teknologi dalam paruh kedua abad ke 20. Hal ini telah mendorong
dilakukannya serangkaian penyesuaian serta perkembangan kelambagaan serta tatanannya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar dengan cepat mampu menyesuaikan diri.
Rangkaian penyesuaian yang diperlukan bukan hanya menyangkut kebijaksanaan
penyelenggaraan negara, strategi serta tata kerja pemerintahan, tetapi juga orientasi tata nilai
serta aspek kelembagaan masyarakat dan bangsa itu sendiri (aspek politik, ekonomi, sosial-
budaya, hukum, pertahanan dan keamanan).
Memasuki era keterbukaan, mengharuskan kita secara arif agar mampu merumuskan dan
mengaktualisasikan kembali nilai-nilai kebangsaan yang tangguh dalam berinteraksi terhadap
tatanan dunia luar dengan tetap berpijak pada jati diri bangsa, serta menyegarkan dan
memperluas makna pemahaman kebangsaan kita. Sudah saatnya makna nasionalisme dan
patriotisme yang memiliki dimensi dan cakupan yang makin kompleks, memerlukan langkah-
langkah arif dan bijaksana agar kita makin dapat mendekatkan wujud cita-cita Proklamasi yang
tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Secara psikologis, tumbuhnya sikap keterbukaan berkaitan erat dengan jaminan keadilan.
Keterbukaan merupakan sikap jujur, rendah hati dan adil serta mua menerima pandapat orang
lain. Sedangkan keadilan merupakan pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan
kewajiban. Dengan demikian penerapan jaminan keadilan perlu dilandasi oleh sikap jujur
rendah hati dan tindakan yang tidak berat sebelah.
Sebagai manusia kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan mengabaikan kewajiban,
karena hal yang demikian dapat mengarah pada pemerasan dan memperbudak oran lain.
Sebaliknya jika hanya menjalankan kewajiban dan mengabaikan apa yang menjadi hak kita,
maka kita akan mudah diperbudak atau diperas oleh orang lain.
Contoh; seorang karyawan yang hanya menuntut hak kenaikan upah tanpa diimbangi
peningkatan kualitas kerjanya tentu dianggap sebagai pemeras. Sebaliknya seorang majikan
yang terus menerus memeras tenaga pegawainya tanpa memperhatikan kenaikan upah dan
peningkatan kesejahteraan pekerjanya, maka cenderung disebut telah memperbudak orang lain.

B. PENTINGNYA KETERBUKAAN DAN KEADILAN DALAM


KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

1. Pengertian Keterbukaan dan Keadilan


a.Keterbukaan
Keterbukaan merupakan perwujudan dari sikap jujur, rendah hati, adil, mau menerima
pendapat, kritik dari orang lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterbukaan
adalah hal terbuka, perasaan toleransi dan hati-hati serta merupakan landasan untuk
berkomunikasi. Dengan demikian dapat dipahami pula bahwa yang dimaksud dengan
keterbukaan adalah suatu sikap dan perilaku terbuka dari individu dalam beraktivitas.

b. Keadilan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata keadilan yang berasal dari kata dasar
“adil”, mempunyai arti kejujuran, kelurusan dan keikhlasan yang tidak berat sebelah.
Sehingga keadilan mengandung pengertian sebagai suatu hal yang tidak berat sebelah atau
tidak memihak dan tidak sewenang-wenang.
Sedangkan di dalam Ensiklopedi Indonesia, disebutkan bahwa kata “adil” (bahasa
Arab ; ‘adl) mengandung pengertian sebagai berikut :
 Tidak berat sebelah atau tidak memihak ke salah satu pihak.
 Memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan hak yang harus diperolehnya.
2

 Mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan mana yang salah,
bertindak jujur dan tepat menurut peraturan atau syarat dan rukun yang telah ditetapkan.
Tidak sewenang-wenang dan maksiat atau berbuat dosa.
 Orang yang berbuat adil, kebalikan dari fasiq (orang yang tidak mengerjakan perintah).
Pengertian kata “adil” yang lebih menekankan pada “tindakan yang tidak berdasarkan
kesewenang-wenangan”, maka sesungguhnya pada setiap diri manusia telah melekat sumber
kebenaran yang disebut hati nurani. Tuhanlah yang menuntun hati nurani setiap manusia
beriman agar sanggup berbuat adil sesuai dengan salah satu sifat-Nya yang Maha Adil. Kata
“keadilan” dapat juga diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak berdasarkan kesewenang-
wenangan; atau tindakan yang didasarkan kepada norma-norma (norma agama, norma
kesusilaan, norma kesopanan, maupun norma hukum).

Fokus Kita :
Berdasarkan pemahaman kita tentang kata “keadilan”, maka sudah seharusnya kita
mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan martabatnya tanpa membeda-
bedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial,
serta warna kulit. Hal ini berarti kita seharunya mengembangkan sikap-sikap :
 Saling mencintai sesama manusia.
 Tenggang rasa atau tepa salira, dan
 Tidak sewenang-wenang terhadap orang lain.

Banyak ahli yang mencoba memberikan pendapat tentang kata “adil” atau keadilan.
Namun sebagaimana yang kita ketahui, mereka berdasarkan sudut pandang masing-masing
akan terdapat perbedaan, walaupun demikian akan tetap pada dasar-dasar atau koridor yang
sama. Berikut ini beberapa pengertian keadilan menurut para ahli.
 Aristoteles
Keadilan adalah kelayakan dalam tindakan menusia, kelayakan yang di maksud adalah
titik tengah antara kedua ujung ekstrim, tidak berat sebelah dan tidak memihak. Menurut
Aristoteles terdapat 5 (lima) jenis keadilan, yaitu:

No Keadilan Uraian / Keterangan Contoh


1. Keadilan Yaitu, perlakuan terhadap Seseorang yang telah melakukan
Komutatif seseorang dengan tidak kesalahan/pelanggaran tanpa me-
me-lihat jasa-jasa yang mandang kedudukannya, dia tetap
telah diberikannya. dihukum sesuai dengan kesalahan/
pelanggaran yang dibuatnya.
2. Keadilan Yaitu, perlakuan terhadap Beberapa orang pegawai suatu
Ditributif seseorang sesuai dengan perusahaan memperoleh gaji yang
jasa –jasa yang telah berbeda, berdasarkan masa kerja,
diberikan-nya. golongan, kepangkatan, jenjang
pendidikan, atau tingkat kesulitan
pekerjaannya.
3. Keadilan Yaitu, memberi sesuatu Seseorang yang menjawab salam
Kodrat Alam sesuai dengan yang diberi- yang diucapkan orang lain
kan oleh orang lain kepada dikatakan adil karena telah
kita. menerima salam dari orang
tersebut.
4. Keadilan Yaitu, jika seorang warga Penggunaan sabuk pengaman bagi
Konvensional. negara telah menaati pera- pengendara mobil dan helm bagi
turan perundang-undangan pengendara motor.
yang telah dikeluarkan.
5. Keadilan Yaitu, jika seseorang telah Tindakan klarifikasi terhadap
Perbaikan berusaha memulihkan kesala-han yang telah dilakukan
nama baik orang lain yang seseorang.
telah tercermar.

 Plato
Keadilan di proyeksikan pada diri manusia sehingga orang yang dikatakan adil adalah
orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Dalam
pandangan Plato, keadilan dapat dibedakan atas :
3

 Keadilan moral, yaitu suatu perbuatan yang dapat dikatakan adil secara moral
apabila telah mampu memberikan perlakuan yang seimbang (selaras) antara hak dan
kewajibannya.
Contoh; seorang karyawan yang menuntut kenaikan upah dengan diimbangi
peningkatan kuaitas kerjanya.
 Keadilan prosedural.
Suatu perbuatan dikatakan adil secara prosedural jika seseorang telah mampu
melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah ditetapkan.
Contoh; siswa yang berprestasi, dimana dalam pencapaian prestasi tersebut, diawali
dengan belajar keras, dan tidak mencontek saat ujian.
 Socrates
Bahwa keadilan terrcipta bilamana setiap warga negara sudah merasakan bahwa
pemerintah telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
 Kong Fu Tju
Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja,
masing-masing telah melaksanakan kewajibannya.
 Thomas Hobbes
Keadilan adalah suatu perbuatan yang didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati.
 Notonagoro
Keadilan hukum “legalitas” adalah suatu keadaan yang didasarkan pada ketentuan
hukum yang berlaku.
 Panitia Ad-hoc MPRS 1966
Keadilan dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu;
1) Keadilan idividual.
Yaitu keadilan yang bergantung pada kehendak baik atau kehendak buruk masing-
masing individu.
2) Keadilan sosial
Yaitu keadilan yang pelaksanaannya tergantung pada struktur yang terdapat dalam
bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan ideologi. Dalam pancasila setiap orang di
Indonesia akan mendapat perilaku yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi
dan kebudayaan.

2. Keterbukaan Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sudah saatnya ditumbuhkan
sikap keterbukaan dalam rangka memberikan jaminan pemerataan terhadap hasil-hasil
pembangunan. Sikap keterbukaan sangat diperlukan dalam upaya pelaksanaan pembangunan
nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak dan bukan kesejahteraan sekelompok
orang.
Pelaksanaan pembangunan nasional harus dilandasi oleh nilai-nilai yang tercermin dalam
sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip keadilan sosial yang melandasi
pelaksaan pembangunan nasional di Indonesia adalah sebagai berikut.
 Asas Adil dan Merata, yaitu mengandung arti bahwa pembangunan nasional yang
diselenggarakan itu pada dasarnya merupakan usaha bersama yang harus merata disemua
lapisan masyarakat Indonesia dan di seluruh tanah air. Setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan berperan dan menikmati hasil-hasilnya secara adil sesuai dengan
nilai-nilai kemanusiaan dan darma baktinya yang diberikan kepada bangsa dan negara.
 Asas keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan dalam peri kehidupan, yaitu berarti
bahwa dalam pembangunan nasional harus ada keseimbangan antara berbagai kepentingan.
Kepentingan tersebut adalah kepentingan dunia dan akhirat, materiil dan spiritual.

a. Ciri-ciri Keterbukaan
Sikap keterbukaan, merupakan prasyarat dalam menciptakan pemerintahan yang bersih
dan transparan. Keterbukaan juga merupakan sikap yang dibutuhkan dalam harmonisasi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka
dapat dilihat tentang ciri-ciri keterbukaan sebagai berikut.
1) Terbuka (transparan) dalam proses maupun pelaksanaan kebijakan publik.
2) Menjadi dasar atau pedoman dalam dialog maupun berkomunikasi.
4

3) Berterus terang dan tidak menutup-nutupi kesalahan dirinya maupun yang dilakukan
orang lain.
4) Tidak merahasiakan sesuatu yang berdampak pada kecurigaan orang lain.
5) Bersikap hati-hati dan selektif (check and recheck) dalam menerima dan mengolah
informasi dari manapun sumbernya.
6) Toleransi dan tenggang rasa terhadap orang lain.
7) Mau mengakui kelemahan atau kekurangan dirinya atas segala yang dilakukan.
8) Sangat menyadari tentang keberagaman dalam berbagai bidang kehidupan.
9) Mau bekerja sama dan menghargai orang lain.
10) Mau dan mampu menyesuaikan dengan berbagai perubahan yang terjadi.

b. Sikap Terbuka Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


Sikap terbuka, adalah suatu sikap berupa kesediaan seseorang untuk mau menerima
terhadap hal-hal yang berbeda dengan kondisi dirinya. Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara sikap terbuka diperlukan terutama dalam hal menjaga keutuhan bangsa,
mempererat hubungan toleransi serta untuk menghindari konflik. Karena dengan sikap
terbuka yang ditunjukkan, maka setiap orang mau mengakui dan menerima keberagaman
sehingga melahirkan sikap toleran terhadap orang lain.
Dalam kehidupan bernegara, pemerintah dan pejabat publik harus juga mampu untuk
bersikap terbuka dalam mengatur negara. Jika pemerintah dan pejabat publik mau dan
mampu melaksanakan dengan prinsip keterbukaan atau transparansi, hal ini dapat
meningkatkan kepercayaan rakyat untuk berpartisipasi dalam membangun bangsa dan
negara. Dan akan lebih baik lagi, jika pemerintah dan pejabat publik mampu mewujudkan
“Clean Government” atau pemerintah yang bersih, tentu saja akan semakin menambah
kepercayaan masyarakat secara luas.
Untuk merwujudkan sikap terbuka atau transparan tersebut, diperlukan kondisi-kondisi
sebagai berikut.
 Terwujudnya nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa sebagai sumber etika dan
moral untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, serta perbuatan yang
bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia.
 Terwujudnya sila Persatuan Indonesia yang merupakan sila ketiga dari Pancasila sebagai
landasan untuk mempersatukan bangsa.
 Terwujudnya penyelenggara negara yang mampu memahami dan mengelola
kemajemukan bangsa secara baik dan adil sehingga dapat terwujud toleransi, kerukunan
sosial, kebersamaan dan kesetaraan berbangsa.
 Terwujudnya demokrasi yang menjamin hak dan kewajiban masyarakat untuk terlibat
dalam proses pengambilan keputusan politik secara bebas dan bertanggung jawab
sehingga menumbuhkan kesadaran untuk memantapkan persatuan bangsa.
 Pulihnya kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara negara dan antara sesama
masyarakat sehingga dapat menjadi landasan untuk kerukunan dalam hidup bernegara.

3. Jaminan Keadilan Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara masalah keadilan menjadi masalah penting
dalam rangka memberikan jaminan rasa aman dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari, hak
asasi manusia dan memperkukuh persatuan dan kesataun bangsa. Keterbukaan dalam pengertian
sikap dan perilaku yang dilakukan pemerintah dan pejabat pulbik dewasa ini, merupakan
tuntutan yang tidak dapat dihindari dengan cara apapun dan oleh negara manapun terkait dengan
derasnya arus informasi dalam berbagai bidang kehidupan. Keterbukaan arus informasi di
bidang hukum, telah menjadi bahan pemikiran bagi setiap negara untuk dapat melaksanakan
jaminan keadilan bagi warga negara sejalan dengan tuntutan supremasi hukum ,
demokratisasi dan hak-hak asasi manusia.
Perbuatan adil, tidak hanya merupakan idaman manusia, tetapi juga diperintah Tuhan
apapun agamanya. Bila suatu negara – terutama pemerintah, pejabat publik dan aparat penegak
hukumnya -- mampu memperlakukan warganya dengan “adil” dalam segala bidang, niscaya
kepedulian (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sense of responsbility) warga negara
dalam rangka membangun negara serta memperkukuh persatuan dan kesatuan dapat terwujud.
Keadilan pada umumnya relatif sulit diperoleh. Untuk memperoleh keadilan biasanya
diperlukan pihak ketiga sebagai penegak, dengan harapan pihak tersebut dapat bertindak adil
terhadap pokok-pokok yang berselisih. Oleh karena itu pihak ketiga tersebut harus netral, tidak
5

boleh menguntungkan salah satu pihak. Jadi adanya pihak ketiga dalam rangka menghindari
konfrontatif antara yang sedang berselisih.

Fokus Kita :
Adil adalah sendi pokok di dalam soal hukum. Setiap orang dimanapun negaranya,
harus merasakan keadilan. Perbedaan tingkat dan kedudukan sosial, perbedaan derajat dan
keturunan, tidak boleh dijadikan alasan untuk memperbedakan hak seseorang di hadapan
hukum baik hukum Tuhan maupun hukum yang dibuat oleh manusia.

Dalam rangka jaminan keadilan di dalam suatu negara diperlukan peraturan yang disebut
Undang-undang atau hukum. Hukum merupakan suatu sistem norma yang mengatur kehidupan
dalam masyarakat. Oleh karena itu apabila ada seseorang yang merasa mendapatkan ketidak
adilan, maka ia berhak mengajukan tuntutan.
Setiap masyarakat memerlukan hukum, dikatakan “di mana ada masyarakat disana ada
hukum” (ubi societes ini ius). Hukum diciptakan untuk mencegah agar konflik yang terjadi
dipecahkan secara terbuka. Pemecahannya bukan atas dasar siapa yang kuat, melainkan
berdasarkan aturan (hukum) yang tidak membedakan antara orang kuat dan orang lemah.
Berdasarkan hal tersebut, maka keadilan merupakan salah satu ciri hukum dan jaminan keadilan
hanya bisa tercapai apabila hukum diterapkan dengan tanpa memperhatikan aspek subjektifitas.
Dalam hukum, tuntutan keadilan memiliki dua arti yaitu;

Dalam Arti Formal Bahwa keadilan menuntut agar hukum berlaku,


secara umum. Semua orang dalam situasi yang
sama diperlakukan secara sama. Dengan kata lain
hukum tidak mengenal pengecualian. Oleh karena
itu dihadapan hukum kedudukan orang adalah
sama. Inilah yang disebut dengan “kesamaan
Tuntutan kedudukan”.
Keadilan Bahwa hukum harus adil. Adil di sini adalah adil
yang dianggap oleh masyarakat. Jadi bukan
sekedar secara formal saja seperti apa yang tertulis
itu adil. Itulah sebabnya perlu adanya penyesuaian
antara keputusan sidang dan penilaian masyarakat,
Dalam Arti walaupun sidang peradilan itu telah selesai. Oleh
Material karena itu, apabila yang diputuskan oleh
pengadilan dirasakan tidak adil, maka reaksi
masyarakat akan timbul.

Pelaksanaan jaminan keadilan sangat dituntut oleh penyelenggaraan negara (pemerintah dan
pejabat publik) yang baik, bersih dan transparan. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik
tersebut didasarkan pada beberapa asas umum, di antaranya adalah;
a. Asas Kepastian hukum (principle of legal security = Rechts zekerheid beginsed). Asas ini
menghendaki agar sikap dan keputusan pejabat administrasi negara yang mana pun tidak
boleh menimbulkan keguncangan hukum atau status hukum. Dalam menjamin adanya
kepastian hukum, pejabat administrasi negara wajib menentukan masa peralihan untuk
menetapkan peraturan baru atau perubahan status hukum suatu peraturan. Tanpa masa
peralihan, suatu keputusan administrasi negara yang sah (legal) secara mendadak (tanpa
masa peralihan) menjadi tidak sah sehingga dapat merugikan masyarakat. Keadaan tersebut
akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan dapat mengurangi kepercayaan masyarakat
kepada hukum, peraturan-peraturan serta wibawa pejabat administrasi negara.
b. Asas Keseimbangan. Asas ini menyatakan bahwa tindakan disiplin yang dijatuhkan oleh
pejabat administrasi negara harus seimbang dengan kesalahan yang dibuatnya. Hal ini diatur
dalam undang-undang kepegawaian dan peraturan tentang pegawai negeri umum
(Ambtenarenwet juncto algemene rijksambte narenreglement). Dalam undang-undang ini
terdapat banyak cara untuk menjatuhkan putusan terhadap suatu kelalaian, tetapi harus
diingat tindakan yang dijatuhkan harus seimbang/sebanding dengan kelalaian yang dibuat.
6

c. Asas Kesamaan. Dalam asas ini dinyatakan bahwa pejabat administrasi negara dalam
menjatuhkan keputusan tanpa pandang bulu. Sebelum keputusan diambil, harus dipikirkan
dulu secara masak-masak agar untuk kasus yang sama dapat diambil keputusan yang sama
pula. Pejabat Administrasi negara tidak boleh melakukan diskriminasi dalam mengambil
keputusan. Jika beberapa orang dalam situasi dan kondisi hukum yang sama mengajukan
suatu permohonan, mereka harus mendapatkan keputusan dikenai syarat-syarat tambahan
yang subjektif. Misalnya, karena mereka mendapat masalah pribadi sehingga keputusannya
lebih berat. Hal demikian sangat terlarang karena selain akan merusak tujuan hukum objektif
juga akan merongrong hukum dan menurunkan wibawa pejabat administrasi negara.
d. Asas Larangan Kesewenang-wenangan. Bahwa keputusan sewenang-wenangan adalah
keputusan yang tidak mempertimbangkan semua faktor yang relevan secara lengkap dan
wajar sehingga secara akal kurang sesuai. Contohnya, sikap sewenang-wenang pejabat
administrasi negara ialah menolak meninjau kembali keputusannya yang dianggap kurang
wajar oleh masyarakat. Pada prinsipnya, keputusan yang sewenang-wenang adalah dilarang
dan keputusan semacam itu dapat digugat melalui pengadilan Perdata (pasal 1365 KUH
Perdata).
e. Asas larangan Penyalahgunaan wewenang (detoumement de pouvoir). Asas ini menyatakan
bahwa penyalahgunaan wewenang adalah bilamana suatu wewenang oleh pejabat yang
bersangkutan dipergunakan untuk tujuan yang bertentangan atau menyimpang dari apa yang
telah ditetapkan semula oleh undang-undang.
f. Asas Bertindak Cermat. Jika pejabat administrrasi negara telah mengambil keputusan
dengan kurang hati-hati sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat, keputusan
tersebut secara otomatis menjadi berat. Jika terjadi tanpa menunggu instruksi atasan atau
pejabat, yang bersangkutan wajib memperbaiki keputusannya dengan menerbitkan
keputusan baru.
g. Asas Perlakukan yang Jujur. Asas ini menghendaki adanya pemberian kebebasan yang
seluas-luasanya kepada warga masyarakat untuk kebenaran. Asas ini memberikan
penghargaan yang lebih pada masyarakat dalam mencari kebenaran tersebut melalui instansi
banding. Pengajuan banding ini dapat dilakukan pada pejabat administrasi negara yang lebih
tinggi tingkatannya (administratief beroep) atau kepada badan-badan peradilan (judicial
review). Asas ini penting untuk diketahui masyarakat karena pejabat administrasi negara
diberikan kebebasan untuk bertindak. Dengan adanya asas ini berarti masyarakat dapat
melakukan banding.
h. Asas meniadakan Akibat Suatu keputusan yang Batal. Dalam asas ini dimaksudkan bahwa
keputusan Centrale Raad van Beroep, 20 september 1920 tentang seorang pegawai yang
berdasarkan Peradilan kepegawaian (Amotenarengerecht) tingkat pertama diberhentikan,
tetapi oleh peradilan tingkat banding, putusan pemberhentian dibatalkan. Di Indonesia, asas
ini telah memperoleh pengaturannya dalam pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970, yang berbunyi; “Seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa
alasan yang berdasarkan undang-undang, atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkan, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitas”.

i. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum. Dalam asas ini bahwa tindakan aktif dan positif
dari pejabat administrasi negara adalah penyelenggaraan kepentingan umum. Kepentingan
umum meliputi kepentingan nasional, yaitu kepentingan bangsa, masyarakat, dan negara.
Berdasarkan asas ini, kepentingan umum harus lebih didahulukan daripada kepentingan
individu, yaitu memberikan hak mutlak pada hak-hak pribadi.
Jaminan keadilan bagi warga negara, dapat ditemukan dalam beberapa contoh peraturuan
perundang-undangan antara lain sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar 1945 :
1) Bidang Hukum dan Pemerintahan (Pasal 27);
2) Bidang Politik (Pasal 28);
3) Bidang Hak Asasi Manusia (Pasal 28A – 28J);
4) Bidang Keagamaan (Pasal 29);
5) Bidang Pertahanan Negara (Pasal 30);
6) Bidang Pendidikan dan Kebudayaan (Pasal 31 dan 32);
7) Bidang Kesejahteraan Sosial (Pasal 33 dan 34).
b. Undang-Undang :
7

1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara


Pidana (KUHAP).
2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi , atau Merendahkan
Martabat Manusia.
4) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat
Di Muka Umum.
5) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
6) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak-hak Asasi Manusia.
7) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
8) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik.
9) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Pertahanan Negara.
10) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Beberapa contoh peraturan perundang-undangan yang dibuat dalam rangka memberikan
jaminan kepada warga negara, merupakan bukti nyata kesungguhan pemerintah. Sikap
keterbukaan yang telah ditunjukkan pemerintah melalui berbagai peraturan perundangan yang
dibuat, menuntut komitmen masyarakat dan mentalitas aparat dalam melaksanakan peraturan
tersebut. Kesiapan infrastruktur, fisik dan mental aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan
hakim) sangat menentukan jalannya “jaminan keadilan” yang dibutuhkan masyarakat bila
berurusan dengan hukum agar ”taat asas” dan ”taat aturan”.
Sikap keterbukaan yang dituntut kepada aparat penegak hukum, adalah adanya
transparansi, akuntabilitas dan profesionalisme dalam bekerja serta hasil kinerja yang
optimal. Jika suatu negara aparat penegak hukumnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN),
maka akan terjerumus dalam keterpurukan pemerintahan mobokrasi atau dalam istilah Polybios
disebut okhlokrasi. Pemerintahan okhlokrasi digambarkan sebagai suatu pemerintahan yang
banyak diwarnai dengan kekacauan, kebobrokan dan korupsi yang merajalela sehingga hukum
dan keadilan sulit ditegakkan. Bila keadaan tersebut tidak segera diperbaiki, akan muncul krisis
kepercayaan masyarakat yang pada gilirannya timbul konflik kepentingan, konflik vertikal dan
horizonal, hukum berpihak kepada penguasa dan orang-orang berduit, sehingga jaminan
keadilan hanya dalam mimpi-mimpi.

C. DAMPAK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG TIDAK


TRANSPARAN

1. Pengertian Pemerintah dan Pemerintahan


Istilah pemerintah (government) dapat dibedakan dengan pemerintahan (governing). Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata pemerintah berarti lembaga atau orang yang bertugas
mengatur dan memajukan negara dengan rakyatnya. Sedangkan pemerintahan adalah hal cara,
hasil kerja memerintah, mengatur negara dengan rakyatnya. Pemerintah dalam arti organ
merupakan alat kelengkapan pemerintahan yang melaksanakan fungsi negara. Dalam arti organ,
pemerintah dapat dibedakan baik dalam arti luas maupun dalam arti sempit.

Dalam Arti Luas Adalah suatu pemerintah yang berdaulat sebagai


gabungan semua badan atau lembaga kenegaraan
yang berkuasa dan memerintah di wilayah suatu
negara, meliputi badan eksekutif, legislatif dan
yudikatif.

Pemerintah

Adalah suatu pemerintah yang berdaulat sebagai


badan atau lembaga yang mempunyai wewenang
melaksanakan kebijakan negara (eksekutif) yang
terdiri dari presiden, wakil presiden, dan para
Dalam Arti Sempit menteri (kabinet).
8

Berikut ini adalah pengertian pemerintah menurut ahli :


a. Kooiman
Pemerintahan (governing), merupakan proses interaksi antara berbagai aktor dalam
pemerintahan dengan kelompok sasaran atau berbagai individu masyarakat. Oleh sebab itu,
pola penyelenggaraan pemerintahan dalam masyarakat dewasa ini pada intinya merupakan
proses koordinasi (coordinating), pengendalian (steering), pemengaruhan (influencing) dan
penyeimbangan (balancing) setiap hubungan interaksi tersebut.

b. Offe
Bahwa pemerintahan merupakan hasil dari tindakan administratif dalam berbagai
bidang dan bukan merupakan hasil dari pelaksanaan tugas pemerintah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan sebelumnya; tetapi lebih merupakan hasil dari
kegiatan produksi bersama (coproduction) antara lembaga pemerintahan dengan klien
masing-masing.

Dewasa ini, sudah banyak negara yang meninggalkan pola penyelenggaran pemerintahan
tradisional yang lebih mendasarkan pada persepektif hubungan yang bersifat “top-down”, atau
pendekatan “aturan-pusat-rasional” (Rule-Central-Rule Approach). Pemerintahan sekarang,
mulai menyadari pentingnya peran swasta dan masyarakat untuk secara bersama-sama
mewujudkan tujuan nasional secara kolaboratif, sehingga terjadi perubahan paradigma dimana
pola-pola yang dikembangkan lebih banyak “bottom up” dan kemitraan. Untuk lebih jelasnya
perubahan paradigma dan pengaruhnya terhadap hubungan antara pemerintah, swasta dan
masyarakat dapat dilihat pada gambar di bawah ini !

Government Governance

Pemerintah
Pemerintah

Swasta Masyarakat
Swasta Masyarakat

2. Karakteristik Pemerintahan
Dalam masyarakat modern atau post-modern dewasa ini, pola pemerintahan yang dapat
dikembangkan sesuai dengan karakteritiknya masing-masing adalah sebagai berikut :
a. Kompleksitas, yaitu dalam menghadapi kondisi yang kompleks, maka pola
penyelenggaraan pemerintahan perlu ditekankan pada fungsi koordinasi dan komposisi.
b. Dinamika, yaitu dalam hal ini pola pemerintahan yang dapat dikembangkan adalah
pengaturan atau pengendalian (steering) dan kolaborasi (pola interaksi saling mengendalikan
diantara berbagai aktor yang terlibat dan atau kepentingan dalam sesuatu bidang tertentu.
c. Keanekaragaman, yaitu masyarakat dengan berbagai kepentingan yang beragam dapat di
atasi dengan pola penyelenggaraan pemerintahan yang menekankan pada pengaturan
(regulation) dan integrasi atau keterpaduan (integration).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan
pemerintahan (governing) dapat dipandang sebagai “intervensi perilaku politik dan sosial
yang berorientasi hasil, yang diarahkan untuk menciptakan pola interaksi yang stabil atau
dapat diprediksikan dalam suatu sistem (sosial-politik), sesuai dengan harapan ataupun
tujuan dari para pelaku intervensi tersebut”.

3. Konsepsi Kepemerintahan (Governance)


Kepemerintahan atau governance, merupakan tindakan, fakta, pola dari kegiatan atau
penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Kooiman, bahwa kepemerintahan lebih merupakan
serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai
bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas
kepentingan-kepentingan tersebut. Sedangkan dalam pandangan Pinto, istilah “governance”
9

mengandung arti : yaitu praktik penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah
dalam pengelolaan urusan pemerintahan secara umum, dan pembangunan ekonomi khususnya.

Fokus Kita :
Istilah governance, tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, tetapi juga
mengandung arti kepengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan, penyelenggaraan
dan bisa juga diartikan pemerintahan. Oleh sebab muncul istilah lain seperti : public
governenance, private governance, corporate governance dan banking governance.

Kooiman, memandang governance sebagai sebuah struktur yang muncul dalam sistem
sosial-politik yang merupakan hasil dari tindakan intervensi interaktif diantara berbagai
aktor yang terlibat. Sesuai dengan karakteristik interaksi antara pemerintah dan masyarakat
yang cenderung bersifat plural, maka konsepsi governance tersebut tidak hanya dibatasi
kepada salah satu unsur pelaku atau kelompok pelaku tertentu. Sebagaimana dinyatakan
Marin dan Mayntz, bahwa kepemerintahan politik dalam masyarakat modern tidak bisa
lagi dipandang sebagai pengendalian pemerintah terhadap masyarakat, tetapi muncul dari
pluralitas pelaku peneyelenggaraan pemerintahan.

Bonus Info Kewarganegaraan

United Nations Development Program (UNDP) dalam Dokumen Kebijakan yang


berjudul “Governance for Sustainable Human Development, January 1997”,
mendefinisikan kepemerintahan (governance) sebagai berikut : Kepemerintahan
adalah pelaksanaan kewenangan/ kekuasaan dibidang ekonomi, politik dan
administratif untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan
merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi
kesejahteraan, integritas, dan kohesivitas sosial dalam masyarakat.
Hal ini mencakup berbagai metode yang digunakan untuk mendistribusikan
kekausaan/ kewenangan dan mengelola sumber daya publik, dan berbagai organisasi
yang membentuk pemerintahan serta melaksanakan kebijakan-kebijakannya. Konsep
ini juga meliputi mekanisme, proses, dan kelembagaan yang digunakan oleh
masyarakat, baik individu maupun kelompok, untuk mengartikulasikan kepentingan-
kepentingan mereka, memenuhi hak-hak hukum, memenuhi tanggung jawab dan
kewajiban sebagai warga negara, dan menyelesaikan perbedaan-perbedaan diantara
sesama.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, UNDP mengidentifikasikan adanya 3 (tiga)
model kepemimpinan, yaitu :
1. Economic Governance, yaitu yang meliputi proses pembuatan keputusan (decision
making processes) yang memfasilitasi kegiatan ekonomi di dalam negeri dan
interaksi di antara penyelenggara ekonomi. Economic governance, mempunyai
implikasi terhadap kesetaraan, kemiskinan, dan kualitas hidup.
2. Political Governance, yaitu mencakup proses-proses pembuatan berbagai
keputusan untuk perumusan kebijakan, dan
3. Administrative Governance, yaitu sistem implementasi kebijakan.
Oleh sebab itu, kelembagaan governance meliputi 3 (tiga) domain, yaitu negara
(state), sektor swasta (private sector), dan masyarakat (society) yang saling berinteraksi
dalam menjalankan fungsinya masing-masing.

4. Aktor Dalam Kepemerintahan (Governance)


10

Dalam penyelenggaraan kepemerintahan di suatu negara, terdapat 3 (tiga) komponen besar


yang harus diperhatikan, karena peran dan fungsinya yang sangat berpengaruh dalam
menentukan maju mundurnya pengelolaan negara yaitu :
a. Negara dan Pemerintahan
Yaitu merupakan keseluruhan lembaga politik dan sektor publik. Peran dan tanggung
jawabnya adalah di bidang hukum, pelayanan publik, desentralisasi, transparansi dan
pemberdayaan masyarakat, penciptaan pasar yang kompetitif, membangun lingkungan yang
kondusif bagi tercapainya tujuan pembangunan baik pada level lokal, nasional, maupun
internasional.
b. Sektor Swasta
Yaitu perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi sistem pasar, seperti : industri,
perdagangan, perbankan dan koperasi sektor informal. Perananya adalah dalam pening-katan
produktivitas, penyerapan tenaga kerja, mengembangkan sumber penerimaan negara,
investasi, pengembangan dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi nasional.
c. Masyarakat Madani
Kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi. Dalam konteks
kenegaraan, masyarakat merupakan subyek pemerintahan, pembangunan dan pelayan publik
yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi. Masyarakat harus diberdayakan agar
berperan aktif dalam mendukung terwujudnya kepemerintahan yang baik.

5. Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance)


a. Pengertian
Arti “good” dalam istilah good governance, mengandung dua pengertian. Pertama :
nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/ kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian,
pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua : aspek-aspek fungsional dari
pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-
tujuan tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, kepemerintahan yang baik berorientasi
pada 2 (dua) hal yaitu :
 Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional, yaitu mengacu
pada demokratisasi dengan elemen : legitimacy, accountability, otonomi dan devolusi
(pendelegasian wewenang) kekuasaan kepada daerah dan adanya mekanisme kontrol
oleh masyarakat.
 Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan
upaya pencapaian tujuan nasional. Hal ini tergantung pada sejauh mana pemerintah
memiliki kompetensi, struktur dan mekanisme politik serta adminsitratif yang berfungsi
secara efektif dan efisien.

Fokus Kita :
Wujud Kepemerintahan yang baik (good governance), adalah penyelenggaraan
pemerintahan negara yang solid dan bertanggung-jawab, serta efisien dan efektif,
dengan menjaga mensinergiskan interaksi yang konstruktif diantara domain-domain
negara, sektor swasta dan masyarakat (society).

Berikut ini ada beberapa pendapat atau pandangan tentang wujud kepemerintahan yang
baik (good governance), yaitu :
 World Bank (2000), good governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen
pemerintahan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi
dan pasar yang efisien, penghidaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan
korupsi, baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta
penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas swasta.
 UNDP, memberikan pengertian good governance sebagai suatu hubungan yang sinergis
dan konstruktif di antara negara, sektor swasta dan masyarakat.
 Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000, kepemerintahan yang baik adalah
kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas,
11

akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi


hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
 Modul Sosialisasi AKIP (LAN & BPKP 2000), good governance merupakan proses
penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and
services. Good governance yang efektif, menuntut adanya “alignment” (koordinasi)
yang baik dan integritas, profesionalisme serta etos kerja dan moral yang tinggi. Agar
kepemerintahan yang baik menjadi realitas dan berhasil diwujudkan, diperlukan
komitmen dari semua pihak, pemerintah dan masyarakat.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat dipahami bahwa good governance
bersenyawa dengan sistem administrasi negara, maka upaya untuk mewujudkan
kepemerintahan yang baik merupakan upaya melakukan penyempurnaan sistem
administrasi negara yang berlaku pada suatu negara secara menyeluruh. Dalam kaitan ini
Bagir Manan menyatakan bahwa “sangat wajar apabila tuntutan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik terutama ditujukan pada pembaharuan administrasi negara
dan pembaharuan penegakan hukum”.
Hal ini dikemukakan karena dalam hubungan dengan pelayanan dan perlindungan
rakyat ada dua cabang pemerintahan yang berhubungan langsung dengan rakyat, yaitu
adminstrasi negara dan penegak hukum.

b. Aspek-Aspek Good Governance


Dari sisi pemerintah (government), good governance dapat dilihat melalui aspek-aspek
sebagai berikut :
 Hukum/Kebijakan, merupakan aspek yang ditunjukan pada perlindungan kebebasan.
 Adminisrative competense and transparency, yaitu kemampuan membuat perencanaan
dan melakukan implementasi secara efisien kemampuan melakukan penyederhanaan
organisasi, penciptaan disiplin dan model administratif keterbukaan informasi.
 Desentralisasi, yaitu desentralisasi regional dan dekonstrasi di dalam departemen.
 Penciptaan pasar yang kompetitif, yaitu penyempurnaan mekanisme pasar
peningkatan peran pengusaha kecil dansegmen lain dalam sektor swasta, deregulasi, dan
kemampuan pemerintahan melakukan kontrol terhadap makro ekonomi.

Bonus Info Kewarganegaraan

NFSD ( Novartis Foundation for Sustainable Development ) merumuskan


kriteria-kriteria good governance sebagai berikut :
1. Legitimasi dari pemerintahan (menyangkut tingkat/ derajat demokratisasi);
2. Akuntabilitas dari elemen-elemen politik dan pejabat dalam pemerintahan
(menyangkut pula kebebasan media, transparansi dalam pembuatan/
pengambilan keputusan, mekanisme, akuntabilitasi);
3. Kompetensi pemerintah dalam memformulasikan kebijakan dan memberikan
pelayanan;
4. Penghormatan terhadap hak asasi manusia dan hukum yang berlaku (hak-hak
individu dan kelompok, keamanan, kerangka hukum untuk aktivitas sosial dan
ekonomi, dan partisipasi).

c. Karakteristik Kepemerintahan Yang Baik Menurut UNDP (1997)


UNDP mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip-prinsip yang harus dianut dan
dikembangkan dalam praktik penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, adalah mencakup
:
1) Partisipasi (Participation), yaitu keikutsertaan masyarakat dalam proses pembuatan
keputusan, kebebasan berserikat dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi
secara konstruktif.
2) Aturan Hukum (Rule of Law), yaitu hukum harus adil tanpa pandang bulu, ditegakkan
dan dipatuhi secara utuh (impartially), terutama aturan hukum tentang hak-hak asasi
manusia.
12

3) Transparan (Transparency), yaitu adanya kebebasan aliran informasi dalam berbagai


proses kelembagaan sehingga mudah diakses oleh mereka yang membutuhkan.
Informasi harus disediakan secara memadai dan mudah dimengerti, sehingga dapat
digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi.
4) Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu setiap institusi prosesnya harus diarahkan pada
upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders).
5) Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation), yaitu bertindak sebagai mediator bagi
berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai kesepakatan. Jika dimungkinkan
dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan
pemerintah.
6) Berkeadilan (Equity), yaitu memberikan kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki
maupun perempuan dalam upaya untuk meningkatkan dan memelihara kualitas
hidupnya.
7) Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency), yaitu segala proses dan
kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan
kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber yang tersedia.
8) Akuntabilitas (Accountability), yaitu para pengambil keputusan (pemerintah, swasta dan
masyarakat madani) memiliki pertanggungjawaban kepada publik sesuai dengan jenis
keputusan baik internal maupun eksternal.
9) Bervisi Strategis (Strategic Vision), yaitu para pemimpin dan masyarakat memiliki
persepektif yang luas dan jangka panjang dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan manusia dengan memahami aspek-aspek historis, kultural, dan
kompleksitas sosial yang mendasari perspektif mereka.
10) Saling Keterkaitan (Interrelated), yaitu adanya saling memperkuat dan terkait (mutually
reinforcing) dan tidak bisa berdiri sendiri.

Fokus Kita :
Berdasarkan teori, prinsip-prinsip good gavernance menurut UNDP 1997, dapat
diberlakukan di negara manapun dalam pencapaian tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Mungkin hanya negara-negara yang pemerintahannya
korup, otoriter, atau diktator (Bad Governance) saja yang pasti tidak mau dan tidak
akan sanggup menjalankan prinsip-prinsip tersebut.

Sedangkan dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan di Indoenesia pasca gerakan


reformasi nasional, prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih
dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dalam Pasal 3 dan Penjelasannya ditetapkan
mengenai asas –asas umum pemerintahan yang mencakup:
1) Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggara negara.
2) Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, adalah asas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.
3) Asas Kepentingan Umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum
dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4) Asas Keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan, dan rahasia negara.
5) Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban Penyelenggara Negara.
6) Asas Profesionalitas, yaitu asas yanng mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7) Asas Akuntabillitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
13

masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Dampak Pemerintahan Yang Tidak Transparan


Suatu pemerintahan atau kepemerintahan dikatakan transparan (terbuka), yaitu apabila
dalam penyelenggaraan kepemerintahannya terdapat kebebasan aliran informasi dalam
berbagai proses kelembagaan sehingga mudah diakses oleh mereka yang membutuhkan.
Berbagai informasi telah disediakan secara memadai dan mudah dimengerti, sehingga dapat
digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi. Pada kepemerintahan yang tidak
transparan, cepat atau lambat cenderung akan menuju ke pemerintahan yang korup, otoriter,
atau diktator.

Fokus Kita :
Pemerintah merupakan organ negara yang berfungsi sebagai pengatur kehidupan
dalam negara demi tercapainya tujuan negara. Pemerintah diselenggarakan dalam
rangka pencapaian kesejahteraan bersama bagi warga masyarakat.

Dalam penyelenggaraan negara, pemerintah dituntut bersikap terbuka terhadap


kebijakan-kebijakan yang dibuatnya, termasuk anggaran yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut. Sehingga mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga
evaluasi terhadap kebijakan tersebut pemerintah dituntut bersikap terbuka dalam rangka
“Akuntabilitas publik”.
Realisasinya kadang kebijakan yang dibuat pemerintah dalam hal pelaksanaannya
kurang bersikap transparan, sehingga berdampak pada rendahnya kepercayaan masyakarat
terhadap setiap kebijakan yang dibuat pemerintah. Sebagai contoh, setiap kenaikan harga
BBM selalu diikuti oleh demonstrasi “penolakan” kenaikan tersebut. Padahal pemerintah
berasumsi kenaikan BBM dapat mensubsidi sektor lain untuk rakyat kecil “miskin”, seperti
pemberian fasilitas kesehatan yang memadai, peningkatan sektor pendidikan dan pengadaan
beras miskin (raskin). Akan tetapi karena kebijakan tersebut pengelolaannya tidak
transparan bahkan sering menimbulkan kebocoran (korupsi), maka rakyat tidak
mempercayai kebijakan serupa di kemudian hari.

a. Faktor Penyebab Terjadinya Penyelenggaraan Pemerintah Yang Tidak Transparan


Terjadinya penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan disebabkan banyak hal
disamping faktor sistem politik yang bersifat tertutup, sehingga tidak memungkinkan
partisipasi waga negara dalam mengambil peran terhadap kebijakan publik yang dibuat
pemerintah, juga disebabkan karena sumber daya manusianya yang bersifat feodal,
opportunis dan penerapan “aji mumpung” serta pendekatan “ingin dilayani” sebagai
aparatur pemerintah.
Secara umum beberapa faktor penyebab terjadinya pemerintahan yang tidak transparan
adalah sebagai berikut.
No Faktor-Faktor Uraian / Keterangan
1. Pengaruh  Penguasa yang ingin mempertahankan kekuasaanya
Kekuasaan sehingga melakukan perbuatan “menghalalkan segara
cara” demi ambisi dan tujuan politiknya.
 Peralihan kekuasaan yang sering menimbulkan konflik,
pertumpahan darah, dan dendam antara kelompok di
masyarakat.
 Pemerintah mengabaikan proses demokratisasi, sehingga
rakyat tidak dapat menyalurkan aspirasi politiknya
(saluran komunikasi tersumbat), maka timbul gejolak
politik yang bermuara pada gerakan reformasi yang
menuntut kebebasan, kesetaraan, dan keadilan.
 Pemerintahan yang sentralistis sehingga timbul
kesenjangan dan ketidakadilan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah yang sering memunculkan konflik
vertikal, yaitu adanya tuntutan memisahkan diri dari
14

negara.
 Penyelahgunaan kekuasaan karena lemahnya fungsi
pengawasan internal dan oleh lembaga perwakilan rakyat,
serta terbatasnya akses masyarakat dan media massa untuk
mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan.
2. Moralitas  Terabaikannya nilai-niai agama dan nilai-nilai luhur
budaya bangsa sebagai sumber etika sehingga dikemudian
hari melahirkan perbuatan tercela antara lain berupa
ketidakadilan, pelanggaran hukum, dan pelanggaran hak
asasi manusia.
3. Sosial-Ekonomi  Sering terjadinya konflik sosial sebagai konsekuensi
keberagaman suku, agama, ras dan antar golongan yang
tidak dikelola dengan baik dan adil.
 Perilaku ekonomi yang sarat dengan praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme, serta berpihak pada sekelompok
pengusaha besar.
4. Politik dan  Sistem politik yang otoriter sehingga para pemimpinya
Hukum tidak mampu lagi menyerap aspirasi dan memperjuangkan
kepentingan masyarakat.
 Hukum telah menjadi alat kekuasaan sehingga
pelaksanaannya banyak bertentangan dengan prinsip
keadilan, termasuk masalah hak warga negara dihadapan
hukum.

b. Akibat dari Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Tidak Transparan


Jika penyelenggaraan pemerintahan dilakukan dengan tertutup dan tidak transparan,
maka secara umum akan berdampak pada tidak tercapainya kesejahteraan masyarakat atau
warga negara, sebagaimana tercantum dalam konstitusi negara, yaitu pencapaian masyarakat
yang adil dan makmur.
Sedangkan secara khusus penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan akan
berdampak pada :
 Rendahnya atau bahkan tidak adanya kepercayaan warga negara terhadap pemerintah.
 Rendahnya partisipasi warga negara terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat
pemerintah.
 Sikap Apatis warga negara dalam mengambil inisiatif dan peran yang berkaitan dengan
kebijakan publik.
 Jika warga negara apatis, di tunjang dengan rejim yang berkuasa sangat kuat dan
lemahnya fungsi legislatif, maka KKN merajalela dan menjadi budaya yang mendarah
daging (nilai dominan).
 Krisis moral dan akhlak yang berdampak pada ketidakadilan, pelanggaran hukum dan
hak asasi manusia.

Sebagai patok banding (benchmarking) tentang penyelenggaraan pemerintahan yang


baik yaitu berdasarkan prinsip-prinsip atau karakteristik yang telah dikemukakan UNDP
tahun 1997. Dengan demikian, dapat dilihat beberapa indikator tentang penyelenggaraan
pemerintahan yang tidak transparan beserta akibat-akibatnya.

No Karakteristi Indikator Penyelenggaraan Keterangan / Akibat


k
1. Partisipasi o Warga masyarakat dibatasi/ tidak Warga masyarakat
memiliki hak suara dalam proses dan pers cenderung
pengambilan keputusan. pasif, tidak ada kritik
o Informasi hanya sefihak (top down) (unjuk rasa), tidak
dan lebih bersifat instruktif. berdaya dan terkekang
o Lembaga perwakilan tidak dibangun dengan berbagai
berdasarkan kebebasan berpolitik aturan dan doktrin.
(partai tunggal).
o Kebebasan berserikat dan
15

berpendapat serta pers sangat


dibatasi.
2. Aturan o Hukum dan peraturan perundangan Penguasa menjadi oto-
Hukum lebih berpihak kepada penguasa. riter, posisi tawar ma-
o Penegakkan hukum (law syarakat lemah dan
enforcement) lebih banyak berlaku lebih banyak hidup
bagi masyarakat bawah baik secara dalam ketakutan serta
politik maupun ekonomi. tertekan.
o Peraturan tentang Hak-hak Asasi
Manusia terabaikan demi stabilitas
dan pencapaian tujuan negara.
3. Transparan o Informasi yang diperoleh satu arah, Pemerintah sangat ter-
yaitu hanya dari pemerintah. tutup dengan segala
o Masyarakat sangat dibatasi dalam kejelekannya,
memperoleh segala bentuk informasi. sehingga masyarakat
o Tidak ada atau sulit bagi masyarakat tidak ba-nyak tahu apa
untuk memonitor / mengevaluasi yang terjadi pada
penyelenggaraan pemerintahan. negaranya.
4. Daya o Proses pelayanan sentralistik dan Banyaknya pejabat
Tanggap kaku. yang memposisikan
o Banyak pejabat memposisikan diri diri sebagai penguasa,
sebagai penguasa. segala layanan sarat
o Layanan kepada masyarakat masih dengan korupsi, kolusi
diskriminatif, konvensional dan dan nepotisme.
bertele – tele (tidak responsif).
5. Berorientasi o Pemerintah lebih banyak bertindak Pemerintah cenderung
Konsensus sebagai alat kekuasaan negara. otoriter karena menu-
o Lebih banyak bersifat komando dan tup jalan bagi dilaksa-
instruksi. nakannya konsensus
o Segala macam bentuk prosedur lebih dan musyawarah.
bersifat formalitas.
o Tidak diberikannya peluang untuk
mengadakan konsensus dan musya-
warah.
6. Berkeadilan o Adanya diskriminasi gender dalam Arogansi kekuasaan
penyelenggaraan pemerintahan. sangat dominan dalam
o Menutup peluang bagi dibentuknya menentukan penye-
organisasi non pemerintah/ LSM lenggaraan pemerin-
yang menuntut keadilan dalam tahan.
berbagai segi kehidupan.
o Banyak peraturan yang masih
berpihak pada gender tertentu.
7. Efektivitas o Manajemen penyelenggaraan negara Negara cenderung sa-
dan Efisiensi konvensional dan terpusat (top lah urus dalam
down). menge-lola sumber
o Kegiatan penyelenggaraan negara daya alam dan sumber
lebih banyak digunakan untuk acara- daya manusianya
acara seremonial. sehingga banyak
o Pemanfaatan sumber daya alam dan pengangguran dan
sumber daya manusia tidak terencana tidak memiliki daya
berdasarkan prinsip kebutuhan. saing.
8. Akuntabi- o Pengambil keputusan didominasi Dominannya pemerin-
litas oleh pemerintah. tah dalam semua lini
o Swasta dan masyarakat memiliki kehidupan,
peran yang sangat kecil terhadap menjadikan warga
pemerintah. masyarakatnya tidak
o Pemerintah memonopoli berbagai berdaya mengon-trol
alat produksi yang strategis. apa saja yang telah
o Masyarakat dan pers tidak diberi dilakukan pemerintah-
kesempatan untuk menilai jalannya nya.
pemerintahan.
16

9. Bervisi o Pemerintah lebih puas dengan Banyaknya penguasa


Strategis kemapanan yang telah dicapai. yang pro status quo
o Sulit menerima perubahan terutama dan kemapanan
berkaitan dengan masalah politik, sehingga tidak
hukum dan ekonomi. memperdulikan
o Kurang mau memahami aspek-aspek terjadinya perubahan
kultural, historis dan kompleksitas baik internal maupun
sosial masyarakatnya. eksternal negaranya.
o Penyelenggaraan pemerintahan statis
dan tidak memiliki jangkauan jangka
panjang.
10. Saling o Banyaknya penguasa yang arogan Para pejabat peme-
Keterkaitan dan mengabaikan peran swasta atau rintah sering dianggap
masyarakat. lebih tahu dalam
o Pemerintah merasa yang paling benar segala hal, sehingga
dan paling pintar dalam menentukan masyara-kat tidak
jalannya kepemerintahan. merasakan dan tidak
o Masukan atau kritik dianggap punya keinginan
provokator anti kemapanan dan untuk bersi-nergi
stabilitas. dalam mem-bangun
o Swasta dan masyarakat tidak diberi negaranya.
kesempatan untuk bersinergi dalam
membangun negara.

Dampak yang paling besar terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang tidak


transparan adalah korupsi. Istilah “korupsi” dapat dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak
jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Dalam
praktiknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannya dengan
jabatan tanpa ada catatan administratif. Menurut MTI (Masyarakat Transparansi
Internasional), bahwa “korupsi merupakan perilaku pejabat, baik politisi maupun pegawai
negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka
yang dekat dengannya dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.”
Korupsi akan tumbuh subur, terutama pada negara-negara yang menerapkan sistem
politik cenderung tertutup, seperti absolut, diktator, totaliter dan otoriter. Hal ini sejalan
dengan pandangan Lord Acton, bahwa “the power tends to corrupt....” (kekuasaan
cenderung untuk menyimpang) dan “... absolute power corrupts absolutely” (semakin lama
seseorang berkuasa, penyimpangan yang dilakukannya akan semakin menjadi-jadi....). Pada
pemerintahan yang tertutup jauh dari sikap terbuka/transparan kepada rakyatnya, sehingga
segala perencanaan dan kebijakan pemeritnah lebih banyak untuk kepentingan
“melanggengkan kekuasaan” dari pada untuk kesejahteraan rakyatnya.
Di Indonesia, rezim pemerintahan yang dianggap paling korup adalah semasa orde baru
berkuasa. Berdasarkan laporan Wold Economic Forum, dalam “The global Competitiveness
Report 1999”, kondisi Indonesia termasuk yang terburuk di antara 59 negara yang diteliti.
Bahkan pada tahun 2002, menurut laporan Lembaga Konsultasi Politik dan Resiko yang
berdomisili di Hongkong, yaitu “Political and Risk Consultancy (PERC), Indonesia
“berhasil mengukir prestasi” sebagai negara yang paling korup di Asia.
Nampaknya tidak salah lagi, bahwa di bawah rezim orde baru yang berkuasa kurang
lebih selama 32 (tiga puluh dua) tahun telah membawa Indonesia ke jurang kehancuran
krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dampak semua ini adalah merupakan akumulasi dari
pemerintahan yang dikelola dengan tidak transparan, sehingga masalah Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN) telah meracuni semua aspek kehidupan dan mencakup hampir semua
institusi formal maupun non formal. Pada saat itu, bukan hal rahasia karena sering muncul
di mass media antara lain adanya “mafia peradilan” sehingga vonis hakim dapat dibeli,
pemilihan kepala daerah atau pejabat yang diwarnai “politik uang” sehingga berakibat
setelah terpilih bagaiamana mengembalikan “modal” dengan berbagai cara, dan sebagainya.

1) Sebab-Sebab Korupsi
Mengenai sebab-sebab terjadinya korupsi, hingga sekarang ini para ahli belum dapat
memberikan kepastian apa dan bagaimana korupsi itu terjadi. Tindakan korupsi
bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan ada variabel lain yang ikut berperan.
17

Penyebabnya dapat karena faktor interl si pelaku itu sendiri, maupun dari situasi
lingkungan yang “memungkin” bagi seseorang untuk melakukannya.
Berikut adalah pendapat ahli berkaitan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya
tindak korupsi.

No Nama Tokoh Uraian / Keterangan


1. Sarlito W.  Dorongan dari dalam diri sendiri (seperti keinginan,
Sarwono hasrat, kehendak, dan lain-lain).
 Rangsangan dari luar (seperti dorongan teman, adanya
kesempatan, kurang kontgrol dan lain-lain).
2. Andi Hamzah  Kurangnya gaji pegawai negeri dibandingkan dengan
kebutuhan yang makin meningkat.
 Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang
merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi.
 Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang
efektif dan efisien, yang memberikan peluang orang
untuk korupsi.
 Modernisasi pengembangbiakan korupsi.

2) Ciri-Ciri Korupsi
Penyalahgunaan wewenang dengan jalan korupsi, nampaknya tidak hanya
didominasi oleh oknum aparat pemerintah, akan tetapi institusi lain juga melakukan hal
sama dengan ciri-ciri sebagai berikut :
 Melibatkan lebih dari satu orang
 Pelaku tidak terbatas pada oknum pegawai pemerintah, tetapi juga di swasta.
 Sering digunakan bahasa “sumir” untuk menerima uang sogok, yaitu : uang kopi,
uang rokok, uang semir, uang pelancar, salam tempel, uang pelancar baik dalam
bentuk uang tunai, benda tertentu atau wanita.
 Umumnya bersifat rahasia, kecuali jika sudah membudaya.
 Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik yang selalu tidak berupa
uang.
 Mengandung unsur penipuan yang biasanya ada pada badan publik atau masyarakat
umum.

3) Akibat Tindak Korupsi


Siapapun pelakunya, bahwa sekecil apapun perbuatan tindak korupsi akan
mendatangkan kerugian pada pihak lain. Berikut ini adalah beberapa akibat yang
ditimbulkan dari tindak korupsi yang pada umumnya nampak dipermukaan, sebagai
berikut :
 Mendelegetimasi proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap
proses politik melalui politik uang.
 Mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya
akuntabilitas publik dan manfikan the rule of law. Hukum dan birokrasi hanya
melayani kekuasaan dan pemilik modal.
 Meniadakan sistem promosi (reward and punishman), karena lebih dominan
hubungan patron-klien dan nepotisme.
 Proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umu bermutu rendah dan tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat sehingga mengganggu pembangunan yang
berkelanjuata.
 Jatuh atau rusaknya tatanan ekonomi karena produk yang dijual tidak kompetitif dan
terjadi penumpukan beban utang luar negeri.
 Semua urusan dapat diatur sehingga tatanan aturan/hukum dapat dibeli dengan
sejumlah uang sesuai kesepakatan.
 Lahirnya kelompok-kelompok pertemanan atau “koncoisme” yang lebih didasarkan
kepada kepentingan pragmatisme uang.

Bonus Info Kewarganegaraan


ISTILAH-ISTILAH UMUM DALAM KEGIATAN KORUPSI
18

1. Uang Tip, yaitu sama dengan budaya “amplop” yakni memberikan uang ekstra
kepada seseorang karena jasanya/pelayanannya. Istilah ini muncul karena pengaruh
budaya barat, yakni pemberian uang ekstra kepada pelayan di restoran atau di hotel.
2. Angpao, pada awalnya muncul untuk menggambarkan kebiasaan yang dilakukan
oleh etnis Cina yang memberikan uang dalam amplop kepada penyelenggara pesta.
Dalam perkembangan selanjutnya, hingga saat ini istilah ini digunakan untuk
menggambarkan pemberian uang kepada petugas ketika mengurus sesuatu, dimana
pemberian ini bersifat tidak resmi atau tidak ada dalam peraturan.
3. Uang Administrasi, yaitu pemberian uang tidak resmi kepada aparat dalam proses
pengurusan surat-surat penting atau penyelesaian perkara/kasus agar cepat selesai.
4. Uang Diam, yaitu pemberian dana kepada pihak pemeriksa agar kekurangan pihak
yang diperiksa tidak ditindaklanjuti. Uang diam biasanya diberikan kepada oknum
anggota dewan di daerah (DPRD) ketika memeriksa pertanggung jawaban pejabat
daerah (Bupati/Walikota atau Gubernur) agar lolos pemeriksaan.
5. Uang Bensin, yaitu uang yang diberikan sebagai balas jasa atas bantuan yang
diberikan oleh seseorang. Istilah ini kerap digunakan dalam situasi informal
(akrab). Misalnya A minta bantuan B untuk membeli sesuatu, lalu si B melontarkan
pernyataan, “uang bensinya mana ?”
6. Uang Pelicin, yaitu menunjuk pada pemberian sejumlah dana (uang) untuk
memperlancar (mempermudah) pengurusan perkara atau surat penting.
7. Uang Ketok, yaitu uang yang digunakan untuk mempengaruhi keputusan agar
berpihak kepada pemberi uang. Istilah ini biasanya ditujukan kepada (oknum)
hakim dan anggota legislatif yang memutuskan perkara atau
menyetujui/mengesahkan anggaran usulan eksekutif; dilakukan secara tidak
transparan.
8. Uang Kopi, yaitu uang tidak resmi yang diminta oleh aparat pemerintah atau
kalangan swasta.
9. Uang Pangkal, yaitu uang yang diminta sebelum melaksanakan suatu
pekerjaan/kegiatan agar pekerjaan tersebut lancar.
10. Uang Rokok, yaitu pemberian uang yang tidak resmi kepada aparat dalam proses
pengurusan surat-surat penting atau penyelesaian perkara/kasus agar
penyelesaiannya cepat.
11. Uang DamaiI, yaitu digunakan ketika menghindari sanksi formal dengan cara
memberikan sesuatu, biasanya berupa uang/materi sebagai ganti rugi sanksi formal.
12. Uang di Bawah Meja, yaitu pemberian uang tidak resmi kepada petugas ketika
mengurus/membuat surat penting agar prosesnya cepat.
13. Tahu Sama Tahu, yaitu digunakan di kalangan bisnis atau birokrat ketika meminta
bagian/sejumlah uang. Yang meminta dan memberi uang sama-sama mengerti dan
hal tersebut tidak perlu diucapkan.
14. Uang Lelah, yaitu menunjuk pada pemberian uang secara tidak resmi ketika
melakukan suatu kegiatan. Uang lelah ini biasanya diminta oleh orang yang diminta
untuk membantu orang lain. Istilah ini kemudian sering digunakan oleh birokrat
ketika melayani masyarakat untuk mendapatkan uang lebih.

Sumber :
www.transparansi.or.id.

c. Upaya Pencegahan Terhadap Penyelenggaraan Pemerintah Yang Tidak Transparan


Untuk menghindari penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan sehingga
melahirkan “budaya” Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dapat dilakukan, antara lain
melalui jalur-jalur sebagai berikut :
 Formal Pemerintah/Kekuasaan
19

1) Pemerintah dan pejabat publik perlu dilakukan pengawasan melekat (waskat) oleh
aparat berwenang, DPR, dan masyarakat luas sehingga yang terbukti bersalah
diberikan sanksi yang tegas tanpa diskrimatif.
2) Mengefektifkan peran dan fungsi aparat penegak hukum, seperti Kepolisian,
Kejaksaan, para hakim, serta Komisi Pemberantasan Korupsi.
3) Pembekalan secara intensif dan sistematis terhadap aparatur pemerintah dan pejabat
publik dalam hal nilai-nilai agama dan sosial budaya.
4) Menegakkan supremasi hukum dan perundang-undangan secara konsisten dan
bertanggunga jawab serta menjamin dan menghormati hak asasi manusia.
5) Mengatur peralihan kekuasaan secara tertib, damai, dan demokratis sesuai dengan
hukum dan perundang-undangan.
6) Menata kehidupan politik agar distribusi kekuasaan dalam berbagai tingkat struktur
politik dan hubungan kekuasaan dapat berlangsung dengan seimbang.
7) Meningkatkan integritas, profesionalisme, dan tanggung jawab dalam
penyelenggaraan negara serta memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol
sosial secara konstruktif dan efektif.

 Organisasi Non Pemerintah dan Media Massa


1) Keterlibatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGO (non Government
Organization) dalam mengawasi setiap kebijakan publik yang dibuat pemerintah,
seperti ICW, MTI, GOWA dan sebagainya.
2) Adanya kontrol sosial untuk perbaikan komunikasi yang berimbang antara
pemnerintah dan rakyat melalui berbagai media massa elektronik maupun cetak.

 Pendidikan dan Masyarakat


1) Memperkenalkan sejak dini melalui pembelajaran di sekolah tentang pentingnya
pemerintah yang transparan melalui mata pelajaran Kewarganegaraan.
2) Menjadikan Pancasila sebagai dasar negara yang mampu membuka wacana dan
dialog interaktif di dalam masyarakat sehingga dapat menjawab tantangan yang
dihadapi sesuai dengan visi Indonesia masa depan.
3) Meningkatkan kerukunan sosial antara pemeluk agama, suku dan kelompok-
kelompok masyarakat lainnya melalui dialog dan kerja sama dengan prinsip
kebersamaan, kesetaraan, toleransi dan saling menghormati.
4) Memberdayakan masyarakat melalui perbaikan sistem politik yang demokratis
sehingga dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas, bertanggung jawab, menjadi
panutan masyarakat, dan mampu mempersatukan bangsa dan negara.

Fokus Kita :
Dr. Leden Marpaung, S.H., dalam buku “Tindak Pidana Korupsi” 2001,
menyebutkan tentang upaya pencegahan (prevensi) tindak pidana korupsi, yaitu
antara lain mencakup : mental dan budi pekerti, sistem, perilaku masyarakat,
perundang-undangan, manajemen, dan kesejahteraan aparat negara/pemerintah.

Bonus Info Kewarganegaraan


GERAKAN ANTI KORUPSI
Dalam rangka memperingati Hari Pemberantasan Korupsi Sedunia, Presiden
Susilo Bambng Yudhoyono (SBY) pada tanggal 9 Desember 2004,
20

mencanangkan Gerakan Pemberantasan Korupsi Nasional dengan


menandatanganin Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi.
Dalam Inpres tersebut, Presiden mengeluarkan 10 instruksi umum dan 11
instruksi khusus untuk mempercepat langkah pembeantasan korupsi. Instruksi itu
antara lain, meminta kepada pejabat pemerintah yang belum melaporkan harta
kekayaan agar segera menyampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Sekaligus membantu KPK dalam penyelenggaraan pelaporan, pendaftaran,
pengumuman, dan pemeriksaan laporan kekayaan penyelenggara negara di
lingkungannya.
Mereka juga diminta membuat penetapan kinerja dengan pejabat di bawahnya
secara berjenjang meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik dan menghapus
segala bentuk pungutan liar, menetapkan program dan wilayah yang menjadi
lingkup tugas, wewenang dan tanggung jawab sebagai program dan wilayah bebas
korupsi. Presiden menegaskan, bahwa skala korupsi di negara Indonesia sudah
memprihatinkan, karena Indonesia merupakan negara terkorup ketiga dari 133
negara di dunia. Mulai hari ini saya mengajak seluruh bangsa agar bersama-sama
memberantas korupsi. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang
pemberantasannya harus melalui cara-cara yang luar biasa.

Sumber : Disarikan dari Media Indonesia,


10/12/2004.

D. SIKAP KETERBUKAAN DAN KEADILAN DALAM KEHIDUPAN


BERBANGSA DAN BERNEGARA

1. Perilaku Positif dalam Upaya Peningkatan Sikap Keterbukaan dan


Jaminan Keadilan
Dalam rangka peningkatan sikap keterbukaan dan jaminan keadilan sebagai warga
masyarakat sekaligus warga negara perlu dikembangkan perilaku positif antara lain sebagai
berikut :
a. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong
royongan.
b. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta
menghormati hak-hak orang lain.
c. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
d. Suka bekerja keras.
e. Menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
Disamping perilaku tersebut diatas, dalam rangka jaminan keadilan perlu di timbulkan;
a. Kesadaran akan adanya hak yang sama bagi setiap warga negara Indonesia.
b. Kesadaran akan adanya kewajiban yang sama bagi setiap warga negara Indonesia.
c. Kesadaran akan hak dan kewajiban untuk menciptakan dan tercapainya kesejahteraan
dan kemakmuran yang merata.

2. Partisipasi dalam Upaya Peningkatan Sikap Keterbukaan dan Jaminan


Keadilan
Peran warga negara dalam upaya untuk meningkatkan sikap keterbukaan dan jaminan
keadilan, dapat dilakukan melalui partisipasi dari seluruh komponen masyarakat, mulai dari
pejabat pemerintah hingga rakyat biasa. Partisipasi dari seluruh komponen masyarakat di
butuhkan dalam rangka menumbuhkan sikap keterbukaan, penegakan supremasi hukum
serta jaminan dan penghormatan hak asasi manusia.
Dewasa ini, semua komponen masyarakat dan aparatur negara sudah seharusnya mau
bekerja sama sebagai “mitra kerja” untuk kepentingan kemajuan dan kesejahteraan rakyat
banyak. Sikap terbuka dan jaminan keadilan, merupakan prasyarat bagi terwadahinya
komunikasi yang baik guna memperoleh kepercayaan masyarakat menuju terbentuknya
21

clean government (pemerintahan yang bersih). Untuk itu, diperlukan partisipasi konstruktif
dari seluruh komponen warga masyarakat untuk saling introspeksi dan koreksi guna
mewujudkan hasil kinerja yang optimal dan terhindar dari berbagai kebocoran yang hanya
akan memperkaya segelintir orang. Bentuk partisipasi warga negara tersebut antara lain
dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Pengawasan Terhadap Aparatur Negara.
Pengawasan terhadap aparatur negara dari berbagai elemen masyarakat dan institusi
pemerintah, dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan,
pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian
tujuan.
Sasaran pengawasan adalah mewujudkan dan meningkatkan efisiensi, efektivitas,
rasionalitas, dan ketertiban dalam pencapaian tujuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
Oleh karena itu, hasil pengawasan harus dijadikan masukan oleh pimpinan dalam
pengambilan keputusan dalam menghentikan, mencegah, dan mencari agar kesalahan,
penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidaktertiban tidak
terjadi.
Secara umum pengawasan terhadap aparatur negara dimaksudkan :
 Agar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dilakukan secara tertib berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berdasarkan sendi-sendi
kewajaran penyelenggaraan pemerintahan agar tercapai daya guna, hasil guna, dan
tepat guna yang sebaik-baiknya.

 Agar pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai dengan rencana dan program


pemerintah serta peraturan perundangan yang berlaku sehingga tercapai sasaran yang
ditetapkan.

 Agar hasil-hasil pembangunan dapat menjadi umpan balik berupa pendapat,


kesimpulan, dan saran terhadap kebijaksanaan, perencanaan, pembinaan, dan
pembangunan.

 Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran, dan


penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang, dan serta perlengkapan
milik negara. Dengan demikian, akan terbina aparatur yang tertib, bersih, berwibawa,
berhasil guna, dan berdaya guna.

b. Peran Masyarakat Dalam Upaya Memberantas Korupsi.


Korupsi merupakan penyakit masyarakat yang sulit diberantas, karena korupsi
terkesan telah membudaya dan dilakukan secara sistematis. Mulai dari korupsi yang
dilakukan pejabat negara hingga korupsi yang dilakukan pekerja biasa. Seperti korupsi
waktu, biaya pembuatan KTP, pengurusan adminsitrasi tanah dan sebagainya.
Untuk itu guna meminimalisir terjadinya korupsi dibutuhkan peran aktif masyarakat,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Berusaha memahami berbagai aturan yang diterapkan pemerintah pada isntansi-
instansi tertentu.

2) Mau mengikuti prosedur dan mekanisme sesuai dengan aturan yang berlaku dalam
mengurus suatu kepentingan di instansi tertentu.
22

3) Jika terdapat kejanggalan dalam penerapan aturan, tanyakan dengan baik dan sopan
kepada pejabat atau instansi yang berwenang untuk konfirmasi.

4) Bersedia melaporkan atau mengimformasikan pelaku korupsi kepada lembaga


berwenang, seperti Kejaksaan, Kepolisian dan Komite Pemberantasan Korupsi
(KPK) yang disertai dengan bukti-bukti awal yang memadai (tidak fitnah).

5) Mau menjadi bagian anggota masyarakat yang memberi contoh dan keteladanan
dalam menolak berbagai pemberian yang tidak semestinya.

6) Melakukan kampanye preventif (pencegahan) sedini mungkin melalui jalur-jalur


pendidikan formal maupun non-formal dengan melaksanakan program seperti :
pelajar BTP (Bersih, Transparan, Profesional), mengadakan lomba poster tolak
suap/korupsi dengan segala bentuknya, dan lain-lain.

Bonus Info Kewarganegaraan


PERLU DUKUNGAN TERHADAP
GERAKAN ANTI KORUPSI

Dalam menjalankan tugasnya, suatu Badan/Komisi Anti Korupsi harus mendapat


dukungan moral dari masyarakat dan dukungan politik dari pemerintah. Badan tersebut,
harus memiliki landasan hukum, sumber daya manusia yang memadai, wewenang yang
independen untuk memperoleh dokumen dan meminta keterangan saksi, serta memiliki
pimpinan berintegritas tinggi. Beberapa kendala Komisi Anti Korupsi di Indonesia dalam
menjalankan tugasnya, hampir sama juga yang dialami oleh negara-negara lain.
Berikut ini beberapa indikator penyebab kegagalan tersebut :
1. Kemauan politik yang lemah, kepentingan pribadi dan hal-hal lain yang mendesak
membuat pimpinannya tidak berdaya.
2. Tidak ada sumber daya. Tidak ada kesadaran mengenai cost benefit administrasi
pemerintahan yang “bersih”, bahwa badan yang efektif memerlukan anggaran yang
memadai.
3. Campur tangan Politik. Badan tidak diizinkan melakukan tugas secara independen,
apalagi memeriksa para pejabat pemerintah tingkat atas dan tingkat teratas.
4. Takut akibatnya. Badan tidak punyai kemauan memberantas korupsi dan mudah sekali
diajak ikut mempertahankan status quo.
5. Terlalu bergantung pada penegakan hukum. Kemampuan efektif badan untuk mencegah
korupsi tidak dikembangkan.
6. Mengabaikan siasat melenyapkan peluang untuk korupsi. Terlalu bergantung pada
penegakan hukum setelah korupsi terjadi sehingga tindak korupsi tetap meningkat.
7. undang-undang tidak memadai. Tanpa undang-undang yang dapat ditegakkan dan
efektif, badan antikorupsi tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik.
8. Dibebani tumpukan perkara masa lalu. Badan yang baru dibentuk biasanya kecil dan
23

perlu waktu untuk menyesuaikan diri.


9. Gagal melibatkan masyarakat luas. Tidak mengadakan kampanye untuk meningkatkan
kesadaran publik, dan sebagainya.
10. Tanggung jawab kurang. Badan tidak punya tanggung jawab pada masyarakat
sebagaimana mestinya. Karena itu, dapat menjadi badan yang justru membungkam orang
yang mengkritik pemerintahan.

Sumber : Bertrand de Speville ; “Why do anti corruption agencies fail”, Wina, Austria, April
2000.

E KESIMPULAN

Tumbuhnya sikap keterbukaan berkaitan erat dengan jaminan keadilan. Keterbukaan


merupakan sikap jujur, rendah hati dan adil serta mua menerima pandapat orang lain.
Sedangkan keadilan merupakan pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan
kewajiban.
Pengertian kata “adil” yang lebih menekankan pada “tindakan yang tidak berdasarkan
kesewenang-wenangan”, maka sesungguhnya pada setiap diri manusia telah melekat
sumber kebenaran yang disebut hati nurani. Banyak ahli yang memberikan pengertian
adil, seperti Aristoteles, Plato, Socrates, Thomas Hobbes dan lain sebagainya.
Keadaan Sikap keterbukaan, merupakan prasyarat dalam menciptakan pemerintahan yang
bersih dan transparan. Keterbukaan juga merupakan sikap yang dibutuhkan dalam
harmonisasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu perlu
sikap antara lain; transparan dalam proses maupun pelaksanaan kebijakan publik, mau
berterus terang, tidak menutup-nutupi kesalahan dirinya, dan lain sebagainya.
Dalam rangka memperoleh jaminan keadilan di dalam suatu negara diperlukan peraturan
yang disebut Undang-undang atau hukum. Hukum merupakan suatu sistem norma yang
mengatur kehidupan dalam masyarakat. Oleh karena itu apabila ada seseorang yang
merasa mendapatkan ketidak adilan, maka ia berhak mengajukan tuntutan baik dalam arti
formal maupun material.
Sikap keterbukaan yang dituntut kepada aparat penegak hukum, adalah adanya
transparansi, akuntabilitas dan profesionalisme dalam bekerja serta hasil kinerja yang
optimal. Jika suatu negara aparat penegak hukumnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN), maka akan terjerumus dalam keterpurukan pemerintahan mobokrasi atau dalam
istilah Polybios disebut okhlokrasi.
Pemerintah dalam arti organ merupakan alat kelengkapan pemerintahan yang
melaksanakan fungsi negara. Dalam arti organ, pemerintah dapat dibedakan baik dalam
arti luas maupun dalam arti sempit.
Dalam penyelenggaraan kepemerintahan di suatu negara, terdapat 3 (tiga) komponen
besar yang harus diperhatikan, karena peran dan fungsinya yang sangat berpengaruh
dalam menentukan maju mundurnya pengelolaan negara yaitu ; negara dan pemerinta-han,
sektor swasta dan masyarakat madani.
Negara republik Indonesia, sedang berupaya untuk mewujudkan penyelenggaraan negara
yang bersih dan bebas KKN berdasarkan asas ; kepastian hukum, tertib penyelenggaraan
negara, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas dan
akuntabilitas.
Terjadinya penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan, antara lain disebabkan
karena sistem politik yang tertutup, juga faktor sumber daya manusianya yang bersifat
feodal, opportunis dan penerapan “aji mumpung” serta pendekatan “ingin dilayani”
sebagai aparatur pemerintah.
Peran warga negara dalam upaya untuk meningkatkan sikap keterbukaan dan jaminan
keadilan, dapat dilakukan melalui partisipasi dari seluruh komponen masyarakat, mulai
dari pejabat pemerintah hingga rakyat biasa. Partisipasi dari seluruh komponen
masyarakat di butuhkan dalam rangka menumbuhkan sikap keterbukaan, penegakan
supremasi hukum serta jaminan dan penghormatan hak asasi manusia.
24
25

You might also like