You are on page 1of 78

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT IJUK DAN

PENGURANGAN PASIR TERHADAP BEBAN LENTUR


DAN BERAT JENIS GENTENG BETON

SKRIPSI

Diajukan dalam rangka menyelesaikan Studi Strata 1


untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
pada Universitas Negeri Semarang

Oleh
Warih Pambudi
NIM 5114990007

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005
SARI

Pambudi, Warih. 2005. Pengaruh Penambahan Serat ijuk dan Pengurangan Pasir
terhadap Beban Lentur dan Berat Jenis Genteng Beton. Skripsi. Jurusan
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I.
Drs. Haryadi GBW, M.Pd. : II. Yuliarti Kusumawardaningsih ST, MT.
Kata Kunci : Serat ijuk, genteng serat, genteng beton.

Dengan banyaknya gedung-gedung yang dibangun maka sangat dibutuhkan


bahan penutup atap yang baik yaitu yang memenuhi persyaratan kuat, ringan dan
kedap air. Dari berbagai jenis penutup atap, genteng beton merupakan bahan yang
banyak dipakai sebagai penutup atap terutama untuk bangunan rumah tinggal.
Genteng beton sebagai bahan penutup atap yang banyak diminati masyarakat
umumnya saat ini kebutuhannya semakin meningkat, namun sesuai sifat dasar beton
sebagai bahan dasar pembuatnya memiliki sifat kurang mampu menahan tarik, lentur,
bersifat getas dan berat sendirinya besar. Usaha peningkatan kualitas beton sampai
sekarang ini masih terus dilakukan baik peningkatan kuat tekan, tarik maupun lentur,
bahkan sampai pada upaya untuk membuat ringan tetapi mempunyai kekutan tinggi.
Salah satunya dengan penambahan serat dalam adukan yang memberikan perbaikan
beberapa sifat beton. Dalam penelitian ini peneliti mencoba mengaplikasikan beton
serat untuk pembuatan genteng beton yaitu dengan penambahan serat ijuk. Serat ijuk
yaitu serabut berwarna hitam dan liat, yang terdapat pada bagian pangkal dan pelepah
daun pohon aren. Ijuk bersifat lentur dan tidak mudah rapuh, sangat tahan terhadap
genangan asam termasuk genangan air laut yang mengandung garam. Dengan sifat
yang demikian maka penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir diharapkan dapat
meningkatkan beban lentur genteng beton dan berat jenisnya semakin kecil sehingga
genteng beton yang dihasilkan semakin ringan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik serat ijuk dan kapur
yang digunakan meliputi : berat jenis, berat satuan dan kadar air, mengetahui
karakteristik pasir yang digunakan meliputi : berat jenis, berat satuan, kadar air dan
gradasi pasir, mengetahui karakteristik genteng beton yang dihasilkan meliputi beban
lentur dan berat jenis serta untuk mengetahui pengaruh penambahan serat ijuk dan
pengurangan pasir terhadap beban lentur dan berat jenis genteng beton.
Pembuatan dan penelitian karakteristik genteng beton dilakukan di
Laboratorium Loka Teknologi Permukiman Semarang yang terletak di Jalan Raya
Kembangarum Km.15 Mranggen Timur Semarang. Sedangkan penelitian
karakteristik bahan susun genteng beton dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah
dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri
Semarang.
Hasil penelitian beban lentur genteng beton dengan panambahan persentase
serat ijuk dan pengurangan pasir sebesar 0; 0,5; 1; 1,5; 2 dan 2,5% berturut turut
adalah 62,25; 63,75; 67,84; 70,43; 73,97 dan 75,32 kg. Sedangkan hasil penelitian
berat jenis genteng beton dengan panambahan prosentase serat ijuk dan pengurangan
pasir sebesar 0; 0,5; 1; 1,5; 2 dan 2,5% berturut turut adalah 2,106; 2,094; 2,017;
1,930; 1,929; 1,902.
Dari hasil penelitian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
penambahan prosentase serat ijuk dan pengurangan pasir sebesar 0; 0,5; 1; 1,5; 2 dan
2,5% menghasilkan genteng beton dengan beban lentur semakin meningkat dan berat
jenis semakin kecil.
Dalam penelitian ini disarankan untuk mengadakan penelitian lain tentang
tingkat ekonomis, keawetan dan sifat-sifat genteng beton yang lain dengan
menggunakan serat ijuk ataupun serat lainnya.
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di dalam Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan

Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang pada :

Hari :

Tanggal :

PANITIA UJIAN

Ketua Sekertaris

Prof. Dr. Soesanto, M.Pd Drs. Supriyono


NIP. 130875753 NIP. 131571560

Pembimbing I Tim Penguji :

Yuliarti Kusuma W, ST, MT 1. Yuliarti Kusuma W, ST, MT


NIP. 132261628 NIP. 132261628

Pembimbing II 2. Drs. Haryadi GBW, M.Pd


NIP. 131404318

Drs. Haryadi GBW, M.Pd 3. Drs. Hery Suroso, ST, MT


NIP. 131404318 NIP. 132068585
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO
1. Takkan kau dapatkan ilmu, kecuali dengan enam hal, yaitu: kecerdasan, semangat
keras, rajin, ulet, biaya yang cukup, dan bersahabat dengan guru dalam waktu
yang lama. ( Imam Syafi’I).
2. Setinggi tingginya ilmu yang kita miliki, masih ada yang lebih tinggi ilmunya dari
kita
3. Ilmu tidak akan berguna jika tidak diamalkan pada yang lain.
4. Hadapi segala rintangan yang menghadang selama kita masih mampu
menghadapinya.
5. Tolong menolonglah kamu dalam segala hal kebaikan.

PERSEMBAHAN
1. Orang tua dan seluruh keluarga tercinta.
2. Rekan rekan mahasiswa teknik sipil ’99.
3. Teman seperjuanganku yang tak lain adalah Sugeng Nuryanto.
4. Teman-temanku di Ponpes Ni’matul Islam yang telah memberikan motivasi dan
ketenangan dalam menyelesaikan skripsi
5. Pembaca yang baik hati.
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua

karunia, rahmat dan pertolongan-Nya sehingga skripsi ini dapat diajukan guna

menyelesaikan Studi Strata 1 Program Pendidikan Teknik Bangunan, Jurusan Teknik

Sipil, Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Penambahan Serat Ijuk dan Pengurangan

Pasir terhadap Beban Lentur dan Berat Jenis Genteng Beton” bertujuan untuk

mengetahui karakteristik serat ijuk dan kapur yang digunakan meliputi : berat jenis,

berat satuan dan kadar air, mengetahui karakteristik pasir yang digunakan meliputi :

berat jenis, berat satuan, kadar air dan gradasi pasir, mengetahui karakteristik genteng

beton yang dihasilkan meliputi beban lentur dan berat jenis serta untuk mengetahui

pengaruh penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir terhadap beban lentur dan

berat jenis genteng beton.

Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik atas bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih

kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Soesanto, MPd, Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas serta perijinan dalam menyusun

skripsi ini.

2. Drs. Lashari, MT, Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan dan perijinan dalam

menyusun skripsi ini.


3. Yuliarti Kusumawardaningsih ST, MT, Dosen Pembimbing I yang telah

meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada

penulis dari awal penulisan sampai selesainya penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Haryadi GBW, MPd, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan

dan bimbingan guna terselesaikannya skripsi ini.

5. Drs. Hery Suroso, ST, MT, Dosen Penguji yang telah memberikan arahan,

masukan dan solusi dalam penulisan skripsi ini.

6. Drs. Supriyono, Sekertaris pada ujian skripsi, yang telah membantu suksesnya

pelaksanaan ujian skripsi ini.

7. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan pada penulis baik

moral maupun material.

Penulis dengan segala keterbatasannya menerima saran dan kritik yang

membangun dari semua pihak guna kesempurnaan penulisan skripsi. Penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, 2005

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


SARI ............................................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................... v
KATA PENGANTAR................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
DAFTAR FOTO FOTO PENELITIAN…………………………………… xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................... 2
C. Rumusan Masalah.................................................................. 3
D. Tujuan Penelitian ................................................................... 3
E. Kegunaan Penelitian............................................................... 4
F. Batasan Masalah .................................................................... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................... 6
A. Genteng Beton ....................................................................... 6
Persiapan dan Penimbangan ................................................... 7
Pencampuran.......................................................................... 8
Pencetakan atau Pengepresan ................................................. 8
Pengeringan ........................................................................... 8
Pemeliharaan.......................................................................... 8
Pengujian ............................................................................... 9
B. Semen Portland………………………………………………. 10
C. Pasir…………………………………………………………. . 11
1. Berat Jenis Pasir…………………………………………... 12
2. Berat Satuan Pasir………………………………………… 14
3. Kadar Air Pasir…………………………………………… 16
4. Gradasi Pasir……………………………………………… 16
D. Kapur ……………..………………………………………… . 20
E. Air……………………………………………………………. 21
F. Serat…………………………………………………………. . 21
G. Mortar……………………………………………………….. . 25
H. Kerangka Berpikir…………………………………………… 30
1. Pengaruh Penambahan Serat Ijuk terhadap Beban Lentur
dan Berat Jenis Genteng Beton…………………………… 30
2. Pengaruh Pengurangan Pasir terhadap Beban Lentur dan
Berat Jenis Genteng Beton………………………………... 31
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………….. 32
A. Bahan dan Benda Uji………………………………………… 32
1. Bahan……………………………………………………… 32
2. Benda Uji………………………………………………….. 33
B. Peralatan……………………………………………………… 34
C. Pelaksanaan Penelitian………………………………………. 40
1. Tahap Persiapan………………………………………….. . 40
2. Pemeriksaan Karakteristik Pasir…………………………. . 40
3. Menetapkan Faktor Air Semen (Fas) yang Akan Dipakai
untuk Membuat Adukan Genteng Beton………………… . 41
4. Perencanaan Kebutuhan Bahan Per Adukan untuk
Membuat Sejumlah Benda Uji Genteng Beton……….…... 42
5. Pembuatan Benda Uji Genteng Beton……………………. 44
6. Perawatan Benda Uji Genteng Beton……………………... 45
7. Pengujian Benda Uji Genteng Beton…………………….. . 45
D. Analisis Hasil………………………………………………… 47
1. Karakteristik Pasir dan Serat……………………………… 47
2. Karakteristik Genteng Beton……………………………... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………… 49
A. Karakteristik Pasir………………………………..…………. . 49
1. Berat Jenis Pasir ………………………………………….. 49
2. Berat Satuan Pasir………………………..………………. . 49
3. Kadar Air Pasir……………………………………………. 49
4. Gradasi Pasir ……………………………………….……. . 50
B. Karakteristik Kapur ………………………………………… . 50
1. Berat Jenis Kapur …………...……………………………. 50
2. Berat Satuan Kapur ……………………………………..... 50
3. Kadar Air Kapur…………………………………………… 50
C. Karakteristik Serat Ijuk……….………………………………. 51
1. Berat Jenis Serat Ijuk ……………………………….……. 51
2. Berat Satuan Serat Ijuk …………………………………... 51
3. Kadar Air Serat Ijuk………….……………………………. 51
D. Karakteristik Mortar Genteng Beton…………………………. 51
E. Karakteristik Genteng Beton ………………………………... 52
1. Pengujian Beban Lentur…………………………………… 52
2. Pengujian Berat Jenis……………………………………… 54
3. Hubungan antara Beban Lentur dan Berat Jenis Genteng
Beton……………………………………………………… 56
F. Kebutuhan Bahan Susun……………………………………... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………….. 60
A. Kesimpulan……………………………………….………….. 60
B. Saran……………………………………………………….…. 61
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 62
LAMPIRAN LAMPIRAN………………………………………………….. 64
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Nilai Minimal Beban Lentur Genteng Beton………………………… 9
Tabel 2.2. Gradasi pasir…………………………………………………………. 18
Tabel 2.3. Kuat Tarik Serat Daun……………………………………………….. 24
Tabel 2.4. Kuat Tarik Serat Batang……………………………………………… 24
2. Tabel 2.5.a. Karakteristik Genteng Beton Serat Menurut Beberapa Peneliti…… 28

Tabel 2.5.b. Karakteristik Bahan Susun Genteng Beton Serat Menurut Beberapa
Peneliti………………..…..................................................................... 29

Tabel 2.5.c. Kebutuhan Bahan Susun Genteng Beton Serat Menurut Beberapa
Peneliti………………..…………………………................................ 29

Tabel 3.1. Jumlah Persentase Penambahan Serat dan Pengurangan Pasir, Serta
Jumlah Benda Uji Genteng Beton untuk Pengujian Beban Lentur dan
Berat Jenis. ………………….……………………….……………… 34

Tabel 3.2. Perbandingan Pemakaian Bahan Susun……………………………... 43


Tabel 4.1. Konsistensi (Nilai Sebar) Mortar Genteng Beton………………….... 52
3. Tabel 4.2. Hasil Pengujian Beban Lentur Genteng Beton dengan Penambahan
Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir……………..….……………….…. 53

Tabel 4.3. Hasil Pengujian Berat Jenis Genteng Beton dengan Penambahan
Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir…………...……………………….. 55

Tabel 4.4. Hubungan Beban Lentur dan Berat Jenis Genteng Beton dengan
Persentase Penambahan Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir…………. 57

Tabel 4.5. Kebutuhan Berat Bahan Susun Setiap 1 M3 Adukan Mortar Genteng
Beton………………………………………………………………… 59

Tabel 4.6. Kebutuhan Volume Bahan Susun Setiap 1 M3 Adukan Mortar


Genteng Beton………………………………………………………. 59
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Berat Jenis Pasir dengan Daerah Pengambilan Pasir Berbeda……… 14
Gambar 2.2. Berat Satuan Pasir dengan Daerah Pengambilan Pasir Berbeda……. 15
Gambar 2.3. Gradasi Pasir……………………………………………...………… 18
Gambar 2.4. Nilai Modulus Halus Butir (Mhb) Pasir dengan Daerah
Pengambilan Pasir Berbeda…………….……..……………………. 20

Gambar 3.1. Benda Uji Genteng Beton…….…...…………………………….…. 33


Gambar 3.2. Ayakan dan Mesin Penggetar………………………………………. 35
Gambar 3.3. Meja Sebar………………………………………………………….. 36
Gambar 3.4. Jangka Sorong ……………………………………………………… 36
Gambar 3.5. Oven…………..……………………………………………………. 37
Gambar 3.6. Molen Pengaduk……………………………………………………. 38
Gambar 3.7. Cetakan Genteng Beton……………………………………………. 38
Gambar 3.8. Alat Uji Lentur………………...…………………………………… 46
Gambar 4.1. Grafik Hubungan Penambahan Persentase Serat Ijuk dan
Pengurangan Pasir dengan Beban Lentur Genteng Beton……….…. 53

Ganbar 4.2. Grafik Hubungan Penambahan Persentase Serat Ijuk dan


Pengurangan Pasir dengan Berat Jenis Genteng Beton…………….. 55

Gambar 4.3. Grafik Hubungan Beban Lentur dan Berat Jenis Genteng Beton
dengan Persentase Penambahan Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir... 57
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Hasil Pengujian Berat Jenis Pasir……………………………. 64
Lampiran 2. Hasil Pengujian Berat Satuan Pasir………………………….. 65
Lampiran 3. Hasil Pengujian Kadar Air Pasir……………………………... 66
Lampiran 4. Hasil Pengujian Gradasi Pasir………………………………... 67
Lampiran 5. Hasil Pengujian Berat Jenis Kapur…………………………... 68
Lampiran 6. Hasil Pengujian Berat Satuan Kapur………………………… 69
Lampiran 7. Hasil Pengujian Kadar Air Kapur……………………………. 70
Lampiran 8. Hasil Pengujian Berat Jenis Ijuk……………………………… 71
Lampiran 9. Hasil Pengujian Berat Satuan Ijuk……………………………. 72
Lampiran 10. Hasil Pengujian Kadar Air Ijuk……………………………….. 73
Lampiran11. Hasil Pengujian Beban Lentur Genteng Beton dengan
Penambahan Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir……………….. 74

Lampiran12. Hasil Pengujian Berat Jenis Genteng Beton dengan


Penambahan Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir……………….. 75
DAFTAR FOTO FOTO PENELITIAN

Halaman
Foto 1. Pasir sebagai Bahan untuk Membuat Genteng Beton………………… 76
Foto 2. Kapur sebagai Bahan untuk Membuat Genteng Beton ………………. 76
Foto 3. Penimbangan Serat Ijuk………………………………………………. 77
Foto 4. Tahap Pengadukan Kering ……………………………….…………... 77
Foto 5. Tahap Pengadukan Basah…………………………………………….. 78
Foto 6. Pencetakan Benda Uji Genteng Beton………………………………... 78
Foto 7. Genteng Beton Hasil Pencetakan Dikeringkan Terlebih Dahulu
Sebelum Direndam…………………………………………………… 79

Foto 8. Pecahan genteng beton dioven untuk pengujian berat jenis…………. 79


Foto 9. Penimbangan Berat Genteng Beton Kering Tungku……………….…. 80
Foto 10. Penimbangan Berat Genteng Beton Dalam Air…..……..………….… 80
Foto 11. Alat Uji Beban Lentur Genteng Beton……………………………….. 81
Foto 12. Pengujian Beban Lentur…………………………………………….… 81
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai negara berkembang pembangunan di Indonesia dalam arti fisik

seperti perumahan dan sarana lain semakin meningkat seiring dengan

bertambahnya penduduk. Dalam pelaksanaan pembangunan fisik tersebut, beton

merupakan jenis bahan bangunan yang banyak digunakan, bahkan

penggunaannya semakin meluas. Disamping digunakan sebagai pendukung

konstruksi utama beton mulai digunakan pada bagian-bagian bangunan yang

bersifat non struktural, salah satunya adalah untuk genteng.

Dengan banyaknya gedung-gedung yang dibangun maka sangat

dibutuhkan bahan penutup atap yang baik, yaitu penutup atap yang memenuhi

persyaratan kuat, ringan dan kedap air. Dari berbagai jenis penutup atap, genteng

beton merupakan bahan yang banyak dipakai sebagai penutup atap terutama

untuk bangunan rumah tinggal.

Usaha perbaikan beton terus dilakukan oleh para peneliti yakni dengan

mengadakan penelitian-penelitian untuk memperbaiki sifat kurang baik beton,

baik secara kimia maupun fisika. Salah satu usaha untuk memperbaiki sifat

kurang baik beton adalah dengan menambahkan serat kedalam adukan beton. Dari

penelitian yang telah dilaksanakan (Neville dan Brooks 1987 dalam Dwiyono

2000), menyimpulkan bahwa penambahan serat ke dalam adukan dapat

memberikan keuntungan berupa perbaikan beberapa sifat beton yaitu : kuat tarik,

keuletan, ketahanan kejut, kuat lentur dan kuat lelah.


Dalam penelitian ini peneliti mencoba mengaplikasikan beton fiber untuk

pembuatan genteng beton yaitu dengan penambahan serat ijuk. Dengan

penambahan serat ijuk ke dalam adukan genteng beton diharapkan dapat

menambah kekuatan genteng beton yaitu beban lenturnya tinggi, serta genteng

yang dihasilkan lebih ringan.

B. Identifikasi Masalah

Genteng beton sebagai bahan penutup atap yang diminati banyak

masyarakat umumnya saat ini kebutuhannya semakin meningkat. Namun sesuai

sifat dasar beton, sebagai bahan dasar pembuatnya memiliki sifat kurang mampu

menahan tarik, lentur, bersifat getas dan berat sendirinya besar. Usaha

peningkatan kualitas beton sampai sekarang ini masih terus dilakukan baik

peningkatan kuat tekan, tarik maupun lentur, bahkan sampai pada upaya untuk

membuat beton itu ringan tetapi mempunyai kekuatan tinggi.

Penambahan serat dalam adukan beton dapat meningkatkan kuat tarik,

kuat lentur, dan beton yang dihasilkan lebih ringan (Dwiyono, 2000).

Penambahan serat dalam adukan yang memberikan perbaikan beberapa sifat

beton perlu diaplikasikan dalam pembuatan genteng beton.

Panjang serat yang ditambahkan dalam adukan genteng beton serat harus

memenuhi ketentuan mengenai aspek rasio yaitu perbandingan antara panjang

serat dengan diameter serat. Aspek rasio yang ideal yaitu 50 sampai 100

(Sudarmoko 1987 dalam Dwiyono 2000). Serat yang terlalu pendek akan mudah

tercabut dan serat yang terlalu panjang akan mengakibatkan kesulitan dalam
pengerjaan yaitu akan terjadi penggumpalan. Jumlah serat yang sedikit belum

berpengaruh, tetapi sebaliknya jumlah serat yang terlalu banyak akan

mengakibatkan kesulitan dalam pengerjaan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dibuat rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan beban lentur genteng beton dengan penambahan serat

ijuk dan pengurangan pasir yang berbeda.

2. Berapakah besar beban lentur dan berat jenis genteng beton akibat

penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir yang berbeda.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui karakteristik serat ijuk dan kapur mill yang digunakan, meliputi:

berat jenis, berat satuan dan kadar air.

2. Mengetahui karakteristik pasir yang digunakan meliputi : berat jenis, berat

satuan, kadar air dan gradasi pasir.

3. Mengetahui karakteristik genteng beton yang dihasilkan, meliputi : beban

lentur dan berat jenis.

4. Mengetahui pengaruh penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir terhadap

beban lentur dan berat jenis genteng beton.


E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diambil dari penelitian ini adalah:

1. Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu rujukan

bagi loka teknologi pemukiman semarang, untuk dikembangkan lebih lanjut

sehingga suatu saat ada perusaahaan genteng beton di wilayah Semarang yang

memproduksi genteng beton serat.

2. Bagi masyarakat khususnya disekitar lokasi pembuatan genteng beton.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dalam

menentukan pilihan terhadap bahan penutup atap terutama genteng beton.

3. Bagi para peneliti dan mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi atau referensi untuk

melakukan penelitian-penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi beton fiber ke

dalam genteng beton.

F. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Serat ijuk yang dipakai dalam penelitian ini dalam kondisi jenuh kering muka

atau SSD (Saturated Surface Dry) dan dipotong-potong dengan panjang ± 1-2

cm dengan persentase 0%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2% dan 2,5% terhadap berat pasir

yang digunakan. Serat ijuk ini diperoleh dari desa Subah, kecamatan Subah,

kabupaten Batang.
2. Semen yang digunakan dalam penelitian ini merk Nusantara dengan kemasan

isi 40 kg, tertutup rapat dan butirannya halus tidak menggumpal, dan semua

butiran lolos ayakan 0,09 mm.

3. Pasir yang digunakan dalam penelitian adalah pasir Muntilan. Butiran yang

digunakan lolos ayakan 5 mm.

4. Kapur yang digunakan dalam penelitian ini dibeli dari toko bangunan “Bintang

Jaya” yang terletak di Jalan Raya Mranggen No. 68 Semarang. Kapur mill

yang digunakan semua butirannya lolos ayakan 0,09 mm.

5. Air yang digunakan dalam pembuatan genteng beton ini adalah air sumur

yang berada ditempat pengujian.

6. Beban lentur dan berat jenis genteng beton diteliti pada umur 28 hari dengan

jumlah benda uji masing-masing 3 buah.

7. Perbandingan volume semen : kapur : pasir = 1 : 0,997 : 2,990.

8. Menggunakan nilai faktor air semen (fas) yang cocok untuk pembuatan

genteng beton serat.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Genteng Beton

Menurut SNI 0447-81 (Dwiyono, 2000) genteng beton atau genteng

semen adalah unsur bangunan yang dipergunakan untuk atap yang dibuat dari

beton dan dibentuk sedemikian rupa serta berukuran tertentu. Menurut SNI 0447-

81 (Dwiyono, 2000) genteng beton dibuat dengan cara mencampur pasir dan

semen ditambah air, kemudian diaduk sampai homogen lalu dicetak. Selain

semen dan pasir, sebagai bahan susun gentang beton dapat juga ditambahkan

kapur.

Menurut PUBI 1982 genteng beton ialah unsur bahan bangunan yang

dibuat dari campuran bahan semen portland, agregat halus, air, kapur (trass), dan

bahan pembantu lainnya yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat

dipergunakan untuk atap.

Menurut PUBI 1982 ada 2 macam genteng beton sesuai bahan

pembentuknya yaitu :

(1) Genteng beton biasa yaitu genteng beton yang terbuat dari campuran bahan

semen portland, agregat halus, air dan kapur tanpa tambahan bahan lainnya.
(2) Genteng beton khusus yaitu genteng beton yang terbuat dari campuran bahan

semen portland, agregat halus, air dan kapur ditambah bahan lain yang

mungkin berupa bahan kimia, serat ataupun bahan lainnya. Untuk selanjutnya

genteng beton yang terbuat dari campuran bahan semen portland, agregat

halus, air dan kapur ditambah serat disebut genteng beton serat.

Genteng beton serat merupakan bentuk aplikasi beton serat yang

digunakan sebagai bahan pembuat bahan bangunan yang bersifat non struktural.

Dorongan untuk mengaplikasikan beton serat dalam pembuatan bahan-bahan

bangunan yang bersifat non struktural adalah adanya keuntungan yang didapatkan

dengan penambahan serat yaitu berupa perbaikan beberapa sifat beton diantaranya

kuat tarik, keuletan ketahanan kejut dan kuat lelah.

Menurut SNI.0447-81 (Dwiyono, 2000) pembuatan genteng beton dapat

dilakukan dengan 2 cara sederhana yaitu secara manual (tanpa dipres) dan secara

mekanik (dipres). Pembuatan genteng secara mekanik tentu saja hasilnya akan

lebih baik jika dibandingkan dengan proses pembuatan secara manual.

Proses pembuatan genteng beton (Dwiyono, 2000) meliputi :

1. Persiapan dan Penimbangan

Tahap ini meliputi persiapan dan penimbangan bahan susun yang akan

dipakai dalam pembuatan genteng beton serat diantaranya semen portland,

pasir, kapur, air dan serat ijuk.


2. Pencampuran

Pencampuran bahan susun genteng beton akan memberikan hasil yang baik

apabila dilakukan dalam 2 tahap yaitu pencampuran bahan secara kering (air

belum dimasukkan) dan pencampuran bahan secara basah (air sudah

dimasukkan). Masing-masing tahap sebaiknya dilakukan dengan

menggunakan mesin pengaduk (molen). Proses pencampuran bisa juga

dilakukan secara manual namun hasilnya lebih jelek (kurang homogen)

apabila dibandingkan dengan menggunakan mesin pengaduk.

3. Pencetakan atau Pengepresan

Proses pencetakan atau pengepresan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu

dengan mesin cetak tekan hidrolis dan alat cetak manual. Proses pengepresan

atau pencetakan dilakukan dengan menuangkan adukan bahan susun genteng

beton serat dalam cetakan, kemudian permukaannya setelah dipres disipat rata

dan adukan akan membentuk genteng sesuai bentuk cetakannya.

4. Pengeringan

Genteng beton yang telah selesai dicetak, dikeringkan dengan ditempatkan di

atas tatakan atau rak-rak, kemudian diangin-anginkan pada tempat yang

terlindung dari terik matahari dan hujan selama 24 jam.

5. Pemeliharaan

Pemeliharaan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara lambat (dengan

direndam dalam air selama minimum 14 hari) atau cara cepat (dengan

menggunakan uap air panas selama 8 jam). Proses pemeliharaan ini


mempunyai maksud supaya semen dalam genteng dapat bereaksi secara

sempurna.

6. Pengujian

Untuk mengetahui beban lentur dan berat jenisnya maka genteng beton harus

diuji. Pengujian genteng beton dilakukan setelah mencapai umur 28 hari

sesuai peraturan SNI 0447-81 (Dwiyono, 2000). Menurut SNI 0447-81 syarat

genteng beton yang baik adalah mampu menahan beban lentur minimal

seperti yang terlihat dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Nilai Minimal Beban Lentur Genteng Beton

Tingkat Beban Lentur Rata-rata dari Beban Lentur Masing-


Mutu 10 Genteng yang Diuji (Min) masing Genteng (Min)
Dalam Kg Dalam Kg
I 150 120
II 80 60
Sumber : SNI 0447-81, “Mutu dan Cara Uji Genteng Beton”

Genteng beton merupakan salah satu bentuk aplikasi teknologi bahan

beton yang digunakan sebagai salah satu alternatif bahan pembuat bahan

bangunan non struktural. Oleh sebab itu persyaratan bahan-bahan yang digunakan

untuk pembuatan genteng beton juga merujuk dari persyaratan bahan untuk

pembuatan beton, karena di Indonesia belum ada persyaratan khusus mengenai

bahan-bahan untuk pembuatan genteng beton.


B. Semen Portland

Semen portland merupakan bahan ikat yang penting dan banyak dipakai

dalam pembangunan fisik. Semen portland jika diaduk dengan air akan terbentuk

menjadi pasta semen, sedangkan jika dicampur dengan pasir kemudian diaduk

dengan air menjadi mortar semen, dan jika ditambah lagi dengan kerikil atau batu

pecah disebut beton.

Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara

menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang

bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan (PUBI, 1982).

Fungsi semen portland adalah untuk merekatkan butir-butir agregat agar

terjadi suatu massa yang kompak dan padat, selain itu juga untuk mengisi rongga-

rongga diantara butir-butir agregat (Tjokrodimuljo, 1996).

Menurut SNI 0447-81 (Dwiyono, 2000) sesuai dengan tujuan

pemakaiannya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi 5 jenis sebagai

berikut :

Jenis I : Semen portland yang digunakan untuk penggunaan umum yang

tidak memerlukan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada

jenis-jenis lain.

Jenis II : Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan

terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.


Jenis III : Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan

tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan terjadi.

Jenis IV : Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas

hidrasi rendah

Jenis V : Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan

tinggi terhadap sulfat.

Semen Portland di pasaran umumnya memiliki berat jenis 3,15 dan berat

satuan 1,250 gram/cm³. Perbandingan antara jumlah semen sebagai bahan

pengikat dalam bahan susun genteng beton akan sangat menentukan kualitas

genteng beton yang dibuat. Pada umumnya orang mengetahui bahwa kekuatan

genteng beton akan bertambah, apabila pemakaian semen ditambah. Semakin

banyak pemakaian semen tentu ikatan antar butir agregatnya akan semakin kuat,

karena bahan susun genteng beton akan terikat kuat oleh semen yang jumlahnya

mencukupi. Sehingga genteng beton yang dihasilkan kualitasnya akan baik, tetapi

sebaliknya apabila semen yang dipakai jumlahnya sedikit (jumlahnya kurang

mencukupi) maka ikatan antar butir agregatnya akan lemah sehingga genteng

beton yang dihasilkan kualitasnya akan rendah.

C. Pasir

Pasir adalah butiran halus yang terdiri dari butiran berukuran 0,15-5 mm

yang didapat dari hasil desintregrasi batuan alam atau juga dari pecahan batuan

alam (Tjokrodimuljo, 1996).


Menurut asalnya pasir alam digolongkan menjadi 3 macam yaitu

(Tjokrodimuljo 1996) :

(1). Pasir galian yaitu pasir yang diperoleh langsung dari permukaan tanah atau

dengan menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya berbutir tajam, bersudut,

berpori dan bebas kandungan garam.

(2). Pasir sungai yaitu pasir yang diperoleh langsung dari dasar sungai yang pada

umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Bila digunakan

sebagai bahan susun beton daya lekat antar butirannya agak kurang, tetapi

karena butirannya yang bulat maka cukup baik untuk memplester tembok.

(3). Pasir laut yaitu pasir yang diambil dari pantai, butirannya halus dan bulat

karena gesekan. Pasir ini merupakan jenis pasir yang paling jelek

dibandingkan pasir galian dan pasir sungai. Apabila dibuat beton maka harus

dicuci terlebih dahulu dengan air tawar karena pasir ini banyak mengandung

garam-garaman. Garam-garaman dalam pasir ini akan menyerap banyak

kandungan air di udara dan pasir ini selalu agak basah, juga menyebabkan

pengembangan volume pasir bila sudah menjadi bangunan.

1. Berat Jenis Pasir

Menurut Tjokrodimuljo (1998), berat jenis pasir ialah rasio antara massa

padat pasir dan massa air dengan volume dan suhu yang sama. Berat jenis pasir

dari agregat normal adalah 2,5-2,7; berat jenis pasir dari agregat berat adalah
lebih dari 2,8 dan berat jenis pasir dari agregat ringan adalah kurang dari 2,0

(Tjokrodimuljo, 1996).

Menurut Erniawati (1998) pasir yang berasal dari Sungai Progo, Kulon

Progo memiliki rata-rata berat jenis 2,548; sehingga dapat dikategorikan sebagai

agregat normal.

Pasir yang berasal dari Sungai Krasak, Sleman, Yogyakarta, menurut

Gonita (1999) memiliki rata-rata berat jenis 2,456, menurut Sulastari (1996)

memiliki rata-rata berat jenis 2,667 sedangkan menurut Suzan (1995) memiliki

rata-rata berat jenis 2,655.

Menurut Timuranto (2001) pasir yang berasal dari Sungai Bebeng,

Muntilan, Jawa Tengah memiliki rata-rata berat jenis 2,629; sehingga

dikategorikan sebagai agregat normal.

Pasir dari breksi batu ringan asal desa Bawuran, kecamatan Pleret,

kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menurut Tjokrodimuljo (2002)

memiliki rata-rata berat jenis 1,2 sedangkan menurut Setiaji (2002) memiliki rata-

rata berat jenis 1,375 sehingga masih dapat dikategorikan sebagai agregat ringan.

Pada Gambar 2.1 dapat diketahui berat jenis pasir dengan daerah

pengambilan pasir yang berasal dari Sungai Progo (Kulon Progo), Sungai Krasak

(Sleman, Yogyakarta), Sungai Bebeng (Muntilan, Jawa Tengah) dan desa

Bawuran (Bantul, Yogyakarta).


Gambar 2.1. Berat Jenis Pasir dengan Daerah Pengambilan Pasir Berbeda
(Kusumawardaningsih, 2003)

2. Berat Satuan Pasir

Menurut Tjokrodimuljo (1998), berat satuan pasir adalah berat pasir dalam

satu satuan volume. Berat satuan dihitung berdasarkan berat pasir dalam suatu

bejana dibagi volume bejana tersebut, sehingga yang dihitung adalah volume

padat pasir (meliputi volume tertutup dan volume pori terbukanya). Berat satuan

pasir dari agregat normal adalah 1,20-1,60 gram/cm³ (Tjokrodimuljo, 1996).

Menurut Erniawati (1998), pasir yang berasal dari Sungai Progo, Kulon

Progo memiliki rata-rata berat satuan 1,594 gram/cm³; sehingga termasuk dalam

kategori agregat normal.

Pasir yang berasal dari Sungai Krasak, Sleman, Yogyakarta, menurut

Gonita (1999) memiliki rata-rata berat satuan 1,677 gram/cm³, menurut Sulastari
(1996) memiliki rata-rata berat satuan 1,250 gram/cm³ sedangkan menurut Suzan

(1995) memiliki rata-rata berat satuan 1,550 gram/cm³.

Menurut Timuranto (2001), pasir yang berasal dari Sungai Bebeng,

Muntilan, Jawa Tengah memiliki rata-rata berat satuan 1,594 gram/cm³; termasuk

dalam kategori agregat normal.

Menurut Tjokrodimuljo (2002) pasir dari breksi batu ringan asal desa

Bawuran, kecamatan Pleret, kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta,

memiliki berat satuan 0,97 gram/cm³ sehingga dapat dikategorikan sebagai

agregat ringan.

Pada Gambar 2.2. dapat diketahui berat satuan pasir dengan daerah

pengambilan pasir yang berasal dari Sungai Progo (Kulon Progo), Sungai Krasak

(Sleman, Yogyakarta), Sungai Bebeng (Muntilan, Jawa Tengah) dan desa

Bawuran (Bantul, Yogyakarta).

Gambar 2.2. Berat Satuan Pasir dengan Daerah Pengambilan Pasir Berbeda
(Kusumawardaningsih, 2003)
3. Kadar Air Pasir

Kadar air pasir dihitung berdasarkan perbandingan berat pasir dalam

kondisi jenuh kering muka atau SSD (Saturated Surface Dry) dikurangi berat

pasir kondisi kering tungku, terhadap berat pasir kondisi kering tungku

(Kusumawardaningsih, 2003). Yang dimaksud pasir dalam kondisi jenuh kering

muka (SSD) adalah pasir yang permukaannya kering, tetapi butir-butirnya berisi

air sejumlah yang dapat diserap. Dengan demikian butiran-butiran agregat pada

tahap ini tidak menyerap dan juga tidak menambah jumlah air bila dipakai dalam

campuran adukan beton (Tjokrodimuljo, 1992). Kadar air pasir dapat dihitung

dengan rumus :

W0-W4
Kadar air pasir = x 100%
W4
dengan, W0 = berat pasir SSD (gram)

W4 = berat pasir kering tungku (gram)

4. Gradasi Pasir

Menurut Tjokrodimuljo (1998), gradasi pasir adalah distribusi ukuran

butir pasir. Bila butir-butir pasir mempunyai ukuran yang sama (seragam) volume

pori akan besar. Sebaliknya bila ukuran butirannya bervariasi akan terjadi volume

pori yang kecil. Hal ini karena butiran yang kecil mengisi pori diantara butiran

yang lebih besar, sehingga pori-porinya menjadi lebih sedikit, dengan kata lain

kemampatannya tinggi.
Untuk menyatakan gradasi pasir, dipakai nilai persentase berat butiran

yang tertinggal atau lewat dalam susunan ayakan. Susunan ayakan pasir yang

dipakai adalah : 10; 4,80; 2,40; 1,20; 0,60; 0,30 dan 0,15 mm.

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan gradasi pasir berupa modulus halus

butir (mhb) dan tingkat kekasaran pasir. Mhb menunjukkan ukuran kehalusan

atau kekasaran butir-butir agregat yang dihitung dari jumlah persen kumulatif

tertahan dibagi 100. Makin besar nilai mhb menunjukkan semakin besar butir-

butir agregatnya. Pada umumnya nilai mhb pasir berkisar antara 1,5 -3,8

(Tjokrodimuljo, 1998).

Berdasarkan British Standard yang juga dipakai dalam SK SNI-T-15-

1990-03 (Tjokrodimuljo, 1998) tentang Standar Tata Cara Pembuatan Rencana

Campuran Beton Normal, kekasaran pasir dapat dibagi menjadi empat kelompok

menurut gradasinya, yaitu pasir halus, pasir agak halus, pasir agak kasar dan pasir

kasar, sebagaimana tampak pada Tabel 2.2 dan Gambar 2.3.


Tabel 2.2. Gradasi Pasir

Lubang Persen berat butir yang lewat ayakan


Ayakan Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IV
(mm)
10 100 100 100 100
4,8 90-100 90-100 90-100 95-100
2,4 60-95 75-100 85-100 95-100
1,2 30-70 55-90 75-100 90-100
0,6 15-34 35-59 60-79 80-100
0,3 5-20 8-30 12-40 15-50
0,15 0-10 0-10 0-10 0-15
Keterangan : Daerah I = pasir kasar
Derah II = pasir agak kasar
Daerah III = pasir agak halus
Daerah IV = pasir halus
Sumber : Tjokrodimuljo, 1998

Gambar 2.3. Gradasi Pasir (Tjokrodomuljo, 1996)


Menurut Erniawati (1998) pasir yang berasal dari sungai Progo, Kulon

Progo memiliki mhb 3,269 dan tingkat kekasaran pada Daerah II yaitu pasir agak

kasar.

Pasir yang berasal dari Sungai Krasak, Sleman, Yogyakarta, menurut

Gonita (1999) memiliki mhb 2,69 dan menurut Sulastari (1996) memiliki mhb

2,32 serta memiliki tingkat kekasaran pada Daerah II yaitu pasir agak kasar.

Sedangkan menurut Suzan (1995) pasir yang berasal dari Sungai Krasak, Sleman,

Yogyakarta memiliki mhb 2,611 dan tingkat kekasaran pada Daerah I yaitu pasir

kasar.

Menurut Timuranto (2001) pasir yang berasal dari Sungai Bebeng,

Muntilan, Jawa Tengah memiliki mhb 3,4 dan tingkat kekasaran pada Daerah II

yaitu pasir agak kasar.

Menurut Setiaji (2002) pasir dari breksi batu ringan asal desa Bawuran,

kecamatan Pleret, kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, memiliki mhb

2,711 dan tingkat kekasaran pada Daerah II yaitu pasir agak kasar.

Pada Gambar 2.4 dapat dilihat diagram yang menunjukkan nilai mhb pasir

dengan daerah pengambilan pasir yang berasal dari Sungai Progo (Kulon Progo),

Sungai Krasak (Sleman, Yogyakarta), Sungai Bebeng (Muntilan, Jawa Tengah)

dan desa Bawuran (Bantul, Yogyakarta).


Gambar 2.4. Nilai Modulus Halus Butir (Mhb) Pasir dengan Daerah Pengambilan
Pasir Berbeda (Kusumawardaningsih, 2003)

D. Kapur

Kapur adalah bahan bangunan yang diperoleh dari batu kapur yang

dibakar sampai menjadi klinker dan digiling sehingga menjadi bubuk halus

seperti semen (PUBI, 1982). Kapur juga dapat disebut dengan semen non hidrolik

karena fungsinya hampir sama dengan semen tetapi kapur tidak dapat mengikat

dan mengeras dalam air. Kapur akan mengikat dan mengeras apabila

berhubungan dengan udara.

Fungsi utama kapur dalam pembuatan genteng beton sebagai bahan

pengikat seperti halnya semen yang bertujuan agar genteng beton yang dihasilkan

diperoleh permukaan yang halus serta tidak terjadi porous.


E. Air

Tjokrodimuljo (1998) menjelaskan bahwa air merupakan bahan dasar

untuk membuat beton atau mortar yang penting, namun harganya paling murah.

Air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum, memenuhi syarat pula

sebagai bahan campuran dalam adukan mortar atau beton.

Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta sebagai bahan pelumas

antara butir-butir agregat supaya mortar atau beton mudah dikerjakan dan

dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, diperlukan air sekitar 0,30 kali berat

semen, namun kenyataannya apabila dipakai nilai fas kurang dari 0,35 adukan

beton atau mortar menjadi sulit dikerjakan, sehingga umumnya berat air lebih dari

0,35 berat semen, yaitu antara 0,4 - 0,6. Adanya kelebihan air tersebut berfungsi

sebagai pelumas.

F. Serat

Ada bermacam-macam jenis serat yang dapat dipakai untuk pembuatan

beton serat dan aplikasinya dalam pembuatan genteng beton serat. Macam-macam

jenis serat tersebut adalah (Dwiyono, 2000) :

(1) Serat asbestos

Serat asbestos dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

a). Crhysotile asbestos (serat asbestos putih) mempunyai rumus kimia

3MgO.2SiO2.H2O dan merupakan mineral yang tersedia cukup banyak di

alam. Serat ini mempunyai diameter minimum 0,001 m. Ditinjau dari segi

kekuatannya cukup baik, tetapi serat ini jarang tersedia dipasaran umum
sehingga menjadikan kurang banyak digunakan sebagai bahan tambah

beton.

b). Crodidolite asbestos mempunyai rumus kimia Na2O.Fe2O3.3FeO.

8SiO2.H2O. Serat ini mempunyai kuat tarik yang cukup tinggi sekitar 3500

MPa dan cukup banyak terdapat di Kanada, Afrika Selatan dan Rusia.

Hambatan jarang dipakainya serat ini adalah sulit didapatkan disetiap

negara sehingga harganya relatif mahal, disamping itu beberapa tahun

belakangan ini banyak pendapat tentang bahaya serat ini terhadap

kesehatan manusia, serat ini dianggap sebagai salah satu penyebab

penyakit kanker (karsirorganik).

(2) Serat kaca (glass fiber)

Serat ini mempunyai kuat tarik yang cukup tinggi, sehingga penambahan serat

kaca pada beton akan meningkatkan kuat lentur beton. Tetapi permukaan serat

kaca yang licin mengakibatkan daya lekat terhadap bahan ikatnya menjadi

lemah dan serat ini kurang tahan terhadap sifat alkali semen sehingga dalam

jangka waktu lama serat akan rusak. Disamping itu serat kaca ini jarang sekali

ditemukan dipasaran Indonesia sehingga serat ini hampir tidak pernah dipakai

untuk campuran beton di Indonesia.

(3) Serat baja (steel fiber)

Serat baja mempunyai banyak kelebihan, diantaranya : mempunyai kuat tarik

dan modulus elastisitas yang cukup tinggi, tidak mengalami perubahan bentuk

akibat pengaruh sifat alkali semen. Penambahan serat baja pada beton akan

menaikkan kuat tarik, kuat lentur dan kuat impak beton. Kelemahan serat baja

adalah : apabila serat baja tidak terlindung dalam beton akan mudah terjadi
karat (korosi), adanya kecenderungan serat baja tidak menyebar secara merata

dalam adukan dan serat baja hasil produksi pabrik harganya cukup mahal.

(4) Serat karbon

Serat karbon mempunyai beberapa kelebihan yaitu : tahan terhadap

lingkungan agresif, stabil pada suhu yang tinggi, tahan terhadap abrasi, relatif

kaku dan lebih tahan lama. Tetapi penyebaran serat karbon dalam adukan

beton lebih sulit dibandingkan dengan serat jenis lain.

(5) Serat polypropylene

Serat polypropylene dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai tali rafia.

Serat polypropylene mempunyai sifat tahan terhadap serangan kimia,

permukaannya tidak basah sehingga mencegah terjadinya penggumpalan serat

selama pengadukan. Serat polypropylene mempunyai titik leleh 165°C dan

mampu digunakan pada suhu lebih dari 100°C untuk jangka waktu pendek.

(6) Serat polyethylene

Serat polyethylene dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai tali tambang

plastik. Serat polyethylene ini hampir sama dengan serat polypropylene hanya

bentuknya berupa serat tunggal.

(7) Serat alami

Ada bermacam-macam serat alami antara lain : abaca, sisal, jute, ramie, ijuk,

serat serabut kelapa dan lain-lain. Kuat tarik beberapa serat serat tersebut

dapat dilihat pada Tabel 2.3. dan Tabel 2.4.


Tabel 2.3. Kuat Tarik Serat Daun

Serat Kuat tarik (MPa)


Abaca 427
Sisal 278
Henequin 205
Phormium 230
Cantala 120
Sanseivera 286
Sumber : Spence & Cook,1983

Tabel 2.4. Kuat Tarik Serat Batang

Serat Kuat tarik (MPa)


Flax 340
Jute 218
Hemp 309
Sunn 282
Ramie 292
Kenaf 180
Urena 122
Rosele 187
Sumber : Spence & Cook,1983

Dari bermacam-macam serat alami hanya akan kami uraikan mengenai

serat ijuk. Serat ijuk yaitu serabut berwarna hitam dan liat, yang terdapat pada

bagian pangkal dan pelepah daun pohon aren (Soeseno, 1992 dalam Jatmiko,

1999). Pohon aren menghasilkan ijuk pada 4-5 tahun terakhir. Serat ijuk yang

memuaskan diperoleh dari pohon yang sudah tua, tetapi sebelum tandan (bakal)

buah muncul (sekitar umur 4 tahun), karena saat tandan (bakal) buah muncul ijuk

menjadi kecil-kecil dan jelek. Ijuk yang dihasilkan pohon aren mempunyai sifat
fisik diantaranya : berupa helaian benang (serat) berwarna hitam, berdiameter

kurang dari 0,5 mm, bersifat kaku dan ulet (tidak mudah putus).

Selama ini pemanfaatan ijuk belum terlalu banyak yaitu diantaranya


sebagai bahan pembuat sapu dan tali tambang. Masih banyak serat ijuk yang
belum dimanfaatkan sehingga terbuang percuma. Perkembangan teknologi
memungkinkan perluasan pemanfaatan serat ijuk, diantaranya sebagai pengisi
bahan bangunan. Ijuk bersifat lentur dan tidak mudah rapuh, sangat tahan
terhadap genangan asam termasuk genangan air laut yang mengandung garam
(Sunanto, 1993 dalam Wiyadi, 1999). Dengan karakteristik ijuk seperti ini maka
diharapkan dapat memperbaiki sifat kurang baik beton, baik secara kimia maupun
fisika. Salah satunya yaitu sebagai bahan campuran pembuatan genteng beton.

G. Mortar
Menurut Tjokrodimuljo (1996), mortar sering disebut mortel atau spesi
yaitu adukan yang terdiri dari pasir, bahan perekat dan air. Bahan perekat dapat
berupa tanah liat, kapur maupun semen. Bila tanah liat yang dipakai sebagai
bahan perekat disebut mortar lumpur, bila dari kapur disebut mortar kapur, begitu
juga bila semen portland yang dipakai sebagai bahan perekat maka disebut mortar
semen. Bila mortar dibuat dengan cara menambahkan bahan khusus seperti fiber
pada mortar semen atau mortar kapur, maka disebut mortar khusus.
Rosadhan (2000) melakukan penelitian mengenai genteng beton dengan
bahan tambahan serat serabut kelapa yang berasal dari daerah Wonokerto Kasihan
Bantul Yogyakarta, menggunakan pasir dari sungai Bebeng Muntilan, semen
portland yang dipakai merk Nusantara, sedangkan kapur yang digunakan merk
Mustika Jaya dari Gunung Kidul. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan
serat serabut kelapa pada bahan susun genteng beton, dengan variasi berat serabut
kelapa 100; 200; 300; 400 dan 500 gram panjang @1-2 cm, kadar air 4,153 %
dengan berat jenis 0,456 dan berat satuan serat serabut kelapa 0,2632 gram/cm3;
pada perbandingan bahan susun semen portland : kapur : pasir = 1 : 2 : 3, dengan
fas 0,42, nilai rata-rata sebaran mortarnya 20,8 cm; menghasilkan kuat lentur
masing-masing sebesar 144,243; 158,705; 165,777; 138,868 dan 121,474 kg/cm².
Berat benda uji genteng beton akibat penambahan serat serabut kelapa dengan
variasi berat serabut kelapa 100; 200; 300; 400 dan 500 gram adalah 4501; 4440;
4377; 4285 dan 4141 gram dan daya serap airnya masing-masing 5,47%; 5,98%;
6,32%; 6,85% dan 7,76%. Dari hasil pengujian daya rembes genteng beton tiap
kelompok perlakuan menunjukkan bahwa pada semua penambahan serat serabut
kelapa dengan variasi persentase kelapa 100; 200; 300; 400 dan 500 gram,
genteng beton tidak rembes kecuali pada penambahan 500 gram; selain itu pada
pandangan luar genteng beton menunjukkan permukaan genteng beton tidak
mengalami retak dan tidak mudah repih, serta halus kecuali pada variasi
penambahan 400 dan 500 gram permukaannya agak kasar.
Dwiyono (2000) melakukan penelitian mengenai mutu genteng beton
dengan bahan tambahan serat serabut kelapa. yang berasal dari daerah Tambakan
Jogonalan Klaten, menggunakan pasir dari sungai Boyong Sleman, semen
portland pozolan yang dipakai bermerk Nusantara, sedangkan kapur yang
digunakan bermerk Mustika Jaya dari Gunung Kidul. Penelitian ini menunjukkan
bahwa penambahan serat serabut kelapa pada bahan susun genteng beton, dengan
variasi persentase tambahan berat serabut kelapa 0%; 0,5%; 1%; 1,5%; 2% dan
2,5% dari volume pasir, panjang serat @1-2 cm, kadar air 4,235 % dengan berat
jenis 0,453 dan berat satuan serat serabut kelapa 0,2641 gram/cm3, fas 0,43, nilai
rata-rata sebaran mortarnya 19,8 cm; pada perbandingan bahan susun semen
portland : kapur : pasir = 1 : 3 : 3 menghasilkan kuat lentur masing-masing
sebesar 137,8573 ; 124,8034 ; 124,7776 ; 114,8407 ; 135,2855 dan 144,7225
kg/cm². Berat benda uji genteng beton akibat penambahan serat serabut kelapa
dengan variasi berat serabut kelapa 0%; 0,5%; 1%; 1,5%; 2% dan 2,5% dari
volume pasir adalah 4828,0; 4723,7; 4692,6; 4605,2; 4676,2 dan 4680,6 gram.
Daya serap airnya masing-masing adalah 5,487%; 4,599%; 5,569%; 8,183%;
6,504% dan 6,648%. Dari hasil pengujian daya rembes genteng beton tiap
kelompok perlakuan menunjukkan bahwa pada semua penambahan serat serabut
kelapa dengan variasi persentase 0%; 0,5%; 1%; 1,5%; 2% dan 2,5% dari volume
pasir genteng tidak rembes, selain itu pada pandangan luar genteng beton
menunjukkan permukaan genteng beton tidak mengalami retak, halus dan tidak
mudah repih (sudut-sudut genteng beton tidak mudah patah).
Wiyadi (1999) melakukan penelitian mengenai genteng beton dengan
tambahan serat serabut ijuk yang diambil dari daerah Sayung Demak,
menggunakan pasir Muntilan, semen portland yang dipakai merk Nusantara.
Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan serat ijuk dengan variasi berat
serat ijuk 0%; 1%; 2%; 3%; 4% dan 5% dengan panjang @1,5-2 cm, kadar air
3,922% dengan berat jenis 0,834 dan berat satuan serat ijuk 0,243 gram/cm3,
pada perbandingan bahan susun semen portland : pasir 1 : 2,5; menggunakan fas
0,35, nilai rata-rata sebaran mortarnya 21,2 cm; menghasilkan kuat lentur
genteng masing-masing 124.850; 124,944; 126,670; 129,724, 131,442 dan
127,556 kg/cm². Berat benda uji genteng beton akibat penambahan serat ijuk
dengan variasi berat ijuk 0%; 1%; 2%; 3%; 4% dan 5% adalah 4936; 4727;
4696; 4625; 4563 dan 4554 gram dan daya serap airnya masing-masing 4,74%;
4,97%; 5,12%; 5,35%; 5,52%; dan 5,78%. Dari hasil pengujian daya rembes
genteng beton tiap kelompok perlakuan menunjukkan bahwa pada semua
penambahan serat ijuk dengan variasi persentase 0%; 1%; 2%; 3%; 4% dan 5%
genteng beton tidak rembes, selain itu pada pandangan luar genteng beton
menunjukkan permukaan genteng beton tidak mengalami retak dan tidak mudah
repih, serta halus kecuali pada variasi penambahan 5% permukaannya agak
kasar.
Dari penelitian-penelitian tentang genteng beton serat yang telah
diuraikan di atas, maka dapat kita lihat hasilnya dalam Tabel 2.5.a, Tabel 2.5.b
dan Tabel 2.5.c.

Tabel 2.5.a. Karakteristik Genteng Beton Serat Menurut Beberapa Peneliti

No Peneliti Fas Nilai sebaran Penambahan Kuat lentur Serapan Berat


(tahun) (cm) serat (gram/cm2) (%) (gram)
100 gram 144,243 5,47 4501
200 gram 158,705 5,98 4440
1 Rosadhan 0,42 20,8 300 gram 165,777 6,32 4377
(2000) 400 gram 138,868 6,85 4285
500 gram 121,474 7,76 4141
0% 137,8573 5,487 4828,0
0,5% 124,8034 4,599 4723,7
2 Dwiyono 0,43 19,8 1% 124,7776 5,569 4692,6
(2000) 1,5% 114,8407 8,183 4605,2
2% 135,2855 6,504 4676,2
2,5% 144,7225 6,648 4680,6
0% 124,850 4,74 4936
1% 124,944 4,97 4727
3 Wiyadi 0,35 21,2 2% 126, 670 5,12 4696
(1999) 3% 129,724 5,35 4625
4% 131,442 5,52 4563
5% 127,556 5,78 4554
Tabel 2.5.b. Karakteristik Bahan Susun Genteng Beton Serat Menurut Beberapa Penelitian

No Peneliti Pasir Serat Semen Kapur Perbandingan volume


(tahun) Asal Berat Berat Jenis Asal Berat Berat Kadar Jenis Berat Berat Berat Berat semen : kapur : pasir
satuan jenis satuan jenis air (merk) satuan jenis satuan jenis
1 Rosadhan Sungai 1,654 2,379 Serabut Kasihan 0,263 0,436 4,123 SP* 1,395 2,981 1,210 1,782 1 : 2 : 3
(2000) Bebeng kelapa (Bantul) (Nusantara)
(Muntilan)
2 Dwiyono Sungai 1,587 2,362 Serabut Jogonalan 0,264 0,423 4,235 SPP** 1,396 3,011 1,211 1,797 1 : 3 : 3
(2000) Boyong kelapa (Klaten) (Nusantara)
(Sleman)
3 Wiyadi Sungai 1,665 2,375 Ijuk Sayung 0,243 0,834 3,922 SP* 1,394 2,980 - - 1 : 0 : 2,5
(1999) Bebeng (Demak) (Nusantara)
(Muntilan)
Keterangan : * SP = Semen Portland
**
SPP = Semen Portland Pozolan

Tabel 2.5.c. Kebutuhan Bahan Susun Genteng Beton Serat Menurut Beberapa Peneliti

No Peneliti Kebutuhan bahan susun per 10 genteng beton (gram/cm3) Volume genteng beton
(tahun) Air Semen Kapur Pasir Serat (cm3)

1 Rosadhan 752,000 1791,5 2070,000 3530,700 300,001 2500


(2000)
2 Dwiyono 549,700 1278,428 3105,000 3085,714 101,900 2500
(2000)
3 Wiyadi 219,954 628,440 - 2284,554 37,704 1425
(1999)
H. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh Penambahan Serat Ijuk terhadap Beban Lentur dan Berat

Jenis Genteng Beton

Salah satu kelemahan beton adalah mempunyai sifat getas dan kurang

mampu menahan tegangan tarik (Dwiyono, 2000). Genteng beton merupakan

bentuk aplikasi penggunaan beton sebagai bahan bangunan non struktural

secara otomatis memiliki kelemahan yang sama.

Upaya untuk memperbaiki sifat beton, salah satunya dengan

menambahkan serat kedalam adukan beton. Penambahan adukan serat

kedalam adukan beton memberikan peningkatan terhadap mutu beton.

Penambahan serat yang terlalu pendek diperkirakan kurang efektif

karena tidak cukup ikatan yang terjadi antara bahan pengikat dengan serat

yang ada didalamnya, sebaliknya penambahan serat yang terlalu panjang juga

kurang efektif karena akan terjadi penggumpalan dan penyebaran serat tidak

merata (Sudarmoko, 1993). Penentuan panjang serat yang digunakan

berpedoman pada aspek rasio serat, yaitu perbandingan panjang dengan

diameternya (antara 50-100). Jumlah serat yang sedikit diperkirakan belum

berpengaruh, tetapi sebaliknya jumlah serat yang terlalu banyak menjadikan

adukan genteng beton sulit dikerjakan. Konsentrasi serat yang efektif

digunakan adalah 2% volume (Sudarmoko, 1993).

Penambahan serat ijuk dalam adukan genteng beton berpengaruh

terhadap beban lentur genteng beton yang dihasilkan. Pada genteng beton
tanpa serat, beban lentur yang bekerja ditahan oleh ikatan antara semen, pasir,

dan kapur. Sedangkan pada genteng beton serat, beban lentur yang bekerja

ditahan oleh ikatan antara semen, pasir, dan kapur ditambah oleh serat,

sehingga genteng beton serat akan lebih mampu menahan tegangan lentur.

Penambahan serat pada adukan genteng beton berpengaruh terhadap berat

jenis genteng beton yang dihasilkan. Pada genteng beton serat, berat jenisnya

akan lebih kecil dibandingkan dengan genteng beton tanpa serat.

2. Pengaruh Pengurangan Pasir terhadap Beban Lentur dan Berat Jenis

Genteng Beton

Pengurangan pasir dalam adukan genteng beton berpengaruh terhadap

mutu genteng beton yang dihasilkan yaitu beban lenturnya bertambah dan

berat jenisnya makin kecil (Dwiyono, 2000). Ikatan antara bahan penyusun

genteng beton serat yang kuat menyebabkan :

(1) Genteng beton serat yang dihasilkan tidak mudah retak, sehingga memiliki

penampakan permukaan luar yang baik.

(2) Genteng beton yang dihasilkan lebih mampu menahan tegangan lentur.

(3) Pengurangan pasir dalam adukan genteng beton menyebabkan berat

jenisnya lebih kecil.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Bahan dan Benda Uji

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, adalah :

a. Air

Air yang digunakan untuk pembuatan genteng beton ini, berasal dari air

sumur yang berada di lokasi pembuatan genteng beton yaitu di Laboratorium

Loka Teknologi Permukiman Semarang yang terletak di Jalan Raya

Kembangarum Km.15 Mranggen Timur Semarang.

b. Semen

Semen yang dipakai adalah semen portland merk Nusantara jenis I dengan

kemasan 40 kg.

c. Pasir

Pasir yang dipakai adalah pasir Muntilan. Kondisi pasir yang digunakan

dalam penelitian ini butirannya lolos ayakan 5 mm dan dalam keadaan jenuh

kering muka (SSD).

d. Kapur

Kapur yang digunakan dalam penelitian ini dibeli dari toko bangunan

“Bintang Jaya” yang terletak di Jalan Raya Mranggen No. 68 Semarang.

Kapur mill yang digunakan semua butirannya lolos ayakan 0,09 mm.
e. Serat ijuk

Serat ijuk yang dipakai dalam penelitian ini berdiameter ± 0,3 mm dalam

kondisi jenuh kering muka atau SSD (Saturated Surface Dry) dan dipotong-

potong dengan panjang ± 1-2 cm dengan persentase 0%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2%

dan 2,5% terhadap berat pasir yang digunakan. Serat ijuk ini diperoleh dari

desa Subah, kecamatan Subah, kabupaten Batang.

2. Benda Uji

Pada penelitian ini dibuat 1 macam bentuk benda uji genteng beton

(lihat Gambar 3.1.) dengan jumlah benda uji untuk setiap pengujian masing-

masing 3 buah. Jumlah benda uji pada setiap variabel dan jenis pengujian dapat

dilihat pada Tabel 3.1.

Gambar 3.1. Benda Uji Genteng Beton


Tabel 3.1. Jumlah Persentase Penambahan Serat dan Pengurangan Pasir, serta
Jumlah Benda Uji Genteng Beton untuk Pengujian Beban lentur dan Berat
Jenis.

Penambahan serat dan pengurangan pasir Jumlah benda uji untuk pengujian
(%) Beban lentur Berat jenis
0 3 3
0,5 3 3
1 3 3
1,5 3 3
2 3 3
2,5 3 3
Jumlah 18 18

B. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi :

1. Ayakan dan mesin penggetar

Ayakan dan mesin penggetar digunakan untuk memeriksa gradasi pasir.

Ayakan yang digunakan bermerk RETSCH buatan Jerman, sedangkan mesin

penggetar yang digunakan dari Pascal England Engeneering. Susunan lubang

untuk ayakan pasir, berturut-turut adalah : 4,80mm; 2,40mm; 1,20mm;

0,60mm; 0,30mm dan 0,15mm serta dilengkapi dengan tutup dan pan (lihat

Gambar 3.2).
Gambar 3.2. Ayakan dan Mesin Penggetar

2. Meja sebar (flow table)

Meja sebar berfungsi untuk mengetahui konsistensi (kelecakan) atau nilai

sebar adukan mortar sebelum dicetak. Meja sebar yang digunakan bermerk

TATONAS, terdiri atas :

a. Alas meja. Terbuat dari kuningan, tebal 20 mm dan berdiameter 300 mm.

Pada alas meja terdapat empat garis yang bersudut masing-masing 45°

yang berguna untuk pembacaan nilai sebar adukan mortar yang diuji.

b. Kerucut kuningan. Memiliki diameter atas 69,8 mm, diameter bawah 102

mm dengan tinggi dengan tinggi 50,8 mm.

Selain itu, meja sebar juga dilengkapi dengan jangka sorong (menyerupai

kaliper dari kuningan dengan skala yang menunjukkan persentase penyebaran

adukan mortar) dan penumbuk dari kuningan (untuk memadatkan adukan

mortar) seperti yang terlihat pada Gambar 3.4.


Gambar 3.3. Meja Sebar

3. Jangka sorong

Jangka sorong dengan ketelitian 0,1 mm digunakan untuk pengujian ukuran

genteng beton (lihat Gambar 3.5).

Gambar 3.4. Jangka Sorong

4. Timbangan

Penelitian ini menggunakan 2 buah timbangan :


a. Timbangan kodok, merk Fagani Scales, dengan ketelitian 1 gram

digunakan untuk mengukur berat sampel kurang dari 10 kg.

b. Timbangan elektrik, merk SARTORIUS dengan ketelitian 0,01 gram

digunakan untuk menimbang berat serat ijuk.

5. Alat uji lentur

Digunakan untuk menguji beban lentur genteng beton (terdapat di

Laboratorium Loka Teknologi Pemukiman Semarang). Alat uji lentur ini

dapat dilihat pada Gambar 3.8 Halaman 46.

6. Oven

Digunakan untuk mengoven benda uji/ sampel (lihat Gambar 3.5).

Gambar 3.5. Oven

7. Alat pemotong (dipakai gunting dan pisau)

Digunakan untuk memotong serat ijuk panjang ± 1-2 cm.

8. Ayakan diameter 5 mm

Digunakan untuk mengayak pasir yang akan dipakai dalam pembuatan

genteng beton.
9. Ayakan diameter 0,09 mm

Digunakan untuk menguji kehalusan semen portland dan kapur.

10. Molen pengaduk

Digunakan untuk mengaduk bahan susun genteng beton (lihat Gambar 3.6).

Gambar 3.6. Molen Pengaduk

11. Cetakan

Digunakan untuk mencetak genteng beton, alat ini terdapat di tempat

penelitian terdiri atas cetakan baja dan alat penekan/pemadat.

Gambar 3.7. Cetakan Genteng Beton


12. Mistar

Digunakan untuk mengukur panjang serat yang akan dipotong.

13. Gelas ukur

Digunakan untuk mengukur volume air yang digunakan dalam campuran

bahan genteng beton.

14. Cetok

Digunakan untuk mengambil atau mengangkat bahan susun genteng beton.

15. Sekop

Digunakan untuk menuangkan bahan-bahan genteng beton ke alat pengaduk

dan ke alat pengangkut.

16. Takaran adonan

Digunakan untuk menakar adonan yang akan dicetak.

17. Tempat pengeringan genteng

Terbuat dari kayu yang tersusun rapi, digunakan untuk mengeringkan

genteng beton yang telah dicetak.

18. Bak perendam

Bak perendam yang ada di Loka Teknologi Penelitian Semarang sudah

didesain khusus, terbuat dari konstruksi beton dengan ukuran 3m x 1m,

dengan kedalaman 1 m. Bak perendam digunakan untuk merendam genteng

beton yang sudah dikeringkan selama 24 jam, dengan lama perendaman

minimal 24 hari.
C. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu di Laboratorium

Mekanika Tanah dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

UNNES dan di tempat pembuatan benda uji genteng beton di Laboratorium Loka

Teknologi Permukiman Semarang yang terletak di Jalan Raya Kembangarum

Km.15 Mranggen Timur Semarang..

Langkah-langkah pelaksanaan penelitian, dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan yang dilakukan meliputi :

a. Persiapan pasir yang akan digunakan, yaitu mengayak pasir sehingga pasir

lolos lubang ayakan 5mm, kemudian pasir dikondisikan dalam keadaan

jenuh kering muka atau SSD (Saturated Surface Dry). Pasir tersebut

selanjutnya disimpan untuk digunakan pada tahap penelitian selanjutnya.

b. Persiapan semen portland yang akan digunakan, yaitu dengan memeriksa

apakah semen dalam kondisi halus tidak menggumpal. Semen yang

digunakan semua butirannya lolos ayakan 0,09 mm.

c. Persiapan kapur yang akan digunakan, semua butirannya lolos ayakan 0,09

mm.

d. Persiapan serat ijuk yang akan digunakan, yaitu dengan memilih serat ijuk

yang berdiameter ± 0,3 mm dan memotongnya dengan panjang ± 1-2 cm.

2. Pemeriksaan Karakteristik Pasir

Pemeriksaan karakteristik pasir bertujuan untuk mengetahui keadaan fisik

pasir sebenarnya. Pemeriksaan karakteristik pasir yang digunakan adalah sesuai


dengan pengujian standar (Anonim, 1999), meliputi :

a. Pemeriksaan berat jenis pasir

b. Pemeriksaan berat satuan pasir

c. Pemeriksaan kadar air pasir

d. Pemeriksaan gradasi pasir

3. Menetapkan Faktor Air Semen (Fas) yang Akan Dipakai untuk

Membuat Adukan Genteng Beton

Dalam penelitian ini ditetapkan memakai perbandingan 1 semen : 0,997

kapur : 2,990 pasir, selanjutnya dikonversikan kedalam perbandingan berat

dengan cara mengalikan perbandingan volume dengan berat satuan semen,

kapur dan pasir.

Kemudian dari perbandingan berat yang didapat dibuat campuran kering

yang terdiri atas semen, kapur, pasir dan serat ijuk, campuran diaduk sampai

berwarna sama dan rata. Penambahan serat ijuk di sini sesuai dengan besarnya

persentase serat yang dipakai terhadap berat pasir. Setelah itu dicoba

ditambahkan air sedikit demi sedikit (volume air yang ditambahkan selalu

dicatat) secara merata sambil tetap diaduk, sampai didapatkan adukan mortar

yang homogen dan dirasakan sudah memiliki nilai fas yang cocok untuk

pengadukan dan pembuatan mortar yang siap untuk dicetak. Dalam

menentukan nilai fas agar sama, maka dalam pengadukannya dipakai

penambahan persentase serat ijuk yang paling besar yaitu 2,5%.


Kemudian adukan mortar diperiksa konsistensi atau nilai sebarnya.

Pemeriksaan konsistensi atau nilai sebar dilakukan dengan cara memasukkan

adukan mortar segar kedalam kerucut kuningan diatas meja sebar, selanjutnya

adukan mortar dipadatkan dengan menumbuk dan permukaan bagian atas

diratakan sehingga sama dengan permukaan kerucut kuningan. Setelah 1 menit,

kerucut kuningan diangkat dan meja sebar dijatuhkan 25 kali (25 ketukan)

selama 15 detik. Diameter sebaran mortar diukur dalam 4 arah atau garis yang

terdapat pada meja sebar. Nilai sebaran adalah penjumlahan keempat nilai

tersebut dalam satuan persen.

4. Perencanaan Kebutuhan Bahan Per Adukan untuk Membuat Sejumlah

Benda Uji Genteng Beton

Dalam penelitian ini, telah ditetapkan memakai perbandingan volume

semen : kapur : pasir = 1 : 0,997 : 2.990 selanjutnya perbandingan volume ini

dikonversikan ke dalam perbandingan berat dengan cara mengalikan

perbandingan volume dengan berat satuan semen portland, kapur dan pasir; hal

ini dilakukan untuk mengetahui jumlah perencanaan kebutuhan bahan per

adukan dalam membuat sejumlah benda uji genteng beton. Sedangkan

kebutuhan serat ijuk yang digunakan untuk membuat genteng beton serat setiap

perlakuan adalah 0%; 0,5%; 1,5%; 2% dan 2,5% dari berat pasir yang

diperlukan.

Dalam penelitian ini telah dilakukan penelitian pendahuluan dengan cara

coba-coba pada penambahan persentase serat ijuk dan pengurangan pasir yang
paling besar yaitu sebesar 2,5%. Dari penelitian pendahuluan yang dilakukan

itu, diperoleh nilai fas yang cocok sebesar 0,56; sehingga pembuatan benda uji

genteng beton mudah dikerjakan. Adapun berat satuan dari masing-masing

bahan pembuat benda uji genteng beton adalah sebagai berikut :

Berat satuan semen = 1,250 gram/cm3 (lihat lampiran 6)

Berat satuan kapur mill = 1,086 gram/cm3 (lihat lampiran 9)

Berat satuan pasir = 1,489 gram/cm3 (lihat lampiran 2)

Tabel 3.2 memperlihatkan perkiraan perbandingan pemakaian bahan

susun yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3.2 Perbandingan Pemakaian Bahan Susun

Air Semen Kapur Pasir Serat


Perbandingan volume - 1 0,997 2,990 -
Perbandingan berat satuan - 1,250* 1,086* 4,467* -

Perbandingan berat pemakaian bahan susun 0,56** 1 0,866 3,562 -


Perbandingan berat pemakaian bahan susun 0,56** 1 0,866 3,473 0,089
dengan penambahan persentase serat ijuk
dan pengurangan pasir sebesar 2,5%
*
Keterangan = Berat satuan semen = 1,250
Berat satuan kapur mill = 1,086
Berat satuan pasir = 1,489
**
= Fas

Selanjutnya rencana kebutuhan bahan susun per adukan untuk membuat

sejumlah benda uji genteng beton dapat dihitung dan diperkirakan untuk membuat

sejumlah benda uji genteng beton yang diperlukan.


5. Pembuatan Benda Uji Genteng Beton

Langkah-langkah pembuatan benda uji genteng beton dibagi dalam 3

tahap, yaitu :

a. Persiapan Bahan Susun Genteng Beton

Persiapan bahan susun genteng beton meliputi : penimbangan semen,

kapur, pasir, serat dan air sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan. Pasir

yang akan ditimbang harus sudah dicuci dengan air bersih dan disimpan dalam

keadaan SSD.

Untuk mengetahui kondisi pasir tersebut SSD atau tidak, dilakukan

pengujian dengan Kerucut Abrams yang dilakukan dengan cara memasukkan

pasir ke dalam kerucut, kemudian dipadatkan dengan 25 pukulan, selanjutnya

kerucut diangkat. Bila pasir runtuh dan membentuk kerucut lancip, berarti pasir

tersebut SSD.

b. Tahap Pencampuran dan Pengadukan Bahan Susun Genteng Beton

Bahan susun genteng beton serat (semen, kapur, pasir, dan serat) setelah

ditimbang kemudian dimasukkan kedalam talam baja (atau ember) dan dicampur

dalam keadaan kering dengan menggunakan cetok sampai adukan menjadi

homogen, yaitu jika warnanya sudah sama. Selanjutnya tambahkan air ± 75% dari

jumlah air yang diperlukan, kemudian adukan diratakan dan sisa air yang

diperlukan ditambahkan sedikit-sedikit sambil adukan terus diratakan sampai

homogen.

c. Tahap Pencetakan Bahan Susun Genteng Beton

Adukan yang telah homogen, selanjutnya dituang dalam cetakan genteng

beton sampai penuh yang sebelumnya telah diolesi pelumas, kemudian


permukaan bagian atasnya diratakan dengan cetok. Letakkan alat penekan/

pemadat diatas cetakan yang berisi adukan. Lalu ditekan dan digosok-gosok

sampai halus (Wiyadi 1999), setelah itu genteng beton yang sudah jadi diangkat

ke tempat pemeliharaan. Demikian seterusnya langkah ini dilakukan berulang-

ulang hingga jumlah genteng beton mencapai jumlah yang diinginkan untuk diuji.

6. Perawatan Benda Uji Genteng Beton

Setelah proses pencetakan benda uji selesai, benda uji genteng beton yang

sudah dicetak, disimpan dalam ruangan yang lembab selama 24 jam. Kemudian

benda uji direndam dalam air bersih selama minimal 14 hari (dalam penelitian ini

selama 24 hari), setelah itu genteng beton diangkat dari tempat perendaman dan

diangin-anginkan sampai hari pengujian yaitu hari ke-28.

7. Pengujian Benda Uji Genteng Beton

a. Pengujian beban lentur genteng beton

Genteng beton yang sudah berumur 28 hari kemudian diuji beban

lenturnya. Alat penguji terdiri dari sebuah alat uji lentur yang dapat

memberikan beban secara teratur dan merata dengan ketelitian 0,1 kg.

Penumpu dan landasan terbuat dari besi, di bawah penumpu diberi tatakan

yang terbuat dari kayu dengan tebal tidak kurang dari 20 mm yang salah

satu sisinya dibuat lekukan sesuai dengan bentuk genteng beton dan

dilekatkan pada genteng beton dengan perekat aduk semen portland atau

gips. Jarak plat landasan sama dengan jarak reng dari genteng beton yang

bersangkutan. Pengujian dilakukan setelah perekat cukup keras.

Pembebanan lentur diberikan pada permukaan atas genteng melalui beban

yang diletakkan di tengah antara dua plat landasan sampai genteng patah.
Kekuatan lentur dinyatakan sebagai beban lentur dengan satuan kg. Alat uji

lentur dan keterangannya dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Keterangan :
1. Alat untuk mendeteksi
kekuatan lentur.
2. Hendle untuk menaikkan/
menurunkan landasan.
3. Penumpu dari besi.
4. Tatakan penumpu dari kayu.
5. Benda uji genteng beton.
6. Plat landasan dari besi

Gambar 3.8. Alat Uji Lentur

b. Pengujian berat jenis genteng beton

Pengujian ini untuk mengetahui berat jenis genteng beton dengan

penambahan serat ijuk. Langkah-langkahnya yaitu genteng beton yang

sudah kering ditimbang untuk selanjutnya genteng beton yang sama

ditimbang dalam air, setelah ditemukan beratnya lalu dihitung dengan

perbandingan berat genteng beton kering dibagi hasil pengurangan berat

genteng kering dengan berat genteng beton yang ditimbang dalam air.
D. Analisis Hasil

1. Karakteristik Pasir dan Serat

(a) Berat jenis pasir / serat

Berat jenis pasir / serat dapat dihitung dengan rumus :

Ρpsr atau ρsrt = W4

W3 + W0 – W5
dengan, ρpsr atau ρsrt = berat jenis pasir / serat
W0 = berat pasir / serat dalam keadaan jenuh kering
muka (gram)
W3 = berat piknometer berisi air (gram)
W5 = berat piknometer berisi pasir / serat + air (gram)
W4 = berat pasir / serat kering tungku (gram)

(b) Berat satuan pasir / serat

Berat satuan pasir / serat dihitung dengan rumus :

γsat, psr atau γsat, srt = W2 – W1


V
dengan, γsat, psr atau γsat, srt = berat satuan pasir / serat (gram/cm³)
W1 = berat piknometer (gram)
W2 = berat piknometer berisi pasir / serat (gram)
V = volume piknometer (cm³)

(c) Kadar air pasir / serat

Kadar air pasir / serat dihitung dengan rumus :


wpsr atau wsrt = W0 – W4 x 100%
W4
dengan, W0 = berat pasir / serat SSD (gram)
W4 = berat pasir / serat kering tungku (gram)
2. Karakteristik Genteng Beton

(a) Beban lentur genteng beton

Nilai beban lentur genteng beton diperoleh dari beban maksimal yang

mampu ditahan oleh genteng beton.

(b) Berat jenis genteng beton

Berat jenis genteng beton dihitung dengan rumus : ρgtg btn = W6


W6 – W7
dengan, ρgtg btn = berat jenis genteng beton
W6 = berat genteng beton kering (gram)
W7 = berat genteng beton ditimbang dalam air (gram)
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Pasir

Pemeriksaan karakteristik pasir yang dilakukan dalam penelitian ini

meliputi; pemeriksaan gradasi, berat jenis, berat satuan dan kadar air seperti yang

diuraikan berikut ini :

1. Berat Jenis

Dari hasil pemeriksaan berat jenis pasir diperoleh berat jenis pasir 2,379 (lihat

Lampiran 1). Menurut Tjokrodimuljo (1996) berat jenis pasir 2,3 masih

digolongkan sebagai agregat normal, sehingga pasir yang digunakan dalam

penelitian ini juga termasuk agregat normal.

2. Berat Satuan

Hasil pemeriksaan berat satuan pasir dapat dilihat pada Lampiran 2, yaitu

1,489 gram/cm3. Menurut Tjokrodimuljo (1996) berat satuan pasir dari

agregat normal adalah 1,2-1,6 gram/cm3. Karena berat satuan pasir yang

diperoleh adalah 1,489 gram/cm3 maka pasir yang digunakan dapat

digolongkan sebagai agregat normal.

3. Kadar Air

Hasil pemeriksaan kadar air pasir dapat dilihat pada Lampiran 3, yaitu

diperoleh 4,204%.
4. Gradasi Pasir

Dari hasil pemeriksaan distribusi ukuran butir (gradasi) pasir, diperoleh nilai

modulus halus butir (mhb) pasir sekitar 2,902 (lihat Lampiran 4); nilai mhb

ini memenuhi persyaratan pasir sebagai agregat halus yaitu antara 1,50-3,80.

Menurut British Standard tentang Standar Tata Cara Pembuatan Rencana

Campuran Beton Ringan, tingkat kekasaran pasir ini termasuk dalam

kelompok daerah II yaitu pasir dengan butiran agak kasar.

B. Karakteristik Kapur

Pemeriksaaan karakteristik kapur yang digunakan dalam penelitian ini

meliputi; pemeriksaan berat jenis, berat satuan dan kadar air seperti yang

diuraikan berikut ini :

1. Berat Jenis Kapur

Dari pemeriksaan berat jenis kapur yang digunakan dalam penelitian ini (lihat

Lampiran 5) diperoleh berat jenis kapur 1,795.

2. Berat Satuan Kapur

Hasil pemeriksaan berat satuan kapur dapat dilihat pada Lampiran 6, yaitu

diperoleh 1,086 gram/cm3.

3. Kadar Air Kapur

Hasil pemeriksaan kadar air kapur yang digunakan dalam penelitian ini dapat

dilihat pada Lampiran 7, yaitu diperoleh 3,209%.


C. Karakteristik Serat Ijuk

Pemeriksaan karakteristik serat ijuk yang dilakukan dalam penelitian ini

meliputi; pemeriksaan berat jenis, berat satuan dan kadar air seperti yang

diuraikan berikut ini :

1. Berat Jenis Serat Ijuk

Dari pemeriksaan berat jenis serat ijuk yang digunakan dalam penelitian ini

(lihat Lampiran 8) diperoleh berat jenis serat ijuk 0,823.

2. Berat Satuan Serat Ijuk

Dari hasil pemeriksaan berat satuan serat ijuk yang digunakan dalam

penelitian ini (lihat Lampiran 9) diperoleh berat satuan serat ijuk 0,210

gram/cm3.

3. Kadar Air Serat Ijuk

Hasil pemeriksaan kadar air serat ijuk yang digunakan dalam penelitian ini

dapat dilihat pada Lampiran 10, yaitu diperoleh 5,250%.

D. Karakteristik Mortar Genteng Beton

Hasil pemeriksaan nilai sebar dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 4.1 yang memperlihatkan bahwa dengan menggunakan perbandingan

volume semen portland : kapur : pasir = 1 : 0,997 : 2,990 dengan tambahan serat

ijuk dan pengurangan pasir 2,5% serta nilai fas 0.56 diketahui diameter

penyebaran adukan rata-rata dari 4 arah pengukuran adalah 17,625 cm, sehingga
rata-rata nilai sebar mortar sebesar 70,5%. Hasil pengujian yang dilakukan ini

sesuai dengan ASTM D: C270-57T (Sulastri, 1996 dalam Kusumawardaningsih

2002) yang menetapkan nilai sebar adukan mortar sebesar 70-115%, hal ini

berkaitan dengan kemudahan pengerjaan pada adukan mortar semen.

Tabel 4.1 Konsistensi (Nilai Sebar) Mortar Genteng Beton

Nomor Perbandingan volume FAS Pembacaan Nilai sebar


adukan Semen Kapur Pasir Flow table (%)
1 1 0,997 2,990 0,56 17,5 17,5 18 17,5 70,5
2 1 0,997 2,990 0,56 17 18 18 17,5 70,5
Rata-rata = 0,56 70,5

Dari hasil pemeriksaan nilai sebar mortar diatas maka fas 0,56

digunakan untuk merencanakan kebutuhan bahan adukan mortar untuk membuat

genteng beton.

E. Karakteristik Genteng Beton

1. Pengujian Beban Lentur

Pengujian beban lentur benda uji genteng beton dilakukan pada

umur 28 hari dengan jumlah benda uji 3 buah untuk masing-masing variabel

penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir 0%; 0,5%; 1%; 1,5%; 2%; dan

2,5%. Data hasil pengujian beban lentur genteng beton dapat dilihat pada

Tabel 4.2, Gambar 4.1 dan Lampiran 11.


Tabel 4.2. Hasil Pengujian Beban Lentur Genteng Beton dengan Penambahan
Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir

No Kelompok Perlakuan Beban Lentur Rata-rata


(kg) (kg)
65,48
1 0% 59,04 62,25
62,22
63,66
2 0,5% 66,63 63,75
60,95
64,44
3 1% 63,25 67,85
75,82
70,66
4 1,5% 72,56 70,43
68,08
75,38
5 2% 72,47 73,97
74,05
75,79
6 2,5% 75,96 75,32
74,20

ru 80
tn 67.84 70.43 73.97 75.32
60 62.25 63.75
e )g
L 40
na K
(
be 20
B 0
0% 0.5 1% 1.5 2% 2.5
Persentase Penambahan Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir…

Gambar 4.1. Grafik Hubungan Penambahan Persentase Serat Ijuk dan


Pengurangan Pasir dengan Beban Lentur Genteng Beton.
Hasil pengujian beban lentur genteng beton memperlihatkan bahwa

semakin besar persentase penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir yang

diberikan, semakin besar beban lentur genteng beton yang dihasilkan.

Genteng beton tanpa tambahan serat ijuk beban lentur rata-ratanya

62,25 kg, sedangkan pada penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir 0,5%

beban lentur rata-ratanya sebesar 63,75 kg. Pada penambahan serat ijuk dan

pengurangan pasir 1% beban lentur rata-ratanya 67,84 kg, sedangkan pada

penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir 1,5% beban lentur rata-ratanya

70,43 kg. Pada penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir 2% beban lentur

rata-ratanya 73,97 kg, dan untuk penambahan serat ijuk dan pengurangan

pasir 2,5 beban lentur rata-ratanya 75,32 kg.

Hal ini menunjukkan bahwa genteng beton yang dibuat dengan

penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir pada persentase 0,5%; 1%;

1,5%; 2%; dan 2,5% akan menghasilkan genteng beton yang memiliki beban

lentur yang lebih tinggi dibandingkan dengan genteng beton tanpa tambahan

serat ijuk. Dari hasil beban lentur genteng beton yang diperoleh, genteng

beton ini tidak memenuhi persyaratan SNI 0447-81 dalam golongan mutu II

yang harus mampu menahan beban lentur sebesar 80 kg (lihat Tabel 2.1

Halaman 9).

2. Pengujian Berat Jenis

Pengujian berat jenis benda uji genteng beton dilakukan pada umur

28 hari dengan jumlah benda uji 3 buah untuk masing-masing variabel

penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir 0%; 0,5%; 1%; 1,5%; 2%; dan
2,5%. Data hasil pengujian berat jenis genteng beton dapat dilihat pada Tabel

4.3, Gambar 4.2 dan Lampiran 15.

Tabel 4.3. Hasil Pengujian Berat Jenis Genteng Beton dengan Penambahan
Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir

No Kelompok Perlakuan Berat Jenis Rata-rata

2,101
1 0% 2,103 2,106
2,114
2,095
2 0,5% 2,097 2,094
2,090
2,005
3 1% 2,025 2,017
2,023
1,923
4 1,5% 1,934 1,930
1,932
1,908
5 2% 1,932 1,929
1,947
1,896
6 2,5% 1,900 1,902
1,911

2.5
2.106 2.094 2.017 1.93 1.929 1.902
si 2
en
tJa 1.5
re
B 1

0.5
0

0 0.5 1 1.5 2 2.5


Persentase Penambahan Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir
(%)

Gambar 4.2. Grafik Hubungan Penambahan Persentase Serat Ijuk dan


Pengurangan Pasir dengan Berat Jenis Genteng Beton
Hasil pengujian berat jenis genteng beton memperlihatkan bahwa

pada persentase penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir yang semakin

besar, semakin kecil berat jenis genteng beton yang dihasilkan.

Berat jenis rata-rata genteng beton tanpa penambahan serat ijuk dan

pengurangan pasir adalah sebesar 2,106 sedangkan berat jenis rata-rata

genteng beton dengan penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir 0,5%

adalah sebesar 2,094. Genteng beton dengan penambahan serat ijuk dan

pengurangan pasir 1% berat jenis rata-ratanya sebesar 2,017. Untuk

penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir 1,5% berat jenis rata-rata

genteng betonnya sebesar 1,930. Berat jenis rata-rata genteng beton dengan

penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir 2% adalah sebesar 1,929

sedangkan berat jenis rata-rata genteng beton dengan penambahan serat ijuk

dan pengurangan pasir 2,5% adalah sebesar 1,902.

Hal ini menunjukkan bahwa genteng beton yang dibuat dengan

penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir pada persentase 0,5%; 1%;

1,5%; 2%; dan 2,5% akan menghasilkan genteng beton yang memiliki berat

jenis yang lebih kecil dibandingkan dengan genteng beton tanpa tambahan

serat ijuk.

3. Hubungan antara Beban Lentur dan Berat Jenis Genteng Beton

Hasil yang diperoleh dari pengujian beban lentur dan berat jenis

genteng beton secara terpisah masing-masing telah diuraikan pada sub bab

yang lain. Hubungan antara beban lentur dan berat jenis genteng beton dalam

penelitian ini adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.3.
Tabel 4.4. Hubungan Beban Lentur dan Berat Jenis Genteng Beton dengan
Persentase Penambahan Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir

No Persentase Penambahan Serat Ijuk dan Beban Lentur Berat Jenis


Urut Pengurangan Pasir (kg)
1 0% 62,25 2,106
2 0,5% 63,75 2,094
3 1% 67,84 2,017
4 1,5% 70,43 1,930
5 2% 73,97 1,929
6 2,5% 75,32 1,902

2,150
2.106 2.094
2,100
2,050
s 2.017
i
n
2,000
e 1.930 1.929
J
1,950
t 1.902
a
r1,900
e
B
1,850
1,800
62.25 63.75 67.84 70.43 73.97 75.32
69,38 71,40 75,97 78,88 82,84 84,36
Beban Lentur
(kg)

Gambar 4.3. Grafik Hubungan Beban Lentur dan Berat Jenis Genteng Beton
dengan Persentase Penambahan Serat Ijuk dan Pengurangan
Pasir

Dari hubungan antara beban lentur dan berat jenis genteng beton

pada penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir dengan persentase 0%;

0,5%; 1%; 1,5%; 2%; dan 2,5%, dapat disimpulkan bahwa semakin besar

beban lentur genteng beton yang dihasilkan, berat jenis genteng betonnya

semakin kecil.
F. Kebutuhan Bahan Susun

Hasil perhitungan kebutuhan bahan susun setiap 1 m3 adukan mortar

genteng beton dapat dilihat pada Tabel 4.5. Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa

pada perbandingan berat yang sama, kebutuhan bahan untuk 1 m3 adukan mortar

genteng beton adalah berbeda. Hal ini disebabkan karena berat jenis mortar

genteng beton yang dihasilkan berbeda akibat variasi penambahan serat ijuk dan

pengurangan pasir yang berbeda. Untuk pemberian variasi penambahan serat ijuk

dan pengurangan pasir 0%; 0,5%; 1%; 1,5%; 2%; dan 2,5% berat jenis genteng

beton cenderung mengalami penurunan seiring dengan penambahan serat ijuk

dan pengurangan pasir yang diberikan.

Dari hasil perhitungan kebutuhan bahan susun setiap 1 m3 adukan

mortar genteng beton dapat pula dihitung volume bahan susum untuk setiap 1 m3

adukan moratar genteng beton seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.5. Kebutuhan Berat Bahan Susun Untuk Setiap 1 M3 Adukan Mortar Genteng Beton

Penambahan Berat jenis Perbandingan berat Kebutuhan bahan tiap 1 m3 adukan (kg)
persentase genteng
Air Semen Kapur Pasir Serat Air Semen Kapur Pasir Serat Jumlah
serat beton
(a) (b) (c) (d)
0% 2,106 0,56 1 0,866 3,562 0 196,95 351,70 304,57 1252,77 0 2106
0,5% 2,094 0,56 1 0,866 3,544 0,018 195,83 349,70 302,84 1239,33 6,30 2094
1% 2,017 0,56 1 0,866 3,527 0,035 188,63 336,84 291,70 1188,04 11,79 2017
1,5% 1,930 0,56 1 0,866 3,509 0,053 180,49 322,31 279,12 1130,99 17,08 1930
2% 1,929 0,56 1 0,866 3,491 0,071 180,40 322,14 278,98 1124,60 22,87 1929
2,5% 1,902 0,56 1 0,866 3,473 0,089 177,88 317,63 275,07 1103,15 28,27 1902
Keterangan : Digunakan perbandingan volume = semen : kapur : pasir = 1 : 0,997 : 2,990
Berat satuan semen = 1,250 gram/cm3
Berat satuan kapur = 1,086 gram/cm3
Berat satuan pasir = 1,489 gram/cm3

Tabel 4.6. Kebutuhan Volume Bahan Susun Untuk Setiap 1 M3 Adukan Mortar Genteng Beton

Penambahan Kebutuhan bahan tiap 1 m3 adukan (kg) Volume bahan susun (dm3)
persentase serat Air Semen Kapur Pasir Serat ijuk Air Semen Kapur Pasir Serat ijuk
0% 196,95 351,70 304,57 1252,77 0 196,95 111,65 169,68 526,59 0
0,5% 195,83 349,70 302,84 1239,33 6,30 195,83 111,02 168,71 520,95 7,65
1% 188,63 336,84 291,70 1188,04 11,79 188,63 106,93 162,51 499,39 14,33
1,5% 180,49 322,31 279,12 1130,99 17,08 180,49 102,32 155,50 475,41 20,75
2% 180,40 322,14 278,98 1124,60 22,87 180,40 102,27 155,42 472,72 27,79
2,5% 177,88 317,63 275,07 1103,15 28,27 177,88 100,83 153,24 463,70 34,35
Keterangan : Digunakan perbandingan volume = semen : kapur: pasir = 1 : 0,997 : 2,990
Berat jenis air = 1 kg/dm3
Berat jenis semen = 3,150 kg/dm3
Berat jenis kapur = 1,795 kg/dm3
Berat jenis pasir = 2,379 kg/dm3
Berat jenis serat ijuk = 0,823 kg/dm3
M
Volume bahan susun = V = ρ

ρ= M
V
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan

sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan hal-hal sebagai berikut:

1. Serat ijuk yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari desa Subah,

kecamatan Subah, kabupaten Batang. Serat ijuk ini mempunyai berat jenis =

0,823; berat satuan = 0,210 gram/cm3 dan kadar air sebesar 5,250%.

2. Kapur yang digunakan dalam penelitian ini dibeli dari toko bangunan “Bintang

Jaya” yang terletak di Jalan Raya Mranggen No. 68 Semarang. Kapur ini

mempunyai berat jenis = 1,795; berat satuan = 1,086 gram/cm3 dan kadar air

sebesar = 3,209%.

3. Pasir yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sungai Bebeng,

Muntilan, Jawa Tengah. Pasir ini mempunyai berat jenis = 2,379; berat satuan

= 1,489 gram/cm3; kadar air = 4,204% dan gradasi pasir yang termasuk dalam

daerah II yaitu pasir agak kasar.

4. Beban lentur genteng beton tanpa serat (dengan penambahan serat ijuk dan

pengurangan pasir 0%) beban lentur rata-ratanya = 62,25 kg, beban lentur

genteng beton tertinggi terjadi pada penambahan serat ijuk dan pengurangan

pasir 2,5% yaitu = 75,32 kg, sedangkan beban lentur genteng beton terendah

terjadi pada penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir 0,5% yaitu = 63,75

kg.
5. Berat jenis genteng beton tanpa serat (dengan penambahan serat ijuk dan

pengurangan pasir 0%) berat jenis rata-ratanya = 2,106, berat jenis genteng

beton terendah terjadi pada penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir

2,5% yaitu = 1,902, sedangkan berat jenis genteng beton tertinggi terjadi pada

penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir 0,5% yaitu = 2,094.

6. Semakin tinggi beban lentur genteng beton yang dihasilkan akibat

penambahan serat ijuk dan pengurangan pasir, semakin rendah berat jenis

genteng beton yang dihasilkan.

7. Genteng beton yang dihasilkan dengan penambahn serat ijuk dan pengurangan

pasir pada penelitian ini, cocok untuk bangunan rumah tinggal sederhana yang

tidak mempersyaratkan mutu genteng karena semua genteng beton yang diuji

tidak memenuhi beban lentur minimalnya dari persyaratan SNI 0447-81 untuk

golongan mutu II.

B. Saran - saran

1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dicoba menggunakan persentase serat

ijuk yang lebih tinggi atau bervariasi tetapi campurannya tetap supaya

diketahui peningkatan beban lentur yang maksimal akibat penambahan ijuk

dan pengurangan pasir.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan persentase penambahan serat

ijuk yang sama tetapi perbandingan bahan susunnya berbeda.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tingkat ekonomis, keawetan

dan sifat-sifat genteng beton yang lain dengan penambahan serat ijuk.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1980, Mutu dan Cara Uji Kapur Bangunan (SNI.0024-80). Jakarta :
Departemen Perindustrian.
Anonim, 1980, Mutu dan Cara Uji Genteng Beton (SNI.0024-80). Jakarta :
Departemen Perindustrian.
Anonim, 1982, Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI-1982).
Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman, Badan
Penelitian dan Pengembangan.
Anonim, 1989, Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A (SK SNI S-04-1989-F).
Bandung : Yayasan Lembaga Masalah Bangunan, Departemen
Pekerjaan Umum.
Anonim, 1993, Pengaruh Penambahan Serat pada Sifat Struktural Beton Serat.
Yogyakarta : Penelitian, Universitas Gajah Mada (UGM).
Anonim, 1999, Petunjuk Praktek Teknologi Beton. Yogyakarta : Yogyakarta :
Laboratorium Bahan Bangunan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Gajah Mada (UGM).
Ariyanto, 1998, Pengaruh Penambahan Serat Serabut Kelapa Terhadap Mutu
Genteng Beton. Semarang : Skripsi, Jurusan Pendidikan Teknik
Bangunan, Fakultas Pendidikan Teknik Kejuruan (FPTK), Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP), Semarang :
Dwiyono, 2000, Perbedaan Mutu Genteng Beton yang Dihasilkan Dengan
Penambahan Serat Serabut Kelapa dan Pengurangan Pasir Sesuai
Prosentase Serat Yang Ditambahkan. Yogyakarta : Skripsi, Jurusan
Pendidikan Teknik Bangunan, Fakultas Teknik, Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY).
Ekowardoyo, K.B., 2002, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Skripsi, Tesis dan
Disertasi. Semarang : Universitas Negeri Semarang (UNNES).
Gani, M.S.J., 1997, Cement And Concrete, Chapman And Hall, London.
Haryoto, 1995, Membuat Genteng Ijuk Semen. Yogyakarta : Kanisius.
Jouche, R. dkk, 1993, Pengaruh Penambahan Serat Serabut Kelapa Pada
Pembuatan Genteng Beton. Yogyakarta : Majalah Ilmiah BIMN,
No.693/94. 8-12.
Kusumawardaningsih, Y., 2003, Pengaruh Tekanan Saat Proses Percetakan
Terhadap Karakteristik Mortar dari Agregat Ringan. Yogyakarta :
Tesis, Jurusan Ilmu-Ilmu Teknik, Program Pasca Sarjana,
Universitas Gajah Mada (UGM).
Murdock, L.J., dan Brook, K.M., 1991, Bahan dan Praktek Beton. Jakarta :
Erlangga.
Nevile, A.M., dan Brooks, J.J., 1987, Concrete Technology, Longman Scientific
& Technical, New York.
Ola, A.L., dkk, 1993, Penelitian Pemanfaatan Serat Serabut Kelapa Untuk
Plafon. Yogyakarta : Majalah Ilmiah BIMN, No 124. 1-26.
Pangat, 1991, Perbedaan Kuat Desak Mortar dengan Bahan Pengikat Kapur
Mill di Kodya Yogyakarta dan Sekitarnya. Yogyakarta : Lembaga
Penelitian Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP)
Yogyakarta.
Rosadhan, Y., 2000, Pengaruh Penambahan Serat Serabut Kelapa dan Serbuk
Sampah Terhadap Kuat Lentur dan Daya Serap Air. Yogyakarta :
Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Gajah Mada (UGM).
Sudarmoko, 1991, Kuat Tarik Beton Serat Bendrat. Yogyakarta : Universitas
Gajah Mada (UGM).
Sujana, 1992, Metode Statistika. Bandung : Tarsito.
Sutrisno Hadi, 1989, Statistik Jilid II. Yogyakarta : Andi Omset.
Sutrisno Hadi, 1989, Statistik Jilid III. Yogyakarta : Andi Omset.
Tjokrodimuljo, K., 1996, Teknologi Beton. Yogyakarta : Nafiri.
Tjokrodimuljo, K., 1998, Pengetahuan Dasar Beton Sebagai Bahan Bangunan
Alternatif, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Beton dan
Aplikasi Software Untuk Perancangan Bangunan Sipil. Yogyakarta :
Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, Universitas Gajah Mada
(UGM).
Wiyadi, 1999, Pengaruh Penambahan Serat Ijuk terhadap Mutu Genteng Beton.
Semarang : Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Negeri
Semarang (UNNES).

You might also like