You are on page 1of 38

1

PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN


EMPING MELINJO

PENDAHULUAN
Tanaman melinjo dapat tumbuh pada ketinggian tempat 0-1.200 m
dpl. Dengan demikian, tanaman melinjo dapat tumbuh di pegunungan
berhawa lembab, bisa juga didataran rendah yang relatif kering. Namun
agar dapat berproduksi secara maksimal, melinjo sebaiknya ditanam di
dataran rendah yang ketinggiannya tidak lebih dari 400 m dpl dan dengan
curah hujan sekitar 3.000-5.000 mm/tahun merata sepanjang tahun.
Tanaman melinjo sudah dapat dipanen setelah berumur 5-6 tahun.
Panen dilakukan dua kali setahun. Panen besar sekitar bulan Mei-Juli,
sedangkan panen kecil sekitar bulan Oktober-Desember. Sedangkan
pemungutan bunga dan daun muda dapat dilakukan kapan saja. Hasil
melinjo per pohon untuk tanaman melinjo yang sudah dewasa bervariasi
antara 15.000-20.000 biji. Menurut petani, tanaman melinjo umur 15 tahun
hasil produksi buahnya mencapai 50 kg klatak (buah yang telah dikupas
kulitnya) sekali panen, berarti produksi yang diperoleh klatak 100
kg/pohon/tahun.
Berbagai bagian dari pohon melinjo dapat dimanfaatkan sebagai bahan
makanan. Diantaranya, daun, biji melinjo dan kulit biji melinjo sering
dimanfaatkan sebagai bahan untuk sayur. Selain itu, bijinya juga dapat
diolah menjadi emping.
Emping melinjo adalah sejenis keripik yang dibuat dari biji melinjo
yang telah tua. Proses pembuatan emping tidak sulit dan dapat dilakukan
dengan menggunakan alat-alat sederhana. Emping melinjo merupakan
salah satu komoditi pengolahan hasil pertanian yang memiliki nilai tinggi,
baik karena harga jual yang relatif tinggi maupun sebagai komoditi ekspor
yang dapat mendatangkan devisa. Sejauh ini, emping diekspor ke
2

negara-negara tetangga di antaranya ke Singapura, Malaysia dan Brunei.


Bahkan, pasar ekspor yang potensial menjangkau Jepang, Eropa dan
Amerika.
Emping melinjo dapat dibagi menjadi beberapa jenis tergantung
kualitas emping. Emping yang bermutu tinggi adalah emping yang sesuai
dengan standar (SNI 01-3712-1995) yaitu emping yang tipis sehingga
kelihatan agak bening dengan diameter seragam kering sehingga dapat
digoreng langsung. Emping dengan mutu yang lebih rendah mempunyai
ciri lebih tebal, diameter kurang seragam, dan kadang-kadang masih
harus dijemur sebelum digoreng.
Sampai sekarang, pembuatan emping yang bermutu tinggi masih
belum dapat dilakukan dengan bantuan alat mekanis pemipih. Emping ini
masih harus dipipihkan secara manual oleh pengrajin emping yang telah
berpengalaman.

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

Pola Usaha
Propinsi Banten merupakan satu diantara sentra industri emping
melinjo yang relatif besar di Indonesia. Sentra tersebut tersebar di hamper
seluruh kabupaten di Banten, salah satunya adalah Kabupaten
Pandeglang.
Usaha emping melinjo di Kabupaten Pandeglang baru dirintis pada
tahun 1960-an. Sebelumnya, biji melinjo yang dihasilkan di daerah ini
masih belum dimanfaatkan. Data Dinas Perkebunan Banten, hingga akhir
tahun 2004, secara keseluruhan luas lahan melinjo di Propinsi Banten
sekitar 6.610 ha dengan produksi 14.011 ton buah melinjo. Dari total luas
lahan tersebut, sebagian besar (48%) berada di Kabupaten Pandeglang,
sisanya tersebar di Kabupaten Lebak dan Serang. Pada awal-awal
3

produksinya, hasil produksi emping melinjo dari Banten tidak dipasarkan


di daerah setempat, melainkan dipasarkan di Jakarta.
Potensi bahan baku biji melinjo yang banyak tersebut,
menempatkan Pandeglang sebagai sentra industri emping yang penting.
Data dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar, Dinas Pertanian
dan Peternakan dan Kantor Koperasi Kabupaten Pandeglang
menginfomasikan di wilayah Pandeglang terdapat ±125 pengusaha. Rata-
rata, setiap pengusaha memperkerjakan antara 50 sampai 250 pengrajin.
Usaha emping melinjo dijalankan dengan keterlibatan tenaga kerja
yang intensif sebagai pengrajin. Pada umumnya, pengusaha emping
melinjo di Pandeglang memberi pinjaman peralatan dan bahan baku (biji
melinjo) kepada pengrajin untuk digunakan membuat emping. Emping
yang dihasilkan oleh pengrajin kemudian dikembalikan lagi kepada
pengusaha. Sedangkan pengrajin akan memperoleh upah dari pengusaha
berdasarkan jumlah emping yang dihasilkan.

Pola Pembiayaan
Pada umumnya pengusaha emping melinjo mengawali usaha
dengan modal sendiri. Setelah berkembang, beberapa diantaranya mulai
mengakses kredit dari perbankan. Kebutuhan kredit tersebut biasanya
untuk modal kerja. Kebutuhan modal kerja terutama untuk pengadaan
bahan baku biji melinjo yang relatif besar. Hal ini mengingat, masa panen
buah melinjo hanya dua kali setahun. Oleh karena itu, pengusaha perlu
menyediakan bahan baku yang cukup untuk keberlanjutan produksinya
dalam satu tahun.
Prosedur untuk memperoleh kredit antara lain kelayakan usaha,
ketersediaan jaminan, fotokopi KTP, surat nikah, Kartu Keluarga, dan
Perizinan Usaha. Sedangkan penilaian kredit, umumnya bank
menggunakan kriteria 5C (Capital, Capacity, Collateral, Character,
Condition). Dari kelima C, aspek karakter (character) danjaminan
4

(collateral) relatif menjadi prioritas penilaian. Karakter yang meliputi


keuletan pengusaha sangat menentukan keberlangsungan usaha yang
berarti mengindikasikan kelancaran pembayaran kredit. Sedangkan
agunan sebagai jaminan bagi bank jika pengusaha tidak dapat
mengembalikan kredit. Jaminan yang digunakan dapat berupa sertifikat
tanah/bangunan tempat usaha.
Perihal cara perhitungan bunga kredit, masing-masing bank
menggunakan cara berbeda-beda. Ada bank yang menggunakan sistem
bunga menurun, yaitu perhitungan bunga dihitung berdasarkan jumlah
sisa pinjaman dan ada juga bank yang menggunakan sistem bunga flat
atau tetap sepanjang jangka waktu kredit.
Dari hasil survei, bank yang memberi kredit untuk usaha emping
melinjo antara lain Bank Jabar, BRI dan Bank Danamon. Kredit yang
dibutuhkan adalah kredit modal kerja. Berdasarkan informasi dari pihak
bank diketahui bahwa pengusaha emping melinjo tergolong nasabah yang
taat. Hal ini dapat diketahui dengan pengulangan kredit oleh beberapa
pengusaha emping.

ASPEK PEMASARAN

Permintaan
Permintaan akan emping melinjo secara nasional terus mengalami
peningkatan. Dari data BPS konsumsi melinjo (termasuk emping) per
kapita per bulan mengalami peningkatan yaitu dari 0,234 kg pada tahun
2002 menjadi 0,240 kg pada tahun 2005 atau meningkat sebesar 2,5%.
Permintaan atas produk emping melinjo datang dari berbagai
macam konsumen mulai dari konsumen lokal (kabupaten Pandeglang),
Propinsi Jawa Barat (Tangerang, Serang), antar Propinsi (DKI Jakarta,
Kalimantan) sampai ke mancanegara yaitu Belanda, Arab Saudi,
Australia, Taiwan, Malaysia, dan sebagainya.
5

Penawaran
Data dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar Kabupaten
Pandeglang menginformasikan bahwa kemampuan produksi pengusaha
emping di wilayah tersebut mencapai ±96.000 kg per tahun. Sehubungan
dengan kuantitas produksi ini, pengusaha emping sering tak mampu
memenuhi permintaan dalam jumlah besar dan kontinyu. Hal ini karena
keterbatasan kapasitas produksi, mengingat pekerjaan mengemping
merupakan pekerjaan padat karya. Akibatnya, peluang pasar emping baik
domestik maupun ekspor masih belum mampu dipenuhi.
Secara nasional, penawaran emping melinjo masih dapat
ditingkatkan. Data Departemen Pertanian, menunjukan bahwa produksi
tanaman melinjo secara nasional kecenderung meningkat walaupun luas
lahan semakin sedikit. Peningkatan produksi ini dikarenakan
meningkatnya produktifitas tanaman melinjo, selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Produktifitas Tanaman Melinjo di Indonesia


Indikator Satuan 2003 2004 2005 2006
Luas panen Ha 17.403,27 17.948,00 16.292,00 14.615,00
Produksi Ton 244.864,00 209.629,00 210.836,00 239.209,00
Produktivitas Ton/Ha 14,07 11,68 12,94 16,37

Kecenderungan makin meningkatnya ketersedian bahan baku


menjadi indikasi potensi bagi pengembangan industri emping. Merujuk
dari peluang pasar yang masih terbuka, maka masih diperlukan
peningkatan produksi emping.

Persaingan dan Peluang Pasar


Persaingan sentra industri emping melinjo di Pandeglang adalah
sentra-sentra industri sejenis baik di sekitar Pandeglang, wilayah sekitar
Banten maupun dari sentra di luar Banten. Sentra di luar Banten yang
6

terkenal antara lain Limpung – Jawa Tengah, Yogyakarta, Lampung dan


lain-lain. Persaingan kuat terjadi dalam hal penggunaan bahan baku biji
melinjo. Ini mengingat biji melinjo asal Banten merupakan bahan baku
terbaik untuk emping. Selain itu biji melinjo tersedia terbatas karena panen
hanya dapat dilakukan dua kali dalam satu tahun.
Pada umumnya pengusaha-pengusaha dari daerah Jawa&
merupakan pengusaha besar dengan modal kuat. Oleh karena itu,
pengusaha tersebut mampu membeli bahan baku dalam jumlah
besar/curah untuk stok produksinya. Akibatnya, tidak jarang pengusaha
Banten mengalami kelangkaan bahan baku sehingga harus membeli dari
luar Banten.
Perluasan pasar untuk produk emping melinjo masih sangat
terbuka. Masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang belum dimasuki
oleh para pengusaha, seperti wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi,
Nusa Tenggara sampai dengan Papua. Pasar luar negeri pun tak kalah
besar, negara-negara seperti Jepang, Arab Saudi, Malaysia, bahkan
sampai ke Eropa dan Amerika. Informasi dari pengusaha di lokasi
penelitian, menyebutkan bahwa permintaan pasar domestik maupun
ekspor belum mampu dipenuhi karena keterbatasan kapasitas produksi.

Harga
Harga jual produk emping melinjo diperhitungkan berdasarkan
harga bahan baku, biaya produksi, kualitas produk dan keuntungan yang
diharapkan. Meskipun demikian, harga jual sangat dipengaruhi oleh
permintaan dan penawaran. Pada saat permintaan tinggi dan produk
terbatas maka harga emping relative tinggi, demikian juga sebaliknya.
Fluktuasi harga emping dapat dilihat pada Table 2.
7

Tabel 2. Fluktuasi Harga Jual Emping Melinjo Setiap Musimnya


Harga Jual Rata-rata* (Rp per kg)
Jenis Produk
Penjualan Tinggi Penjualan Sedang Penjualan Rendah
Emping Kualitas 1 24.000 20.000 16.000
Emping Kualitas 2 20.000 16.000 14.000
*Harga di tingkat produsen (data diolah 2006)

Jalur Pemasaran
Jalur pemasaran produk emping melinjo secara sederhana dapat
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Jalur Pemasaran Emping Melinjo

Jalur pemasaran yang paling dominan yaitu jalur pemasaran yang


melalui pedagang besar. Namun meskipun demikian, jalur pemasaran
yang memberikan keuntungan terbesar yaitu jalur pemasaran langsung ke
konsumen, hal ini karena frekuensinya sering dan pembayarannya
dilakukan secara tunai sehingga pengusaha bisa lebih cepat memutarkan
uangnya kembali. Sedangkan untuk jalur pemasaran melalui pedagang
besar volumenya relative besar dan pembayarannya dilakukan secara
kredit antara 2 minggu sampai 1 bulan setelah transaksi. Dampaknya,
8

pengusaha tidak dapat dengan cepat memutarkan uangnya kembali. Hal


ini membawa konsekuensi pada kebutuhan modal yang besar.

Kendala Pemasaran
1. Desain kemasan produk kurang menarik. Pelatihan
mengenai pembuatan desain kemasan produk masih kurang
sekali, sehingga para pengusaha tidak tahu bagaimana cara
membuat desain kemasan produk yang menarik.
2. Persepsi masyarakat tentang bahaya mengkonsumsi
emping melinjo, yaitu bisa terkena asam urat dan darah tinggi.
Persepsi tersebut mengakibatkan promosi emping terhambat.

ASPEK PRODUKSI

Lokasi Usaha
Usaha pengolahan emping melinjo sebaiknya berlokasi di dekat
sumber bahan baku yaitu kebun melinjo. Hal ini untuk menjaga mutu
bahan baku dan memudahkan transportasi. Mengingat biji melinjo
sebaiknya tidak disimpan terlalu lama sebelum diolah menjadi emping.
Buah melinjo yang disimpan lebih dari tiga bulan tanpa fasilitas
penyimpanan yang baik akan mempengaruhi kualitas emping yang
dihasilkan.
Daerah penghasil emping di kabupaten Pandeglang tersebar di
hampir seluruh wilayah kecamatan. Sentra industri emping melinjo yang
relatif besar diantaranya yaitu kecamatan Menes,Cikedal, Labuan, Jiput,
Pagelaran dan Saketi. Kecamatan Menes merupakan sentra industri
emping yang terkenal diantara kecamatan lain di Pandeglang.
9

Fasilitas Produksi
Fasilitas produksi yang diperlukan oleh pengusaha dalam
pembuatan emping melinjo adalah ruang produksi, ruang penyimpanan
bahan baku, ruang penyimpanan emping melinjo yang sudah jadi dan
showroom untuk menjual produk. Fasilitas produksi ini umumnya menjadi
satu dengan tempat tinggal, kecuali untuk ruang penyimpanan bahan
baku. Beberapa pengusaha mempunyai fasilitas ruang penyimpanan
bahan baku yang relatif baik dan terpisah dengan bagian produksi. Ruang
penyimpanan yang baik dapat menyimpan bahan baku biji melinjo sampai
delapan bulan.
Peralatan yang digunakan untuk memproduksi emping melinjo
masih sederhana, mudah diperoleh, dan relatif murah harganya. Alat-alat
yang diperlukan antara lain:
1. Batu landasan atau yang biasa disebut umpak. Umpak digunakan
sebagai tempat/alas untuk memipihkan biji melinjo. Umpak biasanya
memiliki permukaan yang rata dan licin serta terbuat dari kayu seperti
kayu mahoni dan kayu sawo, tetapi ada juga umpak yang terbuat dari
batu.. Umur ekonomis umpak biasanya berkisar antara 7-8 tahun.
Satu buah umpak harganya berkisar antara ±Rp 30.000 – Rp 40.000.
Sedangkan umpak dari baru harganya relatif lebih mahal yaitu
mencapai ±Rp150.000,- dengan umur ekonomis > 15 tahun.
2. Palu / martil. Martil digunakan untuk memecahkan cangkang/kulit
keras serta memipihkan biji melinjo yang sudah disangrai. Martil
tersebut terbuat dari besi baja. Ukuran berat martil bermacam-macam,
mulai dari 1 kg, 1,5 kg, dan 2 kg bahkan ada yang sampai 3 kg.
Semakin berat martil akan semakin bagus emping yang dihasilkan. Ini
karena berat martil menentukan kekuatan pemipihan biji melinjo.
Proses pemipihan yang baik adalah dengan cara memukulkan martil
pada biji melinjo 2-3 kali. Pemukulan yang berkali-kali justru akan
membuat emping pecah/hancur. Sedangkan pemukulan yang lemah
10

akan menghasilkan emping tebal. Martil yang terbuat dari besi baja
tersebut mempunyai umur ekonomis yang cukup lama yaitu > 20
tahun. Satu buah martil baja harganya ±Rp 40.000,-.
3. Sosok/kape. Serok atau yang biasa disebut kape ini terbuat dari
seng. Untuk memindahkan biji melinjo yang sudah dipipihkan di atas
umpak ke anyaman bambu/rigen, maka digunakan serok/kape. Satu
buah serok/kape tersebut harganya ±Rp 5.000 dan mempunyai umur
ekonomis sekitar ±1 tahun.
4. Wajan. Wajan digunakan untuk menyangrai biji melinjo. Wajan
tersebut terbuat dari tanah liat. Harga 1 unit wajan berkisar antara Rp
15.000 – Rp 25.000 dan mempunyai umur ekonomis antara 6 bulan –
1 tahun.
5. Serok. Serok yang digunakan untuk mengaduk-aduk dan
mengangkat biji melinjo yang disangrai di wajan biasanya terbuat dari
stainless steel atau tempurung kelapa agar tidak karatan. Serok
memiliki bagian bawah yang berlubang-lubang. Hal ini dimaksudkan
untuk memisahkan antara pasir dan biji melinjo ketika diangkat dari
wajan. Harga 1 unit serok berkisar antara Rp 5.000 – Rp 10.000
dengan umur ekonomis 6 bulan – 1 tahun.
6. Anyaman bambu (rigen). Anyaman bambu/rigen yang digunakan
untuk menjemur emping yang telah dipipihkan biasanya berukuran
70cm x 80cm dan 60cm x 120cm. Harga satu unit anyaman bambu
tersebut berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000 dengan umur
ekonomis rata-rata 6 bulan – 1 tahun.
7. Tungku. Tungku yang digunakan sebagai pemanas untuk
menyangrai biji melinjo terbuat dari batu bata dengan P x L x T = 20 x
25 x15 cm serta mempunyai umur ekonomis > 25 tahun. Untuk
membuat tungku tersebut biasanya tidak membutuhkan biaya, atau
kalaupun membutuhkan biaya, paling-paling hanya diperlukan ±Rp
2.000 untuk membuat satu unit tungku. Fungsi tungku ini dapat diganti
11

oleh kompor baik dengan bahan bakar minyak tanah, briket batubara
ataupun gas. Tetapi para pengrajin lebih menyukai menggunakan
tungku batu bata karena panasnya lebih merata dan awet.
8. Mesin pengepres kemasan. Mesin pengepres kemasan ada
beberapa jenis, dari yang sederhana sampai yang modern untuk
mengemas secara masal. Di wilayah survei mesin pengepres kemasan
yang umum digunakan, yaitu:
 Alat pengepres yang menggunakan tangan. Harga 1 unitnya ±
Rp350.000,- dengan umur ekonomis ± 3 tahun.
 Mesin pengepres semi otomatis yang biasanya disebut mesin
sealer otomatis. Harga 1 unitnya ±Rp 12.000.000 dengan umur
ekonomis ±5 tahun.

Bahan Baku
Bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi emping terdiri
dari bahan baku utama yaitu biji melinjo. Bahan baku diperoleh baik dari
hasil kebun sendiri, membeli dari pengumpul melinjo ataupun dipasok dari
petani melinjo langsung. Sebagian besar pengusaha emping di
Pandeglang mendapatkan bahan baku dengan membeli dari pengumpul
melinjo. Sedangkan untuk bahan-bahan pembantu seperti bumbu-bumbu,
diperoleh dengan cara membeli dari pasar.
Jalur distribusi bahan baku yang umum berlaku adalah sebagai
berikut:
Petani melinjo ==> Pengumpul ==> Pengusaha melinjo

Untuk menghasilkan emping yang berkualitas baik diperlukan


bahan baku yang berkualitas. Biji melinjo yang berkualitas baik adalah biji
melinjo yang sudah tua, yang secara fisik dapat diketahui dari kulit luar
yang berwarna merah dan relatif segar (tidak disimpan terlalu lama).
12

Tenaga Kerja
Tenaga kerja pada industri kecil emping melinjo ini terdiri dari
manajemen, karyawan administrasi umum serta tenaga kerja produksi
yang melakukan aktivitas proses produksi pembuatan emping melinjo.
Manajemen bertanggung jawab terhadap kelangsungan usaha dan
biasanya juga merupakan pemilik usaha.
Tenaga kerja produksi, yang sering disebut pengrajin, umumnya
adalah perempuan, yang biasanya berumur paruh baya (ibu-ibu). Tidak
ada kualifikasi khusus yang diperlukan dalam industri emping. Keahlian
membuat emping biasanya didapatkan dari turun-temurun. Bagi pengrajin
emping, pekerjaan membuat emping merupakan pekerjaan sampingan
dari pekerjaan utamanya yaitu bertani.
Sistem penggajian untuk tenaga kerja produksi adalah sistem upah
produksi. Pada sistem ini, para pengrajin emping membuat kelompok-
kelompok. Satu kelompok terdiri dari ±6-10 orang. Biasanya satu
kelompok tersebut dimodali satu set peralatan untuk tiap pengrajin dan biji
melinjo oleh pengusaha emping. Satu set peralatan yang diberikan antara
lain berupa umpak, martil dan wajan.
Modal natura berupa bahan baku biji melinjo, kemudian diproses
menjadi emping oleh pengrajin. Selanjutnya hasil produksi emping ini
dikembalikan lagi ke pengusaha. Pengusaha emping memberikan upah
kepada kelompok pengrajin berdasarkan jumlah emping yang mampu
diproduksi.
Pada lokasi penelitian, kisaran upah yang diterima para pengrajin
berkisar Rp 1.500 – Rp 3.000 per kg emping melinjo. Biasanya untuk
membuat satu kg emping, dibutuhkan dua kg bahan baku biji melinjo.
Rata-rata satu orang pengrajin mampu menghasilkan 5 kg emping per
hari.
Teknologi
13

Teknologi yang digunakan untuk industri pembuatan emping masih


sangat tradisional. Hampir semua prosesnya masih menggunakan tenaga
manusia, mulai dari penyangraian, pemipihan, sampai dengan
pengeringan. Hanya pada proses pengemasan saja yang sudah
menggunakan mesin pengepres kemasan.

Proses Produksi
Tahap-tahap pembuatan emping melinjo yaitu:
1. Pengupasan kulit luar. Tahap pertama dalam pembuatan
emping yaitu pengupasan kulit luar biji melinjo. Kulit luar biji melinjo
dikupas dengan menggunakan pisau. Kulit luar biji melinjo ini dapat
digunakan untuk sayuran.
2. Penyangraian. Biji melinjo yang sudah dikupas kulit luarnya
dan sudah dikeringkan selama beberapa waktu seperti yang telah
disebutkan di atas, kemudian disangrai. Prosesnya yaitu: pertama-tama,
wajan yang telah diisi pasir dipanaskan di atas tungku hingga panas
pasirnya merata. Jika pasirnya sudah panas, biji melinjo dimasukkan dan
diaduk-aduk bersama pasir hingga panasnya merata. Agar menghasilkan
emping yang berkualitas bagus (rasanya gurih dan warna empingnya
bening) maka selama proses penyangraian, waktunya tidak boleh terlalu
cepat ataupun terlalu lama. Apabila terlalu lama, maka biji melinjo akan
hangus dan ini akan membuat rasa emping menjadi kurang enak/pahit
serta warnanya kuning gelap/gosong. Sedangkan apabila terlalu cepat, biji
melinjo kurang matang, hal ini akan mengakibatkan kulit keras (cangkang)
biji melinjo sulit untuk dilepaskan (dipecahkan) selain itu warna emping
yang dihasilkan akan berwarna putih keruh. Waktu yang ideal untuk
proses penyangraian ini biasanya ± 2 menit.
14

Gambar 3.1. Proses Penyangraian Biji Melinjo

3. Pelepasan/pemecahan kulit keras (cangkang). Proses


selanjutnya setelah penyangraian adalah pengangkatan biji melinjo
dengan menggunakan serok dan ditaruh di tempat penampungan. Tempat
penampungan yang digunakan di lokasi penelitian adalah tempurung
kelapa agar biji melinjo tidak cepat dingin. Kemudian dalam keadaan
masih panas, biji melinjo langsung dilepaskan/dipecahkan cangkangnya
dengan menggunakan martil baja di atas umpak/batu landasan.
15

Gambar 3.2. Proses Pemecahan Cangkang Biji Melinjo


4. Tahap Pemipihan. Emping yang sudah ditata di atas rigen
kemudian dikeringkan. Proses pengeringan dilakukan dengan bantuan
sinar matahari. Biji melinjo yang sudah terkelupas cangkangnya langsung
dipipihkan dengan cara menggetok/memukul biji melinjo tersebut hingga
rata dengan menggunakan martil baja sebanyak 2-3 kali getok.
Emping yang bagus adalah emping yang permukaannya tipis dan
tidak cepat. Jadi semakin tipis emping tersebut, maka akan
semakin bagus. Apabila ingin membuat emping ukuran yang lebih
besar, maka caranya dengan meletakkan secara berdekatan biji
melinjo pertama dengan biji melinjo berikutnya. Semakin besar
ukuran yang diharapkan, makin banyak biji melinjo yang
dibutuhkan.
16

Gambar 3.3. Proses Pemipihan Emping

5. Tahap Pelepasan Emping dari Umpak/Batu Landasan. Biji


melinjo yang telah dipipihkan, selanjutnya dilepaskan dari umpak dengan
menggunakan sosok/kape kemudian ditaruh di atas anyaman
bambu/rigen.

Gambar 3.4. Pelepasan Emping dari Batu Landasan

6. Tahap Pengeringan. Emping yang telah diangkat dari


umpak, kemudian diletakkan di atas anyaman bambu/rigen. Peletakan
17

emping tersebut tidak boleh sembarangan, harus diatur sedemikian rupa


agar tidak saling bertumpuk (tidak tumpang tindih). Karena apabila saling
bertumpukan, maka akan sulit untuk mengangkatnya (apabila diangkat,
empingnya akan hancur).

Pengeringan dilakukan dengan bantuan sinar matahari. Makin intensif


penyinaran makin cepat proses pengeringan dan makin baik kualitas
emping yang dihasilkan. Proses kering angin dengan penyinaran yang
baik dibutuhkan waktu antara 15 - 30 menit.

Gambar 3.5. Proses Penjemuran Emping

7. Tahap Sortasi. Penyotiran bertujuan untuk memisahkan


emping sesuai dengan kualitas. Kualitas fisik dinilai dari keutuhan bentuk,
kejernihan, kepipihan dan bau. Emping yang telah benar-benar kering,
kemudian disortir dahulu. Penyortiran emping tersebut dilakukan dengan
cara:
a. Memisahkan emping yang utuh dari yang pecah
b. Memisahkan emping yang ada bintik-bintik hitamnya.
c. Memisahkan emping yang tebal dari yang tipis
18

d. Memisahkan emping yang berasal dari biji melinjo yang


masih muda. Ciri-ciri emping yang berasal dari biji melinjo yang
masih muda yaitu warna empingnya kurang bening dan ada
kerutan-kerutannya.

8. Tahap Pengemasan. Setelah emping-emping tersebut


disortir berdasarkan kualitas lalau dilakukan pengemasan. Pengemasan
dilakukan dengan menggunakan kemasan plastik dan atau karton.
Kemasan plastik biasanya sudah diberi label untuk yang akan dijual
satuan. Emping dimasukkan ke kantong plastik dan ditimbang berat
bersihnya (netto). Setelah itu barulah dipress dengan menggunakan
mesin press. Ukuran kemasan bermacam-macam tetapi umumnya 0,5 kg
dan 1 kg. Sementara untuk kemasan plasti yang dijual curah, biasanya
dalam ukuran 5kg, 10 kg atau 15 kg. Pada perkembangan, pengusaha
juga melayani kemasan sesuai pesanan, misalnya untuk supermarket
dibuat kemasan 100 gram atau 0,25kg atau dalam bentuk toples. Emping-
emping yang sudah dikemas tersebut sebaiknya disimpan di tempat yang
sejuk dan kering. Kemasan karton digunakan untuk pengiriman produk ke
tempat yang relatif jauh dan dalam jumlah besar/curah. Pemakaian
kemasan karton bertujuan agar produk sampai di tempat tujuan dalam
kondisi utuh dan baik.
19

Gambar 3.6. Emping yang sudah dikemas dan siap dipasarkan

Jumlah, Jenis, dan Mutu Produksi


1. Jenis Produk Emping Melinjo
Jenis emping yang dimaksud adalah emping mentah. Hasil
wawancara dari narasumber penelitian diketahui bahwa jenis emping
mentah, diantaranya yaitu:
1. Emping biji 2-3, yaitu emping yang terbuat dari 2 – 3 biji
melinjo. Emping jenis ini merupakan jenis emping yang paling
banyak diproduksi dan yang umumnya kita kenal di pasaran.
Pengusaha emping di daerah ini biasanya hanya memproduksi
jenis emping kualitas 1 dan 2 saja. Perbedaan antara jenis
emping kualitas 1 dan 2 yaitu kalau emping kualitas 1 itu isinya
lebih banyak karena emping jenis ini bentuknya lebih rata dan
sangat tipis sekali, lebih bersih dibandingkan dengan emping
kualitas 2.
2. Emping Remaja, yaitu emping yang terbuat dari 7 – 10 biji
melinjo. Emping jenis ini jarang diproduksi, biasanya diproduksi
kalau ada pesanan khusus saja seperti pesanan untuk rumah-
rumah makan.
3. Emping Benggol : yaitu emping yang terbuat dari >10 biji
melinjo. Emping jenis ini juga jarang sekali diproduksi, biasanya
diproduksi kalau ada permintaan khusus saja misalnya untuk
diekspor.
20

2. Jumlah Produksi
Jumlah produksi emping dengan menggunakan fasilitas yang ada,
biasanya berbeda-beda, kadang tinggi, kadang sedang, kadang rendah,
tergantung dari musimnya. Penjualan tinggi biasanya sekitar menjelang
bulan puasa sampai dengan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan
penjualan rendah terjadi pada sekitar bulan April – Juli (4 bulan).

Tabel 3.1. Jumlah Produksi Masing-masing Jenis Emping untuk


Setiap Musimnya

Jumlah Penjualan
Jenis Produk Pada Masing-masing Musim (kg) / bulan
Penjualan Tinggi Penjualan Sedang Penjualan Rendah
Emping Kualitas 1 6.000 3.000 500
Emping Kualitas 2 2.000 1.000 0
Total 8.000 4.000 500

3. Mutu Produksi
Emping merupakan produk makanan. Emping sebagai produk
makanan mempunyai standar kualitas yang tercantum dalam SNI 01-
3712-1995. Tabel 3.2. menampilkan standar untuk produk emping.
Tabel 3.2.
Standar Produk Emping Melinjo di Indonesia: SNI 01-3712-1995.

No. Uraian Satuan Syarat Mutu


1. Keadaan
1. Ba - Khas melinjo
u - Khas melinjo
2. Ra - Normal
sa - Normal, bersih dari kulit ari
3. W yang menempel dan benda
ar asing lainnya
na
4. Pe
na
m
pa
ka
n
21

2. Emping tidak utuh %, b/b Maksimum 5


3. Air %, b/b Maksimum 12
4. Abu %, b/b Maksimum 2
5. Protein (N x 6,25) %, b/b Maksimum 10
6. Cemaran logam
1. Cu mg/kg Maksimum = 30
2. P mg/kg Maksimum = 2
B mg/kg Maksimum = 0,03
3. Hg mg/kg Maksimum = 40
4. Zn
7. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maksimum = 1
8. Cemaran mikroba
- kapang Koloni/kg Maksimum 104

Keterangan:
1. Benda asing: bahan-bahan lain yang bukan emping melinjo yang
tercampur, seperti kulit biji, kotoran serangga dan lain-lain.
2. Emping tidak utuh: emping yang 1/3 bagian atau lebih dari seluruh
luas permukaannya telah terlepas.

Untuk menghasilkan emping yang berkualitas baik, maka


diperlukan kontrol mutu mulai dari pemilihan bahan baku sampai dengan
produk akhir. Berikut penjelasan kontrol mutu yang dilakukan pada
masing-masing tahap:
1. Kontrol Mutu Pada Bahan Baku. Kontrol mutu yang
dilakukan pada bahan baku yaitu pada pemilihan bahan baku
dan cara penyimpanan bahan baku.
Pada pemilihan biji melinjo, bila masih ada kulit luarnya, maka biji
melinjo dipisah-pisahkan berdasarkan warnanya, yaitu ada yang
berwarna hijau, kuning, dan merah. Biji melinjo yang berwarna
merah merupakan bahan baku pembuatan emping yang terbaik.
Sementara yang berwarna hijau dan kuning biasanya digunakan
untuk sayur.
Sedangkan untuk penyimpanan bahan baku dibutuhkan tempat
dengan sirkulasi udara yang lancar. Biji melinjo yang sudah dikupas
kulit luarnya, sebelum digunakan untuk produksi sebaiknya
22

disimpan dahulu supaya kering. Penyimpanan bertujuan untuk


memisahkan kulit ari dari daging biji melinjo.

Standar Penyimpanan Bahan Baku yang Baik:


Agar biji melinjo dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama,
caranya yaitu : biji melinjo disimpan di dalam suatu ruangan yang
dilengkapi dengan pendingin atau blower. Hal ini berguna untuk :
a. Mencegah kutu/hama pada biji melinjo.
b. Agar biji melinjo bisa lebih kering.
c. Menghilangkan debu.

2. Kontrol Mutu pada Tahap Produksi


Pada tahap produksi, kontrol mutu yang dilakukan adalah sbb:
a. Proses pengempingan, secara fisik dapat ditenggarai dari
keseragaman ukuran dan bentuk, kepipihan serta kejernihan emping.
b. Dalam proses pengeringan, ada 2 tahap pengeringan.

i. Tahap pertama, pengeringan bertujuan untuk


memperoh emping yang utuh dan jernih (kering produksi).
Pada tahap ini, lama waktu pengeringan di bawah sinar
matahari selama kurang lebih 15 menit, kemudian segera
diangkat. Karena kalau terlalu lama, maka emping akan
keriting/tidak rata dan warnanya akan cepat menjadi
kuning.
ii. Tahap ke dua, pengeringan bertujuan untuk
penyimpanan/ kering simpan. Pada tahap ini, emping
diangin-anginkan sampai benar-benar kering. Karena
kalau tidak benar-benar kering, maka emping akan cepat
berjamur dan bentuk emping bisa berubah.
23

3. Kontrol Mutu pada Produk Akhir


Kontrol mutu pada produk akhir dilakukan antara lain:
i. Memisahkan emping yang utuh dari yang pecah/hancur
ii. Memisahkan emping yang tipis/pipih dari yang tebal
iii. Memisahkan emping yang ada bintik hitamnya/keruh.
iv. Pengemasan dilakukan dalam plastik yang berkualitas baik,
tertutup rapat dan rapi.
v. Produk yang sudah dikemas kemudian disimpat di tempat
yang sejuk dan kering dengan memperhatikan tinggi dan
berat tumpukan agar produk tidak rusak/pecah.

Produksi Optimum
Dengan kapasitas peralatan dan asumsi jumlah tenaga kerja yang
dimiliki adalah ±65 orang, perusahaan mampu memproduksi rata-rata 8
ton/bln. Kemampuan berproduksi tenaga kerja adalah maksimal ±5 kg
emping per hari.

Kendala Produksi
1. Pengelolaan bahan baku terkait dengan penyimpanan biji
melinjo untuk kontinuitas produksi. Penyetokan bahan baku
dalam waktu yang cukup lama harus mengikuti standar
penyimpanan yang benar, baik untuk penyediaan ruang yang
besar dan pengadaan peralatan seperti blower atau AC. Hal ini
membutuhkan biaya yang relatif besar.
2. Pada umumnya pekerjaan membuat emping bagi pengrajin
bukan merupakan pekerjaan utama melainkan pekerjaan
sampingan saja. Pekerjaan utama adalah petani. Pada musim
panen padi, pengrajin berhenti membuat emping, sehingga ada
kekurangan/keterbatasan ketersediaan tenaga kerja, sedangkan
permintaan produksi emping terus ada sepanjang tahun.
24

Akibatnya, pengusaha kesulitan untuk memenuhi permintaan


yang kontinyu dalam jumlah besar.
3. Kurang kesadaran pengusaha yang melakukan Quality
Control (melakukan pembinaan langsung ke para pekerja) baik
terhadap proses produksi di tingkat pengrajin maupun paska
produksi. Hal ini terkondisikan karena para pengrajin biasanya
melakukan pekerjaan membuat emping tersebut di rumah
masing-masing (tidak di satu tempat seperti pabrik).
4. Masih kesulitan untuk melakukan produksi yang
menghasilkan emping kualitas ekspor (produksi yang higienis).
Hal ini karena banyaknya pengusaha yang belum mengetahui
standar produksi untuk ekspor/keterbatasan akses informasi
pasar, kurangnya pembinaan secara langsung ke para
pengrajin serta tingkat keterampilan dan kesadaran para
pengrajin terhadap kualitas relatif masih rendah.
5. Keterbatasan modal yang dihadapi pengusaha adalah untuk
pengadaan bahan baku dan perputaran produksi. Terkait
dengan pengadaan bahan baku yang memerlukan modal yang
besar adalah untuk menyetok persediaan. Sedangkan
kebutuhan modal untuk perputaran produksi karena penjualan
emping biasanya dilakukan secara kredit sehingga perputaran
uangnya tidak cepat. Sejauh ini, baru beberapa pengusaha
yang sudah mampu mengakses kredit perbankan. Hal ini
karena banyak pengusaha yang tidak mampu menyediakan
jaminan yang dipersyaratkan oleh perbankan.

ASPEK KEUANGAN

Pemilihan Pola Usaha


25

Pola usaha yang dipilih adalah usaha emping melinjo yang


memproduksi emping mentah di wilayah Kabupaten Pandeglang Propinsi
Banten. Penyajian analisis keuangan industri emping melinjo diharapkan
dapat memberikan gambaran baik kepada perbankan tentang kelayakan
pembiayaan terhadap usaha yang bersangkutan maupun pengusaha/pe-
merhati usaha emping melinjo terhadap nilai tambah yang dihasilkan
melalui kegiatan usaha ini.
Produk utama yang dihasilkan adalah emping mentah kualitas 1
dan emping mentah kualitas 2. Teknologi yang digunakan adalah
tradisional/manual yaitu menggunakan tenaga manusia. Kapasitas
produksi ± 97.500 kg emping setiap tahunnya, atau dengan tenaga kerja
sekitar 65 orang dan rata-rata produktifitas tenaga kerja adalah ± 5 kg
emping per hari.
Perhitungan analisis kelayakan ini didasarkan pada kelayakan
usaha emping melinjo skala industri kecil. Model kelayakan usaha ini
merupakan pengembangan usaha emping melinjo yang telah berjalan dan
untuk menumbuhkan kemandirian usaha serta upaya replikasi usaha di
wilayah lain

Asumsi
Analisis keuangan, proyeksi penerimaan dan biaya didasarkan
pada asumsi yang terangkum dalam Lampiran 1. Periode proyek adalah
5 tahun. Tahun ke nol sebagai dasar perhitungan nilai sekarang (present
value) adalah tahun ketika biaya investasi awal dikeluarkan. Merujuk
pada asumsi seperti yang tercantum dalam tabel 5.1., usaha emping ini
mampu mengolah ±16.250 kg bahan baku untuk memproduksi
memproduksi ±8.125 kg emping melinjo setiap bulannya.

Tabel 5.1. Asumsi dan Parameter untuk Analisa Keuangan


26

Sumber : Simulasi BI

Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional


1. Biaya Investasi
Biaya investasi termasuk komponen biaya tetap yang besarnya
tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Biaya investasi
untuk usaha emping melinjo terdiri dari beberapa komponen diantaranya
biaya perizinan, tanah dan bangunan, pembelian peralatan produksi dan
mesin pengepres kemasan, peralatan pendukung dan sarana transportasi
(kendaraan pick up). Jenis, nilai pembelian dan penyusutan dari masing-
masing biaya investasi yang dibutuhkan untuk memulai usaha emping
melinjo disajikan pada Tabel 5.2.
27

Tabel 5.2. Biaya Investasi Usaha Emping Melinjo

Sumber: Simulasi BI

Biaya perijinan meliputi izin usaha yang diperlukan adalah : Surat


Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Pengolahan (SIUP), Izin
Usaha Industri, Tanda Daftar Perusahaan (TDP), izin dari Depkes, dan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Masa berlaku masing-masing surat
izin tersebut bervariasi dengan total biaya yang dibutuhkan adalah
sebesar Rp 1.750.000,-. Pada tahun-tahun tertentu dilakukan reinvestasi
untuk pembelian peralatan produksi yang umur ekonomisnya kurang dari
5 tahun. Jumlah biaya investasi keseluruhan pada tahun ke nol (0) adalah
Rp 116.675.000,-.
Komponen terbesar untuk biaya investasi ini adalah untuk
kendaraan yang mencapai 60% dari total biaya investasi pada awal
usaha.

2. Biaya Operasional
28

Biaya operasional merupakan biaya variabel yang besar kecilnya


dipengaruhi oleh jumlah produksi. Komponen dari biaya operasional
antata lain: pengadaan bahan baku, bahan pendukung, biaya pemasaran,
upah tenaga kerja, biaya overhead pabrik, serta biaya administrasi dan
umum.
Biaya operasional yang diperlukan selama satu tahun adalah
sebesar Rp.1.632.331.250,-. Biaya bahan baku menyerap sebesar 77,6%
dari total biaya operasional per tahun. Tenaga kerja terdiri dari dua
golongan yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Tenaga
kerja tetap yang digunakan terdiri dari 1 orang pimpinan, 3 orang tenaga
tetap yang merupakan tenaga administrasi, dan 65 orang tenaga kerja
tidak tetap yang dalam hal ini adalah pengrajin emping. Tenaga kerja
tidak tetap (pengrajin) diasumsikan mampu memproduksi 5 kg emping per
hari dengan upah Rp.2000,- per kg emping yang dihasilkannya. Biaya
operasional ini dapat dilihat pada Ttable 5.3.

Tabel 5.3. Biaya Operasional Usaha Emping Melinjo

Sumber: Simulasi BI.

Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja


Kebutuhan investasi maupun modal kerja untuk usaha tidak harus
dipenuhi dengan modal sendiri. Besarnya modal kerja ditentukan
berdasarkan kebutuhan dana awal untuk satu kali siklus produksi. Usaha
pembuatan emping melinjo mempunyai siklus produksi (dari pembuatan
29

sampai memperoleh penerimaan dari penjualan) kurang lebih selama 25


hari atau 1 bulan. Dengan demikian, perhitungan jumlah kredit modal
kerja yang dibutuhkan disajikan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Perhitungan Kebutuhan Modal Kerja Usaha Emping Melinjo

Sumber: Simulasi BI

Jumlah total modal yang dibutuhkan untuk memulai usaha emping


melinjo adalah sebesar Rp 252.702.604,-. Jumlah tersebut terdiri dari Rp
116.675.000,- untuk dana investasi awal dan Rp 136.027.604,- untuk
modal kerja. Untuk dana investasi awal, diasumsikan sebesar Rp
80.000.000,- berasal dari kredit investasi dari bank, dan sisanya berasal
dari dana sendiri. Sedangkan sumber dana untuk modal kerja berasal
dari dana pengusaha sendiri dan Rp 75.000.000,- berasal dari kredit
modal kerja bank. Perincian jumlah dan sumber dana untuk usaha
emping melinjo disajikan pada Tabel 5.5.
30

Tabel 5.5. Kebutuhan Modal Usaha Emping Melinjo

Sumber: Simulasi BI

Jangka waktu kredit investasi diasumsikan 3 tahun tanpa grace


period. Sedangkan untuk kredit modal kerja, jangka waktu kredit adalah 1
tahun. Kredit modal kerja pada kenyataannya dapat diperpanjang lagi
masa jatuh temponya disesuaikan dengan kemampuan pengusaha
membayarnya. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah sebesar 15%
per tahun menurun. Dengan demikian jumlah angsuran pokok dan bunga
kredit yang harus dibayar oleh pengusaha emping melinjo pada setiap
bulannya dapat dihitung.

Proyeksi Produksi dan Pendapatan


Jumlah produksi selama satu tahun sebesar 97.500 kg, yang terdiri
dari produksi emping kualitas 1 sebesar ±73.125 kg dan emping kualitas 2
sebesar ±24.375 kg. Harga untuk masing-masing jenis produk
31

diasumsikan ada tiga tingkatan yaitu ketika permintaan tinggi, sedang dan
rendah sebagaimana ditampilkan pada tabel 5.6. Merujuk dari harga
tersebut maka total pendapatan kotor dari produksi emping per tahun
mencapai sekitar Rp 1.868.750.000,-.

Tabel 5.6. Proyeksi Produksi dan Pendapatan

Sumber: Simulasi BI.

Proyeksi Rugi Laba dan BEP


Tingkat keuntungan atau profitabilitas dari usaha yang dilakukan
merupakan bagian yang sangat penting dalam analisis keuangan dari
rencana kegiatan investasi. Keuntungan dihitung dari selisih antara
penerimaan dan pengeluaran setiap tahunnya.
Hasil perhitungan proyeksi laba rugi menunjukkan bahwa pada
tahun pertama saja usaha ini telah untung sebesar Rp 160.876.167,-.
Laba yang diperoleh ini akan meningkat pada tahun-tahun berikutnya.
Laba bersih rata-rata selama periode proyek adalah Rp 168.815.333,- per
tahun dengan profit margin rata-rata per tahun sebesar 9.03%. Dengan
mempertimbangkan biaya tetap, biaya variabel dan hasil penjualan
emping melinjo, BEP rata-rata per tahun selama 5 tahun periode prorek
usaha emping melinjo ini adalah Rp 728.961.265,- per tahun (BEP nilai
penjualan). Perhitungan BEP dapat dilihat pada table 5.7.
32

Tabel 5.7. Rata-rata Laba-Rugi dan BEP Usaha


No. Uraian Nilai
1 Laba Pertahun 168.815.333
2 Profit Margin 9,03%
3 BEP Nilai penjualan (Rp) 728.961.265
4 BEP Produksi :
Kualitas 1
- Tinggi 23.770
- Sedang 28.525
- Rendah 35.656
Kualitas 2
- Tinggi 7.923
- Sedang 9.904
- Rendah 11.319
Sumber: Simulasi BI.

Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek


Berdasarkan analisis arus kas, dilakukan perhitungan B/C ratio, Net
B/C ratio, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Pay
Back Period (PBP). Sebuah usaha berdasarkan kriteria investasi di atas
dikatakan layak jika B/C ratio atau Net B/C ratio > 1, NPV > 0 dan IRR >
discount rate.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha emping melinjo layak
dilaksanakan, bahkan menguntungkan, karena pada tingkat suku bunga
(discount rate) 15% per tahun, net B/C ratio sebesar 2,59 (> 1) dan NPV
sebesar Rp 401.168.960,- (> 0). Dengan nilai IRR 70,88% (> discount
rate), artinya proyek ini layak dilaksanakan meskipun tingkat suku bunga
(discount rate) mencapai 70,88% per tahun.
33

Pada Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa jangka waktu yang


dibutuhkan untuk mengembalikan seluruh biaya investasi usaha (PBP
usaha) adalah 1 tahun 7 bulan. Dengan demikian usaha ini layak
dilaksanakan karena jangka waktu pengembalian investasi lebih pendek
dari periode proyek.

Tabel 5.8. Kelayakan Usaha Emping Melinjo

No. Kriteria Nilai

1. NPV (Rp.) 401.168.960


2. IRR (%) 70,88%
3. Net B/C Ratio 2,59
4. Pay Back Periode (Usaha) 1 tahun 7 bulan
Sumber : Hasil Simulasi BI.

Analisis Sensitivitas
Dalam analisis proyek investasi emping melinjo terdapat
ketidakpastian yang akan mempengaruhi hasil perhitungan. Analisis
sensitivitas akan dilakukan untuk menguji seberapa jauh proyek yang
dilaksanakan sensitif terhadap perubahan dan harga-harga bahan baku
dan output. Dalam analisis sensitivitas ini digunakan 3 skenario yaitu:

1. Skenario I. Pendapatan proyek mengalami penurunan


sedangkan biaya investasi dan biaya operasional dianggap
tetap. Penurunan pendapatan bisa diakibatkan oleh penurunan
harga emping, jumlah permintaan yang menurun ataupun
jumlah produksi yang menurun.
2. Skenario II. Biaya operasional mengalami kenaikan
sedangkan biaya investasi dan penerimaan proyek investasi
tetap. Kenaikan biaya operasional bisa terjadi karena kenaikan
34

harga input untuk operasional seperti bahan baku, peralatan


operasional, dll.
3. Skenario III. Skenario ini merupakan gabungan dari skenario
I dan skenario II yaitu diasumsikan penerimaan proyek
mengalami penurunan dan biaya operasional mengalami
kenaikan, sedangkan biaya investasi tetap.
Pada skenario I, dengan penurunan pendapatan usaha sebesar
8%, usaha emping melinjo ini masih layak dilaksanakan dan layak pula
diberi kredit. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan sejumlah kriteria
kelayakan investasi (pada discount rate 15%) sebagai berikut : net B/C
ratio sebesar 1,13 (> 1), NPV sebesar Rp 33.043.408,- (> 0), dengan nilai
IRR 20,13% (> discount rate), PBP (usaha) adalah 4 tahun 5 bulan (<
periode proyek).
Pada skenario II, dengan kenaikan biaya operasional sebesar 9%,
usaha emping melinjo ini masih layak dilaksanakan dan layak pula diberi
kredit. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan sejumlah kriteria kelayakan
investasi (pada discount rate 15%) sebagai berikut : net B/C ratio sebesar
1,16 (> 1), NPV sebesar Rp40.423.715,- (> 0), nilai IRR 21,26% (>
discount rate), PBP (usaha) adalah 4 tahun 4 bulan (< periode proyek).
Untuk sensitivitas kenaikan biaya operasional sebesar 10%.
Pada skenario III, pada saat terjadi penurunan pendapatan
sebesar 4% sekaligus kenaikan biaya operasional sebesar 4%, usaha
emping melinjo ini masih layak dilaksanakan dan layak pula diberi kredit.
Hal ini berdasarkan hasil perhitungan sejumlah kriteria kelayakan investasi
(pada discount rate 15%) sebagai berikut : net B/C ratio sebesar 1,24 (>
1), NPV sebesar Rp 59.988.827 (> 0), nilai IRR 24,20% (> discount rate),
PBP (usaha) adalah 4 tahun (< periode proyek). Sensitivitas dengan
penurunan pendapatan sebesar 5% sekaligus kenaikan biaya operasional
sebesar 5%.
35

Hasil analisis sensitivitas di atas menunjukkan bahwa proyek ini


lebih sensitif terhadap penurunan pendapatan daripada kenaikan biaya
operasional. Dengan memperhatikan kriteria jangka waktu pengembalian
investasi (pay back period usaha), proyek ini sensitif pada penurunan
pendapatan sebesar 8% (dengan asumsi biaya operasional dan investasi
tetap), artinya jika penurunan pendapatan lebih besar dari 8% tiap
tahunnya, proyek ini menjadi tidak layak/merugi. Sedangkan jika dilihat
dari perubahan biaya operasional, proyek ini sensitif pada kenaikan biaya
operasional sebesar 9% (dengan asumsi pendapatan dan biaya investasi
tetap), artinya jika kenaikan biaya operasional lebih besar dari 9% tiap
tahunnya, proyek ini menjadi tidak layak/merugi. Analisis sensitivitas
gabungan menunjukkan bahwa proyek ini sensitif pada kondisi terjadi
penurunan pendapatan sebesar 4% sekaligus kenaikan biaya operasional
sebesar 4%.

ASPEK SOSIAL EKONOMI


Berkembangnya industri emping melinjo di daerah ini sangat
berpengaruh bagi masyarakat sekitar. Proses pembuatan emping melinjo
yang masih tradisional dan padat karya mampu menyerap banyak tenaga
kerja. Industri tersebut terbukti mampu mengurangi jumlah pengangguran
di daerah tersebut. Sedangkan bagi pengusaha, kegiatan usaha emping
melinjo merupakan usaha yang menguntungkan. Lebih jauh, industri
emping melinjo dapat menjadi salah satu sumber pendapatan daerah baik
melalui perdagangan domestik maupun ekspor.
Sejalan dengan hal di atas, maka pengembangan industri emping
melinjo dapat menjadi industri penggerak bagi perekonomian Banten pada
umumnya dan Pandeglang pada khususnya. Sekaligus dapat
berkontribusi pada pengurangan kemiskinan melalui kebutuhan tenaga
kerja secara massal pada proses produksi.
36

ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN


Sejauh ini, industri emping melinjo tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan sekitar. Ini karena industri emping melinjo
tidak menimbulkan limbah seperti pada industri lainnya. Semua bagian
dari biji melinjo dapat digunakan untuk :
1. Kulit luar biji melinjo yang sudah dikupas dapat
dimanfaatkan untuk mebuat sayur.
2. Cangkang biji melinjo dapat digunakan sebagai pupuk untuk
tanaman (dengan cara dibakar).
3. Daging melinjonya sendiri dipakai sebagai bahan baku
pembuat emping.

Dengan demikian, usaha emping melinjo merupakan usaha yang


ramah lingkungan, sehingga dapat dijadikan sebagai usaha green label
yang menarik bagi pasar internasional.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Industri emping merupakan industri yang menggunakan peralatan
sederhana sehingga mudah untuk replikasi di wilayah lain, terutama
yang mempunyai potensi bahan baku. Ini karena hampir semua
tahapan dalam proses produksi masih menggunakan tenaga manusia
kecuali pada tahap pengemasan.
2. Industri emping merupakan industri padat karya yang mampu
menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Tenaga kerja yang
dibutuhkan dalam industri ini tidak memerlukan kualifikasi khusus,
sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja. Ini berpotensi untuk
menyerap pengangguran di wilayah pedesaan.
37

3. Industri emping melinjo merupakan industri yang mempunyai


prospek yang bagus serta pangsa pasar yang masih luas bahkan ke
pasar ekspor.
4. Dilihat dari aspek keuangannya, usaha emping melinjo cukup
menguntungkan dengan profit margin rata-rata sebesar 9,03% per
tahun. Usaha ini juga dinilai layak untuk dilakukan karena memiliki
IRR sebesar 70,88%, lebih tinggi dibandingkan asumsi discount factor
yang digunakan yaitu 15%.
5. Dari analisa sensitifitasnya, usaha emping melinjo ini sensitif
terhadap adanya perubahan pada tingkat pendapatan dan biaya
operasional.
6. Usaha emping melinjo merupakan usaha yang menguntukan, oleh
karena itu bank-bank setempat sudah mencairkan kredit untuk
pengembangan usaha ini.
7. Industri ini tidak menimbulkan limbah yang berbahaya bagi
lingkungan sekitar/ramah lingkungan.

Saran-saran

1. Untuk mendorong perkembangan usaha emping melinjo, maka


perlu dibangun semacam terminal bahan baku. Tujuannya untuk
menjamin pasokan bahan baku emping dengan harga yang stabil.
2. Peningkatan konsistensi kualitas emping melinjo dapat dicapai
melalui penumbuhkembangan kesadaran pengrajin untuk mengemping
dengan benar. Insentif yang dapat ditawarkan adalah besar upah yang
dibedakan atas dasar kualitas.
3. Perluasan pasar emping dapat dipacu melalui peningkatan
kapasitas pengusaha baik dalam hal pengetahuan dan keterampilan
tentang pasar modern (supermarket, ekspor dsb), peningkatan kualitas
kemasan serta peningkatan kualitas produk. Terkait dengan upaya
38

tersebut, dukungan semua pihak baik pemerintah, swasta dan


perbankan sangat diharapkan. Hal ini mengingat produk emping selain
dapat menjadi sumber pendapatan daerah juga dapat menjadi
instrumen untuk pengurangan pengangguran yang pada akhirkan
dapat mengurangi jumlah penduduk miskin di wilayah tersebut.

You might also like