You are on page 1of 16

BANDUNG, itb .ac.

id - Tim studi kelayakan pembangkit listrik tenaga sampah


(PLTSa) kota Bandung dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
ITB, Jumat (1/1) kemarin di LPPM, CCAR ITB lt.5, mensosialisasikan hasil studi
kelayakan PLTSa tersebut kepada civitas dosen ITB Dalam sosialisasi yang
berlangsung singkat tersebut, Tim studi kelayakan ('feasibility study'/FS) diwakili
oleh Dr. Ari Darmawan Pasek dalam membawakan presentasi tentang hasil studi
kelayakan tersebut.

Ide untuk membangun PLTSa di kota Bandung datang dari pemerintah kota
Bandung yang dihadapkan pada permasalahan berupa tidak tersedianya lagi ruang
di kota Bandung untuk membuang sampah sebagai tempat pembuangan akhir
(TPA). Untuk itu salah satu solusi yang dapat diambil adalah dengan mereduksi
volume sampah yang dihasilkan oleh penduduk Bandung setiap harinya, yang
jumlahnya mencapai 2785m3 per hari. Reduksi itu dapat dilakukan dengan cara
mengubah sampah tersebut menjadi abu dengan membakarnya. Pada dasarnya
konsep PLTSa Bandung sendiri setali tiga uang dengan 'waste-to-energy' (WTE) di
kota-kota di negara maju dunia. Dalam konsep WTE, energi bukanlah 'outcome'
utama yang diharapkan, melainkan pereduksian volume sampah itu sendiri. Hal ini
dikemukakan Tim FS dalam definisinya mengenai PLTSa: pemusnah sampah
('incinerator') modern yang dilengkapi dengan peralatan kendali pembakaran dan
sistem monitor emisi gas buang yang kontinu, dan menghasilkan energi listrik.

Untuk melihat apakah PLTSa layak dibangun di wilayah Bandung sebagai bentuk
solusi terhadap permasalahan sampah kota Bandung, dijalankan sebuah studi
kelayakan. Berdasarkan hasil studi kelayakan (FS) tersebut, dari sekitar 2785 m3
sampah yang dihasilkan penduduk Bandung setiap harinya, sekitar 25,22% adalah
sampah yang masih bisa didaur ulang, sedangkan 74,78% sisanya adalah sampah
yang dapat digunakan sebagai sumber energi, karena sebagian besar komposisi
sampah di Bandung adalah sampah organik (42% berat, atau 58% volume). Juga
diperlihatkan bahwa sebagian besar sampah di kota Bandung, kandungan
utamanya adalah 'volatile matter', yang akan menguap ketika volume sampah
direduksi dengan cara dibakar.

Mengenai berbagai kekhawatiran tentang masalah kesehatan masyarakat dan


keamanan yang sempat timbul dari masyarakat Bandung, utamanya daerah
Gedebage, lokasi di mana PLTSa tersebut akan dibangun, Tim FS memperlihatkan
hasil studi bandingnya ke beberapa negara, di antaranya Singapura dan Cina,
dimana WTE yang telah dibangun di sana, dan telah beroperasi selama beberapa
tahun, hanya berjarak beberapa ratus meter saja dari pemukiman penduduk.

Tim FS juga menjelaskan mengenai skema operasi PLTSa tersebut dan menjawab
pertanyaan mengenai kemungkinan bocornya racun dioksin yang merupakan hasil
samping pembakaran yang tidak sempurna, ke lingkungan sekitar PLTSa. Tim FS
mengaku telah berbicara kepada investor PLTSa, dimana mereka setuju untuk
memasang alat pengukur kadar dioksin yang dapat mengukur kadar dioksin
tersebut secara 'real-time' saat proses insinerasi sedang dilakukan.

Seyogyanya tim FS hanya melakukan studi kelayakan PLTSa tersebut.


Pembangunan PLTSa tersebut sendiri didanai oleh PT Bandung Raya Indah Lestari
(BRIL) dengan dukungan dari Pemkot Bandung.
http://www.itb.ac.id/news/1934.xhtml

Pembangunan PLTSa Menjadi Lebih Besar Manfaatnya Dibandingkan Dengan Dampak Negatif
yang Akan Terjadi

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang sejak beberapa waktu yang telah
disosialisasikan Wali Kota Bandung H. Dada Rosada, M.Si., serta pada saat ini tengah dirintis
pembangunannya melalui tahapan yang normatif, merupakan salah satu alternatif pembangkit
listrik yang sekaligus dianggap dapat menyelesaikan masalah sampah diperkotaan, termasuk
Kota Bandung yang pada tahun lalu oleh kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia
pernah diberikan predikat “Kota Terkotor”se- Indonesia.

Dikaitkan dengan Menteri Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan Amdal, PLTSa yang rencananya berlokasi di Kelurahan Rancanumpang,
Kecamatan Gedebage, Kota Bandung akan menghasilkan tenaga listrik di bawah 100 MW,
sehingga tidak perlu dilengkapi dengan Amdal. Walaupun demikian, karena bahan bakar yang
digunakannya berasal dari sampah yang dihasilkan masyarakat Bandung dengan jumlah sekitar
500 ton/ hari, maka berdasarkan permen tersebut, proyek ini wajib dilengkapi dengan Amdal.

Disadari, setiap pembangunan apapun akan mengandung resiko terjadinya dampak negatif,
namun demikian dengan adanya studi Amdal diharapkan dampak-dampak negatif yang
diperkirakan timbul, dapat diperkecil bahkan sebaliknya dapat memperbesar dampak positifnya.
Dengan demikian manfaat pembangunan PLTSa ini menjadi lebih besar dibandingkan dengan
dampak negatif yang akan terjadi.

Terlepas dari munculnya gelombang pro dan kontra dari masyarakat, pemerakarsa proyek ini,
yaitu PT. Bandung Raya Indah Lestari (PT.BRIL) telah melaksanakan ketentuan yang berlaku,
yakni public Naties (wadah informasi) melalui korban lebih dari satu bulan. Kemudian
konsultasi public sebanyak 2 kali. Dan saat ini telah dibuat kerangka acuan studi Amdal yang
pada 30 Oktober 2007, Kantor Pusat Pos Jl. Banda bandung akan dibahas oleh 59 orang terdiri
dari unsur SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah), para pakar lingkungan hidup serta unsur
perguruan tinggi dari Unpad dan Unisba Bandung.

Bahkan pada 26 Oktober 2007 sebanyak 10 orang yang mengatasnamakan perwakilan


masyarakat Gedebage, antara lain Ketua LPM Kelurahan Cisaranten Kidul, H. Tatang Rosadi,
Ketua Fermalin (Forum Masyarakat Peduli Lingkungan), Asep Sofian Ansori mendatangi kantor
BPLH (Badan Pengelola Lingkungan Hidup) Kota Bandung di Jl. Sadang Serang, untuk
mendesak agar pembangunan proyek PLTSa ini secepatnya direalisasikan oleh Pemerintah Kota
Bandung dan PT BRIL atau setidak-tidaknya disosialisasikan sambil berjalannya proses studi
Amdal.
Rombongan dierima Kepala BPLH Kota bandung Drs. Nana Supriatna, MM. beserta stafnya
juga dihadiri penanggung jawab penyusun studi Amdal, Dr.Ir. Ari Darmawan P. dari LPPM ITB
Bandung dan wakil koordinator tim pelaksana studi , Drs. Muhammad Taufik attif , M.Sc. Pada
kesempatan itu, Kepala BPLH Kota Bandung karena menyangkut teknis, tapi oleh pakar dari
ITB. Yang penting tim pelaksana dapat bekerja secara akademis dan tidak berat sebelah.
Sementara menurut Drs. M. Taufik Attif M.Sc. studi Amdal bukan untuk mencari alasan apakah
suatu proyek dapat dilakukan atau tidak, namun sebaliknya memberikan arahan bagaimana suatu
proyek justru dapat dilakukan apabila mentaati hasil studi Amdal.

Sehingga dalam satu hal ini tidak akan seperti dikemukakan di atas diharapkan dampak-dampak
negatif yang diperkirakan timbul, dapat diperkecil bahkan sebaliknya dapat memperbesar
dampak positifnya. manfaat manfaat pembangunan PLTSa ini menjadi lebih besar dibandingkan
dengan dampak negatif yang akan terjadi.

Kerangka Acuan Studi Amdal

Sistem pengelolaan sampah kota dengansistem kumpul angkut dan buang dengan cara ditimbun
atau open dumpingdi suatu tempat (TPA), mulai sulit dilaksanakan karena lokasi pembuangan
sampah semakin sulit diperoleh, dan lokasi TPA jaraknya semakin jauh dari sumber penghasil
sampah. Di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) timbul berbagai persoalan lingkungan
dan kesehatan, seperti bau busuk, produksi gas methan, pencemaran air permikaan dan air tanah,
timbunan sampah longsor, sampah terbakar.

Teknik reduksi konvensional dengan cara dibakar langsung memberikan dampak buruk ke
atmosfer berupa polusi gas-gas rumah kaca dan gas beracun lainnya. Permasalahan pembuangan
sampah kota tersebut diatas telah lama disadari oleh Pemkot Bandung, dan menjadi persoalan
sejak longsornya TPA Leuwigajah dan semakin disadari bahwa pada dasarnya Kota Bandung
sudah tidak memiliki tempat pembuangan akhir yang bisa diandalkan.

Kota Bandung sebagai sebuah kota yang terus berkembang, volume sampah akan berkorelasi
langsung dengan jumlah dan taraf hidup penduduknya,sehingga akan merupakan potensi
persoalan serius jika tidak ada upaya terobosan baru dalam menangani dan mereduksi jumlah
sampah. Pengalaman bertumpuknya sampah karena tidak ada tempat untuk membuang sampah
beberapa waktu yang lalu telah mengajarkan bahwa Kota Bandung memerlukan cara penanganan
bisa diandalkan.

PT. bandung Raya Indah Lestari (BRIL) merencanakan akan membangun Pembangkit Listrik
Tenaga Sampah (PLTSa) yang tujuannya aka bertindak sebagai penyedia jasa pemusnahan
sampah dengan cara dibakar pada temperature tinggi (850-900 derajat celcius) Pembangkit
Listrik. PLTSa yang direncanakan berkapasitas memusnahkan 500-700 ton atau 2000-3000 m3
sampah/hari dan akan menghasilkan listrik sebesar 7MW. Kapasitas pemusnahan sampah PLTSa
adalah sama dengan jumlah sampah Kota Bandung yang saat ini dibuang di TPA Sari Mukti oleh
PD Kebersihan Kota Bandung.

Dari jumlah volume sampah yang dibakar, akan dihasilkan abu dan debu sisa pembakaran
sebesar 5% abu dan debu hasil sisa pembakaran direncanakan akan diproses lebih lanjut untuk
dijadikan bahan untuk membuat jalan dan bahan bangunan. Dengan demikian pengolahan
sampah dengan menggunakan teknologi PLTSa memenuhi salah satu IR dari konsep
pemusnahan sampah 4R yaitu Recovery. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah dengan bahan
sampah merupakan salah satu pilihan strategis guna menaggulangi permasalahan sampah di Kota
Bandung.

Disamping brpotensi mengurangi volume sampah secara lebih efektif, pembangkit listrik ini
akan berdampak positif terhadap lingkungan hidup. Produksi listrik dari pembangkit ini
sekaligus akan membantu meringankan beban PT. PLN dalam penyediaan listrik bagi
masyarakat Kota Bandung dan sekitarnya. Studi Amdal pembangunan Pembangkit Listrik tenaga
Sampah (PLTSa) ini dilaksanakan sebagai rangkaian studi, untuk mendapatkan suatu kondisi
lingkungan yang sesuai dengan berbagai ketentuan/ peraturan pemerintah, sehingga keberadaan
PLTSa ini diharapkan tidak menyebabkan pengaruh buruk terhadap lingkungan Kota Bandung
dan sekitarnya.

Study Amdal disusun berdasarkan studi kelayakan teknis dan ekonomis. Pengembangan
Kawasan Pusat Primer Gedebage telah dituangkan dalam Perda No. 03/2006 ttg RT/RW
kemudian ditindak lanjuti oleh peraturan Walikota Bandung No. 685/2006 ttg RDTRK wilayah
Gedebage. Pada RDTRK tersebut lokasi tapak rencana kegiatan pembangunan PLTSa berada
pada lahan yang diperuntukan bagi kegiatan industri dan pergudangan.

PT. BRIL merencanakan akan membangun pengolah sampah yang akan dihasilkan dari Kota
Bandung. Lokasi pengolah sampah tersebut secara administrastif berada diwilayah kelurahan
Rancanumpang Kecamatan Gedebage kota Bandung. Sampah akan diproses dengan
menggunakan teknologi Waste to Energy yaitu sampah akan direduksi volumenya hingga 5%
atau beratnya menjadi 20% dengan jalan dibakar dengan temperature tinggi secara terkendali.
Sisa pembakaran berupa abu dan debu terbang akan diproses menjadi bahan bangunan.

Proses pembakaran akan dilakukan secara terkendali artinya temperature dijaga konstan dan sisa
pembakaran berupa gas buang dan debu-abu terbang akan dikelola sehingga tidak mencemari
lingkungan. Jalan akses menuju lokasi PLTSa akan menggunakan jalan akses jalan tol menuju
gedung sarana Olah Raga yang akan dibangun Pemerintah Kota Bandung. Direncanakan
sekeliling bangunan PLTSa akan ditanami pohon sehingga membentuk green belt (sabuk hijau),
rincian pembagian lahan pada tapak kegiatan adalah sebagai berikut :

Bangunan PLTSa dengan sarana penunjangnya seluas 3 Ha dan sabuk hijau (green belt) seluas
7ha. PD Kebersihan Kota Bandung akan mengirimkan 500-700 ton atau 2000-3000 m3 sampah
Kota Bandung setiap hari ke PLTSa. Sampah tersebut di PLTSa akan direduksi dengan cara
dibakar secara terkendali dan energi panas yang dihasilkan dari pembakaran akan digunakan
untuk memanaskan air untuk dijadikan uap da kemudian tenaganya digunakan untuk memutar
turbin pembangkit listrik.

Energi listrik yang akan dihasilkan adalah sekitar 7MW. Sampah yang dikirim ke PLTSa
pertama-tama akan diturunkan kadar airnya dengan jalan ditiriskan dalam bunker selama (5)
hari. Pada dasar Bunker dilengkapi dengan penampung lindi dan kemudian disalurkan ke
pengolah lindi yang semuanya dibuat kedap air. Setelah kadar air tinggal 45-50% sampah akan
dimasukan kedalam tungku pembakar dengan menggunakan alat grabber, dan kemudian dibakar.
Sisa pembakaran berupa abu dan debu terbang akan ditampung dan diproses dengan sisa gas
bakar akan melalui serangkaian pemrosesan pengolahan gas buang.

Sampah yang telah turun kadar airnya dibakar pada tungku, pada saat sampah memasuki tungku
akibat panas dalam tungku maka sampah akan menjadi lebih kering dan zat volatil akan
menguap, kemudian sampah dibakar pada temperature konstan 850-900 C, pada temperature
tersebut dioxin yang terbentuk akibat pemanasan akan terurai dalam waktu 2 detik. Kemudian
pada bagian atas tungku diembuskan udara dan menyebabkan gas hasil pembakaran pada tungku
akan terbakar dan mencapai suhu 900-1200 derajat celcius, pada pembakaran kedua ini zat
volatile dan dioxin akan terurai.

Sisa pembakaran berupa abu dan dubu terbang sebesar 20% dari berat atau 5% dari volume akan
diuji kandungan bahan berbahaya dan beracunnya (B3) di lab. Sesuai dengan PP N0. 18 Tahun
1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, untuk ditentukan apakah bisa
diolah untuk dimanfaatkan atau tidak. Jika dari hasil uji diketahui aman dan bisa dimanfaatkan,
maka Bottom ash (abu) akan digunakan sebagai materialuntuk membuat jalan dan fly ash (debu
terbang) digunakan sebagai bahan campuran bagi material bangunan misalnya campuran semen
atau batako.

Apabila dari hasil uji lab. Diketahui tidak aman untuk dimanfaatkan, maka Bottom ash (debu)
dan atau fly ash (debu terbang) akan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Direncanakan pada lokasi PLTSa akan dibuat penampungan bottom ash dengan kapasitas
1400m3 yang mampu menampug abu yang dihasilkan PLTSa selama 14 hari beroprasi dan silo
penampungan debu dengan kapasitas 5.500 m3, mampu menampung fly ash yang dihasilkan
PLTSa selama 5 tahun beroprasi.

TAHAPAN KEGIATAN PERSIAPAN PEMBANGUNAN PLTSa

NO KEGIATAN PENANGGUNGJAWAB
PENYELESAIAN
1 PEIL BANJIR DINAS PENGAIRAN NOVEMBER 2007
2 PPTDINAS TATA KOTA DESEMBER 2007
3 AMDAL LALULINTAS DINAS PERHUBUNGAN DESEMBER
2007
4 MOU PT.BRILDENGANPDAM PDAM & PT. BRIL DESEMBER
2007
5 PELEPASAN TANAH U/ AKSES JALAN DINAS PERUMAHAN
DESEMBER 2007
6 PERJANJIAN KERJA SAMA PT. BRIL
DENGAN PD. KEBERSIHAN JALAN PT. BRIL & PD KEBERSIHAN
DESEMBER 2007
7 JALAN MASUK/PEMATANGAN DINAS BINA MARGA DESEMBER 2007
8 AMDAL BPLH JANUARI 2008
9 IMB DINAS BANGUNAN JANUARI 2008
10 MOU. PT. BRIL DENGAN PLN PLN & PT. BRIL JANUARI 2008
11 MOU. PT. BRIL DENGAN VENDOR PT. BRIL JANUARI 2008
12 PENCANANGAN PT. BRIL & MASYARAKAT JANUARI
200813 KONTRAK SOSIAL DGN MASYARAKAT PT. BRIL &
MASYARAKAT NOVEMBER S/d JANUARI 2008
Minta Bantuan Bappenas Buat Detail Engineering Design (DED)

Pemkot Tetap Bangun PLTSa


WASTUKANCANA,(GM)-
Pemerintah Kota Bandung tetap akan membangun pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).
Bahkan, pemkot mengklaim, saat ini tahapan rencana pembangunan sudah memasuki pembuatan
detail engineering design (DED). DED dibuat tim Technical Advisory Services (TAS) yang
ditunjuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

"Kami memang meminta bantuan Bappenas untuk melakukan penelitian mengenai kemungkinan
membangun PLTSa di Kota Bandung. Bappenas sendiri membentuk tim TAS yang bekerja dari
Februari hingga Maret. Dan, mereka akan menggelar ekspose di depan kami, termasuk masalah
DED-nya," ujar Wakil Wali Kota Bandung, Ayi Vivananda kepada wartawan, Selasa (23/3).

Ayi menyatakan, Pemkot Bandung tetap berencana membangun PLTSa karena cara penanganan
sampah secara manual, yaitu dengan landfill atau open dumping sudah tidak memungkinkan lagi.
Produksi sampah Kota Bandung setiap harinya mencapai 1.500 ton. "TPA Sarimukti 'kan akan
segera habis masa sewanya, dan untuk sementara kita tidak punya pilihan lain selain membangun
PLTSa," ujar Ayi.

Ayi menyadari rencana Pemprov Jabar yang akan membangun TPA regional di Legoknangka.
Namun, itu juga tidak akan mungkin tahan lama karena sampah diproduksi setiap hari, sementara
lahan semakin sempit. "Lagi pula sudah ada pembicaraan dengan PLN, dan mereka sepakat
untuk bekerja sama dengan kita," tambah Ayi.

Lelang

Sementara itu, Dirut PD Kebersihan Kota Bandung, Cece H. Iskandar membenarkan, pihaknya
meminta bantuan Bappenas untuk pembangunan PLTSa. Saat ini, Bappenas melalui tim yang
ditunjuk, tengah melakukan pembuatan DED.

"Kita masih menunggu dan mereka katanya akan menjelaskan dalam waktu dekat," kata Cece.

Ditambahkan Cece, setelah proses DED selesai, tahapan berikutnya adalah melakukan proses
pelelangan. PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL) yang sejak awal menjadi satu-satunya
investor, harus juga mengikuti proses lelang. "Meski di awal, PT BRIL telah melaksanakan
tahapan hingga melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal)," jelasnya.

Untuk menghargai kerja sama yang sebelumnya terjalin dengan PT BRIL, Pemkot Bandung
mempunyai beberapa pilihan. Membeli semua kajian yang telah dilakukan PT BRIL atau
menjadikan PT BRIL sebagai pemrakarsa. "Jadi bila PT BRIL kita jadikan pemrakarsa, maka
bisa mendapat fee dari harga lelang itu," ungkap Cece.
Bicara mengenai pembangunan fisik, Cece mengatakan, semua bergantung pada anggaran yang
dimiliki Pemkot Bandung. Cece optimistis pembangunan PLTSa akan terealisasi dan rampung
sebelum masa TPA Sarimukti berakhir. (B.114/vin.job)**
__________________
Last edited by v-sun; Tomorrow at 12:51 AM
PLTSa Harus Melalui Lelang
Tak Bisa Langsung oleh PT BRIL Meskipun Sudah Studi Amdal

BANDUNG, (PR).-
Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Gedebage, Kota
Bandung, tidak bisa dilakukan langsung oleh PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL). Pasalnya,
Pemkot Bandung harus melakukan tender lebih dulu dan melaksanakan berbagai studi yuridis
soal penyertaan aset.

Kepala PD Kebersihan Kota Bandung Cece H. Iskandar mengatakan, meskipun PT BRIL sudah
melakukan kajian amdal (analisis dampak lingkungan), Pemkot Bandung tidak bisa langsung
melakukan perjanjian kerja sama. Berdasarkan ketentuan, projek sebesar itu tidak boleh lewat
mekanisme penunjukan langsung.

Menurut Cece, amdal telah diselesaikan PT BRIL pada 2008. Sebelumnya, pada 2007, PT BRIL
sudah melakukan studi kelayakan. "Setelah amdal, seharusnya bisa langsung ke perjanjian.
Namun, aturan tidak memungkinkan," katanya di Balai Kota Bandung, Selasa (23/3).

Cece menambahkan, PT BRIL harus mengikuti tender bersama perusahaan lain yang berminat.
Langkah ini tentu berpeluang menimbulkan konflik. Apalagi, PT BRIL telah mengeluarkan dana
untuk melakukan berbagai kajian tersebut.

"Alternatifnya, PT BRIL bisa ikut lelang tersebut sebagai pemrakarsa. Dengan demikian, mereka
berhak mendapat angka 10 persen untuk penilaian tender. Jadi, PT BRIL akan mendapat
tambahan nilai 10 persen sebagai pemrakarsa," ujarnya.

Alternatif kedua, kata Cece, semua studi yang dilakukan PT BRIL dibeli Pemkot Bandung. "Kita
harus tunduk dengan aturan yang ada. Kita belum bisa menetapkan karena sedang konsultasi ke
Bappenas," tuturnya pula.

Ketua Komisi A DPRD Kota Bandung Haru Suandharu menilai, Pemkot Bandung tidak perlu
terburu-buru berbicara soal tender PLTSa. Sebelum melaksanakan proses tender, pemkot masih
harus membuat berbagai kajian yuridis. "Kami sudah menyampaikan nota kepada pimpinan
dewan. Intinya, pemerintah harus melakukan berbagai kajian yuridis supaya tidak menimbulkan
masalah di kemudian hari," ucapnya.

Tidak menghambat

Haru menjelaskan, kajian yuridis tersebut, antara lain soal penyertaan aset Pemkot Bandung. "Itu
tanahnya milik siapa? Kalau milik pemkot, berarti harus ada perda yang mengatur penyertaan
aset. Jika PLTSa itu swasta, ya tanahnya dari swasta saja," ujarnya lagi.

Kajian yuridis juga diperlukan terkait dengan teknologi yang digunakan. Pasalnya, PLTSa
menggunakan insenerator yang dikhawatirkan berdampak terhadap lingkungan. Apalagi, saat ini
sudah berlaku UU lingkungan yang baru, yakni UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Idealnya, dilakukan kajian baru sesuai dengan UU tersebut.

Di sisi lain, menurut Haru, revisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung
juga belum selesai. Oleh karena itu, sebelum masuk tender, pemerintah harus melakukan
berbagai kajian yuridis tersebut.

"Tugas dewan hanya mengingatkan, bukan berarti menghambat. Jika seluruh kajian sudah
diselesaikan, soal tender akan lebih mudah," tuturnya menegaskan.

Sejauh ini, belum ada komentar dari PT BRIL seputar masalah tersebut. Direktur Utama PT
BRIL Yosef Soenaryo yang bermaksud dikonfirmasi, belum bisa dihubungi. (A-170)***
__________________
Last edited by v-sun; Tomorrow at 12:51 AM
PLTSa Gedebage Diminati 80 Investor
Minggu, 18 April 2010 | 18:27 WIB

BANDUNG, TRIBUN - Peminat investasi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)


Gedebage, Kota Bandung, melebihi perkiraan Pemerintah Kota Bandung. Menurut hasil market
sounding yang dilakukan perwakilan Pemkot dalam acara Asia Pacific Ministry Conference
(APMC) di Jakarta, Jumat (16/4), 80 investor, baik dari dalam maupun luar negeri, berminat
untuk berinvestasi dalam proyek tersebut.

"Jadi, saya merasa optimistis proyek PLTSa ini dapat dilaksanakan dan berjalan sesuai dengan
rencana," ujar Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi dalam penyataan tertulisnya, Sabtu
(17/4).

Edi berharap, setelah market sounding ini, jumlah investor akan semakin mengerucut pada Juni
nanti. Selanjutnya, lelang dapat dilakukan pada September tahun ini. Sesuai dengan rencana
Pemkot, legal constructing dengan pemenang lelang diharapkan sudah dapat dilakukan pada
Januari 2011.

"Sampai saat ini, sudah ada sekitar 35 investor peminat yang terdaftar di Bappenas dan Pemkot
Bandung. Kalaupun hanya 50%-nya saja yang serius dan mengikuti tender, itu sudah bagus,"
kata Edi.

Tentang keberadaan PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL) sebagai penggagas proyek PLTSa,
Edi mengatakan, Pemkot Bandung tidak mungkin menunjuk langsung PT BRIL. Penunjukan
langsung, lanjutnya, tidak sesuai dengan aturan sehingga harus dilakukan tender terbuka.

"Hak PT BRIL sebagai pemrakarsa tidak hilang. Mereka berhak ikut tender, bahkan mereka
memiliki keistimewaan right to match, yaitu apabila tidak ada penawaran yang lebih rendah
daripada PT BRIL, maka pemenang tender secara otomatis adalah PT BRIL. Apalagi, PT BRIL
juga mendapatkan bonus nilai sebagai pemrakarsa," ujar Edi.

Edi berharap, tender dapat dilakukan secara terbuka, akuntabel, serta memenuhi standar prosedur
yang ada sehingga pada saat pelaksanaan proyek nanti tidak ada permasalahan. (ss)
__________________
Last edited by v-sun; Tomorrow at 12:51 AM
Walikota Bandung : PT. BRIL dan PT. PBB,
Bersatu Lebih Bagus
Tuesday, 27 January 2009
Bandung, Bedanews ***
Persoalan penggunaan tanah milik TNI di kawasan Batujajar untuk TPA oleh PT.
Patriot Bandung Barat (PBB) masih dalam proses, sebab yang menyatakan TNI
menyetujui hingga kini belum ada, demikian diungkapkan Pangdam III/ Siliwangi,
Mayjen TNI (Inf), Rasyid Qurnuen Aquary usai acara silaturahmi dengan tokoh
masyarakat kota Bandung di pendopo Bandung.
Setelah melalui tahapan dan prosedur baku, seandainya Panglima TNI bisa
mengijinkan, tanah TNI di Batujajar bisa digunakan, kenapa tidak. Sebaliknya kalau
tidak, pihaknya harus tunduk dan taat kepada perintah pimpinan, ujar Pangdam.
Menurut Pangdam, persoalan sampah bukan persoalan internal Kota Bandung
tapi merupakan persoalan nasional yang harus diselesaikan. “Kita siap membantu,
apapun yang menjadi kesulitan masyarakat dan kesulitan pemerintah daerah. Jadi
lokasi Batujajar ini adalah salah satu alternatif”, tambah Pangdam.
Dalam hal ini Walikota dan pangdam sepakat guna mengantisipasi tidak
dikelolanya TPA dengan baik, dengan mencari pengelola yang benar-benar dapat
dipercaya dan bertanggung jawab. Pengelola sampah nantinya harus mengerjakannya
dengan tuntas, jangan menyisakan persoalan yang merugikan masyarakat, tegasnya.
Sedangkan menyoal penawaran dari PT PBB dalam pengelolaan sampah Kota
Bandung, dimana Pemkot Bandung telah mendatangani kerja sama dengan PT Bandung
Raya Indah Lestari (PT BRIL), Walikota Bandung, Dada Rosada, mengaku, pihaknya
masih terus mewacanakan untuk menyatukan kedua pengusaha tersebut.
“Yang terpenting, bagaimana persoalan sampah di Bandung, bisa selesai,
diantara keduanya sudah ada kesepahaman. PT. BRIL sebagai konsorsium, ditambah PT
PBB, lebih banyak kan lebih bagus”, ungkapnya. (Di)
Dari Sampah Jadi Energi Listrik

BAGI negara-negara yang telah maju, termasuk negara berkembang dengan penduduknya padat,
sampah merupakan masalah yang cukup pelik. Berbagai upaya dilakukan untuk memecahkan
cara penanganan sampah. Di antaranya dengan sistem open dumping (dibiarkan ditumpuk) atau
sanitary landfill (ditimbun tanah).

Namun dengan sistem ini tetap saja menimbulkan masalah baru. Baik open dumping maupun
sanitary landfill kelemahannya adalah volume sampah yang semakin menggunung. Polusi udara
dari bau yang menyengat menganggu penduduk sekitarnya, produksi gas methan yang
membahayakan, pencemaran udara dan air, bahkan ancaman bahaya longsor karena tumpukan
sampah juga masalah baru. Kini lahirlah ide bahwa sampah sebenarnya dapat dimanpaatkan.
Selain dihancurkan, juga akan menimbulkan sumber energi baru.

Sistem ini adalah membuat solusi bahwa sampah bisa jadi sumber enerji listrik atau Watse to
Energy atau yang lebih dikenal dengan PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah).Di beberapa
negara pembuatan PLTSa ini sudah lama dilakukan, sebut saja di Republik Rakyat China (RRC)
dan Singapura. Dengan PLTSa ini selain berfungsi sebagai Tempat Pemrosesan Akhir (TPA),
juga sampah ini diolah dan volumenya diperkecil dengan teknologi modern, juga bisa
menjadikan sumber energi listrik.
PLTSa di Bandung adalah sebuah keniscayaan yang sulit dibantah. Sebab, persoalan klasik
dalam penanganan sampah terus menerus jadi beban, bukan saja bagi Pemkot Bandung tetapi
juga bagi warganya. Sejak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah Cimahi longsor yang
menimbulkan korban jiwa, Pemkot Bandung berupaya mencari TPA pengganti. Tetapi tak ada
lahan yang tersedia di wilayah Kota Bandung, serta sulitnya mencari lahan di luar Kota Bandung
menyebabkan sampah-sampah di Kota Bandung semakin menggunung karena belum ada TPA
pengganti.
Upaya terus dilakukan, namun mencari TPA pengganti tetap sulit. Faktor utama adalah
penolakan warga sekitarnya, jika kemudian ada lahan untuk TPA di Desa Sarimukti, Kecamatan
Cipatat, Kab. Bandung Barat atas kerja sama Pemkot Bandung , Pemprov. Jawa Barat dan
Kodam III Siliwangi, namun TPA itu hanya bersifat sementara. Artinya, untuk jangka panjang
sampah di Kota Bandung akan bermasalah lagi.
Maka ketika sejumlah pengusaha, para pakar, dan Pemkot Bandung beraudiensi lalu presentase
di Hotel Grand Aquila Bandung, 16 Maret 2005, Waste to Energy atau PLTSa mendapat
dukungan penuh dari berbagai kalangan. Sebab selain dapat menguntungkan karena bisa menjadi
sumber energi, juga bisa memperkecil volume sampah dan juga teknik yang ramah lingkungan
dibanding cara penanganan sampah konvensional selama ini dengan menggunakan open
dumping dan sanitary landfill.
PLTSa akhirnya disetujui, rencananya akan dibangun di wilayah Gedebage, Bandung Timur.
Jika telah terwujud, PLTSa yang berfungsi sebagai TPA ini nantinya akan memakai teknologi
tinggi. Sampah-sampah yang datang akan diolah dengan cara dibakar pada temperatur tinggi 850
hingga 900 derajat Celicius.
Berdasarkan perhitungan, dari 500 - 700 ton sampah atau 2.000 -3.000 m3 sampah per hari akan
menghasilkan listrik dengan kekuatan 7 Megawatt. Kapasitas perusahaan sampah sebesar itu
sama dengan sampah yang dibuang ke TPA Sarimukti oleh PD Kebersihan sekarang.
Dari pembakaran itu, selain menghasilkan energi listrik, juga memperkecil volume sampah
kiriman. Jika telah dibakar dengan temperatur tinggi tadi, sisa pembakaran akan menjadi abu dan
arang dan volumenya 5% dari jumlah sampah sebelumnya. Abu sisa pembakaran pun bisa
dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan batu bata.
PLTSa dengan bahan bakar sampah merupakan salah satu pilihan strategis dalam menanggulangi
masalah di Kota Bandung , selain berpotensi mengurangi volume sampah secara lebih efektif,
juga bisa menghasilkan energi listrik. Listrik ini akan membantu atau meringankan beban PLN
dalam penyediaan listrik bagi masyarakat.

Studi Amdal

Rencana kegiatan pembangunan PLTSa ini sepenuhnya dikelola oleh pihak swasta PT Bandung
Raya Indah Lestari (BRIL). Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dilakukan
para pakar dari ITB, dan telah menyelesaikan tahapan kerangka acuan.
PT BRIL sendiri akan membangun akses jalan tersendiri ke lokasi PLTSa melalui jalan Tol
Padaleunyi. Di sekeliling bangunan PLTSa nantinya akan ditanami pohon sehingga membentuk
green belt (sabuk hijau). Bangunan PLTSa berikut sarana bangunan pendukungnya akan
memakan lahan sekitar 3 Ha, sedangkan sabuk hijau akan memakan areal 7 Ha.
Pada saat sampah yang datang dibakar dengan temperatur yang tinggi, akan melahirkan energi
panas yang dihasilkan oleh pembakaran tadi. Energi panas ini akan digunakan untuk
memanaskan air hingga menjadi uap. Uap inilah kemudian tenaganya akan dipakai memutar
turbin pembangkit listrik. Hasilnya, PLTSa gedebage akan menghasilkan 7 Megawatt (MW) per
hari.
Warga sekitamya pun tidak usah khawatir tentang kedatangan sampah. Sebab sampah yang
datang pertama-tama akan diturunkan kadar airnya dengan jalan ditiriskan dalam bunker selama
5 hari. Setelah kadar air berkurang tinggal 45%, sampah akan dimasukan ke dalam tungku
pembakaran, kemudian dibakar.
Sisa pembakaran abu dan debu terbang sebesar 20% dari berat semula akan diuji kandungannya
apakah mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) atau tidak, di laboratorium. Jika tidak
mengandung B3, dapat dijadikan sebagai bahan baku bangunan seperti batako. Namun jika
mengandung B3, akan diproses dengan teknologi tertentu sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk
menampung abu ini, di lokasi PLTSa akan dibuat penampungan abu dengan kapasitas 1.400 M3,
yang mampu menampung abu selama 14 hari beroperasi.
Sedamgkan sisa gas buang akan diproses melalui pengolahan yang terdiri dari :

1. Gas buang hasil pembakaran akan dilakukan pada squenching chamber. Dari sini gas
buang disemprot dengan air untuk menurunkan temperatur gas dengan cepat guna
mencegah dioxin terbentuk kembali dan menangkap zat pencemar udara yang larut dalam
air seperti NOx, Sox, HCL, abu, debu, dan partikulat.
2. Kemudian gas yang akan dilakukan pada reaktor akan ditambahkan CaO sebanyak 12
kg/ton sampah. Tujuannya menghilangkan gas-gas asam, Sox< HCL, H2S, VOC, HAP,
debu dan partikulat.
3. Pada saat gas keluar dari reaktor, pada gas akan disemburkan karbon aktif sebanyak 1
kg/ton sampah, bertujuan menyerap uap merkuri, dioksin, CO.
4. Kemudian gas akan dialirkan ke Bag Filler dengan tujuan menyaring partikel PM10 dan
PM 2,5.
5. Terakhir, gas buang akan dilepaskan ke udara melalui cerobong dengan ketinggian
sekitar 70 meter.

Pada kegiatan penirisan sampah akan menghasilkan lindi dan bau. Lindi akan ditampung
kemudian diolah sampai pada tingkat tertentu. Kemudian akan disalurkan ke Bojongsoang untuk
diolah lebih lanjut. Rencana pembuangan hasil olahan lindi ke pengolahan air kotor Bojongsoang
sesuai perjanjian kerja sama antara PT BRIL dengan PDAM Kota Bandung. Intinya, PDAM
akan membangun saluran air buangan dari PLTSa dan membangun fasilitas pengolahan limbah
PLTSa, sedangkan PT BRIL akan membayar jasa pengolahan ke PDAM. Sedangkan bau yang
ditimbulkan berada dalam bunker bertekanan negatif sehingga tidak akan keluar tetapi tersedot
dalam tungku pembakaran sehingga tidak menimbulkan bau sampah di luar bangunan.

Tahapan Kegiatan

Saat itu PT BRIL selaku pengelola PLTSa memulai melakukan pekerjaan melalui berbagai
tahapan. Tahapan pertama adalah penyiapan lahan 10 ha. Lahan tersebut dibeli dari para petani
atau pemilik sawah/lahan. Selanjutnya, mobilisasi tenaga kerja untuk membangun PLTsa,
mobilisasi peralatan berat, konstruksi, pembersihan lahan, penyiapan lahan, pemasangan fondasi,
mobilisasi bahan bangunan, mobilisasi peralatan PLTSa, instalasi PLTSa, dan pelepasan tenaga
kerja kontruksi.
Setelah tahapan dilakukan, PLTSa akan diuji coba dahulu sebelum benar-benar layak
dioperasikan. Sampah-sampah segera didatangkan oleh PD Kebersihan kemudian diturunkan ke
bunker berkapasitas 10.000 m3, yang cukup untuk menyimpan sampah 5 hari. Sampah tersbeut
akan ditiriskan selama 3-5 hari.
Pada saat start, tungku akan dipanaskan dengan bahan bakar minyak bumi sampai 850 derajat
Celcius untuk membakar sampah dan akhirnya akan menghasilkan energi listrik dan juga
berkurangnya volume sampah. Uji coba ini akan terus dilakukan dengan dihadiri sekaligus
ditangani oleh para teknisi dari China (vendor). Selagi masa uji coba dilakukan, PT BRIL akan
melakukan pelatihan bagi pekerjanya. Jika pekerjanya telah dianggap mampu, akan langsung
menangani PLTSa.

You might also like