You are on page 1of 16

M.K.

Biologi Hewan Laut Hari/Tanggal : Senin/06 Desember 2010

PENGAMATAN ANEMON LAUT PADA AKUARIUM AIR


LAUT

Kelompok 05

ARIEF RIEZKI (C54070004)


RISNA DWI ASTUTY (C54070016)
GUGUM GUMBIRA (C54070026)
IMAN ABDURRAHMAN (C54070036)
LUDVI KAMALIKASARI (C54070048)
AMANDANGI W.H. (C54070059)
LA ODE ABDUL HAFID (C54070080)

BAGIAN HIDROBIOLOGI LAUT


DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemon merupakan hewan dari kelas Anthozoa yang sekilas terlihat seperti

tumbuhan, tapi jika diamati lebih jauh, anemon laut merupakan jenis hewan (wikipedia,

2010). Di alam anemon umumnya hidup berasosiasi dengan ikan badut. Kualitas

air laut sangat menentukan kelangsungan hidup anemon. Sebagai organisme yang

hidup pada air laut anemon terpengaruh secara langsung oleh beberapa parameter

penting yang ada di laut seperti salinitas, nutrient (fosfat dan nitrat), pH, DO,

suhu, kekeruhan dan amoniak.

Pada wilayah perairan yang baik parameter-parameter tersebut berada pada

kisaran yang masih bisa ditolerir oleh anemon. Istiyanto (1993) menerangkan

bahwa suhu yang dapat ditolerir oleh anemon berkisar antara 24-29 0C, pH 8-8.3

sementara salinitas berkisar antara 31-33 DO berkisar antara 2.4-6 mg/l, nitrit 0.5

mg/l dan amonia berkisar antara 0.01-0.021 mg/l.

Pengaruh yang nyata dari parameter-parameter tersebut terhadap anemon

diamati dalam sebuah akuarium yang menggunakan RWS ( Running Water

System) didalamnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh yang

disebabkan kurangnya sirkulasi air laut pada akuarium sehingga parameter yang

berpengaruh terhadap anemon hanya parameter-parameter yang telah disebutkan

tadi.

1.2 Tujuan

Praktikum yang dilakukan bertujuan ungtuk mengetahui pengaruh dari

beberapa parametr di perairan seperti salinitas, nutrient (fosfat dan nitrat), pH,

DO, suhu, kekeruhan dan amoniak terhadap tingkat kelangsungan hidup anemon.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Klasifikasi dan Morfologi Anemon
2.1.1 Klasifikasi Anemon
Anemon laut merupakan hewan dari kelas Anthozoa. Bentuk dari anemone

laut sekilas terlihat seperti tumbuhan, tapi jika diamati lebih jauh, anemone

laut merupakan jenis hewan. Beberapa anemon laut dapat bergerak.

Pergerakan anemone laut seperti siput, bergerak secara perlahan dengan cara

menempel. Sebagian besar anemon laut memiliki sel penyengat. Berguna

untuk melindungi dirinya dari predator. Di alam anemone laut berfungsi

sebagai tempat hidup dari ikan badut. Kedua organisme ini melakukan

simbiosis mutualisme.

HICKMAN (1967) menggolongkan anemon laut sebagai berikut:

Filum : Coelenterata

Kelas : Anthozoa

Anak kelas : Zoantharia

Bangsa : Actiniaria

Suku : - Stichodactylidae

- Edwardsiidae

- Galateathemidae

- Bathyphelliidae

- Actinosiidae

2.1.2 Morfologi

Bentuk tubuh anemon seperti bunga, sehingga juga disebut mawar

laut. Selanjutnya HICKMAN (1967) membagi tubuh anemon laut menjadi tiga

bagian yaitu :
1. keping mulut (oral disc);

2. badan (co-lumn) dan

3. pangkal atau dasar (base).

Sedangkan DUNN (1981) membaginya menjadi empat bagian yaitu : keping

mulut; badan; pangkal dan tentakel-tentakel. Lipatan yang bundar diantara badan

dan keping mulut membagi binatang ini kedalam kapitulum di bagian atas dan

scapus bagian bawah. Di antara lengkungan seperti leher (collar) dan dasar dari

kapitulum terdapat "fossa". Hubungan antara keping kaki atau pangkal (pedal

disc) dan badan disebut limbus. Dalam keadaan berkontraksi, bagian tepi otot

"sphincter' yang terletak pada dasar dari kapitulum dapat berfungsi untuk

membuka dan menutup keping mulut. Keping mulut bentuknya datar, melingkar,

kadang-kadang mengkerut, dan dilengkapi dengan tentakel kecuali pada jenis

Limnactinia, keping mulut tidak dilengkapi dengan tentakel. Lubang mulut

terletak pada daerah yang lunak yang disebut peristome.

Tentakel yang mengandung nematokis (sel penyengat), jumlahnya bervariasi dan

umumnya menutupi oral disc, tersusun melingkar atau berderet radial. Jumlah

tentakel biasanya merupakan kelipatan dari enam dan tersusun dalam dua deret

lingkaran berturut-turut dimulai dari lingkaran yang paling dalam. Kelipatan yang

dimaksud adalah 6 tentakel pertama (paling dalam dan paling tua), 6 bagian

tentakel kedua, 12 bagian tentakel ketiga, 24 bagian tentakel ke empat dan

seterusnya (www.scribd.com).
2.2 Kualitas Air Bagi Anemon Laut

Kualitas air yang optimum untuk pemeliharaan anemon laut adalah: suhu

air 24 - 29 0C, oksigen terlarut 2,4 - 6 mg/l, atau 4 - 7 mg/I, nitrit 0,551 - 0,552

mg/I atau 0,5 mg/I , Ammonia 0,01 - 0,021 mg/l atau 0,1 mg/l dan pH 7,2 - 8,3

atau 8 - 8,3 (Istiyanto, 1993). Syarat hidup anemon yang baik berada pada kisaran

suhu 29-32 0C dan dengan kadar salinitas berkisar antara 31 - 33 ‰. Anemon

akan optimum hidup pada perairan yang memiliki intensitas cahaya matahari yang

hangat dan nutrient yang melimpah, seperti pada ekosistem terumbu karang

dimana pada ekosistem tersebut memiliki asupan nutrient yang banyak dan

intensitas cahaya matahari yang tinggi.

2.3 Pengaruh Cahaya terhadap Metabolisme Anemon Laut

Cahaya matahari merupakan faktor penting dalam metabolisme anemon

karena cahaya matahari berperan penting dalam proses fotosintesis. Organisme

yang bersimbiosis mutualisme dengan anemon laut yaitu zooxanthellae.

Zooxanthellae merupakan faktor pengendali dalam kelimpahan dan metabolisme

anemon laut artinya semakin kecil intensitas cahaya matahari yang masuk ke
perairan maka proses fotosintesis akan berkurang atau menjadi terhambat, begitu

pula dengan zooxanthellae akan semakin berkurang populasinya karena banyak

yang mati akibat penetrasi cahaya matahari yang kurang sehingga organisme

tersebut sulit untuk membuat makanannya sendiri atau berfotosintesis. Hal ini

mengakibatkan kelimpahan dan metabolisme anemon akan terganggu.

2.4 Habitat, Makanan dan Cara Makan

Bangsa Actiniaria pada umumnya ter-sebar luas, sama halnya dengan

anggota kelas Anthozoa lainnya, ditemukan pada perairan pantai dari yang hangat

sampai kedaerah yang dingin sekali. Mereka hidup soliter dan menempel pada

dasar yang kuat atau lunak dan sebagian ada yang sedikit membenam di dasar

yang berpasir dengan bantuan keping kaki (pedal disc). Tempat hidupnya di

bawah garis surut terendah, dapat berpindah tempat dengan cara merangkak

dengan menggunakan keping kaki dengan bantuan ombak dan kontraksi pada

ototnya. Beberapa kelompok juga dapat berpindah atau berenang menggunakan

tentakelnya (HICKMAN 1967). Menurut UCHIDA (1938), bahwa ada satu

macam Anemon yang dapat berenang yaitu dari jenis Bobceroides me murrichi

yang terdapat di teluk Mutsu, Jepang. Jenis ini banyak di-temukan di pantai

sebelah selatan Jepang menempel atau berenang diantara rumput laut.

Pada umumnya anemon banyak dijumpai pada daerah terumbu karang

yang dangkal, di goba atau di lereng terumbu tapi ada juga yang hidup di tepian

padanglamun. CARLGREN (1956) dalam penelitiannya menemukan beberapa

jenis dari anemon yang hidup di kedalaman 6000 meter dan bahkan lebih dari

10.000 meter. Anemon jarang dijumpai pada daerah terumbu karang yang persen-

tase tutupan karang batunya tinggi.


Anemon adalah binatang laut karnivora dan karenanya dapat memakan

hampir setiap mahluk hidup di laut yang masuk dalam jangkauannya. Anemon

mampu makan dalam jumlah sangat banyak, tetapi sebaliknya apabila

makanannya sedikit (jarang) tubuh anemon dapat menyusut (mengkerut) dengan

jalan melipat diri sehingga bentuknya seperti bola dengan tentakelnya sedikit

tersembul keluar. Hal semacam ini juga dilakukan apabila dalam keadaan bahaya.

Makanan yang terdiri dari moluska, krustasea, ikan dan invertebrata lain,

makanan atau mangsa ditangkap oleh tentakel dengan bantuan nematokis yang

dapat melumpuhkan mangsanya (STORER et al 1968). Tetapi ada pula beberapa

obyek yang langsung terpegang oleh mulut. Mulut dan kerongkongannya dapat

membuka dengan lebar sesuai dengan kebutuhan. Makanannya dicerna dalam

ruangan gastrovaskuler dengan bantuan enzym yang disekresikan, kemudian

diserap oleh gastrodermis. Sisa-sisa makanan yang tidak dapat dicerna dibuang

melalui mulutnya. Anemon juga memper-oleh makanan dari persediaan makanan

yang dflakukan oleh ikan giru yang hidup bersimbiose diantara tentakel-tentakel

atau farinks dari anemon sebelum makanan itu diambil kembali oleh ikan

(HODSON 1981).
3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi

Pengambilan data dilakukan di laboratoium basah bagian hidrobiologi laut

Departemen Ilmu dan Teknolgi Kelautan, FPIK, IPB. Pengambilan data

dilakukan sejak 29 November – 3 Desember 2010.

3.2 Setting RWS dan Penataan Akuarium

Pemasangan RWS dilakukan untuk menghilangkan pengaruh kurangnya

sirkulasi air laut pada akuarium. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga kualitas

parameter yang diamati seperti salinitas, nutrient (fosfat dan nitrat), pH, DO, suhu,

kekeruhan dan amoniak. Tahap awal yang dilakukan, yaitu membersihkan

akuarium yang akan digunakan sebagai media dengan cara mengurasnya. Pada

akuarium bagian bawah digunakan sebagai tempat RWS dijalankan, patahan

karang diletakkan pada sekat pertama di akuarium ini, setelah itu bioball

kemudian arang aktif. Akuarium bagian atas diberi sekat menggunakan jaring

yang dijahit berbentuk segi empat dengan diberi bambu pada bagian sisi-sisinya

sebanyak tiga sekat. Setelah itu air laut yang telah disaring menggunakan

plankton net dimasukkan dan kemudian sistem dijalankan.

Gambar 1. RWS
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pada pembuatan akuarium dengan menggunakan sistem sirkulasi tertutup

faktor kualitas air merupakan hal yang penting. Kualitas air dapat digunakan

untuk mengetahui sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau

komponen lain yang terdapat di dalam air tersebut. Kualitas air ditentukan oleh

beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan

sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam dan

sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan

sebagainya) (Effendi, 2003).

Tabel 1. Pengamatan kualitas air pada akuarium 3

Tabel 2. Kandungan Nutrien (Fosfat dan Nitrat)


Berdasarkan data yang diperoleh nilai suhu pada minggu 1 adalah 270C.

Suhu air pada minggu 2 sampai minggu ke 7 sama yaitu 280C. Nilai salinitas pada

minggu 1 adalah 32 sedangkan minggu 2 turun menjadi 31. Konsentrasi oksigen

terlarut (DO) pada minggu 1 adalah 8.58 mg/l dan minggu 2 berkurang menjadi

6.26 mg/l. Nilai pH minggu 1 adalah 7.70 sedangkan minggu ke 2 turun menjadi

7.65. Air laut tidak berwarna sehingga dikatakan tidak keruh. ketinggian air pada

minggu 1 adalah 35 cm, minggu ke-2 34 cm minggu ke-3 36 cm, minggu ke4

sampai ke-7 sama yaitu 34 cm. Kelimpahan plankton hanya dihitung pada

minggu pertama yaitu 6616 (ind/l). Anemon pasir baru diletakkan di akuarium

pada minggu ke-3. Kandungan nutrient (Fosfat dan Nitrat) diukur satu kali untuk

masing-masing akuarium. Fosfat pada akuarium 3 memiliki kandungan sebesar

1.412 mg/l sedangkan nitrat sebesar 3.244 mg/l.

Tabel 3. Kondisi Anemon Pasir

No Parameter Akuarium Akuarium Akuarium


1 2 3
1 Fosfat 1.048 1.397 1.412
(PO4)mg/l
2 Nitrat 2.952 3.618 3.244
(NO3)mg/l

Tabel 3 diatas mendeskripsikan kondisi anemon pasir pada tanggal 27

November 2010. Akuarium 3 dibagi menjadi 3 sekat, masing-masing sekat diisi

dengan anemon pasir. Anemon pasir 1 memiliki panjang 16 cm bagian bawah


besar (mesentrial filament abnormal), bokong berwarna kuning dan warna dari

anemone sendiri coklat cerah. Anemon pasir 2 panjang 16 cm, bagian bawahnya

sedikit membesar, bokong berwarna putih dan memiliki warna coklat pucat.

Anemon pasir 3 memiliki panjang 18 cm, bagian bawah membesar, bokong

berwarna kuning, dan anemon pasir berwarna pucat dengan ujung tentakel

berwarna kuning.

Tabel 4. Pengamatan Tingkah laku Anemon

Berdasarkan tabel 4 diatas, mukus yang dihasilkan pada anemon 1 tidak

menentu hari ke-2 (29Nov) mukusnya sedikit, sementara itu pada hari ke-3

sampai ke-7 tidak ada mukus yang dihasilkan. Tentakel pada anemon 1

menggembang, karena sehat warna anemone 1 cerah dan mensentrial yang

dihasilkan normal selama 7 hari. Anemon ke 2 menghasilkan sedikit mukus,

tentakelnya berubah dari menyusut menjadi berkembang sampai hari ke 7. Sama

halnya dengan perubahan warna yang terjadi dari pucat menjadi cerah, mesentrial

filamennya normal. Anemon 3 terjadi peningkatan mukus dari tidak ada menjadi
banyak. Tentakel anemon 3 menyusut dan memiliki warna pucat, pada hari ke-6

memutih dan akhirnya mati (Lampiran).

4.2 Pembahasan

Kualitas air pada akuarium 3 (Tabel 1) tidak mengalami perubahan yang

signifikan dengan pada saat anemon pasir belum dimasukan kecuali untuk

parameter kecerahan dan DO (Tabel 5). Perubahan kecerahan yang terjadi

disebabkan tingginya material tersuspensi yang ada di dalam akuarium. Material

ini masuk dari proses dekomposisi yang dihasilkan organisme mikroskopis yang

ada dalam akuarium. Sirkulasi air laut dalam akuarium juga berpengaruh

terhadap kondisi ini karena aerator yang ada di dasar akuarium ikut

mebdistribusikan material tersuspensi tersebut. Khusus untuk DO terjadi

perubahan yang sangat signifikan pada awal pemasangan RWS (Tabel 5) akan

tetapi sulit untuk mengetahui secara pasti karena nilai DO tidak diukur pada

minggu-minggu berikutnya. DO dibutuhkan oleh organisme akuatik untuk

melakukan proses respirasi sehingga memiliki peranan yang sangat penting

dalam tingkat kelangsungan hidup anemon. Sementara itu kandungan fosfat dan

nitrat dalam akuarium berada dalam kisaran normal (Effendi, 2003). Fosfat dan

nitrat dibutuhkan sebagai sumber nutrien bagi plankton yang kemudianplankton

tersebut dimanfaatkan oleh anemon pasir sebagai makanannya.

Tabel 5. Kualitas Air Laut Pada 2 Minggu Awal


Parameter Minggu ke 1 Minggu ke
2

Suhu (0C) 27 28

Salinitas 32 31

pH 7.7 7.65
DO (mg/L) 8.58 6.28

Perubahan Tempat -
tinggi air Penampungan

Kecerahan Jernih Jernih

Keterangan Kosong Kosong

Pengemasan anemon pasir pada saat pembelian sangat menentukan tingkat

kelangsungan hidupnya. Pengemasan yang kurang baik dapat menyebabkan

anemon tersebut mengalami stress. Kondisi ini dapat menyebabkan anemon tidak

dapat melakukan adaptasi dengan kondisi air laut dalam akuarium. Hal ini terlihat

pada anemon nomor 3 yang mengeluarkan banyak mukus sebelum akhirnya mati.

Ketersediaan sumber makanan yang kurang juga menyebabkan kondisi anemon

dalam akuarium tidak sehat, gampang terkena penyakit dan sulit untuk tumbuh.
4. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kualitas air laut yang ada dalam akuarium tidak mengalami perubahan

yang signifikan kecuali untuk kekeruhan dan DO. Perubahan kekeruhan

disebabkan banyaknya mikroorganisme yang melakukan proses dekomposisi

sehingga meningkatkan kandungan material terlarut dan tersuspensi yang ada

dalam akuarium. Sementara itu DO kemungkinan besar juga mengalami

penurunan yang signifikan pada hari-hari berikutnya, akan tetapi hal ini tidak bisa

dipastikan secara numerik karena DO hanya diukur dua kali pada saat awal

pemasangan RWS. Kondisi anemon yang stress pada saat dimasukkan

menyebabkan kemampuan anemon tersebut untuk beradaptasi dengan air laut

dalam akuarium terganggu.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan konsentrasi DO

sehingga dapat dipastikan seberapa besar penurunan DO yang terjadi dalam


akuarium selain itu pemberian pakan yang sesuai untuk anemon harus dilakukan

dengan teratur.

DAFTAR PUSTAKA

ALLEN, G.R. 1974. Damselfishes of the south Seas. T.F.H. Publications, Inc.

Sydney, Australia P : 50-62.

CARLGREN, 0. 1956. Actiniaria from depth exceeding 6000 m In. Scientific

Result of The Danish Deep Sea Expe-dition Round the World 1950 - 52.

2 : 9-16.

CARSON, R. 1974. The edge of the sea Dengerous Sea Creatures. Time life Tele-

vision USA p: 90-i77.

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius

www.scribd.com. [17 Desember 2010]


LAMPIRAN

You might also like