You are on page 1of 9

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

FAKULTAS PETERNAKAN
JURUSAN ILMU PETERNAKAN
MANADO
2011

Tugas MK : TEKNOLOGI HASIL TERNAK


“PEMBEKUAN TELUR TERNAK”

Oleh :
Andrew Loindong
Nim: 080413029

Pendahuluan
Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia adalah gizi yang diperoleh dari
makanan sehari-hari. Jenis dan cara pengolahan bahan pangan sangat menentukan kadar gizi
hasil olahan makanan tersebut. Kebutuhan pangan dan gizi keluarga dapat terpenuhi dari
ketersediaan pangan setempat, daya beli yang terjangkau dan memenuhi syarat menu seimbang.
Sudah diketahui bahwa bahan pangan, seperti daging, ikan, telur, sayur maupun buah, tidak
dapat disimpan lama dalam suhu ruang. Masa simpan bahan pangan dapat diperpanjang dengan
disimpan pada suhu rendah; dikeringkan dengan sinar matahari atau panas buatan; dipanaskan
dengan perebusan; diragikan dengan bantuan ragi, jamur atau bakteri; dan ditambah bahan-bahan
kimia seperti garam, gula, asam dan lain-lain.
Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperlambat reaksi metabolisme.
Selain itu dapat juga mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan atau
kebusukan bahan pangan. Cara pengawetan bahan pangan pada suhu rendah dibedakan menjadi
2 (dua) cara yaitu pendinginan dan pembekuan.
Oleh karena itu, pengetahuan cara mengolah dan mengawetkan bahan pangan untuk
memperpanjang masa simpannya perlu diketahui oleh masyarakat pedesaan atau yang
ekonominya masih rendah. Pengetahuan cara mengolah bahan pangan untuk memperpanjang
masa simpannya dapat digunakan oleh masyarakat yang tertinggal jauh dari pasar atau untuk
mengatasi kelebihan hasil panen. Hasil dari olahan bahan pangan tersebut dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga atau diperdagangkan. Selain untuk memeperpanjang masa
simpan, pengolahan atau pengawetan bahan pangan juga dimaksudkan untuk
menganekaragamkan pangan, meningkatkan nilai gizi, nilai ekonomi, dayaguna, memperbaiki
mutu bahan pangan dan mempermudah pemasaran dan pengankutan. Pengolahan bahan pangan
dengan tujuan memperpanjang masa simpan harus dilakukan dengan hati-hati karena hasil
olahan tersebut harus bebas kuman, bakteri atau jamur. Selain itu harus diusahakan agar nilai gizi
yang terkandung dalam bahan pangan tersebut tidak banyak berkurang karena proses
pengolahan.

Telur Hasil Ternak

Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling bergizi dan dapat disiapkan dalam
berbagai bentuk olahan. Telur dikatakan pula sebagai bahan pangan yang sempurna. Karena telur
mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh suatu makhluk hidup seperti protein, lemak,
vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup. Disamping itu protein telur merupakan protein
yang bermutu tinggi dan memiliki susunan asam amino essensial yang lengkap. Sehingga protein
telur sering dijadikan patokan dalam menentukan mutu protein dari berbagai bahan pangan
lainnya.

Telur ayam mengandung

11% kulit,

31% kuning telur

55% putih telur.

Isi telur tanpa kulit terbagi atas

65% putih

35% kuning telur.


Yolk atau kuning telur mengandung 50% padatan yang terdiri dari 1/3 bagian protein dan
2/3 bagian lemak. Yolk bila disentrifuse akan terpisah menjadi 3 fraksi, yaitu livetin, komponen
glanular, dan lipovitelenin. Lipovitelin dan lipovitelenin adalah campuran komplek lipoprotein
yang apabila lipidanya diekstrak dengan 80% alkohol akan meninggalkan phosphoprotein,
vitelin dan vitelenin.

Putih telur cair mengandung 12% protein. Ada 4 lapisan putih telur, yaitu bagian luar
cairan (lapisan tipis), bagian viscous cairan (lapisan tebal), bagian dalam cairan (lapisan tipis),
dan bagian lapisan kecil padat mengelilingi membran vitelin kuning telur disebut “chalaza”
untuk mempertahankan posisi yolk.

Disamping nilai gizinya yang tinggi dan sifat-sifat fungsionalnya yang dapat digunakan
untuk berbagai keperluan dalam pengolahan pangan, telur merupakan bahan pangan yang mudah
atau cepat rusak sehingga tidak tahan lama disimpan tanpa perlakuan.

Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan pada suhu di atas titik beku (di atas 0o
C), sedangkan pembekuan dilakukan di bawah titik beku. Pendinginan biasanya dapat
memperpanjang masa simpan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu,
sedangkan pembekuan dapat bertahan lebih lama sampai beberapa bulan. Pendinginan dan
pembekuan masing-masing berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, warna,nilai gizi dan
sifat-sifat lainnya. Pengawetan dengan jalan pendinginan dapat dilakukan dengan penambahan es
yang berfungsi mendinginkan dengan cepat suhu 0o C, kemudian menjaga suhu selama
penyimpanan. Jumlah es yang digunakan tergantung pada jumlah dan suhu bahan, bentuk dan
kondisi tempat penyimpanan, serta penyimpanan atau panjang perjalanan selama pengangkutan.
Bahan pangan yang diawetkan dengan cara pendinginan tidak mengalami perubahan, sedangkan
dengan cara pengeringan bahan mengalami sedikit peruhanan rasa. Bahan pangan yang
diawetkan dengan pemanasan, peragian atau penambahan bahan-bahan kimia akan berubah baik
rasa, bentuk maupun tampilannya, misalnyua selai, sari buah, tempe, kecap, tapai dan lain-lain.
Untuk kebutuhan keluarga, daya tahan bahan pangan dapat diperpanjang untuk waktu tertentu
apabila disimpan pada suhu rendah, misalnya dalam lemari es. Namun masih banyak masyarakat
yang belum mampu memiliki lemari es yang masih tergolong barang mewah. Selain itu masih
banyak tempat tinggal di desa yang belum menggunakan listrik.
Prinsip Pembekuan
Berbagai metode digunakan dalam usaha pengawetan pangan, dan salah satu diantaranya
adalah pembekuan. Beberapa bahan pangan dapat dibekukan, dan pada keadaan beku gerakan sel
akan berkurang sehingga menghambat reaksi selanjutnya. Keputusan mengenai apakah suatu
bahan pangan perlu dibekukan atau cukup didinginkan, ditentukan oleh jenis bahan itu sendiri
dan lama penyimpanan yang diinginkan. Pembekuan menyebabkan perubahan struktur karena
pembentukan kristal es didalam sel. Bahkan, struktur bahan setelah pencairan kembali
kemungkinan berubah sangat besar. Penurunan suhu produk sampai di atas titik beku dapat
mengurangi aktivitas mikroorganisme dan enzim, sehingga dapat mencegah kerusakan produk
pangan, akan tetapi air cairan (liquid water) mungkin masih menyediakan aw (aktivitas air) yang
masih memungkinkan terjadinya beberapa aktivitas tersebut. Dengan pembekuan, fraksi air tak
terbekukan dikurangi, sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya hal tersebut.
pembahasan dipusatkan pada pindah panas dan pindah massa yang berhubungan
langsung dengan produk. Sedangkan mode pindah panas difokuskan pada pendinginan secara
konveksi. Suhu bahan yang akan dibekukan harus diturunkan hingga titik beku
komponenkomponennya, umumnya hingga –18 oC atau lebih rendah karena bahan pangan
mengandung garam dan gula. Saat larutan garam dan gula tersebut mulai membeku, kelebihan
air akan membeku hingga tercapai campuran eutektik. Jika pembekuan tidak dilakukan dengan
cepat, kristal es yang terbentuk akan membesar dan merusak dinding sel, sehingga jika kemudian
bahan dicairkan kembali, sel akan bocor dan tekstur bahan akan rusak. Bahan pangan beku
seperti es krim dan es loli sangat tergantung pada laju pembekuan untuk memperoleh konsistensi
dan tekstur tertentu, sehingga membutuhkan perlakuan khusus. Sekali bahan telah mulai
dibekukan maka sebaiknya tidak mengalami pemanasan dan pendinginan kembali, karena saat
dilakukan pembekuan ulang dengan laju lambat akan terjadi pencairan sebagian es.
Dalam pembekuan terdapat dua masalah yang penting, yakni terbentuknya kristal es dan
pertumbuhan kristal tersebut yang menentukan kualitas produk beku. Laju pembekuan
merupakan variabel penting pada kedua masalah tersebut. Kualitas produk yang dibekukan
secara cepat akan berbeda signifikan dengan produk yang dibekukan secara lambat. Dengan
demikian laju pembekuan merupakan dasar untuk rancangan proses pembekuan.
Definisi laju pembekuan pangan dari International Institute of Refrigeration adalah: rasio
antara jarak minimum dari permukaan ke pusat termal terhadap waktu antara permukaan meraih
0 oC dan pusat termal yang mencapai 5 oC lebih rendah daripada suhu pembentukan es awal dari
pusat termal.

Kristalisasi
Kristalisasi dan pencairan merupakan transisi fase orde pertama yang terjadi antara
padatan dan cairan. Panas laten yang dilepas pada saat kristalisasi sama dengan jumlah panas
yang diperlukan untuk proses pencairan pada suhu yang sama. Kristalisasi dapat terjadi dari
suatu bahan hasil pencairan atau dari suatu larutan. Kristalisasi dari bahan hasil pencairan dapat
terjadi pada suhu dibawah titik cair keseimbangan, Tm, sedangkan kristalisasi dari larutan terjadi
akibat dari supersaturasi. Kristalisasi umumnya merupakan proses tiga tahap, yang terdiri atas
nukleasi (pembentukan nukleat), propagasi (pertumbuhan kristal), dan pematangan
(penyempurnaan kristal dan/atau pertumbuhan lanjutan).
Nukleasi (Pembentukan Nuklei)
Nukleasi adalah proses yang mendahului kristalisasi. Nukleasi merupakan hasil dari
status metastabil yang terjadi setelah supersaturasi akibat dari pemisahan zat pelarut atau
penurunan suhu larutan. Nukleasi dapat terjadi secara homogen ataupun heterogen. Nukleasi
heterogen lebih cenderung terjadi pada bahan pangan akibat dari keberadaan zat lain
(impurities). Proses nukleasi homogen dan heterogen dianggap sebagai mekanisme nukleasi
primer, dalam hal ini pusat kristal dari zat yang sedang mengalami kristalisasi tidak terdapat
pada system yang bernukleasi. Nukleasi homogen terjadi secara spontan, dimana molekul bahan
saling menyusun dan membentuk nuklei. Pembentukan fase baru memerlukan energi sebagai
akibat dari solubilitas atau tekanan uap yang lebih tinggi. Variasi tekanan uap suatu tetesan kecil
dapat dinyatakan dengan persamaan Kelvin berikut, dimana p adalah tekanan uap tetesan
tersebut, p μ adalah tekanan uap pada permukaan datar, s adalah tegangan permukaan, n adalah
volume molar, R tetapan gas, dan r adalah jari-jari tetesan tersebut.

Persamaan Kelvin merupakan yang paling penting dalam teori kristalisasi kuantitatif, dan
dapat dituliskan dalam bentuk persamaan Ostwald-Freundlich, dimana L adalah kelarutan, Lµ
adalah kelarutan pada permukaan datar atau kelarutan tipikal bahan, M adalah berat molekul, dan
r adalah massa jenis. Besaran p/pµ atau L/Lµ adalah ukuran kesuper-jenuhan atau kesuper-
dinginan, a . Jarijari kritis, rc , untuk pembentukan kristal dapat diperoleh dari persamaan
berikut, yang mendefinisikan bahwa nukleasi spontan dapat terjadi jika terbentuk nuclei
berukuran r>rc .
Sebagaimana definisi ukuran kritis suatu nucleus, syarat untuk terjadinya nukleasi
homogen adalah bahwa molekul dapat membentuk klaster sebagai akibat tumbukan molekul.
Ukuran klaster tersebut harus cukup besar dan dapat melewati barier energy nukleasi. Nukleasi
homogen membutuhkan derajat super-jenuh atau super-dinging yang sangat besar, dan
kejadiannya sangat jarang meskipun pada bahan kimia yang sangat murni. Kebanyakan proses
kristalisasi terjadi secara tidak homogen karena keberadaan partikel asing yang melakukan
kontak dengan bahan tersebut.
Nukleasi Heterogen
Nukleasi heterogen adalah jalur utama proses kristalisasi yang terjadi pada bahan pangan.
Nukleasi heterogen terjadi akibat keberadaan zat asing (karena ketidak-murnian) yang dapat
bertindak sebagai situs nukleasi. Zat asing tersebut menyebabkan penurunan energy yang
dibutuhkan untuk pembentukan nucleus kritis dan karenanya dapat memfasilitasi terbentuknya
kristal. Peranan kesuper-jenuhan atau kesuper-dinginan lebih sedikit pada nukleasi heterogen
dibandingkan pada nukleasi homogen. Mekanisme nukleasi dan factor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan nucleus dalam bahan pangan belum dimengerti secara sempurna.

Nukleasi sekunder.
Nukleasi sekunder, berbeda dengan nukleasi homogen maupun heterogen, terjadi akibat
telah adanya kristal zat yang memang diinginkan untuk mengkristal. Nukleasi sekunder
membutuhkan gaya dari luar, seperti pengadukan terhadap larutan jenuh. Nukleasi sekunder
dapat juga terjadi sebagai akibat pengurangan ukuran kristal secara mekanis, yang dapat terjadi
karena adalah gaya regang. Kristal kecil dapat membesar dan melebihi ukuran kritis dari nucleus
stabil. Nukleasi sekunder adalah fenomena yang umum pada proses kristalisasi gula.

Propagasi (Pertumbuhan Kristal)


Langkah selanjutnya dari nukleasi adalah pertumbuhan kristal. Kristal dapat bertumbuh
jika molekul-molekul dapat berdifusi ke permukaan nucleus yang sedang bertumbuh tersebut.
Laju proses pertumbuhan ini sangat sensitive terhadap tingkat super-jenuh dan super dingin,
suhu, dan keberadaan zat asing. Pengaruh keberadaan zat asing sangat penting terhadap laju
kristalisasi secara keseluruhan dalam bahan pangan. Laju pertumbuhan suatu nucleus, J,
didefinisikan pada persamaan berikut, dimana Ed adalah energi aktifasi difusi dan (A)T adalah
kerja yang dibutuhkan untuk membentuk permukaan nucleus.
Terdapat berbagai kriteria yang dapat digunakan untuk pengelompokan metoda
pembekuan yang digunakan untuk bahan pangan. Secara sederhana pengelompokan metoda
pembekuan bahan pangan yang umum digunakan adalah:

1. Metoda Pembekuan Mekanik


· Pembeku Udara Sembur (Air blast freezer)
· Pembeku Udara Sembur Impingiment (Impingiment air blast freezer)

 Pembeku udara-sembur menggunakan udara dingin berkecepatan tinggi sebagai media


pembekunya
 Konfigurasi yang digunakan yang digunakan pada rancang bangun pembeku jenis ini
tergantung pada bahan pangan yang akan dibekukan dan kapasitas system
 Bahan pangan dengan massa jenis tinggi biasanya dibekukan dalam kemasankemasan besar
yang diletakkan pada rak-rak atau sabuk-angkut (conveyor), dan dipaparkan terhadap udara
dingin berkecepatan tinggi
 Sistem pembeku ini dapat juga beroperasi secara curah, dimana rak-rak bahan dibongkar-
muat dari lemari pembeku
 Untuk operasi curah seperti ini, kapasitas sistem ditentukan oleh ukuran lemari pembeku,
sedang waktu pembekuan ditentukan berdasarkan proses pindah panas.
 Suhu -30C and -40C pada laju udara 1.5 - 6.00 m/s
 Terdapat berbagai konfigurasi. Salah satu contoh pembeku air-blast jenis terowongan
 Laju pembekuan cepat

Catatan: - kemungkinan terjadi freezer burn dan dehidrasi (dapat diatasi dengan aliran
berlawanan)

Pembeku Lempeng Sentuh (Contact plate freezer)


Keuntungan:
1. tidak menggunakan luasan lantai yang terlalu besar
2. biaya operasi rendah
3. dehidrasi bahan pangan kecil laju pindah panas tinggi
4. kemasan dapat mempertahankan ukuran bahan yang dibekukan
Kerugian:
1. biaya investasi tinggi
2. dibatasi oleh ukuran produk

Metoda Pembekuan Kriogenik


 Pembekuan kriogenik mengalami perkembangan yang sangat pesat pada decade belakangan
ini dan telah diterima dengan baik oleh industri pangan
 Keuntungan yang dapat diperoleh dari teknik pembekuan ini adalah sifatnya yang dapat
membekukan bahan pangan secepat dan sesegera mungkin hingga suhu – 196 oC, sehingga
dehidrasi yang terjadi selama proses pembekuan pangan tersebut dapat ditekan hingga
sekecil mungkin
 Laju pembekuan kriogenik yang sangat cepat menghasilkan bentuk kristal es yang kecil-kecil
dan lembut seperti salju, sehingga kerusakan sel bahan dapat dikurangi
 Pembekuan kriogenik dapat juga digunakan untuk pengawetan sel-sel atau kultur bakteri.
Semakin segera suatu bahan pangan dibekukan, maka semakin segera pula bakteri mati
sehingga kerusakan alamiah bahan pangan tersebut dapat langsung dihambat.

Keunggulan pembekuan kriogenik:


 Peralatan yang relatif ringkas dan dapat beroperasi secara kontinyu, sehingga biaya modal
relatif rendah (sekitar 30% dari biaya modal pembekuan mekanik) Kehilangan bobot karena
dehidrasi sangat kecil, sekitar 0.5% (dibandingkan dengan 1-8% pada pembeku air blast).
 Pembekuan terjadi sangat cepat, sehingga memberikan perubahan karakteristik nutrisi dan
sensori yang lebih kecil.
 Terjadi pengeluaran oksigen selama proses pembekuan.
 Waktu “start-up” cepat dan tidak memerlukan waktu khusus untuk menghilangkan es yang
beku (defrost).
 Konsumsi energi lebih rendah Kelemahan pembekuan kriogenik:
 Biaya operasi relatif tinggi, khususnya untuk penyediaan zat kriogen.
 Kurang cocok digunakan untuk pembekuan sayuran hijau berdaun (leafy vegetables)

Refrigeran atau zat kriogen yang paling sering digunakan untuk pembekuan kriogenik adalah
nitrogen cair (LN2) dan karbon dioksida (CO2) cair atau padat

Sumber :

1. Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi
Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation,
1993.
2. http//keamananpangan.blogspot.co.id.wordpress.com/?ref=food.

10 January 2011

By @ND12

You might also like