Professional Documents
Culture Documents
MODUL
KURIKULUM DAN PENGEMBANGAN MATERI
PEMBELAJARAN
Oleh:
Drs. Suparlan, M.Ed
0
Daftar Isi
1 Pengantar ...................................................................................................................... 2
2 Kompetensi ................................................................................................................... 2
3 Tujuan Pembelajaran .................................................................................................... 2
4 Kegiatan Pembelajaran ................................................................................................. 3
4.1 Rincian Materi Pembelajaran................................................................................ 3
4.2 Uraian Singkat Materi Pembelajaran dan Contoh ................................................ 3
4.3 Tes Formatif Untuk Masing-masing Pertemuan ................................................. 20
4.4 Umpan Balik ....................................................................................................... 24
5 Referensi ..................................................................................................................... 24
6 Lampiran ..................................................................................................................... 24
1
1 Pengantar
Untuk dapat melaksanakan tugas profesionalnya dengan baik, calon guru harus
memiliki empat standar kompetensi guru, yaitu (1) kompetensi pedagogis, (2)
kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi
profesional. Kompetensi pedagogis adalah kompetensi yanga terkait dengan
penguasaan guru tentang teori belajar mengajar dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang mendidik, termasuk di dalamnya penguasaan terhadap hal-
hal yang terkait dengan kurikulum.
2 Kompetensi
3 Tujuan Pembelajaran
2
4 Kegiatan Pembelajaran
4.1 Rincian Materi Pembelajaran
Pengertian kurikulum:
3
the curriculum encompasses the entire scope of formative deed and
experience occurring in and out of school, and not experiences
occurring in school; experiences that are unplanned and undirected,
and experiences intentionally directed for the purposeful formation of
adult members of society (www.wikipedia.com).
· Secara terminologis, istilah kurikulum yang digunakan dalam dunia
pendidikan dengan pengertian sebagai sejumlah pengetahuan atau
mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa untuk
mencapai satu tujuan pendidikan atau kompetensi yang ditetapkan.
Sebagai tanda atau bukti bahwa seseorang peserta didik telah
mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan adalah dengan
sebuah ijazah atau sertifikat.
· Pengertian kurikulum mengalami perkembangan selaras dengan
perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Prof. Dr. H. Engkoswara,
M.Ed, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia telah merumuskan
perkembangan pengertian kurikulum tersebut dengan menggunakan
formula sebagai berikut:
4
· Contemporary views of curriculum reject these features of Bobbitt's
postulates, but retain the basis of curriculum as the course of
experience(s) that forms human beings in to persons. Personal
formation via curricula is studied at the personal level and at the
group level, i.e. cultures and societies (e.g. professional formation,
academic discipline via historical experience). The formation of a
group is reciprocal, with the formation of its individual participants.
· Although it formally appeared in Bobbitt's definition, curriculum as a
course of formative experience also pervades John Dewey's work (who
disagreed with Bobbitt on important matters). Although Bobbitt's and
Dewey's idealistic understanding of "curriculum" is different from
current, restricted uses of the word, curriculum writers and
researchers generally share it as common, substantive understanding
of curriculum.
· In formal education or schooling (cf. education), a curriculum is the
set of courses, course work, and content offered at a school or
university. A curriculum may be partly or entirely determined by an
external, authoritative body (i.e. the National Curriculum for England
in English schools). In the U.S., each state, with the individual school
districts, establishes the curricula taught. Each state, however, builds
its curriculum with great participation of national academic subject
groups selected by the United States Department of Education, e.g.
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) for
mathematical instruction. In Australia each state's Education
Department establishes curricula. UNESCO's International Bureau of
Education has the primary mission of studying curricula and their
implementation worldwide.
· Curriculum means two things: (i) the range of courses from which
students choose what subject matters to study, and (ii) a specific
learning program. In the latter case, the curriculum collectively
describes the teaching, learning, and assessment materials available
for a given course of study.
· Edward A. Krug mendefinisikan kurikulum sebagai berikut. “A
curriculum consists of the means used to achieve or carry out given
purposes of schooling”.
5
dipisahkan. Kurikulum merujuk kepada bahan ajar yang telah
direncanakan yang akan dilaksanakan dalam jangka panjang.
Sedang pengajaran merujuk kepada pelaksanaan kurikulum
tersebut secara bertahap dalam belajar mengajar.
3. Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala sesuatu
yang terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi
kurikulum faktual. Segala sesuatu itu bisa berupa pengaruh guru,
kepala sekolah, tenaga administrasi, atau bahkan dari peserta didik
itu sendiri. Kebiasaan guru datang tepat waktu ketika mengajar di
kelas, sebagai contoh, akan menjadi kurikulum tersembunyi yang
akan berpengaruh kepada pembentukan kepribadian peserta didik.
6
Pertemuan VI: UTS
7
(Social Studies). Beberapa mata
pelajaran, seperti Ilmu Hayat, Ilmu
Alam, dan sebagainya mengalami fusi
menjadi Ilmu Pengetahun Alam (IPS)
atau yang sekarang sering disebut
Sains.
1975 Kurikulum 1975 · Kurikulum ini disusun dengan kolom-
kolom yang sangat rinci.
1984 Kurikulum 1984 · Kurikulum ini merupakan
penyempurnaan dari kurikulum 1975
1994 Kurikulum 1994 · Kurikulum ini merupakan
penyempurnaan dari kurikulum 1984
2004 Kurikulum Berbasis · Kurikulum ini belum diterapkan di
Kompetensi (KBK) seluruh sekolah di Indonesia.
Beberapa sekolah telah dijadikan uji
coba dalam rangka proses
pengembangan kurikulum ini
2008 Kurikulum Tingkat · KBK sering disebut sebagai jiwa
Satuan Pendidikan KTSP, karena KTSP sesungguhnya
(KTSP) telah mengadopsi KBK. Kurikukulum
ini dikembangkan oleh BSNP (Badan
Standar Nasional Pendidikan).
8
Bagaimana Konsep Dasar KTSP?
Konsep dasar KTSP meliputi 3 (tiga) aspek yang saling terkait, yaitu (a)
kegiatan pembelajaran, (b) penilaian, dan (c) pengelolaan kurikulum berbasis
sekolah.
9
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam
mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan
pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi,
proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan
standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan
dalam mengembangkan kurikulum.
Foto:
Para guru sedang mengikuti diklat tentang penyusunan KTSP (Australia
Indonesia Basic Education Program - IBEP)
10
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni
11
5. Tuntutan dunia kerja
6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
7. Agama
8. Dinamika perkembangan global
9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
11. Kesetaraan gender
12. Karakteristik satuan pendidikan
Dokumen I KTSP
1. Bab I Pendahuluan, meliputi subbab (A) Latar Belakang, (B) Tujuan, dan
(C) Prinsip Pengembangan KTSP.
2. Bab II Tujuan Pendidikan, meliputi subbab (A) Visi, (B) Misi, (C)
Tujuan Sekolah.
3. Bab III Struktur dan Muatan Kurikulum, meliputi (A) mata pelajaran, (B)
muatan lokal, (C) kegiatan pengembangan diri, (D) pengaturan beban
belajar, (E) ketuntasan belajar, (F) kenaikan kelas dan kelulusan, (G)
pendidikan kecakapan hidup, dan (H) pendidikan berbasis keunggulan
lokal dan global.
Pengaturan beban belajar mengacu pada bab III Standar Isi. Beban belajar
dalam bentuk tatap muka dirancang bersama oleh satuan pendidikan.
Rancangan beban belajar dalam bentuk penugasan terstruktur dan
kegiatan mandiri tidak terstruktur dirancang oleh guru mata pelajaran.
Ketuntasan belajar adalah target minimal yang akan dicapai oleh satuan
pendidikan. Kriteria Ketuntasan minimal (KKM) merupakan hasil
analisis atas kompleksitas, daya dukung, dan intake siswa terhadap
kompetensi dasar, standar kompetensi, dan mata pelajaran yang
dibelajarkan. Agar hasil belajar peserta didik dapat mencapai, bahkan
melebihi KKM, satuan pendidikan merancang program remedial dan
pengayaan.
12
Kriteria kenaikan kelas dan kelulusan dikembangkan oleh satuan
pendidikan. Acuan minimal kriteria kenaikan kelas adalah Peraturan
Dirjen tentang Laporan Hasil Belajar dan POS UN tahun sebelumnya.
Dokumen KTSP:
· KTSP terdiri atas dua dokumen, yaitu (1) dokumen I yang berisi tentang
(a) landasan, (b) program, dan (c) pengembangan kurikulum.
· Dokumen I (pertama) disusun oleh tim handal yang dibentuk oleh
sekolah dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Pemangku
kepentingan tersebut adalah (1) kepala sekolah, (2) guru, (3) tenaga
administrasi, (4) pengawas sekolah, dan (5) komite sekolah dan orangtua
siswa, serta (6) dinas pendidikan.
· Dokumen II (kedua) merupakan penjabaran secara operasional dari
dokumen pertama, terdiri atas (a) silabus dan (b) Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
· Dokumen Dokumen II disusun oleh guru kelas dan guru mata pelajaran,
atau kelompok kerja guru kelas atau guru mata pelajaran dalam kegiatan
organisasi profesi seperti Kelompok Kerja Guru (untuk guru sekolah
dasar), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), atau bahkan
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Pertemuan X: Silabus
13
Silabus menjawab tiga pertanyaan dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu apa
kompetensi yang harus dikuasai siswa, bagaimana cara mencapainya, dan
bagaimana cara mengetahui pencapaiannya.
Berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 17 Ayat (2), Sekolah dan komite
sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum
tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar
kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas
kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP,
SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di
bidang agama untuk MI. MTs, MA, dan MAK.
Contoh silabus
14
Contoh Silabus
Silabus
Standar
Pengalaman Alokasi
Tema Kompetensi/ Subtema Indikator Penilaian Sumber/Bahan/Alat
Belajar waktu
Kompetensi Dasar
My Listening-Speaking Family life Siswa terbiasa Siswa Penilaian 10 jam Contoh-contoh teks
Famil Siswa dapat menyapa orang lain membiasakan otentik pelajaran yang sesuai (lisan
y berinteraksi secara dengan ungkapan diri untuk dengan (belum dan tulis), termasuk
interpersonal sangat yang benar dalam berinteraksi unjuk kerja termasuk yang diucapkan oleh
sederhana dengan bahasa Inggris dalam hal (performan- untuk guru secara rutin atau
lingkungan terdekat, sesuai dengan perkenalan, ce) terstruktur yang diambil dari
terutama dalam waktu dan orang sapaan, ucapan dan mandiri) buku teks atau
- Perkenalan yang diajak bicara. terima kasih seumber-sumber lain.
diri/orang lain Identity Siswa dapat dan permintaan Orang, dan alat bantu
- sapaan menyebutkan maaf dalam belajar yang sesuai
- ucapan terima anggota keluarga konteks yang terdapat di
kasih inti dan terdekat. kehidupan lingkungan hidup
- permintaan maaf nyata, terutama siswa (termasuk di
di lingkungan rumahnya). Jika ada,
sekolah, dengan tayangan atau
guru dan teman. rekaman elektronik
di TV, kaset,
audio/visual, dsb.
Siswa dapat Home Siswa dapat
15
Standar
Pengalaman Alokasi
Tema Kompetensi/ Subtema Indikator Penilaian Sumber/Bahan/Alat
Belajar waktu
Kompetensi Dasar
meminta dan environ- menyebutkan nama
memberi informasi ment benda-benda yang
tentang nama ada di rumahnya.
benda-benda di
lingkungan sekitar,
seperti:
- Things in my
bedroom
- Things in my
kitchen
Reading Identity - Siswa dapat - -
- Siswa dapat membaca nyaring
memahami teks-teks bacaan
hubungan anggota pendek dengan
keluarga inti dan ucapan, intonasi,
terdekat yang dan tata bahasa
disebutkan dalam yang benar.
teks fungsional - Siswa dapat
pendek. menyebutkan
hubungan keluarga
orang-orang yang
disebutkan dalam
teks pendek,
dengan bantuan
family tree,
seperti: ‘Rini is my
…. She’s
beautiful.’, ‘I like
my uncle. His
16
Standar
Pengalaman Alokasi
Tema Kompetensi/ Subtema Indikator Penilaian Sumber/Bahan/Alat
Belajar waktu
Kompetensi Dasar
name is ….’
- Siswa dapat - Home - Siswa dapat - -
memahami environ- membaca nyaring
benda-benda di ment teks-teks bacaan
lingkungan pendek dengan
sekitar yang ucapan, intonasi,
disebutkan dalam dan tata bahasa
teks fungsional yang benar.
pendek. - Siswa dapat
menyebutkan
benda-benda yang
disebutkan dalam
teks fungsional
pendek.
Writing - Identity - Menuliskan
- Siswa dapat anggota keluarga
menghasilkan teks inti dan
fungsional pendek terdekatnya,
untuk dengan tata
memperkenalkan bahasa, ejaan, dan
anggota keluarga tanda baca yang
inti terdekatnya. benar.
My … - My … 3
Schoo Classroom
l - My
teachers
- The
17
Standar
Pengalaman Alokasi
Tema Kompetensi/ Subtema Indikator Penilaian Sumber/Bahan/Alat
Belajar waktu
Kompetensi Dasar
Canteen
- Break
time
18
Pertemuan XI: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Format RPP
Mata Pelajaran :…
Kelas/Semester :…
Pertemuan Ke- :…
Alokasi Waktu :…
Standar Kompetensi :…
Kompetensi Dasar :…
Indikator :…
I. Tujuan Pembelajaran :…
II. Materi Ajar :…
III. Metode Pembelajaran : ....
IV Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan pertama
1. Kegiatan Awal :…
2. Kegiatan Inti :…
3. Kegiatan Akhir : ....
Pertemuan kedua
19
Pertemuan XII: UAS dan Tugas Mandiri
Tugas Mandiri:
Tes esai:
2 K = Σ MP
3 K = Σ MP + KK
4 K = Σ MP + K + SS +
TP
20
Tes formatif dalam bentuk esai:
Tes tertulis dalam bentuk esai. Materi tes ini dirangkum dari tes formatif 2
sampai ke lima.
21
9. Rencana Pelajaran 1947 merupakan kurikulum pertama di Indonesia
(B/S)
10. Rencana Pelajaran 1947 sampai dengan Kurikulum 2004 termasuk
kurikulum sekolah (B/S)
11. Rencana Pelajaran 1947 sampai dengan Kurikulum 2004 termasuk
kurikulum ideal (ideal curriculum) (B/S)
12. Rencana Pelajaran merupakan istilah lama untuk kurikulum (B/S)
13. Sebelum tahun 1968 dunia pendidikan di Indonesia telah mengenal istilah
kurikulum (B/S)
14. Secara etimologis, kurikulum berarti jarak yang harus ditempuh oleh
pelari (B/S)
15. Semua kegiatan yang dirancang oleh sekolah juga termasuk dalam
pengertian kurikulum (B/S)
22
1. Apakah yang dimaksud RPP?
2. Apakah RPP sama dengan lesson plan, atau Rencana Pengajaran, atau
Satuan Pelajaran?
3. Bagaimana format RPP, dan jelaskan secara singkat!
4. Apakah itu PAKEM?
UAS menggunakan tes tertulis dalam bentuk soal Betul/Salah sebagai berikut:
23
23. Secara etimologis, kurikulum berarti jarak yang harus ditempuh oleh
pelari (B/S)
24. Semua kegiatan yang dirancang oleh sekolah juga termasuk dalam
pengertian kurikulum (B/S)
25. Setiap guru harus membuat silabus dan RPP (B/S)
1. Tugas mandiri dan tes yang akan dinilai adalah: (A) tugas mandiri, (B)
tes formatif, (C) UTS (ujian tengah semester), dan (D) UAS (ujian akhir
semester).
2. Bobot A = 1, B = 2, C = 3, dan D = 4
3. Nilai Akhir Semester adalah (AX1) + (BX2) + (CX3) + (DX4) : 4.
4. Dengan skala 4, nilai tersebut dapat dipadankan sebagai berikut:
Baik Sekali = 80 – 100
Baik = 70 – 79
Sedang = 60 – 69
Kurang = < 60
5 Referensi
6 Lampiran
6.1. Lampiran 1: Artikel Pilihan
Oleh Suparlan *)
24
(Steve Jobs, pendiri Apple Computer)
Innovation is the creation of the new or the re-arranging of the old in a new way
(Michael Vance)
Kita sekarang akan mencoba menjadi orang yang berfikiran hebat. Siapa takut? Kita
sedang membicarakan ide-ide atau gagasan-gagasan, bukan membicarakan fakta-fakta
saja, apalagi membicarakan orang lain. Gagasan apa saja itu? Tentang program
inovatif sekolah.
Benar sekali. Tapi, gagasan-gagasan yang akan ditulis ini mungkin saja memang
bukan benar-benar baru bagi sekolah tertentu. Namun sekolah yang lain mungkin
dapat menjadi sesuatu yang sangat berharga. Memang, gagasan baru juga harus semua
komponennya harus baru. Gagasan baru itu bisa jadi dari gagasan yang sudah lama,
yang kemudian diperbaiki, disempurnakan dengan memperbaiki satu atau beberapa
elemennya, sehingga menjadi lebih baik dan bermanfaat. Itu pun sudah dapat disebut
sebagai apa yang dikenal dengan inovasi. Innovation is the creation of the new or the
re-arranging of the old in a new way (Michael Vance)
Tulisan ini akan mencoba membahas tentang program sekolah yang dapat dinilai
inovatif. Peter Drucker menjelaskan kepada kita bahwa inovasi sesungguhnya adalah
perubahan yang menciptakan satu dimensi baru kinerja organisasi. Dalam hal ini,
kinerja lembaga pendidikan sekolah.
Sungguh, kita harus malu dengan peringkat ke empat di Pesta Olahraga Asia
Tenggara. Kita telah jauh ketinggalan dari negara Thailand. Bahkan juga ketinggalan
dari Vietnam. Kondisi ini juga tampak dari Human Development Index (HDI)
Indonesia yang berada di bawah Vietnam. Padalah dahulu, dalam acara olahraga yang
bergengsi ini kita selalu unggul. Boleh dikatakan bahwa negara yang lain berebut
pada urutan kedua. Boleh jadi semua itu terjadi memang karena dampak negatif dari
krisis multidimensional yang masih belum sepenuhnya usai. Namun, banyak orang
yang meneropongnya dari faktor kemunduran dunia pendidikan kita. Dengan
demikian, maka sumber masalahnya adalah lembaga pendidikan sekolah. Program
peningkatan kompetensi SDM secara terencana dan berkelanjutan memang harus
dimulai di lembaga pendidikan sekolah. Setelah lembaga pendidikan keluarga, maka
lembaga pendidikan sekolah harus menjadi tempat yang strategis untuk dapat
meningkatkan kompetensi SDM yang handal. Untuk dapat membangun SDM yang
handal, kita tidak bisa hanya melakukan yang biasa-biasa saja. Juga tidak hanya
dengan program-program yang biasa. Kita harus melakukan hal yang luar biasa.
Dengan kata lain, kita harus melakukan hal-hal yang inovatif. Lembaga pendidikan
sekolah harus merancang berbagai program yang inovatif. Pemberdayaan KKG dan
MGMP harus dapat digunakan sebagai wahana yang efektif untuk dapat
meningkatkan kompetensi guru di sekolah.
25
Program Pemberian Susu dan Makanan Tambahan
Penemuan tentang rendahnya kebugaran jasmani, kesehatan, dan gizi anak-anak kita
perlu mendapatkan perhatian kita semua. Hal ini sama sekali berbanding terbalik
dengan keadaan peserta didik di Negeri Cina. Para siswa di sekolah yang cukup luas
di negeri tirai bambu itu diwajibkan selalu melakukan olahraga dalam cabang
olahraga yang mereka suka. Semua fasilitas olahraga telah disediakan, dan setiap
harinya mereka harus melakukan olahraga sesuai dengan hobinya. Hasilnya? Stamina
olahragawan dari negeri tirai bambu itu sangat luar biasa. Mereka yang suka
berolahraga memiliki kecerdasan fisikal atau kecerdasan ragawi atau kecerdasan
yang dikenal dengan bodily kinestetics yang tinggi. Termasuk di dalamnya adalah
senam dan menari dengan olah tubuh yang penuh dengan rima dan irama itu.
Kalau pun negeri kita pada saaat ini masih mengalami kesulitan untuk mencari
sebelas pemain sebak bola, karena selalu keok dalam arena pertandingan olah raga
yang bergengsi ini, maka masalahnya tidak lain dan tidak bukan adalah karena
kecerdasan fisikal generasi muda kita yang masih rendah. Selain itu, asupan gizi
generasi muda kita masih di bawah rata-rata anak-anak di dunia. Jika negeri ini masih
juga mengalami masalah mahalnya susu untuk tumbuh kembang anak-anak kita,
negeri adidaya Amerika Serikat telah jauh memikirkan pentingnya makan siang anak-
anak sekolah melalui program makan siang anak-anak usia sekolah melalui National
School Lunch Program Act yang telah ditandatangani oleh Presiden Truman pada
tahun 1946. Bahkan pada tanggal 14 Oktober 1940, pemerintah Amerika Serikat juga
telah mengeluarkan program susu sekolah (school milk program). Rupanya, DPR kita
masih sibuk dengan urusan politik ketimbang dengan urusan makan siang anak-anak.
Nah apa yang harus diprogramkan oleh sekolah untuk mengatasi itu semua?
Pemberian bubur kacang hijau, susu, dan makanan bergizi lainnya secara rutin sudah
tentu menjadi kegiatan yang sangat berguna bagi anak-anak kita. Jangan biarkan
anak-anak kita membiasakan jajan di tepi-tepi pagar sekolah, yang dari aspek
kesehatan dan gizinya tidak dapat kita pertanggungjawabkan.
Program ini sangat terkait dengan program sebelumnya. Pertama, program yang harus
dibenahi adalah kantin sekolah. Ciptakan kantin sekolah yang hiegenis dengan jenis
makanan yang bergizi. Kedua, citakan lingkungan sekolah yang bersih, rindang, dan
indah. Program 7K perlu digalakkan lagi, bukan hanya secara seremonial belaka,
tetapi harus menyentuh perubahan kebiasaan para penghuninya. Memasang papan
bertuliskan ”LINGKUNGAN BEBAS ROKOK” merupakan satu gebrakan yang
dapat dilakukan. Tulisan-tulisan lain, seperti ”TARUH SAMPAH PADA
26
TEMPATNYA”, atau ”CUCI TANGAN SEBELUM MAKAN”, atau ”KESEHATAN
SEBAGIAN DARI IMAN” dapat diharapkan dapat mengisi nurani anak-anak kita
yang masih putih itu. Lomba kebersihan dan keindahan kelas dapat diadakan pada
saat momen-momen tertentu, misalnya peringatan hari besar nasional dan agama, atau
peringatan hari lahir sekolah.
Pembinaan olahraga memang menjadi tugas utama guru olahraga dan keshatan.
Tetapi, program pembinaan olahraga secara teroganisasi di sekolah sudah barang
tentu menjadi tanggung jawab semua komponen sekolah. Di samping olahgara
rekreasi, pencatatan secara rutin rekor olahraga prestasi harus tersedia di sekolah.
Sekolah harus memiliki catatan, nama-nama siswa dengan rekor tertingginya dalam
cabang olahraga tertentu. Dengan catatan ini, jika ada kegiatan pertandingan olahraga,
maka sekolah tinggal memilih mereka untuk dapat mengikuti ajang pertandingan
olahraga yang akan diikuti. Pencatatan prestasi olahraga ini dapat dilakukan pada
awal tahun pelajaran atau pada saat usai ulangan semester pertama menjelang libur
sekolah. Dengan demikian, sekolah dapat menjadi tempat pembibitan olahraga dan
seni yang pertama dan utama.
Science-Tech Club
Sama dengan talent scouting dalam bidang olahraga, sekolah juga harus
melakukannya untuk bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebenarnya para guru
telah memiliki pengetahuan dan keterampilan praktis dalam penelitian sederhana.
Namun banyak di antaranya kurang begitu yakin bahwa anak-anak mampu
melakukannya. Padahal obyek penelitian sederhana bagi anak-anak terbentang luas di
sekolah dan lingkungannya. Sayur apakah yang menjadi kegemaran siswa, sebagai
contoh, adalah pertanyaan penelitian sederhara yang dapat dilakukan bukan di SMP,
tetapi sudah bisa dilakukan di SD. Topik-topik lainnya misalnya: (1) rata-rata jumlah
anak dalam satu keluarga, (2) rata-rata tinggi dan berat badan anak-anak kelas 5 SD,
(3) jarak tempuh anak-anak ke sekolah, dan masih banyak yang lain.
Jika secara internasional isu pemanasan global telah melahirkan Bali Roadmap untuk
memecahkan isu tersebut, maka apa yang dapat dilakukan di tingkat sekolah? Tentu
saja pendidikan lingkungan hidup harus menjadi tanggung jawab sekolah. Untuk
sekolah yang tidak memiliki lahan yang luas, setiap kelas dapat diminta untuk
membikin taman di depan kelasnya masing-masing. Atau dapat meminta kepada para
siswa untuk masing-masing dapat memiliki tanaman kesayangan yang harus
dipelihara setiap hari dengan sepenuh hati. Disiram, dipupuk, dan disiangi kalau ada
rumput yang menggangunya. Jika ada sedikit lahan di depan sekolah, maka sekolah
juga dapat membuat taman sederhana untuk menanam tanaman hias atau tanaman
bunga, agar sekolah tidak terasa gersang. Jika di lingkungan sekolah ada lahan tidur
yang tidak dimanfaatkan oleh yang empunya, sekolah dapat meminjamnya untuk
dijadikan kebun sekolah tempat praktik anak-anak menanam berbagai jenis tanaman.
Selain itu, sekolah juga dapat membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan
program penanaman satu juta pohon.
27
The First Day Festival
Ide ini diusulkan oleh seorang guru di suatu sekolah di Amerika Serikat. Pada waktu
itu, pelibatan peran serta orangtua dalam penyelenggaraan pendidikan masih menjadi
sesuatu yang langka. Setelah program ini dilaksanakan, antusiasme orangtua dan
masyarakat tiba-tiba meningkat secara drastis. Sejak adanya festival hari pertama
sekolah itu, orangtua siswa dan masyarakat merasakan adanya peningkatan keakraban
dan kekeluargaan antara sekolah dan orangtua siswa secara luar biasa. Orangtua dan
masyarakat tidak lagi merasa sebagai klien, tetapi sebagai pemangku kepentingan
yang memiliki tanggung jawab yang sama besar dengan pihak kepala sekolah dan
para guru di sekolah. Program seperti ini dapat berupa program lain yang tidak kalah
inovatifnya. Acara tutup tahun sekolah, sebagai contoh, dapat menjadi media untuk
menyatupadukan sekolah dengan orangtua dan masyarakat. Dalam acara tersebut,
para siswa dapat menunjukkan kebolehannya, baik dalam bidang akademis maupun
nonakademis, di hadapan orangtua dan masyarakat. Dampaknya, orangtua dan
masyarakat menjadi lebih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap upaya sekolah
dalam meningkatkan kompetensi siswa. Dampak pengiringnya, orangtua dan
masyarakat menjadi lebih antusias dalam ikut serta memberikan dukungan dan
bantuan terhadap pelaksanaan program-program inovatif sekolah.
Akhir Kata
Masih sangat banyak program inovatif lain yang dapat dilaksanakan oleh sekolah.
Tentu saja berdasarkan kondisi sekolahnya masing-masing. Sebagai contoh, program
sekolah berwawasan imtaq, program sekolah yang aman dan nyaman, program
sekolah ramah anak, kegiatan outbond, dan masih banyak yang lainnya. Penerapan
pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) dan contextual
teaching and learning (CTL) kini menjadi program inovatif di sekolah yang menjadi
primadona.
Pendek kata, dengan program inovatif, semua warga sekolah dan pemangku
kepentingan ingin mencoba sesuatu yang tidak biasa. Ingin mencoba sesuatu yang
baru, yang kalau bisa yang luar biasa. Itu semua dapat dimulai dengan program
inovatif yang sederhana, dan sudah barang tentu yang tidak memberatkan keuangan
orangtua siswa. Yang penting, semua warga sekolah ingin melakukan sesuatu yang
baru, atau sesuatu yang sebelumnya kurang mendapatkan perhatian. Tentu saja, semua
itu harus dirancang adalam rencana yang matang, yang dikenal dengan Rencana
Pengembangan Sekolah (RPS), yang disusun oleh sekolah bersama dengan pemangku
kepentingan. Dengan kata lain, RPS yang disusun hendaknya memuat program-
program inovatif, baik yang terkait dengan aspek akademis maupun nonakademis di
sekolah.
Sulitkah semua itu kita lakukan? Semua itu memang sulit untuk pertama kalinya. All
beginning is difficult. Semua permulaan itu memang sulit. Tetapi, yakinlah bahwa
semua itu dapat dilakukan jika kita memiliki kemauan. Dimana ada kemauan di situ
ada jalan. Mudah-mudahan.
28
Memberantas Korupsi Melalui Kurikulum
Oleh icwweb
Minggu, 17 September 2006 12:28:40 Klik: 1981
Untuk itu, strategi yang umumnya dipilih dengan mengintervensi secara tidak
langsung proses belajar-mengajar melalui penerapan kurikulum antikorupsi.
Setidaknya ada tiga perguruan tinggi yang sedang mengembangkan kurikulum
tersebut, di antaranya Universitas Islam Negeri, Ciputat; Universitas Katolik
Soegipranata, Semarang; serta IAIN Arraniry, Banda Aceh.
Apabila pilihannya dibuat khusus, akan muncul buku teks pelajaran baru mengenai
antikorupsi. Tapi, jika memilih diintegrasikan, buku teks mata pelajaran yang
dianggap relevan otomatis ditambah atau diubah dengan muatan baru mengenai
antikorupsi. Tapi apa pun pilihannya, dibutuhkan biaya besar untuk pengadaan buku-
buku tersebut.
Masalahnya, siapa yang akan membiayai. Sebab, bila dibebankan kepada orang tua
murid, malah menambah masalah. Selama ini mereka sudah direpotkan dengan
pembelian berbagai jenis buku teks yang mahal. Tapi, kalaupun kemudian ditanggung
pemerintah, jika pengaturannya tidak jelas, bukan mustahil buku teks mengenai
antikorupsi justru menjadi lahan baru untuk korupsi.
Selain itu, kurikulum tidak akan ada artinya tanpa guru. Sudah tentu, agar bisa
diimplementasikan, terlebih dulu mereka yang akan mengajarkan pelajaran
29
antikorupsi mesti mengetahui dan memahami apa yang akan diajarkan. Untuk itu,
setidaknya dibutuhkan pendidikan atau pelatihan. Belajar dari penerapan kurikulum
berbasis kompetensi, hanya untuk sosialisasi, waktu dan biaya yang dihabiskan tidak
sedikit.
Catatan kedua berkaitan dengan proses penerapan dan evaluasi. Harus ada kejelasan
apakah pelajaran antikorupsi nantinya akan ditekankan pada sisi pengetahuan
(kognitif) atau praktek (psikomotorik). Jika penekanannya hanya pada sisi
pengetahuan, proses pengajaran dan evaluasi tidak terlalu sulit. Tapi masalahnya,
pelajaran antikorupsi akan mengulangi kegagalan pelajaran pendidikan moral
Pancasila beberapa waktu lalu. Murid mampu dengan baik menjawab nilai-nilai luhur
pancasila, tapi tingkah laku jauh dari nilai-nilai tersebut.
Selain itu, proses pengajaran antikorupsi tidak bisa dilakukan dengan cara
konvensional: guru memberi ceramah di dalam ruang kelas dan sesekali memberi tes.
Batasan ruang kelas harus dihilangkan. Pengelola sekolah mulai guru hingga kepala
sekolah mesti menjadi model bagi murid.
Karena itu, kurikulum antikorupsi tidak akan berarti apa-apa, jika institusi pendidikan
seperti sekolah yang akan mengimplementasikan masih belum bersih dari praktek
korupsi. Upaya untuk membersihkannya jauh lebih berat dibanding menyusun
kurikulum antikorupsi. Sebab, korupsi sudah sangat sistemik, dengan beragam faktor
penyebab, dari minimnya kesejahteraan hingga ketimpangan kekuasaan.
Berharap banyak pada peranan birokrasi pendidikan pun tidak mungkin. Bukan
rahasia lagi, jika praktek korupsi di sekolah juga memiliki korelasi dengan lembaga di
atasnya, seperti dinas pendidikan. Mereka menikmati keuntungan melalui setoran-
setoran atau jasa tanda terima kasih, malah tidak sedikit yang aktif menjadi bagian
dari rantai korupsi di sekolah.
Dengan demikian, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sebelum
30
kurikulum antikorupsi diterapkan. Mulai mereformasi institusi pendidikan, sehingga
tidak lagi terjadi ketimpangan kekuasaan antara kepala sekolah, guru, dan orang tua
murid. Selain itu, terus mendorong upaya peningkatan kesejahteraan guru atau dosen.
Tentu saja, akan ada perlawanan dari orang-orang yang selama ini menikmati
keuntungan dari praktek korupsi di institusi pendidikan. Tapi tidak ada pilihan lain,
institusi pendidikan sebagai benteng terakhir tempat menyebarkan nilai-nilai
antikorupsi sudah menjadi tempat mempromosikan korupsi, karena itu harus direbut.
Kalau itu semua sudah dilakukan, tanpa menggunakan kurikulum antikorupsi pun
dengan sendirinya sekolah akan menjadi tempat mempromosikan nilai-nilai
antikorupsi, karena memang itu khitahnya.
31