You are on page 1of 6

REFERAT HARIAN

TRAUMA SUSUNAN SARAF PUSAT

Pembimbing

dr. Rini Ismarijanti, Sp.S

Penyusun

Indah Sandy Febryanti


030 05 113

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA DR.ESNAWAN ANTARIKSA

PERIODE 3 JANUARI – 5 FEBRUARI 2011

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

0
TRAUMA SUSUNAN SARAF PUSAT

Trauma susunan saraf pusat dibedakan menjadi dua yaitu : trauma kapitis atau cedera kepala, dan
trauma medulla spinalis atau cedera sumsum tulang belakang. Anatomi yang berbeda dari kedua
struktur ini menyebabkan perbedaan klinis yang muncul akibat trauma yang terjadi. Berikut adalah
penjelasan singkat mengenai trauma yang mengenai susunan saraf pusat.

I. CEDERA KEPALA (TRAUMA KAPITIS)

Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera
kepala didefinisikan dengan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
pendarahan interstistial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Resiko utama
pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak akibat atau pembekakan otak sebagai
respons terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intakranial.

Klasifikasi
Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) : GCS antara 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari
2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) : GCS antara 9-12,
Hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak,
disorientasi ringan ( bingung ).
3. Cedera kepala berat ( CKB ) : GCS 3-8
Hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya
hematoma atau edema.

Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang tengkorak. Sedangkan
cedera kepala tertutup dapat disamakan gegar otak ringan dengan disertai edema cerebri.

Jenis-Jenis Cedera Kepala


1. Fraktur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan tenaga
benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak. 2
bentuk fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan oleh pemberian kekuatan
yang amat berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur tengkorak seperti batang
tulang frontal atau temporal. Masalah ini bisa menjadi cukup serius karena LCS dapat keluar
melalui fraktur ini.
2. Cedera otak dan gegar otak
Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat
menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel otak

1
membutuhkan suplai darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan neuron
tidak dapat mengalami regenerasi. Gegar otak ini merupakan sindrom yang melibatkan ganguan
neurologis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran pasien mungkin
mengalami disorientasi ringan, kurang konsentrasi, amnesia retrogad, dll. Cedera otak serius
yang dapat terjadi adalah kontusio,laserasi dan hemoragi.
3. Komosio serebral
Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio umumnya
meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberapa detik
sampai beberapa menit. Dapat menimbulkan amnesia atau disorientasi.
4. Kontusio cerebral
Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya
daerah hemoragi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post truma.
Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortalitas (45%).
5. Hematoma Ekstradura ( Hematoma Epidural )
Setelah cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural). Keadaan ini
sering diakibatkan dari fraktur tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau
rusak (laserasi), dimana arteri ini berada di antara duramater dan tengkorak daerah inferior
menuju bagian tipis tulang temporal. Perdarahan karena arteri ini dapat menyebabkan
penekanan pada otak.
6. Hematoma Subdural
Adalah pengumpulan darah diantara duramater dan arachnoidmater. Paling sering disebabkan
oleh trauma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan akibat aneurisma. Perdarahan
subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil
yang menjembatani ruang subdural (Bridging Vein). Dapat terjadi akut, subakut atau kronik.
Hematoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio
atau laserasi. Hematoma subdural subakut adalah sekuele kontusio. Hematoma subdural kronik
dapat terjadi karena cedera kepala minor, terjadi pada lansia.
7. Hematoma Subarachnoid
Pendarahan yang terjadi pada ruang arachnoid yakni antara lapisan arachnoidmater dengan
piameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut terluka. Sering kali
bersifat kronik.
8. Perdarah Intracerebral
Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan darah 25ml atau lebih pada parenkim
otak. Penyebabnya seringkali karena fraktur, gerakan akselarasi dan deseterasi yang tiba-tiba.

Manifestasi Klinis
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: Darah keluar dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di
bawah konjungtiva. Otorea serebrospinal (LCS keluar dari telinga ), minorea serebrospinal (LCS
keluar dari hidung).
4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.

2
5. Penurunan kesadaran.
6. Pusing / berkunang-kunang.
7. Peningkatan TIK
8. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralisis ekstremitas
9. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan

Penatalaksanaan
PEDOMAN RESUSITASI DAN PENILAIAN AWAL
1. Menilai jalan nafas : Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas, maka pasien harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan
3. Menilai sirkulasi. Otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan.
Pasang jalur intravena. Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan
eksaserbasi edema.
4. Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati mula-mula
diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi 2x jika masih kejang. Bila
tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB
5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB
6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher, lakukan foto tulang belakang servikal
7. Pada semua pasien dengan CKS dan CKB
Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis lebih efektif
mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini tidak menambah
edema cerebri. Kemudian lakukan pemeriksaan penunjang yaitu darah lengkap, kimia darah dan
CT scan.

Pasien dengan CKR, CKS, CKB harus dievaluasi adanya :


1. Hematoma epidural
2. Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel
3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak
4. Edema cerebri
5. Pergeseran garis tengah
6. Fraktur cranium
7. Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dengan tanda-tanda herniasi lakukan :
- Elevasi kepala 30
- Hiperventilasi
- Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6
jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam
- Pasang kateter foley
- Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar, hematom sub
dural, cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1 diploe)

3
II. TRAUMA MEDULA SPINALIS
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang belakang yaitu
terjadinya fraktur pada tulang belakang, ligamentum longitudinalis posterior dan duramater bisa robek,
bahkan dapat menusuk ke kanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan darah ke
medula spinalis dapat ikut terputus. Penyebabnya antara lain kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat
ketinggian dan kecelakaan olah raga.
Kerusakan pada sumsum belakang merupakan kerusakan yang permanen karena tidak akan
terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah
gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh
tekanan, memar, atau oedema.

Penyebab dan Bentuk


Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak mengenai
daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi, atau rotasi tulang
belakang. Daerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung dengan struktur toraks. Fraktur dapat
berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan kerusakan pada
sumsum tulang belakang dapat berupa memar, contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau
tanpa gangguan peredaran darah, atau perdarahan. Kelainan sekunder pada sumsum belakang dapat
disebabkan hipoksemi, iskemia, oedema, atau kompressi.

Patofisiologi
Lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek
trauma yang tidak langsung tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut
“whiplash”/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsofleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang
belakang secara cepat dan mendadak. Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis
bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk di kendaraan yang sedang cepat berjalan
kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi menyelam dan masuk air.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertical
(terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat
sementara atau menetap. sehingga medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio
medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara langsung
karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan /menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan
dislokasi). Lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa,
hemitransversa, kuadran transversa). Hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang
berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia grisea.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic dan
dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan kolumna
vertebralis. Gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista
dan abses didalam kanalis vertebralis. Kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla
spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.

4
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan
mengalami jejas. Pada trauma whiplash, gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan disebut
neuralgia radikularis traumatik. Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit
sensorik dan motorik dapat muncul.

Gambaran Klinik
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi. Shock spinal
terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari
pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama. Tandanya adalah
kelumpuhan flasid, anastesia, areflex, hilangnya perspirasi, gangguan fungsi rectum dan kandung kemih,
bradikardia dan hipotensi. Setelah shock spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi dan tanda
gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta
gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.
Sindrom cedera sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah
tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan
posisi tidak terganggu.
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan. Keadaan ini pada umumnya terjadi akibat
cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehinnga medulla spinalis
terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat. Gambaran klinik berupa tetraparese parsial.
Gangguan pada ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas bawah sedangkan daerah perianal
tidak terganggu.
Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan anaestesia perianal,
gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks bulbokafernosa.

Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah atau cedera sekunder.
Untuk maksud tersebut dilakukan immobilisasi di tempat kejadian dengan memanfaatkan alas yang
keras. Bila dicurigai cedera didaerah servikal harus diusahakan agar kepala tidak menunduk dan tetap
ditengah dengan menggunakan bantal kecil untuk menyangga leher.

You might also like