You are on page 1of 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah


Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, manusia juga
dihadapkan dengan berbagai permasalahan hidup yang semakin komplek.
Tolok ukur manusia pun semakin berangsur-angsur mengalami perubahan.
Bahwa ukuran kesuksesan tidaklah selalu berupa materi, bahwa penilaian
kebahagiaan seseorang bukan karena banyaknya harta. Namun perlu
dicatat, bahwa kita semua sepakat bahwa apapun yang dicari manusia di
dalam hidupnya, tidak peduli bagaimana cara pandangnya, tapi
kesemuanya, pasti mempunyai tujuan satu, yaitu meraih kebahagiaan
dalam hidupnya.
Namun, dalam prakteknya, manusia banyak yang tidak sampai kepada
tujuannya tersebut, yaitu meraih kebahagiaan dalam hidupnya. Hidup serba
kekurangan, sederhana, miskin, cenderung membuat manusia mengeluh
dan tidak bahagia. Ketika sudah tercukupi, sudah kaya raya, hidup
melimpah, tetapi masih saja tidak merasa bahagia. Bahkan mungkin tidak
bisa menikmati kekayaannya itu karena mungkin jatuh sakit, terkena
musibah dan sebagainya, hidup pun menurutnya tidak membahagiakan
lagi.
Fenomena tersebut, seringkali menimbulkan masalah-masalah dan
penyakit-penyakit bagi manusia, baik fisik maupun psikis, jasmani maupun
rohani. Untuk penyakit fisik, tidak begitu sulit mendeteksinya, dan
penderitanya bisa menyadarinya, tetapi untuk penyakit berjenis psikis atau
rohani inilah yang kebanyakan manusia tidak menyadarinya, dan salah
dalam penanganannya. Hal itu bisa dimaklumi, karena permasalahan psikis
adalah soal jiwa atau aspek intrinsik manusia, dimana tidak mudah untuk
mendeteksinya.
Untuk menanggapi dan mengatasi problem psikis atau kejiwaaan
tersebut, maka digunakanlah peranan Ilmu Psikologi, yaitu ilmu
pengetahuan mengenai jiwa manusia. tetapi jiwa sebagai sasaran telah
dianggap terlalu abstrak dan tak mungkin diteliti secara utuh, maka
psikologi membatasi diri untuk hanya mempelajari gejala-gejala kejiwaaan,
2
khususnya kondisi, proses, dan fungsi-fungsi kejiwaan. Jadi yang diteliti
adalah perilaku manusia, dengan asumsi bahwa perilaku merupakan
ungkapan dan cerminan dari kondisi, proses, dan fungsi-fungsi kejiwaan.1
Karena manusia dalam hidupnya dalam melakukan sesuatu pasti didasari
oleh pandangan dan prinsip-prinsip tertentu, maka bila seseorang itu
mengalami masalah dalam hidupnya, bisa dilacak dari pandangan hidupnya
atau prinsip-prinsipnya, salah satunya adalah agama. Karena itu, kemudian
Psikologi mempunyai cabang tersendiri yang mengkaji keberagamaan
seseorang, yaitu Psikologi Agama.
Psikologi Agama, berbeda dengan cabang-cabang ilmu jiwa yang lain,
karena ia terpaksa dihubungkan dengan dua hal yang berbeda sama sekali.
Yang pertama harus tunduk kepada agama dan yang lain harus tunduk
kepada psikologi. Dengan kata lain, dapat dikatakan, bahwa Psikologi
Agama, meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku
seseorang, atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang. Karena cara
seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku, tidak dapat
dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam
konstruksi kepribadiannya.2
Berawal dan berpijak dari Psikologi Agama itulah, maka dibutuhkan suatu
metode khusus yang berorientasi kepada sisi pragmatisnya dalam
kehidupan manusia, yaitu Konseling dan Psikoterapi. Yang pertama,
berurusan dengan manusia yang mengalami gangguan kejiwaan tahap
ringan dan si pasien itu tidak dianggap sakit mental, sedangkan yang
kedua, gangguan kejiwaan tersebut sudah meresahkan, dan si pasien
dianggap sakit mental.
Konseling dan Terapi sebagai sesuatu metode lain dalam pengobatan
manusia, terutama masalah kejiwaan, rasa-rasanya perlu untuk diuji untuk
menujukkan eksistensinya dalam mengatasi problem psikis manusia, dan
perlu dibuat aturan-aturan yang ketat agar membedakan dengan metode-
metode pengobatan lainnya dan tidak terkesan membeo.
Selain itu, bagaimana daya tahan atau ciri khas Konseling dan
Psikoterapi Islam tersebut dihadapkan dengan berbagai metode konseling

1
Hanna Djumhana Bastami, Integrasi Psikologi Dengan Islam, hlm. 34. (Penerbit, Thn, dan Cetakan tidak
terlacak, karena merupakan kumpulan bacaan-bacaan sebagai pendukung perkuliahan Psikologi Islam di UIN
SUKA).
2
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : PT. Bulan Bintang, 2003, hlm. 4.
3
dan terapi yang sudah begitu banyak menjamur di masyarakat dengan
berbagai coraknya masing-masing?. Lalu apa perbedaan fundamental dan
substansial Konseling dan Psikoterapi Islam dengan metode pengobatan non
medis lainnya? Dan apakah ke depan hal itu masih relevan?.
Kira-kira, beberapa hal itulah yang menjadi fokus penelitian kami dalam
makalah ini.

b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi, Tujuan dan Fungsi Konseling dan Psikoterapi
Islam?
2. Apa Objek Konseling dan Psikoterapi Islam?
3. Bagaimana Metode-metode Konseling dan Psikoterapi Islam?
4. Apa Ciri khas yang fundamental dan substantif yang membedakan
dengan pengobatan lainnya?
5. Bagaimana relevansinya Konseling dan Psikoterapi Islam di masa
yang akan datang?
6. Bagaimana titik-titik singgung Konseling dan Psikoterapi Islam dengan
Psikologi Agama?

c. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Untuk megetahui definisi, tujuan dan fungsi Konseling dan Psikoterapi
Islam.
2. Untuk mengetahui objek dari Konseling dan Psikoterapi Islam.
3. Untuk mengetahui metode-metode Konseling dan Psikoterapi Islam.
4. Untuk mengetahui perbedaan yang substantive dan fundamental
dengan metode-metode pengobatan lainnya.
5. Untuk mengetahui sejauh mana relevansi Konseling dan Psikoterapi
Islam di masa mendatang.
4
6. Untuk mengetahui titik-titik singgung antara Konseling dan Psikoterapi
Islam dengan Psikologi Agama (orientasi beragama, kesadaran
beragama, pengalaman keagamaan, konversi dan lain-lain).

BAB II
KONSELING

a. Pengertian Konseling
Berasal dari kata “counsel” yang berarti : nasehat, anjuran, atau
pembicaraan.3
Sedangkan makna konseling dalam tinjauan terminologi (istilah), ada
beberapa, diantaranya :4
1. C. Patterson (1959) : Konseling adalah proses yang melibatkan
hubungan antar pribadi di antara seorang terapis dengan satu atau lebih
klien dimana terapis menggunakan metode-metode psikologis atas dasar
pengetahuan sistematik tentang kepribadian manusia dalam upaya
meningkatkan kesehatan mental klien.
2. Edwin C. Lewis (1970), : Konseling adalah suatu proses dimana
orang yang bermasalah (klien) dibantu secara pribadi untuk merasa dan

3
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling & Psikoterapi Islam, Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, 2006. Cet. V,
hlm. 179, dikutip dari W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling diInstitusi Pendidikan, PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta : 1997, hlm. 70.
4
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 180.
5
berperilaku yang lebih memuaskan melalui interaksi dengan seorang
yang tidak terlibat (konselor) yang menyediakan informasi dan reaksi-
reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan perilaku-perilaku
yang memungkinkannya berhubungan secara lebih efektif dengan
dirinya dan lingkungannya.
3. American Personnel and Guidance Association (APGA) : Konseling
sebagai suatu hubungan antara seseorang yang terlatih secara
professional dan individu yang memerlukan bantuan yang berkaitan
dengan kecemasan biasa atau konflik atau pengambilan keputusan.
(Nugent, 1981)
4. Devision 17 of The American Psychological Association (APA) :
Konseling sebagai bekerja dengan individu-individu atau kelompok-
kelompok yang berkaitan dengan masalah-masalah pribadi, sosial,
pendidikan dan vokasional.
Jadi, “konseling” pada dasarnya adalah Suatu aktifitas pemberian
nasehat dengan atau berupa anjuran-anjuran dan saran-saran dalam bentuk
pembicaraan yang komunikatif antara konselor dengan konseli (klien),
dimana konseling datang dari pihak klien yang disebabkan karena
ketidaktahuan atau kurangnya pengetahuan sehingga ia memohon
pertolongan kepada konselor agar dapat memberikan bimbingan dengan
metode-metode psikologis, dalam upaya sebagai berikut :
1. Mengembangkan kualitas kepribadian yang tangguh.
2. Mengembangkan kualitas kesehatan mental.
3. Mengembangkan perilaku-perilaku yang lebih efektif pada diri individu
dan lingkungannya.
4. Menanggulangi problema hidup dan kehidupan secara mandiri.

b. Tujuan Dan Fungsi Bimbingan Dan Konseling


Secara tradisional, tujuan dan fungsi bimbingan dan konseling dapat
digolongkan kepada tiga fungsi, yaitu :5
2. Remedial atau Rehabilitatif
3. Edukatif atau Pengembangan
4. Prefentif (Pencegahan)
5
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 217, mengacu pada Soli Abimanyu, M. Thayeb Manrihu,
Teknik dan Laboratorium Konseling, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi,
Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Jakarta, tt, hlm. 9-10.
6
Menurut Dra. Hallen A., M.Pd, bimbingan dan konseling mempunyai
beberapa fungsi, yaitu :6
1. Fungsi Pemahaman
2. Fungsi Pencegahan
3. Fungsi Pengentasan
4. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
5. Fungsi Advokasi
Sedang menurut Drs. H. Mundzir Suparta, M.A fungsi tersebut adalah :7
1. Fungsi Penyaluran (distributive)
2. Fungsi Pengadaptasian (adaptive)
3. Fungsi Penyesuaian (adjustive)

c. Pengertian Bimbingan Konseling Islami


Bimbingan konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terarah,
kontinu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat
mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara
optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di
dalam al-Qur’an dan al-Hadis ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup
selaras dan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits. Apabila
internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Hadits telah
tercapai dan fitrah beragama itu telah berkembang secara optimal maka
individu tersebut dapat menciptakan hubungan yang baik dengan Allah
SWT, dengan manusia dan alam semesta sebagai manifestasi dari

6
Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…,hlm. 45, dikutip dari Dra. Hallen A, M.Pd., Bimbingan dan Konseling,
Jakarta : Quantum Teaching, 2005, hlm. 53.
7
Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…,hlm. 47, dikutip dari Drs. H. Mundzir Suparta, M.A., (Editor),
Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta : Diva Pustaka, 2003, hlm. 132.
7
peranannya sebagai khalifah di muka bumi yang sekaligus juga berfungsi
untuk mengabdi kepada Allah.8
Jadi, karakteristik manusia yang menjadi tujuan bimbingan Islami ini
adalah manusia yang mempunyai hubungan baik dengan Allah SWT sebagai
hubungan vertical (hablun minallah), dan hubungan baik dengan sesama
manusia dan lingkungan sebagai hubungan horizontal (hablun minannas).

BAB III
PSIKOTERAPI

a. Pengertian Psikoterapi
Lewis R. olbeng M.D (1977) dalam buku The Technique of Psychoteraphy,
menulis,
Psychoteraphy is the treatment, by psychological means of problems of
an emotional nature in which a trained person deliberality establishes a

8
Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…,hlm. 23, dikutip dari Dra. Hallen A, M.Pd., Bimbingan dan
Konseling, Jakarta : Quantum Teaching, 2005, hlm. 16-17.
8
professional relationship with patient with the object of (1) removing,
modifying, or retarding existing simptoms; (2) mediating disturbed
pattern of behaviour, and (3) promoting positive personality growth
and development.9
Psikoterapi adalah perawatan dengan menggunakan alat-alat psikologis
terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional di
mana seorang ahli secara sengaja menciptakan hubungan professional
dengan pasien, yang bertujuan : (1) menghilangkan, mengubah atau
menurunkan gejala-gejala yang ada, (2) memperantarai (memperbaiki)
tingkah laku yang rusak, dan (3) meningkatkan pertumbuhan serta
perkembangan kepribadian yang positif.

Dari pengertian psikoterapi sebagaimana tersebut di atas dapat


dijelaskan beberapa hal berikut 10

1. Psikoterapi adalah perawatan


2. Menggunakan alat-alat psikologi
3. Permasalahan yang bersumber dari kehidupan emosional.
4. Penanganan seorang ahli.
5. Secara sengaja menciptakan hubungan professional.
6. Pasien (client).

b. Tujuan Psikoterapi
Tujuan psikoterapi yang fundamental ialah mengubah sistem individu
secara efektif melalui pandangan dunia dalamnya. Ke arah mana
kepribadian itu hendak diolah dan diubah? Di sinilah letak urgensi
psikoterapi harus mempunyai falsafah dasar mengenai hakikat kepribadian
manusia agar mampu mengarahkan pengolahan kepribadian klien.

9
Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…,hlm. 88, dikutip dari Drs. H. abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama,
Bandung : Penerbit Sinar Baru, 1991, hlm. 157.
10
Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…,hlm. 88, dikutip dari Drs. H. abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama,
Bandung : Penerbit Sinar Baru, 1991, hlm. 157.
9
Hubungan dalam psikoterapi memang berupa hubungan professional.
Namun, hal ini tidak terlepas dari kepribadian para ahli psikoterapi yang
selalu mewarnai komunikasi dengan klien dan akan terjadi saling
mempengaruhi antara keduanya. Komunikasi dipengaruhi watak atau
sistem nilai yang ada dalam kepribadian masing-masing komunikator dan
komunikan. Hal itu berarti akan diwarnai oleh falsafah hidupnya. Sedangkan
tujuan psikoterapi yang penting adalah mempengaruhi struktur watak klien
untuk mengubah tingkah laku yang rusak menjadi positif.
Adapun tujuan psikoterapi dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Menghilangkan atau mengubah gejala penyakit mental.
a. Menghilangkan gejal (symptoms) yang ada.
Tujuan utama penyembuhan ialah menyingkirkan penderitaan
pasien dan menghilangkan kerusakan akibat negatif yang disebabkan
adanya gejala-gejala tersebut.
b. Mengubah gejala yang ada
Seringkali lingkungan tertentu menghalangi dan tidak sesuai
dengan keinginan penyembuhan secara sempurna. Dalam keadaan
tertentu, penyembuhan tidak dapat dilaksanakan, karena motivasi
yang tidak sesuai, lemahnya kepribadian pasien, sehingga ahli
psikoterapi hanya mampu mengubah atau memodifikasikan gejala-
gejala yang ada pada pasien dan tidak mampu menyembuhkannya.
c. Menurunkan gejala yang ada
Ada beberapa bentuk penyakit emosional yang dapat berkembang
pesat menuju kerusakan. Psikoterapi yang tepat sekalipun hanya
mampu melayani untuk menghentikan, menurunkan, atau
memundurkan kembali proses kepesatannya, seperti pada tipe
schizophrenia. Efek mengembalikan atau menurunkan kepesatan
kerusakan penyakit tersebut sering sekali dapat menolong pasien
untuk kembali mampu mengadakan kontak dengan realitas.

2. Memperantarai (perbaikan) tingkah laku yang rusak.


Pada masa kini, kita melihat kenyataan bahwa banyak permasalahan
emosional dalam bidang pekerjaan, pendidikan, perkawinan, hubungan
10
manusia, dan kehidupan sosial kemasyarakatan. Hal ini merupakan
rangsangan dan inspirasi untuk perluasan penggunaan psikoterapi dalam
bidang psikologis keguruan, pekerjaan social, agama, kepemimpinan,
dan penegak hokum. Kenyataan merasuknya penyakit emosional ke
dalam struktur watak individu telah meluaskan tujuan psikoterapi, tidak
sekedar mengurangi atau mengubah gejala menuju kepada koreksi
kerusakan pola hubungan manusiawi. Dalam hal ini ahli psikoterapi
mampu menjadi perantara dalammekanisme perubahan struktur watak
individu.

3. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian yang


positif.
Psikoterapi dapat digunakan sebagai alat untuk mematangkan
kepribadian. Lapangan ini merupakan dimensi baru bagi psikoterapi.
Pada satu pihak, ia berhubungan dengan permasalahan kepribadian
orang “normal” yang belum matang dan pada pihak lain ia menghadapi
kesukaran karakterologi yang berhubungan dengan hambatan
pertumbuhan yang memerlukan perawatan. Di sisi lain psikoterapi dapat
membantu memecahkan rintangan yang menghambat perkembangan
psikososial individu agar dapat mengembangkan atau mendewasakan
dirinya secara kreatif, bermakna, lebih produktif, dan lebih bermanfaat
dalam hubungan dengan orang lain. Sasaran psikoterapi makin luas,
tidak saja bertujuan memberikan pertolongan, mengendalikan gejala-
gejala penyakit emosional, tetapi juga membebaskan potensi kejiwaan
manusia yang kaya dari gangguan neurotic, yang dapat menghambat
tujuan hidup dan merintangi perkembangan realisasi dirinya menuju
kedewasaan psikologis.11

c. Perbedaan dan Persamaan Konseling Dengan Psikoterapi


Sebagaimana telah disimpulkan atau disarikan oleh Dr. Prayitno MSc. Ed
dari Bloker (1966), Mowter (1950), Mahler (1971) dan Hansen dkk (1977),
bahwa secara ringkas perbedaan antara konseling dan psikoterapi adalah :12
 KONSELING
11
Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…, hlm. 90-93.
12
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 221-223, dikutip dari Prayitno, Profesionalisasi Konseling dan
Pendidikan Konseling, t.p.,tt, 1987, hlm. 33.
11
1. Berpusat pandang masa kini dan masa yang akan datang melihat
dunia si individu.
2. Si individu tidak dianggap sakit mental
3. Individu dianggap sebagai orang normal-hubungan antara konselor
dan orang yang dilayani itu sebagai teman; mereka bersama-sama
melakukan usaha untuk tujuan-tujuan tertentu, terutama bagi orang
yang ditangani itu.
4. Konselor mempunyai nilai-nilai dan sebagainya, tetapi tidak akan
memaksakannya kepada individu yang dibantunya.
5. Konseling berpusat pada pengubahan tingkah laku, teknik-teknik
yang dipakai lebih bersifat manusiawi (yang kira-kira bersangkutan).
6. Konselor bekerja dengan individu yang normal yang sedang
mengalami masalah yang normal pula.

 PSIKOTERAPI
1. Berpusat pandang pada masa yang lalu-melihat masa kini individu.
2. Si individu dianggap sakit mental.
3. Si individu dianggap sebagai orang sakit - ahli psikoterapi (terapis)
tidak akan pernah meminta orang yang ditolongnya itu untuk
merumuskan tujuan-tujuan.
4. Terapis berusaha memaksakan nilai-nilai dan sebagainya itu
kepada orang yang ditolongnya.
5. Psikoterapis berpusat pada usaha pengobatan, teknik-teknik yang
dipakai adalah yang telah diresepkan.
6. Terapi bekerja dengan “dunia dalam” dari kehidupan individu yang
sedang mengalami masalah berat, “psikologi dalam” memegang
peranan.
Sedangkan persamaan antara konseling dan psikoterapi adalah
membantu dan memberikan perubahan dan perbaikan kepada klien agar ia
dapat sehat dan normal dalam menjalani hidup dan kehidupannya di dunia
hingga akherat.
12

BAB IV
PSIKOTERAPI DALAM ISLAM

a. Definisi Psikoterapi Islam


Psikoterapi Islam adalah proses pengobatan dan penyembuhan suatu
penyakit, apakah mental, spiritual, moral, maupun fisik dengan melalui
bimbingan al-Qur’an dan Sunnah Nabi atau secara empirik adalah melalui
bimbingan dan pengajaran Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, nabi dan
rasul-Nya atau ahli waris para nabi-Nya.
Adapun landasan hukumnya yaitu : 13
Dan bertaqwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah [2] : 282)

Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah
menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah;
membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk
serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa yang
menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan
Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (QS. Al-
Baqarah [2] : 97-98)

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di
antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As
Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata. (QS. Al-Jumu’ah [62] : 2)
13
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…,hlm. 228-231.
13

ُ ‫سسَئا‬
‫ل‬ َ ‫جعَس‬
ُ ُ ‫ل د ََواُءه‬ َ َ‫داٍء و‬ َ ْ ‫م ال‬
ُ ‫جه ْ س‬
َ ‫ل‬ َ ّ ‫س سل‬
َ َ‫ه ع َل َي ْسهِ و‬
ُ ‫صسَلى اللس‬
َ ‫ي‬ َ َ‫جع‬
ِ ِ ‫ل الن ّب‬ َ ْ ‫وَقَد‬
‫ماِء‬َ َ ‫ال ْعُل‬
Bahwasanya Nabi SAW menyatakan bahwa kebodohan itu penyakit, dan
pengadaan obatnya ialah bertanya kepada ulama.

b. Objek Psikoterapi Islam


1. Mental, yaitu yang berhubungan dengan fikiran, akal, ingatan atau
proses yang berasosiasi dengan fikiran, akal dan ingatan.14 Seperti
mudah lupa, malas berfikir, tidak mampu berkonsentrasi, picik, tidak
dapat mengambil suatu keputusan dengan baik dan benar, bahkan tidak
memiliki kemampuan membedakan antara halal dan haram, yang
bermanfaat dan yang mudharat serta yang haq dan yang bathil.
Mengapa kamu menyeru orang lain berbuat kebaktian, sedangkan kamu
melupakan dirimu sendiri, padahal kamu senantiasa membaca Kitab,
apakah kamu tidak berakal (berpikir) ? (QS. Al-Baqarah [2] : 44)

Dan janganlah kamu campur adukkan antara yang haq dengan yang
bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq, padahal kamu
mengetahuinya. (QS. Al-Baqarah [2] : 42)

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar (minuman keras),


perjudian, berhala-berhala, undian-undian nasib, adalah perbuatan keji
yang termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu mudah-mudahan kamu akan mendapat kemenangan. (QS. Al-Ma’idah
[5] : 90)

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan perjudian. Katakanlah:


"Dalam keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:
"Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepadamu supaya kamu berfikir”. (QS. Al-Baqarah [2] : 219)

2. Spiritual, yaitu yang berhubungan dengan masalah ruh, semangat


atau jiwa, religius, yang berhubungan dengan agama, keimanan,
keshalehan danmenyangkut nilai-nilai transendental.15 Seperti syirik
(menduakan Allah), nifaq, fasiq dan kufur; lemah keyakinan dan tertutup
14
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 237, mengacu pada C.P. Chaplin, Kamus Psikologi,
Terjemahan oleh Kartini Kartono, 1995 PT. Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 407.
15
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 240, mengacu pada C.P. Chaplin, Kamus Psikologi,
Terjemahan oleh Kartini Kartono, 1995 PT. Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 480.
14
atau terhijabnya alam ruh, alam malakut dan alam ghaib; semua itu
akibat dari kedurhakaan dan pengingkaran kepada Allah.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
(QS. An-Nisa’ [4] : 48)

Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka


Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (QS. An-Nisa’ [4] : 116)

Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, Maka adalah ia


seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau
diterbangkan angin ke tempat yang jauh.
(QS. Al-Hajj [22] : 31)

3. Moral (Akhlak), yaitu suatu keadaan yang melekat pada jiwa


manusia, yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan
mudah,tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian;
atau sikap mental atau watak yang terjabarkan dalam bentuk berfikir,
berbicara, bertingkah laku dan sebagainya, sebagai ekspresi jiwa.16
Moral, akhlak atau tingkah laku merupakan ekspresi dari kondisi
mental dan spiritual. Ia muncul dan hadir secara spontan dan otomatis,
dan tidak daapt dibuat-buat atau direkayasa. Perbuatan dan tingkah laku
itu kadang-kadang sering tidak disadari oleh ubyek, bahwa perbuatan
dan tingkah lakunya menyimpang dari norma-norma agama (Islam) dan
akhirnya dapat membahayakan dirinya dan orang lain. Seperti liar,
pemarah, sembrono, dengki, dendam, suka mengambil hak milik orang
lain, berprasangka buruk, pemalas, mudah putus asa dan sebagainya.
Dalam ajaran Islam sikap dan tingkah laku seperti itu merupakan
perbuatan tercela dan dimurkai Allah dan Rasul-Nya. Untuk
menyembuhkan penyakit-penyakit itulah Rasulullah SAW diutus ke dunia
ini. Perkataan, perbuatan, sikap dan gerak-geriknya merupakan
keteladanan dan contoh yang baik dan benar bagi manusia.
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
16
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 249, mengacu pada Ensiklopedi Islam, hlm. 102.
15
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab
[33] : 21)

Dan Sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti


yang agung. (QS. Al-Qalam [68] : 4)

Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang
baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah
dan (keselamatan pada) hari kemudian. Dan barangsiapa yang
berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha
Terpuji. (QS. Al-Mumtahanah [60] : 6)

4. Fisik (Jasmaniyah). Tidak semua gangguan fisik dapat disembuhkan


dengan Psikoterapi Islam, kecuali memang ada izin Allah SWT.
Tetapi adakalanya sering dilakukan secara kombinasi dengan terapi
medis atau melalui ilmu kedokteran pada umumnya. Seperti
lumpuh,penyakit jantung, lever, buta dan sebagainya.
Terapi fisik (jasmaniyah) yang paling berat dilakukan oleh psikoterapi
Islam, apabila penyakit itu disebabkan karena dosa-dosa dan
kedurhakaan atau kejahatan yang telah dilakukan oleh seseorang,
seperti wajah dan kulit tampak hitam, bahkan lebih kotor lagi seperti
penyakit kulit (korengan, kudis atau bintik-bintik hitam), bahkan mungkin
mengalami pembengkakan, luka dan sebagainya. Padahal mereka telah
melakukan berbagai upaya dan ikhtiar, tetapi juga tidak kunjung
sembuh. Setelah seorang psikoterapis Islam melakukan diagnose
(psikodiagnose) ternyata penyakit dan gangguan itu akibat penyakit
spiritual. Karena murka Allah SWT, yang sangat besr, seperti pernah
terjadi pada masa kenabian dan umat-umat terdahulu. Wabah penyakit
yang dapat setiap saat merenggut jiwa seseorang pada masa Nabi Musa
as atas pembangkangan Fir’aun. Nabi Luth as dan Nabi Hud as dan
sebagainya, atau gangguan dari kejahatan manusia yang bersekutu
dengan jin, setan dan iblis sebagaimana seorang wanita Yahudi berbuat
aniaya kepada Rasulullah SAW hingga fisik beliau mengalami demam
dan panas yang sangat tinggi. Namun berkat bantuan Allah SWT beliau
dapat sembuh dan sehat kembali. Seperti pengalaman sahabat-sahabat
Nabi SAW memberikan terapi kepada seseorang yang terkena senagatn
binatang berbisa dengan membacakan surat al-Fatihah, maka akibat
16
sengatan berbisa itupun hilang dan orang itu pun sembuh dan sehat
kembali.
Dalam Psikoterapi Islam, penyembuhan-penyembuhan yang paling
utama dan sangat mendasar adalah pada eksistensi dan esensi mental
dan spiritual manusia. Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW ± 23 tahun
mengajarkan akidah dan ketauhidan. Karena obyek utama dari ilmu itu
adalah pendidikan, pengembangan dan pembbudayaan eksistensi dan
esensi mental dan spiritual. Apabila keduanya telah benar-benar kokoh,
sehat dan suci maka dalam kondisi apapun “eksistensi emosional” akan
terampil, cerdas, brilian dan bijaksana.17

c. Metodologi Psikoterapi Islam


Sebagai suatu ilmu, Psikoterapi Islam harus mempunyai metode, dan
dengan metode itulah fungsi dan tujuan dari esensi ilmu ini dapat tercapai
dengan baik, benar dan ilmiah. Artinya ilmu ini membawa manfaat bagi
umat manusia, dan ia benar karena berasal dan berakar dari kebenaran
Ilahiyah, serta ilmiah, karena dapat dengan mudah difahami, diaplikasikan
dan dialami oleh siapa saja yang ingin mengambil manfaat dan kebaikan
dari ilmu ini.
Adapun metode-metode yang dipakai oleh Psikoterapi Islam adalah :18
1. Metode Ilmiah (Science Method)
Metode yang selalu dan sering diaplikasikan dalam dunia
pengetahuan pada umumnya. Untuk membuktikan suatu kebenaran dan
hipotesa-hipotesa maka dibutuhkan penelitian secara empiris di
lapangan, dan untuk mencapai kesempurnaan, paling tidak mendekati
kesempurnaan untuk penelitian hipotesa itu, maka metode ini sangat
dibutuhkan, dengan teknik-teknik seperti interview (wawancara),
eksperimen, observasi (pengamatan), tes dan survey di lapangan.

2. Metode Keyakinan (Tenacity Method)


Adalah metode berdasarkan suatu keyakinan yang kuat yang dimiliki
oleh seseorang peneliti. Keyakinan itu dapat diraih melalui :

17
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 251-253.
18
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 254-258, mengacu pada Hanna Djumhana Bastaman,
Integrasi Psikologi Dengan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm. 9.
17
a. ILMUL YAQIN, yaitu suatu keyakinan yang diperoleh berdasar ilmu
secara teoritis, seperti firman Allah :
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke
dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat
perbuatanmu itu). Dan janganlah begitu, kelak kamu akan
mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin. (QS. Al-Takatsur [102] : 1-5)

b. ‘AINUL YAQIN, yaitu suatu keyakinan yang diperoleh melalui


pengamatan mata kepala secara langsung tanpa perantara, seperti
firman-Nya :
Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim. Dan
Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul
yaqin. (QS. Al-Takatsur [102] : 6-7)

c. HAQQUL YAQIN, yaitu suatu keyakinan yang diperoleh melalui


pengamatan dan penghayatan pengalaman (empiris), artinya si
peneliti sekaligus menjadi pelaku dan peristiwa dari penelitiannya.
Inilah keyakinan sesungguhnya, seperti firman Allah :
Adapun jika Dia (orang yang mati) Termasuk orang-orang yang
didekatkan (kepada Allah). Maka Dia memperoleh ketenteraman dan
rezki serta jannah kenikmatan. Dan Adapun jika Dia Termasuk
golongan kanan. Maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari
golongan kanan. Dan Adapun jika Dia Termasuk golongan yang
mendustakan lagi sesat. Maka Dia mendapat hidangan air yang
mendidih. Dan dibakar di dalam Jahannam. Sesungguhnya (yang
disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. Maka
bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.
(QS. Al-Waqi’ah [56] : 88-96)

d. KAMALUL YAQIN, yaitu suatu keyakinan yang sempurna dan


lengkap, karena ia dibangun di atas keyakinan berdasarkan hasil
pengamatan dan penghayatan teoritis (Ilmul Yaqin), Aplikatif (Ainul
Yaqin), dan Empirik (Haqqul Yaqin).

3. Metode Otoritas (Authority Method)


Yaitu suatu metode dengan menggunakan otoritas yang dimiliki oleh
seorang peneliti/psikoterapi, yaitu berdasarkan keahlian, keibawaan dan
pengaruh positif. Atas dasar itulah seorang psikoterapis memiliki hak
18
penuh untuk melakukan tindakan secara bertanggungjawab. Apabila
seorang psikoterapis memiliki otoritas yang tinggi, maka sangat
membantu dalam mempercepat proses penyembuhan terhadap suatu
penyakit atau gangguan yang sedang diderita oleh seseorang.
Apabila seseorang tidak memiliki otoritas, yaitu wewenang dan
keahlian untuk melakukan suatu tindakan dengan baik dan benar, maka
justru tindakannya akan mendatangkan bahaya dan kesengsaraan bagi
orang lain bahkan akhirnya merugikan dirinya sendiri.

4. Metode Intuisi (Intuition Method)


Adalah metode berdasarkan ilham yang bersifat wahyu yang
datangnya dari Allah SWT. Metode ini sering dilakukan oleh pra sufi dan
orng-orang yang dekat dengan Allah SWT dan mereka memiliki
pandangan batin yang tajam (Bashirah), serta tersingkapnya alam
kegaiban (mukasyafah).
Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah [2] : 282)

Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan
memberikan kepadamu Furqaan. dan Kami akan jauhkan dirimu dari
kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah
mempunyai karunia yang besar.
(QS. Al-Anfal [8] : 29)

Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. (QS. An-


(Najm [53] : 11

Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan
ijin Allah; dan Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan
memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu. (QS. Al-Taghabun [64] : 11)
19
BAB V
ANALISIS DAN KONTEKSTUALISASI

a. Ciri khas substantif dan fundamental


Di tengah menjamurnya berbagai macam bentuk pengobatan-
pengobatan alternatif di sekitar kita dewasa ini, salah satunya membuat
kami bertanya-tanya : Apakah perbedaan mendasar antara konseling dan
psikoterapi islami dengan pengobatan-pengobatan lainnya?
Dari situ nantinya diharapkan bisa diketahui perbedaan-perbedaan yang
substantive dan fundamental, sehingga tidak terkesan Konseling dan
Psikoterapi Islam hanya mengekor saja mengikuti trend yang sedang
berkembang, dan tidak mempunyai kualitas tersendiri.
Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, sebenarnya dapat
dirunut dari berbagai pengertian dan penjelasan yang telah kami paparkan
pada bab-bab sebelumnya. Dari situ maka, kami dapat merumuskan
beberapa poin penting, yang kiranya menjadi perbedaan yang mendasar
antara Konseling dan Psikoterapi Islam dengan bentuk-bentuk pengobatan
lainnya :
1. Konseling dan Psikoterapi Islam teori-teori dan metodenya secara
prinsipiil berpedoman dan mengacu pada al-Qur’an dan as-Sunnah.
Pada hakikatnya konseling bukanlah hal yang baru, tetapi ia telah ada
bersamaan dengan diturunkannya ajaran Islam kepada Rasulullah SAW
untuk pertama kali. Ketika itu ia merupakan alat pendidikan dalam
sistem pendidikan Islam yang dikembangkan oleh Rasulullah. Secara
spiritual bahwa Allah memberi petunjuk (bimbingan) bagi peminta
petunjuk (bimbingan).
Jika perjalanan sejarah pendidikan Islam ditelusuri secara teliti dan
cermat sejak masa Nabi hingga saat ini, akan ditemukan bahwa layanan
bimbingan dalam bentuk konseling merupakan kegiatan menonjol dan
dominan. Praktik-praktik Nabi dalam menyelesaikan problem-problem
yang dihadapi oleh para sahabat ketika itu, dapat dicatat sebagai suatu
interaksi yang berlangsung antara konselor dan konseli (klien), baik
20
secara kelompok (misalnya pada model halaqah ad-dars) maupun secara
individual.19
Al-Qur’an al-Karim, yang merupakan sumber utama ajaran Islam
berfungsi sebagai petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya demi
kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akherat. Petunjuk-petunjuk
tersebut banyak bersifat umum dan global, sehingga penjelasan dan
penjabarannya dibebankan kepada Nabi Muhammad SAW. Di samping
itu, al-Qur’an juga memerintahkan umat manusia untuk memperhatikan
ayat-ayat al-Qur’an, sehingga dengan demikian, akan ditemukan
kebenaran-kebenaran penegasan al-Qur’an bahwa : (a) Allah akan
memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya di seluruh ufuk dan pada
diri manusia, sehingga terbukti ia (al-Qur’an) adalah vbenar, (b) fungsi
diturunkannya Kitab Suci kepada para Nabi (tentunya terutama al-
Qur’an), adalah untuk memberikan jawaban atau jalan keluar bagi
perselisihan dan problem-problem yagn dihadapi masyarakat.20
Dalam beberapa hadis Nabi pun, banyak kita jumpai, anjuran-anjuran
dan perintah-perintah baginda Nabi berkaitan dengan Konseling,
misalnya hadis tentang salah satu hak seorang muslim terhadap muslim
lainnya adalah “apabila ia minta nasehat, maka berikanlah nasehat
kepadanya”, contoh lain lagi “Allah akan menolong hambaNya, selama
hamba itu mau menolong saudaranya”, “Mintalah fatwa kepada hatimu”,
dan lain-lain.

2. Konseling dan Psikoterapi Islam tidak hanya berdimensi material


(fisik), tetapi yang paling sentral adalah dimensi Spiritualitasnya.
Semua penyakit mental manusia (rasa was-was, kebencian,
kecemburuan, perasaan tidak tenang, perasaan terancam dan lain-lain)
adalah berpusat pada dimensi spiritual. Sedangkan ketidatenangan hati
atau disharmoni, disintegrasi, disorganisasi, disekuilibrium diri (self)
adalah sumber penyakit mental. Untuk mewujudkan kesehatan mental
manusia harus menemukan ketenangan hati. Sumber pokok ketenangan

19
Dr. Saiful Akhyar Lubis, MA, Konseling Islam : Kyai dan Pesantren (Yogyakarta : eLSAQ Press, 2007), Cet.
I, hlm. 80.
20
Dr. Saiful Akhyar Lubis, MA, Konseling Islam…, hlm. 145, mengutip dari M. Quraish Shihab, Membumikan
al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung : Mizan, 1992, hlm. 100.
21
hati adalah kembali kepada Allah dengan mendekatkan diri kepada-
Nya.21 Oleh karena itu, setiap permasalahan yang dihadapi manusia
dalam kehidupannya harus dikonsultasikan kepada Allah, tetapi tidak
menyebabkan ia pasif serta kehilangan keberanian dan kreatifitas. Dari
Allahlah petunjuk dan kekuatan untuk menyelesaikannya dapat
diperoleh. Inilah, diantaranya yang menegaskan titik sentral konseling
dan psikoterapi Islam, yaitu dimensi Spiritualitas.22

3. Konseling dan Psikoterapi Islam tidak menutup diri dari IPTEK dan
metode-metode mutakhir tentang konseling dan psikoterapi, sejauh itu
tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Banyak temuan-temuan dan metode-metode yang variatif dalam
pengobatan psikis yang terhampar di sekitar kita dengan ciri khas
masing-masing. Kesemuanya ada yang menggunakan metode-metode
tradisional, namun tidak sedikit pula yang mengkombinasikan dengan
temuan-temuan ilmiah, sebagai pendukung atau sekedar justifikasi dari
pengobatan yang dipraktekannya.
Salah satu hal yang menarik, adalah pernah dulu dalam pengobatan
kejiwaan diterapkan metode penyembuhan yang diakui secara ilmiah
dan dipraktekkan cukup lama di kalangan psikolog, yaitu dengan
menyetrum pasiennya. Aneh memang, orang sakit kenapa malah
disetrum, justru malah menyiksa si pasien. Karena itulah, menurut kabar
yang kami dengar, sekarang ini metode tersebut di kalangan dokter jiwa
sudah tidak dipakai lagi.
Tentu saja, tindakan menyetrum dalam pandangan psikoterapi Islam,
tidak sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, karena itu menyakiti si
pasien. Maka, tentu metode seperti itu tidak diadopsi oleh psikoterapi
Islam.
Berbeda dengan penemuan ilmiah yang dilakukan oleh ilmuwan
Jepang bernama Masaru Emoto. Hasil penemuan tersebut memperkuat
dan mendukung pengobatan-pengobatan dengan perantaraan do-a-do’a.
21
Dr. Saiful Akhyar Lubis, MA, Konseling Islam…, hlm. 88.
22
Dr. Saiful Akhyar Lubis, MA, Konseling Islam…, hlm. 100.
22
Awalnya dia mulai menulis kata-kata, seperti “Terima Kasih”, dan
“Anda Bodoh” dalam beberapa bahasa di kertas, lalu menaruh kertas itu
di bawah sample air yang telah disuling. Sample yang diberi kata
“Terima Kasih” menunjukkan kristal indah, edangkan sample yang diberi
kata “Anda Bodoh” tidak membentuk kristal sama sekali.
Terdorong oleh temuannya, Emoto mulai mempelajari efek dari
sembahyang, doa, dan kata-kata yang biasa diucapkan. Tidak
mengejutkan, hasilnya mengindikasikan bahwa pembentukan kristal air
juga sensitif terhadap hal-hal ini – menghasilkan hipotesanya yang lebih
lanjut, “Molekul air dipengaruhi oleh pikiran, kata-kata, dan perasaan
kita”. Pada tahun 1994, Emoto berhasil menemukan bahwa ternyata air
itu hidup dan dapat menerima respon positif maupun negatif, dan hal itu
diperlihatkan oleh bentuk kristal air yang indah dan menakjubkan yang
berhasil dipotret oleh Emoto.23

Metode yang dipublikasikan Emoto dalam menghasilkan foto-foto


kristal menempuh proses yang relatif sederhana dan murah. Sample
cairan air sebanyak 0,5 cc disimpan di 100 cawan Petri. Lalu dibekukan
dan disimpan pada suhu -25 0
C selama tiga jam di freezer. Sample
kemudian dipindahkan dari freezer untuk diteliti dengan mikroskop dan
kamera pada sebuah ruangan dengan suhu tetap -5 0
C. Ketika lampu
mikroskop mengenai bagian atas sample, maka kristal dapat diteliti dan
pengambilan foto dilakukan.24
Dari situlah, bukannya berapologi, tetapi kita bisa memahami bahwa
ternyata dalam Islam perintah-perintah untuk berdoa sebelum
melakukan sesuatu, khususnya sebelum makan dan minum atau hal-hal
yang berkaitan dengan air, pada saat ini telah diperkuat dan dibuktikan
kebenarannya oleh seorang ilmuwan Jepang, Masaru Emoto. Menurutnya
air itu hidup, dan ia dapat merespon hal-hal yang positif maupun negatif
yang kita berikan. Kalau hal-hal (ucapan, doa, perlakuan dan sebagainya)
yang positif, maka akan direspon positif oleh air dan akan memberi
manfaat kepada manusia, begitu pula sebaliknya.

23
Yoroshi Haryadi dan Azaki Karni, The Untrue Power of Water, Jakarta : Penerbit Hikmah, 2007, Cet. I, Hlm. Vi.
24
Yoroshi Haryadi dan Azaki Karni, The Untrue…, Hlm. 63-64.
23

b. Urgensi Konseling dan Psikoterapi


Menurut Carl Gustav Jung, baginya agama adalah merupakan perkara
yang berarti bagi manusia baik secara perorangan maupun secara bersama
sebagai kelompok. Hal ini tersirat dalam perkataannya dalam bukunya,
Modern Man in Search of Soul, ia mengatakan “Di antara semua pasien saya
dalam umur bagian hidup yang kedua, - yaitu di atas 35 taun, tida ada
seorang pun yang masalahnya pada akhirnya bukan masalah menemukan
pandangan keagamaan atas kehidupan”. 25

Konseling dan Psikoterapi adalah berlandaskan Psikologi Agama,


sehingga fluktuasi keberagamaan seseorang sangat berpengaruh terhadap
kondisi kejiwaan seseorang. Memang saat ini, kita sedang mengalami
pergeseran makna dan nilai. Dahulu IQ (kecerdasan intelektual) sangat
diagung-agungkan oleh masyarakat luas, dan dianggap sebagai satu-
satunya tolok ukur kesuksesan dan kebahagiaan seseorang dalam
hidupnya. Tetapi kemudian Daniel Goleman menemukan bahwa, ternyata
untuk mencapai kesuksesan dan kebahagiaan, seseorang tidak cukup
dengan kecerdasan intelektual (IQ) semata, tapi juga harus mempunyai
kecerdasan emosional (EQ). berikutnya lagi ternyata, ditemukan oleh Danah
Zohar dan Ian Marshall, bahwa manusia untuk melengkapi kebahagiaan
hidupnya maka IQ dan EQ tersebut harus didukung juga dengan satu
kecerdasan lagi yaitu, kecerdasan spiritual (SQ).
Karena itulah, maka terapi dengan berlandaskan agama Islam inilah
sangat sesuai dengan kebutuhan manusia, yang semakin lama semakin
membutuhkan makna dalam hidupnya, dan makna itu banyak ditemukan
dalam dimensi spiritualitas, salah satunya adalah agama, khususnya agama
Islam.
Maka, tidak mustahil, bahkan optimis, bahwa Konseling dan Psikoterapi
Islam ke depan akan sangat dibutuhkan oleh manusia pada umumnya, dan
umat Islam khususnya. Sebagaimana Islam adalah agama Rahmatan lil
‘alamin.

c. Titik-titik singgung dengan Psikologi Agama

25
Robert W.Crapps, Dialog Psikologi dan Agama Sejak William James hingga Gordon W. Allport (terj.),
diterjemahkan oleh A.M. Hardjana, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2003, Cet. VIII, hlm 75.
24
Ada beberapa hal yang masuk dalam pembahasan Psikologi Agama yang
ingin kami cari titik singgung atau titik temu dengan Konseling dan
Psikoterapi Islam. Beberapa hal tersebut adalah :
1. Orientasi Beragama
Orientasi adalah tujuan, motivasi dan sesuatu yang mendorong.
Orientasi beragama yang dianut oleh setiap orang dibagi menjadi dua,
dan agaknya hal ini didasarkan pada pandangan Allport tentang kategori
agama , yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Allport bahwa “hubungan
antara agama dan prasangka tergantung pada jenis agama yang dimiliki
dalam hidup pribadinya”. Karena itu agama ekstrinsik adalah “agama
yang dimanfaatkan”. Agama hanya digunakan untuk mendukung
kepercayaan diri, memperbaiki status, bertahan melawan kenyataan,
atau memberi sanksi pada suatu cara hidup. Orang dengan orientasi
agama ekstrinsik, berarti agama dimanfaatkannya dalam banyak hal,
dan menekankan “hadiah” dalam menjalankan agamanya. Agama
intrinsic sebaliknya, adalah “agama yang dihayati”. Iman dipandang
bernilai pada dirinya sendiri, yang menuntut keterlibatan dan mengatasi
kepentingan diri. Sentimen keagamaan semacam itu telah masak
melebihi titik pandangan dunia yang egosentris dan menilai kebiasaan,
adapt istiadat, keluarga, bangsa, berdasarkan nilai dari luar. Agama
semacam itu telah membuang keluarga, tanah dan diri sendiri untuk
mencari hal-hal ilahi. Sentiment intrinsic meletakkan motif instrumental
agama di bawah keterlibatan yang komprehensif. “Agama semacam itu
tidak ada demi manusia; tetapi manusia demi agama”.26

Dari beberapa pengertian tersebut, maka orientasi keberagamaan


seseorang yang intrinsik cenderung akan lebih sehat daripada orang
dengan orientasi keberagamaan ekstrinsik. Dan memang dari paparan
tentang konseling dan psikoterapi di atas, mengindikasikan adanya
perhatian terhadap “penghayatan keberagamaan” sebagai salah satu
terapi untuk keluar dari problematika psikologis.

26
Robert W.Crapps, Dialog Psikologi dan…, hlm 65-66.
25
2. Konversi
Konversi dimaknai sebagai pertumbuhan dan perkembangan spiritual
(keagamaan) seseorang yang melibatkan perubahan arah yang sangat
besar berkenaan dengan pemikiran dan perilaku keagamaan.
Dari situ dapat dipahami bahwa, sebenarnya konversi itu adalah
tujuan dari konseling dan psikoterapi Islam, karena konversi
mengisyaratkan adanya perubahan dan perkembangan spiritualitas
keberagamaan seseorang yang signifikan. Dan ketika itu tercapai, maka
orang itu akan cenderung sehat secara mental dan spiritual. Tentu saja,
pertumbuhan dn perkembangan spiritual keagamaan seseorang itu ada
yang normal berangsur-angsur dan ada pula yang luar biasa cepat.
Kedua hal tersebut harus diusahakan oleh seorang konselor
(pembimbing). Insya Allah, ketika salah satu atau kedua hal tersebut
(pertumbuhan keagamaan yang normal dan cepat), maka si konseli
(klien) sudah di ambang kesembuhan, atau bahkan bisa dikatakan
sembuh.

3. Kematangan Beragama (Mature Religion)


Dapat didefinisikan sebagai titik tertinggi perkembangan agama
seseorang. Karena perkembangan agama seseorang itu tidak pernah
selesai, dan juga kematangan agama tidak identik dengan kematangan
fisik, maka al tersebut menyebabkan agak sulitnya untuk menentukan
kriteria kematangan beragama seseorang.
Karena kesulitan tersebut, maka criteria para ahli psikologi pun
berbeda-beda untuk meneliti kematangan beragama seseorang. Namun,
ada beberapa hal yang mendasar yang bisa dijadikan patokan,
diantaranya : adanya kapasitas untuk tumbuh (kemampuan
mengembangkan kepribadian), Kerendahan hati (well differentiated and
self critical), Senantiasa berusaha menyesuaikan diri dengan kehendak
Tuhan (Moral consitency, sensibilitas akan kehadiran Tuhan), dan Agama
sebagai central concern , agama sebagai kekuatan yang memberi makna
pada kehidupan (motivational force, agama humanis, loyalitas
sempurna).27

27
Kumpulan artikel dan tulisan tentang Psikologi Agama (Dosen Pengampu Drs. Sekar Ayu Aryani, MA, UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta)
26
Melihat uraian tersebut, tentu sangat berkaitan dengan Konseling dan
Psikoterapi Islam, bahkan semakin memperkuat dan mendukung akan
konsep-konsep dan metode-metode dalam konseling dan psikoterapi
Islam. Karena tujuan dari konseling dan psikoterapi Islam adalah si klien
didorong untuk semakin matang dalam beragama.

4. Spiritual Quotient (SQ)


Untuk satu hal ini, yaitu kecerdasan spiritual (SQ), saya kira sudah
jelas keterkaitannya dengan konseling dan psikoterapi Islam. Karena kita
tahu sendiri, bahwa salah satu dimensi terpenting dan fundamental dari
konselin dan psikoterapi Islam adalah dimensi spiritualitasnya.
Dan memang langkah-langkah, metode-metode, ataupun konsep-
konsep yang diterapkan dalam konseling dan psikoterapi Islam
kesemuanya secara tidak langsung tapi pasti si klien diajak untuk cerdas
secara spiritual.
Tentang SQ ini, saat ini kita bisa lihat pengembangannya dan
penyebarluasannya kepada masyarakat. Salah satunya, di Indonesia
diprakarsai oleh Ary Ginanjar Agustian dan Aa Gym. Mereka sejak awal
mengkampanyekan agar manusia pada umumnya, dan umat Islam
khususnya, mau mengasah kecerdasan Spiritual masing-masing. Mereka
sebenarnya dapat dikatakan merupakan Konselor juga, karena tidak
sedikit orang-orang yang dari konsep-konsep yang mereka ajarkan atau
berikan dapat mengobati problem-problem mental psikis yang mereka
rasakan. Sehingga akhirnya, di samping mereka yang sudah sembuh dari
sakit psikisnya, mereka juga dapat merasakan pertumbuhan dan
perkembangan keagamaan mereka masing-masing, bahkan saya yakin,
banyak pula yang dari pendengar atau jamah mereka mengalami
konversi baik itu orang Islam ataupun orang non-Islam.

You might also like