Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1
Hanna Djumhana Bastami, Integrasi Psikologi Dengan Islam, hlm. 34. (Penerbit, Thn, dan Cetakan tidak
terlacak, karena merupakan kumpulan bacaan-bacaan sebagai pendukung perkuliahan Psikologi Islam di UIN
SUKA).
2
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : PT. Bulan Bintang, 2003, hlm. 4.
3
dan terapi yang sudah begitu banyak menjamur di masyarakat dengan
berbagai coraknya masing-masing?. Lalu apa perbedaan fundamental dan
substansial Konseling dan Psikoterapi Islam dengan metode pengobatan non
medis lainnya? Dan apakah ke depan hal itu masih relevan?.
Kira-kira, beberapa hal itulah yang menjadi fokus penelitian kami dalam
makalah ini.
b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi, Tujuan dan Fungsi Konseling dan Psikoterapi
Islam?
2. Apa Objek Konseling dan Psikoterapi Islam?
3. Bagaimana Metode-metode Konseling dan Psikoterapi Islam?
4. Apa Ciri khas yang fundamental dan substantif yang membedakan
dengan pengobatan lainnya?
5. Bagaimana relevansinya Konseling dan Psikoterapi Islam di masa
yang akan datang?
6. Bagaimana titik-titik singgung Konseling dan Psikoterapi Islam dengan
Psikologi Agama?
BAB II
KONSELING
a. Pengertian Konseling
Berasal dari kata “counsel” yang berarti : nasehat, anjuran, atau
pembicaraan.3
Sedangkan makna konseling dalam tinjauan terminologi (istilah), ada
beberapa, diantaranya :4
1. C. Patterson (1959) : Konseling adalah proses yang melibatkan
hubungan antar pribadi di antara seorang terapis dengan satu atau lebih
klien dimana terapis menggunakan metode-metode psikologis atas dasar
pengetahuan sistematik tentang kepribadian manusia dalam upaya
meningkatkan kesehatan mental klien.
2. Edwin C. Lewis (1970), : Konseling adalah suatu proses dimana
orang yang bermasalah (klien) dibantu secara pribadi untuk merasa dan
3
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling & Psikoterapi Islam, Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, 2006. Cet. V,
hlm. 179, dikutip dari W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling diInstitusi Pendidikan, PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta : 1997, hlm. 70.
4
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 180.
5
berperilaku yang lebih memuaskan melalui interaksi dengan seorang
yang tidak terlibat (konselor) yang menyediakan informasi dan reaksi-
reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan perilaku-perilaku
yang memungkinkannya berhubungan secara lebih efektif dengan
dirinya dan lingkungannya.
3. American Personnel and Guidance Association (APGA) : Konseling
sebagai suatu hubungan antara seseorang yang terlatih secara
professional dan individu yang memerlukan bantuan yang berkaitan
dengan kecemasan biasa atau konflik atau pengambilan keputusan.
(Nugent, 1981)
4. Devision 17 of The American Psychological Association (APA) :
Konseling sebagai bekerja dengan individu-individu atau kelompok-
kelompok yang berkaitan dengan masalah-masalah pribadi, sosial,
pendidikan dan vokasional.
Jadi, “konseling” pada dasarnya adalah Suatu aktifitas pemberian
nasehat dengan atau berupa anjuran-anjuran dan saran-saran dalam bentuk
pembicaraan yang komunikatif antara konselor dengan konseli (klien),
dimana konseling datang dari pihak klien yang disebabkan karena
ketidaktahuan atau kurangnya pengetahuan sehingga ia memohon
pertolongan kepada konselor agar dapat memberikan bimbingan dengan
metode-metode psikologis, dalam upaya sebagai berikut :
1. Mengembangkan kualitas kepribadian yang tangguh.
2. Mengembangkan kualitas kesehatan mental.
3. Mengembangkan perilaku-perilaku yang lebih efektif pada diri individu
dan lingkungannya.
4. Menanggulangi problema hidup dan kehidupan secara mandiri.
6
Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…,hlm. 45, dikutip dari Dra. Hallen A, M.Pd., Bimbingan dan Konseling,
Jakarta : Quantum Teaching, 2005, hlm. 53.
7
Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…,hlm. 47, dikutip dari Drs. H. Mundzir Suparta, M.A., (Editor),
Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta : Diva Pustaka, 2003, hlm. 132.
7
peranannya sebagai khalifah di muka bumi yang sekaligus juga berfungsi
untuk mengabdi kepada Allah.8
Jadi, karakteristik manusia yang menjadi tujuan bimbingan Islami ini
adalah manusia yang mempunyai hubungan baik dengan Allah SWT sebagai
hubungan vertical (hablun minallah), dan hubungan baik dengan sesama
manusia dan lingkungan sebagai hubungan horizontal (hablun minannas).
BAB III
PSIKOTERAPI
a. Pengertian Psikoterapi
Lewis R. olbeng M.D (1977) dalam buku The Technique of Psychoteraphy,
menulis,
Psychoteraphy is the treatment, by psychological means of problems of
an emotional nature in which a trained person deliberality establishes a
8
Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…,hlm. 23, dikutip dari Dra. Hallen A, M.Pd., Bimbingan dan
Konseling, Jakarta : Quantum Teaching, 2005, hlm. 16-17.
8
professional relationship with patient with the object of (1) removing,
modifying, or retarding existing simptoms; (2) mediating disturbed
pattern of behaviour, and (3) promoting positive personality growth
and development.9
Psikoterapi adalah perawatan dengan menggunakan alat-alat psikologis
terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional di
mana seorang ahli secara sengaja menciptakan hubungan professional
dengan pasien, yang bertujuan : (1) menghilangkan, mengubah atau
menurunkan gejala-gejala yang ada, (2) memperantarai (memperbaiki)
tingkah laku yang rusak, dan (3) meningkatkan pertumbuhan serta
perkembangan kepribadian yang positif.
b. Tujuan Psikoterapi
Tujuan psikoterapi yang fundamental ialah mengubah sistem individu
secara efektif melalui pandangan dunia dalamnya. Ke arah mana
kepribadian itu hendak diolah dan diubah? Di sinilah letak urgensi
psikoterapi harus mempunyai falsafah dasar mengenai hakikat kepribadian
manusia agar mampu mengarahkan pengolahan kepribadian klien.
9
Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…,hlm. 88, dikutip dari Drs. H. abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama,
Bandung : Penerbit Sinar Baru, 1991, hlm. 157.
10
Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…,hlm. 88, dikutip dari Drs. H. abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama,
Bandung : Penerbit Sinar Baru, 1991, hlm. 157.
9
Hubungan dalam psikoterapi memang berupa hubungan professional.
Namun, hal ini tidak terlepas dari kepribadian para ahli psikoterapi yang
selalu mewarnai komunikasi dengan klien dan akan terjadi saling
mempengaruhi antara keduanya. Komunikasi dipengaruhi watak atau
sistem nilai yang ada dalam kepribadian masing-masing komunikator dan
komunikan. Hal itu berarti akan diwarnai oleh falsafah hidupnya. Sedangkan
tujuan psikoterapi yang penting adalah mempengaruhi struktur watak klien
untuk mengubah tingkah laku yang rusak menjadi positif.
Adapun tujuan psikoterapi dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Menghilangkan atau mengubah gejala penyakit mental.
a. Menghilangkan gejal (symptoms) yang ada.
Tujuan utama penyembuhan ialah menyingkirkan penderitaan
pasien dan menghilangkan kerusakan akibat negatif yang disebabkan
adanya gejala-gejala tersebut.
b. Mengubah gejala yang ada
Seringkali lingkungan tertentu menghalangi dan tidak sesuai
dengan keinginan penyembuhan secara sempurna. Dalam keadaan
tertentu, penyembuhan tidak dapat dilaksanakan, karena motivasi
yang tidak sesuai, lemahnya kepribadian pasien, sehingga ahli
psikoterapi hanya mampu mengubah atau memodifikasikan gejala-
gejala yang ada pada pasien dan tidak mampu menyembuhkannya.
c. Menurunkan gejala yang ada
Ada beberapa bentuk penyakit emosional yang dapat berkembang
pesat menuju kerusakan. Psikoterapi yang tepat sekalipun hanya
mampu melayani untuk menghentikan, menurunkan, atau
memundurkan kembali proses kepesatannya, seperti pada tipe
schizophrenia. Efek mengembalikan atau menurunkan kepesatan
kerusakan penyakit tersebut sering sekali dapat menolong pasien
untuk kembali mampu mengadakan kontak dengan realitas.
PSIKOTERAPI
1. Berpusat pandang pada masa yang lalu-melihat masa kini individu.
2. Si individu dianggap sakit mental.
3. Si individu dianggap sebagai orang sakit - ahli psikoterapi (terapis)
tidak akan pernah meminta orang yang ditolongnya itu untuk
merumuskan tujuan-tujuan.
4. Terapis berusaha memaksakan nilai-nilai dan sebagainya itu
kepada orang yang ditolongnya.
5. Psikoterapis berpusat pada usaha pengobatan, teknik-teknik yang
dipakai adalah yang telah diresepkan.
6. Terapi bekerja dengan “dunia dalam” dari kehidupan individu yang
sedang mengalami masalah berat, “psikologi dalam” memegang
peranan.
Sedangkan persamaan antara konseling dan psikoterapi adalah
membantu dan memberikan perubahan dan perbaikan kepada klien agar ia
dapat sehat dan normal dalam menjalani hidup dan kehidupannya di dunia
hingga akherat.
12
BAB IV
PSIKOTERAPI DALAM ISLAM
Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah
menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah;
membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk
serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa yang
menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan
Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (QS. Al-
Baqarah [2] : 97-98)
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di
antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As
Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata. (QS. Al-Jumu’ah [62] : 2)
13
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…,hlm. 228-231.
13
ُ سسَئا
ل َ جعَس
ُ ُ ل د ََواُءه َ َداٍء و َ ْ م ال
ُ جه ْ س
َ ل َ ّ س سل
َ َه ع َل َي ْسهِ و
ُ صسَلى اللس
َ ي َ َجع
ِ ِ ل الن ّب َ ْ وَقَد
ماِءَ َ ال ْعُل
Bahwasanya Nabi SAW menyatakan bahwa kebodohan itu penyakit, dan
pengadaan obatnya ialah bertanya kepada ulama.
Dan janganlah kamu campur adukkan antara yang haq dengan yang
bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq, padahal kamu
mengetahuinya. (QS. Al-Baqarah [2] : 42)
Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang
baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah
dan (keselamatan pada) hari kemudian. Dan barangsiapa yang
berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha
Terpuji. (QS. Al-Mumtahanah [60] : 6)
17
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 251-253.
18
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 254-258, mengacu pada Hanna Djumhana Bastaman,
Integrasi Psikologi Dengan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm. 9.
17
a. ILMUL YAQIN, yaitu suatu keyakinan yang diperoleh berdasar ilmu
secara teoritis, seperti firman Allah :
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke
dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat
perbuatanmu itu). Dan janganlah begitu, kelak kamu akan
mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin. (QS. Al-Takatsur [102] : 1-5)
Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan
memberikan kepadamu Furqaan. dan Kami akan jauhkan dirimu dari
kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah
mempunyai karunia yang besar.
(QS. Al-Anfal [8] : 29)
Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan
ijin Allah; dan Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan
memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu. (QS. Al-Taghabun [64] : 11)
19
BAB V
ANALISIS DAN KONTEKSTUALISASI
19
Dr. Saiful Akhyar Lubis, MA, Konseling Islam : Kyai dan Pesantren (Yogyakarta : eLSAQ Press, 2007), Cet.
I, hlm. 80.
20
Dr. Saiful Akhyar Lubis, MA, Konseling Islam…, hlm. 145, mengutip dari M. Quraish Shihab, Membumikan
al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung : Mizan, 1992, hlm. 100.
21
hati adalah kembali kepada Allah dengan mendekatkan diri kepada-
Nya.21 Oleh karena itu, setiap permasalahan yang dihadapi manusia
dalam kehidupannya harus dikonsultasikan kepada Allah, tetapi tidak
menyebabkan ia pasif serta kehilangan keberanian dan kreatifitas. Dari
Allahlah petunjuk dan kekuatan untuk menyelesaikannya dapat
diperoleh. Inilah, diantaranya yang menegaskan titik sentral konseling
dan psikoterapi Islam, yaitu dimensi Spiritualitas.22
3. Konseling dan Psikoterapi Islam tidak menutup diri dari IPTEK dan
metode-metode mutakhir tentang konseling dan psikoterapi, sejauh itu
tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Banyak temuan-temuan dan metode-metode yang variatif dalam
pengobatan psikis yang terhampar di sekitar kita dengan ciri khas
masing-masing. Kesemuanya ada yang menggunakan metode-metode
tradisional, namun tidak sedikit pula yang mengkombinasikan dengan
temuan-temuan ilmiah, sebagai pendukung atau sekedar justifikasi dari
pengobatan yang dipraktekannya.
Salah satu hal yang menarik, adalah pernah dulu dalam pengobatan
kejiwaan diterapkan metode penyembuhan yang diakui secara ilmiah
dan dipraktekkan cukup lama di kalangan psikolog, yaitu dengan
menyetrum pasiennya. Aneh memang, orang sakit kenapa malah
disetrum, justru malah menyiksa si pasien. Karena itulah, menurut kabar
yang kami dengar, sekarang ini metode tersebut di kalangan dokter jiwa
sudah tidak dipakai lagi.
Tentu saja, tindakan menyetrum dalam pandangan psikoterapi Islam,
tidak sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, karena itu menyakiti si
pasien. Maka, tentu metode seperti itu tidak diadopsi oleh psikoterapi
Islam.
Berbeda dengan penemuan ilmiah yang dilakukan oleh ilmuwan
Jepang bernama Masaru Emoto. Hasil penemuan tersebut memperkuat
dan mendukung pengobatan-pengobatan dengan perantaraan do-a-do’a.
21
Dr. Saiful Akhyar Lubis, MA, Konseling Islam…, hlm. 88.
22
Dr. Saiful Akhyar Lubis, MA, Konseling Islam…, hlm. 100.
22
Awalnya dia mulai menulis kata-kata, seperti “Terima Kasih”, dan
“Anda Bodoh” dalam beberapa bahasa di kertas, lalu menaruh kertas itu
di bawah sample air yang telah disuling. Sample yang diberi kata
“Terima Kasih” menunjukkan kristal indah, edangkan sample yang diberi
kata “Anda Bodoh” tidak membentuk kristal sama sekali.
Terdorong oleh temuannya, Emoto mulai mempelajari efek dari
sembahyang, doa, dan kata-kata yang biasa diucapkan. Tidak
mengejutkan, hasilnya mengindikasikan bahwa pembentukan kristal air
juga sensitif terhadap hal-hal ini – menghasilkan hipotesanya yang lebih
lanjut, “Molekul air dipengaruhi oleh pikiran, kata-kata, dan perasaan
kita”. Pada tahun 1994, Emoto berhasil menemukan bahwa ternyata air
itu hidup dan dapat menerima respon positif maupun negatif, dan hal itu
diperlihatkan oleh bentuk kristal air yang indah dan menakjubkan yang
berhasil dipotret oleh Emoto.23
23
Yoroshi Haryadi dan Azaki Karni, The Untrue Power of Water, Jakarta : Penerbit Hikmah, 2007, Cet. I, Hlm. Vi.
24
Yoroshi Haryadi dan Azaki Karni, The Untrue…, Hlm. 63-64.
23
25
Robert W.Crapps, Dialog Psikologi dan Agama Sejak William James hingga Gordon W. Allport (terj.),
diterjemahkan oleh A.M. Hardjana, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2003, Cet. VIII, hlm 75.
24
Ada beberapa hal yang masuk dalam pembahasan Psikologi Agama yang
ingin kami cari titik singgung atau titik temu dengan Konseling dan
Psikoterapi Islam. Beberapa hal tersebut adalah :
1. Orientasi Beragama
Orientasi adalah tujuan, motivasi dan sesuatu yang mendorong.
Orientasi beragama yang dianut oleh setiap orang dibagi menjadi dua,
dan agaknya hal ini didasarkan pada pandangan Allport tentang kategori
agama , yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Allport bahwa “hubungan
antara agama dan prasangka tergantung pada jenis agama yang dimiliki
dalam hidup pribadinya”. Karena itu agama ekstrinsik adalah “agama
yang dimanfaatkan”. Agama hanya digunakan untuk mendukung
kepercayaan diri, memperbaiki status, bertahan melawan kenyataan,
atau memberi sanksi pada suatu cara hidup. Orang dengan orientasi
agama ekstrinsik, berarti agama dimanfaatkannya dalam banyak hal,
dan menekankan “hadiah” dalam menjalankan agamanya. Agama
intrinsic sebaliknya, adalah “agama yang dihayati”. Iman dipandang
bernilai pada dirinya sendiri, yang menuntut keterlibatan dan mengatasi
kepentingan diri. Sentimen keagamaan semacam itu telah masak
melebihi titik pandangan dunia yang egosentris dan menilai kebiasaan,
adapt istiadat, keluarga, bangsa, berdasarkan nilai dari luar. Agama
semacam itu telah membuang keluarga, tanah dan diri sendiri untuk
mencari hal-hal ilahi. Sentiment intrinsic meletakkan motif instrumental
agama di bawah keterlibatan yang komprehensif. “Agama semacam itu
tidak ada demi manusia; tetapi manusia demi agama”.26
26
Robert W.Crapps, Dialog Psikologi dan…, hlm 65-66.
25
2. Konversi
Konversi dimaknai sebagai pertumbuhan dan perkembangan spiritual
(keagamaan) seseorang yang melibatkan perubahan arah yang sangat
besar berkenaan dengan pemikiran dan perilaku keagamaan.
Dari situ dapat dipahami bahwa, sebenarnya konversi itu adalah
tujuan dari konseling dan psikoterapi Islam, karena konversi
mengisyaratkan adanya perubahan dan perkembangan spiritualitas
keberagamaan seseorang yang signifikan. Dan ketika itu tercapai, maka
orang itu akan cenderung sehat secara mental dan spiritual. Tentu saja,
pertumbuhan dn perkembangan spiritual keagamaan seseorang itu ada
yang normal berangsur-angsur dan ada pula yang luar biasa cepat.
Kedua hal tersebut harus diusahakan oleh seorang konselor
(pembimbing). Insya Allah, ketika salah satu atau kedua hal tersebut
(pertumbuhan keagamaan yang normal dan cepat), maka si konseli
(klien) sudah di ambang kesembuhan, atau bahkan bisa dikatakan
sembuh.
27
Kumpulan artikel dan tulisan tentang Psikologi Agama (Dosen Pengampu Drs. Sekar Ayu Aryani, MA, UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta)
26
Melihat uraian tersebut, tentu sangat berkaitan dengan Konseling dan
Psikoterapi Islam, bahkan semakin memperkuat dan mendukung akan
konsep-konsep dan metode-metode dalam konseling dan psikoterapi
Islam. Karena tujuan dari konseling dan psikoterapi Islam adalah si klien
didorong untuk semakin matang dalam beragama.