You are on page 1of 46

PEMANFAATAN

AIR PERMUKAAN
SEBAGAI AIR BAKU AIR MINUM
PENGEMBANGAN SPAM
IKK COLOMADU

II - 1
LATAR BELAKANG
1. Air minum merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dikelola dan
dikembangkan oleh Pemerintah sebagai pemenuhan target Millenium Developmen Goals
(MDG’s) 2015, yaitu tingkat pelayanan air minum diharapkan akan mencapai 80 %
perkotaan dan 605 pedesaan
2. Kondisi eksisting SPAM IKK Colomadu yang ada saat ini masih berfungsi dengan baik. Air
baku disuplai dari 2 sumur dalam dengan debit maksimal 20 liter/detik, dengan jumlah
pelanggan per Oktober 2010 sebanyak 789 Sambungan Rumah.
3. Dengan berubahnya fungsi lahan di wilayah Colomadu dari pertanian menjadi
perumahan maka kebutuhan air bersih meningkat sehingga PDAM Tirta Lawu
Karanganyarmempunyai rencana untuk menambah kapasitas dan mengembangkan air
baku dari air permukaan.

MAKSUD DAN TUJUAN


MAKSUD
Maksud pengembangan SPAM IKK Colomadu adalah untuk mencapai cakupan pelayanan
PDAM Tirta Lawu Kabupaten Karanganyar di IKK Colomadu

TUJUAN
Memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat Kecamatan Colomadu sekaligus meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat di bidang air bersih

DASAR HUKUM
1. UU RI No 23 tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

2. UU RI No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

3. UU RI No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

4. UU RI No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan


Pemerintah Daerah

5. UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

6. Peraturan Pemerintah No 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Air Minum

7. Kep. Men. PU No 18/PRT/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem


Penyediaan Air Minum

II - 2
GAMBARAN UMUM
BAB I

1.Gambaran
1.Gambaran Umum Kabupaten Karanganyar
1.1. Letak Geografis dan Administrasi
Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang
berbatasan dengan Kabupaten Sragen di sebelah Utara, Propinsi Jawa Timur di sebelah Timur,
Kabupaten Wonogiri dan Sukoharjo di sebelah selatan, Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali di
sebelah barat.

Secara astronomis Kabupaten Karanganyar berada pada garis koordinat 110° 40° - 110° 70°
Bujur Timur dan 7° 28° - 7° 46° Lintang Selatan. Ketinggian rata-rata 511 meter diatas permukaan laut
serta beriklim tropis dengan temperatur 22° - 31°

Secara administrasi Kabupaten Karanganyar terbagi dalam 17 kecamatan yang meliputi 177
desa/kelurahan (15 Kelurahan dan 162 desa). Desa/kelurahan tersebut terdiri dari 1.091 dusun,
2.313 dukuh, 1.876 RW dan 6.130 RT. Klasifikasi desa/kelurahan pada tahun 2008 terdiri dari
swadaya - desa/kelurahan, swakarya - desa/kelurahan, dan swasembada 177 desa/kelurahan.

1.2. Tata Guna Lahan


Luas wilayah Kabupaten Karanganyar adalah 77.378,64 Ha, yang terdiri dari luas tanah sawah
22.474,91 Ha, dan luas tanah bukan sawah 54.902,73 Ha. Tanah sawah terdiri dari irigasi teknis
seluas 12.929,62 Ha, non teknis 7.587,62 Ha, dan tidak berpengairan 1,957,67 Ha. Di samping itu luas
tanah untuk pekarangan/bangunan 21.171,97 Ha dan luas untuk tegalan/kebun 17.863,40 Ha. Di
Kabupaten Karanganyar terdapat hutan negara seluas 9.729,50 Ha dan perkebunan seluas 3.251,50
Ha.

II - 3
Tabel .1.1
Jumlah Kecamatan dan Luas Wilayah Tiap Kecamatan
di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

No Kecamatan Luas (Ha)

1 Jatipuro 4.036,50

2 Jatiyoso 6.716,49

3 Jumapolo 5.567,02

4 Jumantono 5.355,44

5 Matesih 2.626,63

6 Tawangmangu 7.003,16

7 Ngargoyoso 6.533,94

8 Karangpandan 3.411,08

9 Karanganyar 4.302,64

10 Tasikmadu 2.759,73

11 Jaten 2.554,81

12 Colomadu 1.564,16

13 Gondangrejo 5.679,95

14 Kebakramat 3.645,63

15 Mojogedang 5.330,90

16 Kerjo 4.682,27

17 Jenawi 5.608,28

Jumlah 77.378,64

Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka Tahun 2008

Tabel 1. 2
II - 4
Luas Tanah Sawah menurut Jenis Penggunaan dan Kecamatan
di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

Tanah Sawah

No. Kecamatan Irigasi Teknis Irigasi Non Teknis Tidak Berpengairan

(Ha) (Ha) (Ha)

1 Jatipuro - 1.510,16 -

2 Jatiyoso 1.183,34 135,71 -

3 Jumapolo 62,05 1.356,89 321,87

4 Jumantono 623,87 829,40 150,60

5 Matesih 942,46 317,30 12,26

6 Tawangmangu 140,34 571,02 -

7 Ngargoyoso 217,00 473,30 -

8 Karangpandan 711,90 594,80 185,00

9 Karanganyar 1.721,90 13,10 55,40

10 Tasikmadu 1.440,0 235,14 4,00

11 Jaten 1.268,61 - -

12 Colomadu 531,40 - -

13 Gondangrejo - - 1.076,28

14 Kebakramat 1.671,20 343,10 88,67

15 Mojogedang 1.565,35 390,06 63,59

16 Kerjo 758,60 370,64 -

17 Jenawi 91,60 447,00 -

Jumlah 12.929,62 7.587,62 1.957,67

Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka Tahun 200

Tabel 1. 3
Luas Tanah Kering menurut Jenis Penggunaan dan Kecamatan
di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008
II - 5
Tanah Kering

Padang Tambak
Kecamatan Pekarangan Tegalan Rawa
No.
Gembala /Kolam
/Bangunan (Ha) /Kebun (Ha) (Ha)
(Ha) (Ha)

1 Jatipuro 1.380,47 974,77 60,00 1,00 -

2 Jatiyoso 1.244,14 2.907,79 - - -

3 Jumapolo 2.122,1 1.590,83 - 0,97 -

4 Jumantono 1.711,20 1.876,65 33,20 0,10 -

5 Matesih 898,35 219,29 - 0,70 -

6 Tawangmangu 629,74 1.318,31 4,00 - -

7 Ngargoyoso 841,09 1.267,52 16,79 0,50 -

8 Karangpandan 1.217,13 537,12 6,43 1,10 -

9 Karanganyar 1.502,66 564,83 - - -

10 Tasikmadu 667,80 75,35 - 4,54 -

11 Jaten 1.077,94 41,39 - - -

12 Colomadu 897,40 58,71 - 2,70 -

13 Gondangrejo 1.764,22 2.667,11 37,39 - -

14 Kebakramat 1.195,30 226,37 1,90 2,67 -

15 Mojogedang 2.057,89 845,45 23,50 9,93 -

16 Kerjo 1.214,82 703,53 21,52 1,17 -

17 Jenawi 749,72 1.989,38 10,75 0,16 -

Jumlah 21.171 17.863 219,67 25,53 -

Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka Tahun 2009

Tabel 1. 4
Lanjutan

II - 6
Tanah Kering
No. Kecamatan Perkebunan Lain-Lain
Hutan Negara (Ha)
(Ha) (Ha)

1 Jatipuro 49,51 - 59,59

2 Jatiyoso 1.025,00 - 220,51

3 Jumapolo - - 112,31

4 Jumantono - - 130,42

5 Matesih 91,00 - 145,27

6 Tawangmangu 4.187,34 38,14 114,27

7 Ngargoyoso 2.755,98 784,68 157,08

8 Karangpandan - 40,61 116.99

9 Karanganyar - 122,00 322,75

10 Tasikmadu - 0,64 332,26

11 Jaten - - 162,68

12 Colomadu - 4,60 69,36

13 Gondangrejo - - 134,95

14 Kebakramat - - 116,42

15 Mojogedang - 254,32 120,81

16 Kerjo - 1.395,30 216,69

17 Jenawi 1.600,67 611,22 108,78

Jumlah 9.729,50 3.251,51 2.641,14

Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka Tahun 2009

1.3. Ketinggian Wilayah


Kabupaten Karanganyar dilihat dari letak ketinggian dari permukaan air laut, dibagi menjadi 5
(lima) wilayah ketinggian mulai dari 0 meter (pantai) sampai dengan 2.000 meter
(pegunungan), yaitu:

a. Ketinggian 0 – 100 m, meliputi wilayah Kecamatan Jaten, dan Kebakkramat

II - 7
b. Ketinggian 100 – 500 m, meliputi sebagian Kecamatan Jatipuro, Jumapolo, Jumantono,
Matesih, Karangpandan, Karanganyar, Tasikmadu, Colomadu, Gondangrejo, Mojogedang,
Kerjo dan Jenawi.
c. Ketinggian 500 – 1000 m, meliputi di sebagian Kecamatan Jumapolo, Jumantono, Matesih,
Ngargoyoso, Karangpandan, dan Kerjo
Ketinggian > 1000 m, meliputi di sebagian Kecamatan Jatipuro, Jatiyoso, Tawangmangu, dan
Jenawi

Tabel. 1.5
Ketinggian Wilayah di Atas Permukaan Laut menurut Kecamatan
di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

Ketinggian (m)
Kecamatan
Terendah Tertinggi Rata-Rata

1. Jatipuro 500 1200 770

2. Jatiyoso 800 1550 950

3. Jumapolo 340 580 470

4. Jumantono 300 600 450

5. Matesih 380 750 450

6. Tawangmangu 800 2000 1200

7. Ngargoyoso 750 1000 880

8. Karangpandan 450 650 500

9. Karanganyar 240 480 320

10. Tasikmadu 120 240 140

11. Jaten 90 105 98

12. Colomadu 130 150 140

13. Gondangrejo 140 170 150

14. Kebakkramat 80 187 95

15. Mojogedang 380 500 403

16. Kerjo 380 520 450

17. Jenawi 410 1500 750

II - 8
Kab. Karanganyar 80 2000 511

Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka Tahun 2009

1.4. Hidrologi dan Klimatologi


Secara hidrologis, Kabupaten Karanganyar memiliki berbagai sumber air yang dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga, irigasi, dan industri.

Berdasarkan data dari stasiun pengukur yang ada di Kabupaten Karanganyar banyaknya hari
hujan selama tahun 2008 adalah 95 hari dengan rata-rata curah hujan 2.453 mm, dimana curah
hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret dan terendah pada bulan Juli, Agustus, dan September.

Tabel 1.6
Banyaknya Hari Hujan (HR) dan Curah Hujan (MM) menurut Bulan dan Tempat Pengukuran di
Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

Colomadu Tasikmadu Mojogedang


Bulan
HR MM HR MM HR MM

1. Januari 12 313 13 352 12 416

II - 9
2. Februari 12 447 14 481 10 234

3. Maret 18 424 16 350 18 607

4. April 8 192 7 166 7 139

5. Mei 2 64 - - - -

6. Juni - - - - - -

7. Juli - - - - - -

8. Agustus - - - - - -

9. September - - - - - -

10. Oktober 9 277 9 290 9 444

11. November 12 230 11 260 17 747

12. Desember 8 178 12 268 12 144

Jml. Th. 2008 81 2125 82 2167 85 2731

Jml. Th. 2007 71 1682 57 1629 82 2190

Jml. Th. 2006 57 1674 65 1157 84 1920

Jml. Th. 2005 71 6133 78 1537 90 1745

Jml. Th. 2004 71 1746 71 1413 88 2232

Jml. Th. 2003 57 1344 91 1000 100 1794

Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka Tahun 2009

Tabel 1.7
Lanjutan
Jumapolo Karangpandan Tawangmangu Rata-Rata
Bulan
HR MM HR MM HR MM HR MM

1. Januari 13 368 13 342 9 279 12 345

2. Februari 11 312 12 274 15 353 12 350

3. Maret 21 251 19 523 26 888 19 507

II - 10
Jumapolo Karangpandan Tawangmangu Rata-Rata
Bulan
HR MM HR MM HR MM HR MM

4. April 7 124 13 241 15 326 10 199

5. Mei - - - - 7 68 5 66

6. Juni - - - - 2 20 2 20

7. Juli - - - - - - - -

8. Agustus - - - - - - - -

9. September - - - - - - - -

10. Oktober 10 195 7 412 12 299 9 319

11. November 8 375 8 284 10 195 11 348

12. Desember 17 399 14 382 25 422 15 299

Jml. Th. 2008 87 2024 86 2458 121 2850 95 2453

Jml. Th. 2007 73 2172 85 2297 110 2719 106 2231

Jml. Th. 2006 82 1940 84 2148 87 2058 78 1817

Jml. Th. 2005 95 2480 92 2818 135 3299 99 6017

Jml. Th. 2004 84 2174 120 2743 146 3450 97 2293

Jml. Th. 2003 80 1812 80 2066 152 2677 101 1855

Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka Tahun 2009

1.5. Demografi
Jumlah penduduk di Kabupaten Karanganyar pada akhir tahun 2008, sebanyak 865.580 jiwa
yang terdiri atas 429.852 jiwa penduduk laki-laki dan 435.728 jiwa penduduk perempuan. Laju
pertambahan penduduk di Kabupaten Karanganyar pada tahun 2008 sebanyak 14.214 jiwa atau
mengalami pertumbuhan sebesar 1,67 %.

Tabel 1.8
Jumlah Penduduk, Luas Daerah dan Sex Rasio Dirinci menurut Kecamatan
di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

Jumlah Penduduk
Luas Sex
No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah
Wilayah (Ha) Rasio
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)

II - 11
1 Jatipuro 19.073 18.987 38.060 4.036,50 100,45

2 Jatiyoso 20.411 20.011 40.422 6.716,49 102,00

3 Jumapolo 23.754 23.687 47.441 5.567,02 100,28

4 Jumantono 24.131 24.748 48.879 5.355,44 97,51

5 Matesih 22.282 23.249 46.131 2.626,63 98,42

6 Tawangmangu 22.252 22.930 45.182 7.003,16 97,04

7 Ngargoyoso 17.516 17.835 35.351 6.533,94 98,21

8 Karangpandan 21.213 22.034 43.247 3.411,08 96,27

9 Karanganyar 37.648 38.148 75.796 4.302,64 98,69

10 Tasikmadu 27.862 27.980 55.842 2.759,73 99,58

11 Jaten 35.105 35.665 70.770 2.554,81 98,43

12 Colomadu 30.038 30.790 60.828 1.564,16 97,56

13 Gondangrejo 34.049 34.522 68.571 5.679,95 98,63

14 Kebakramat 29.319 29.654 58.973 3.645,63 98,87

15 Mojogedang 32.515 32.536 65.051 5.330,90 99,94

16 Kerjo 18.319 19.061 37.380 4.682,27 96,11

17 Jenawi 13.765 13.891 27.656 5.608,28 99,09

Jumlah 429.852 435.728 865.580 77.378,64 98,65

Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka Tahun 2009

Kecamatan dengan penduduk terbanyak adalah Kecamatan Karanganyar, yaitu 75.796 jiwa
(8,76%), kemudian Kecamatan Jaten, yaitu 70.770 jiwa (8,18 %), dan Kecamatan Gondangrejo, yaitu
68.571 jiwa (7,92 %). Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah
Kecamatan Jenawi, yaitu 27.656 jiwa (3,20 %). Kemudian Kecamatan Ngargoyoso, yaitu 35.351 jiwa
(4,08 %) dan Kecamatan Kerjo, yaitu 37.380 jiwa (4,32 %).

Kepadatan penduduk di Kabupaten Karanganyar paling banyak di Kecamatan Colomadu, yaitu


sebanyak 3.889 jiwa/Ha, sedangkan paling sedikit di Kecamatan Jenawi yaitu 493 jiwa/Ha. Angka
rata-rata jiwa/keluarga di Kabupaten Karanganyar sebanyak 3,90 atau dibulatkan menjadi 4
jiwa/keluarga.

II - 12
Tabel 1.9
Luas Wilayah, Distribusi Penduduk, Kepadatan dan Pertumbuhan
Penduduk serta Rata-rata Jiwa per Keluarga Dirinci menurut Kecamatan
di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

Distribus Kepadata Rata-2


Luas
N i n Pertumbuha Jiwa
Kecamatan Wilayah
o Pendudu Penduduk n Penduduk
(Ha) /
k (Jiwa/Ha) Keluarga

4.036,5 4,40
943
1 Jatipuro 0 0,46 4,43

6.716,4 4,67
602
2 Jatiyoso 9 0,26 4,84

5.567,0 5,48
852
3 Jumapolo 2 0,99 3,95

5.355,4 5,65
913
4 Jumantono 4 0,94 3,56

2.626,6 5,33
1.756
5 Matesih 3 0,95 4,42

7.003,1 5,22
645
6 Tawangmangu 6 0,65 3,88

6.533,9 4,08
541
7 Ngargoyoso 4 0,48 4,03

3.411,0 5,00
1.268
8 Karangpandan 8 1,16 4,09

4.302,6 8,76
1.761
9 Karanganyar 4 2,85 3,97

2.759,7 6,45
2.023
10 Tasikmadu 3 0,84 3,71

2.554,8 8,18
2.770
11 Jaten 1 2,27 3,51

1.564,1 7,03
3.889
12 Colomadu 6 6,56 3,49

5.679,9 7,92
1.207
13 Gondangrejo 5 3,53 3,79

II - 13
3.645,6 6,81
1.617
14 Kebakramat 3 0,75 3,71

5.330,9 7,52
1.220
15 Mojogedang 0 0,90 4,10

4.682,2 4,32
798
16 Kerjo 7 0,86 3,87

5.608,2 3,20
493
17 Jenawi 8 0,30 4,13

Jumlah 788.65 100 1.119 1,67 3,90

Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka Tahun 2009

II - 14
PETA KABUPATEN KARANGANYAR

II - 9
Gambaran Umum Kecamatan Colomadu
1. Letak Geografis
Kecamatan Colomadu merupakan salah satu kecamatan dari 17 kecamatan yang ada di
Kabupaten Karanganyar. Jarak dari ibukota kabupaten 21,6 Km arah barat, dengan
ketinggian rata-rata 450 m di atas permukaan laut.
Batas wilayah Kecamatan Colomadu adalah sebagai berikut :
 Sebelah utara : Kab. Boyolali
 Sebelah timur : Kota Surakarta
 Sebelah selatan : Kab. Sukoharjo
 Sebelah barat : Kab. Boyolali
Secara administrasi Kecamatan Colomadu terbagi dalam 11 Desa, 50 dusun, 126 dukuh, 115 RW
dan 481 RT, dengan luas wilayah secara keseluruhan 1.564,4 Ha.
2. Luas Wilayah
Luas wilayah Kecamatan Colomadu adalah 15,64 km 2. Desa di Kecamatan Colomadu yang
mempunyai luas lahan paling besar adalah Desa Malangjiwan seluas 2,06 Km 2, kemudian Desa
Gedongan 1,79 km2. Sedangkan yang terkecil adalah Desa Gajahan, yaitu 0,73 km2 dan Desa
Paulan 0,98 km2.

3. Tata Guna Lahan


Luas lahan sawah di Kecamatan Colomadu 532,4 Ha, sedangkan lahan bukan sawah/kering
1.032,0 Ha. Lahan sawah di Kecamatan Colomadu meliputi :

 Sawah pengairan teknis, seluas 532,4 Ha


 Sawah pengairan setengah teknis, seluas 0,0 Ha
 Sawah sederhana, seluas 0,0 Ha
 Sawah tadah hujan, seluas 0,0 Ha
 Sedangkan lahan bukan sawah meliputi :

 Bangunan/pekarangan, seluas 881,3 Ha


 Tegalan/kebun, seluas 67,8 Ha
 Lain-lain (jalan, sungai, dsb), seluas 80,2 Ha

Tabel. 2.1
Luas Wilayah Menurut Desa dan Penggunaan Tanah
Kecamatan Colomadu Tahun 2008
Tanah Sawah Tanah Kering Lain-lain Jumlah
No Desa/Kelurahan
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha)

1 Ngasem 76,0 70,0 6,5 152,5

2 Bolon 86,2 66,3 10,7 163,2

3 Malangjiwan 46,6 145,4 10,4 206,4

4 Paulan 42,2 50,7 4,8 97,7

5 Gajahan 32,0 36,0 4,6 72,6

6 Blulukan 42,6 115,4 5,9 163,9

7 Gawanan 29,2 98,4 3,7 131.3


Tanah Sawah Tanah Kering Lain-lain Jumlah
No Desa/Kelurahan
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha)

8 Gedongan 53,3 113,4 12,6 179,3

9 Tohudan 77,8 64,0 8,8 150,4

10 Baturan 16,5 107,4 5,3 129,2

11 Klodran 30,0 80,8 6,9 117,7

Jumlah 532,4 951,8 80,2 1.564,4

Sumber : Kecamatan Colomadu dalam Angka Tahun 2009

4. Iklim dan Topografi


Wilayah Kecamatan Colomadu beriklim tropis dengan 2 musim yaitu musim kemarau dan musim
penghujan. Ketinggian tanah di Kecamatan Colomadu ini rata-rata 450 m di atas permukaan air
laut. Kecamatan Colomadu sebagian besar daerahnya merupakan dataran.

5. Demografi
Jumlah penduduk di Kecamatan Colomadu pada akhir tahun 2008 sebanyak 60.828 jiwa yang
terdiri dari laki-laki sebanyak 30.038 jiwa dan perempuan sebanyak 30.790 jiwa,dengan tingkat
kepadatan 3.889 jiwa/km2. Pertumbuhan penduduk rata-rata 6,56%.

Tabel. 2.2
Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Kecamatan Colomadu Tahun 2008

Jumlah Penduduk
Jumlah Rumah
No Desa/Kelurahan Laki-laki Perempuan
Jumlah (Jiwa) Tangga
(Jiwa) (Jiwa)

1 Ngasem 2.209 2.284 4.493 1.191

2 Bolon 3.176 3.223 6.399 2.078

3 Malangjiwan 5.362 5.492 10.854 3.459

4 Paulan 1.308 1.309 2.617 738

5 Gajahan 917 963 1.880 521


Jumlah Penduduk
Jumlah Rumah
No Desa/Kelurahan Laki-laki Perempuan
Jumlah (Jiwa) Tangga
(Jiwa) (Jiwa)

6 Blulukan 2.527 2.557 5.084 1.111

7 Gawanan 2.463 2.447 4.910 1.629

8 Gedongan 3.073 3.125 6.198 1.783

9 Tohudan 2.302 2.365 4.667 1.151

10 Baturan 4.288 4.576 8.864 2.527

11 Klodran 2.413 2.446 4.862 1.229

Jumlah Tahun 2008 30.038 30.790 60.828 17.417

Jumlah Tahun 2007 28.344 28.740 57.084 17.007

Jumlah Tahun 2006 27.912 28.439 56.856 15.856

Sumber : Kecamatan Colomadu dalam Angka Tahun 2009

Tabel. 2.3
Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Kecamatan Colomadu Tahun 2008

Kepadatan Rata2 Jiwa Jumlah Jumlah Penduduk


No Desa/Kelurahan Penduduk Rumah
/Keluarga Lk Pr Jumlah
(Jiwa/Km2) Tangga (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)

1 Ngasem 2.937 3,77 1.191 2.209 2.284 4.493

2 Bolon 3.926 3,08 2.078 3.176 3.223 6.399

3 Malangjiwan 5.269 3,14 3.459 5.362 5.492 10.854


Kepadatan Rata2 Jiwa Jumlah Jumlah Penduduk
No Desa/Kelurahan Penduduk Rumah
(Jiwa/Km2) /Keluarga Lk Pr Jumlah
Tangga (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)

4 Paulan 2.670 3,55 738 1.308 1.309 2.617

5 Gajahan 2.575 3,61 521 917 963 1.880

6 Blulukan 3.100 4,58 1.111 2.527 2.557 5.084

7 Gawanan 3.748 3,01 1.629 2.463 2.447 4.910

8 Gedongan 3.463 3,48 1.783 3.073 3.125 6.198

9 Tohudan 3.111 4,05 1.151 2.302 2.365 4.667

10 Baturan 6.871 3,51 2.527 4.288 4.576 8.864

11 Klodran 4.120 3,98 1.229 2.413 2.446 4.862

Jumlah Tahun 2008 3.889 3,49 17.417 30.038 30.790 60.828

Jumlah Tahun 2007 17.007 28.344 28.740 57.084

Jumlah Tahun 2006 15.856 27.912 28.439 56.856

Sumber : Kecamatan Colomadu dalam Angka Tahun 2009

Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Colomadu Tahun 2008 mengalami kenaikan dibandingkan


tahun sebelumnya. Pada jumlah pertumbuhan total penduduk laki-laki dan perempuan pada tahun
2008 mengalami kenaikan menjadi 6,56 dibandingkan tahun 2007 yaitu 1,30.

Tabel. 2.4
Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Colomadu Tahun 2008

Pertumbuhan Total Pertumbuhan Alamiah


No Desa/Kelurahan
L P L+P L P L+P

1 Ngasem 11,34 16,29 13,80 0,91 1,17 1,04

2 Bolon 1,93 3,43 2,68 0,19 0,80 0,50


Pertumbuhan Total Pertumbuhan Alamiah
No Desa/Kelurahan
L P L+P L P L+P

3 Malangjiwan 2,94 2,79 2,86 0,48 0,69 0,59

4 Paulan -4,46 -3,39 -3,93 0,15 0,37 0,26

5 Gajahan -2,55 -0,52 -1,52 - 0,93 0,47

6 Blulukan 3,10 5,54 4,31 0,38 0,56 0,47

7 Gawanan 12,26 6,67 9,40 1,37 1,05 1,20

8 Gedongan 4,99 6,33 5,66 0,48 1,16 0,82

9 Tohudan 0,35 -0,59 -0,13 0,31 0,50 0,41

10 Baturan -0,83 -1,74 -1,30 0,09 0,47 0,29

11 Klodran 811 6,62 7,35 0,27 0,74 0,51

Jumlah Tahun 2008 5,98 7,13 6,56 0,42 0,75 0,58

Jumlah Tahun 2007 1,55 1,06 1,30 0,65 0,69 0,67

Sumber : Kecamatan Colomadu dalam Angka Tahun 2009

Sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Colomadu pada tahun 2008 sebanyak 40 baik
negeri maupun swasta lingkungan dan di luar lingkungan dinas pendidikan. Unit yang dirinci
menurut tingkat pendidikan, SD sebanyak 30 unit, SLTP atau sederajat sebanyak 5 unit dan SMU atau
sederajat sebanyak 5 unit.

Tabel. 2.5
Banyaknya Sekolah Negeri dan Swasta Menurut Tingkat Pendidikan
di Kecamatan Colomadu Tahun 2008
SLTP/ SMU/
No Desa/Kelurahan SD/MI
MTs MA

1 Ngasem 4 - -

2 Bolon 4 1 1

3 Malangjiwan 6 2 1

4 Paulan 1 - -

5 Gajahan 1 - -

6 Blulukan 2 - -

7 Gawanan 2 1 1

8 Gedongan 4 - -

9 Tohudan 2 - -

10 Baturan 2 1 2

11 Klodran 2 - -

Jumlah 30 5 5

Sumber : Kecamatan Colomadu dalam Angka Tahun 2009

Mayoritas penduduk Kecamatan Colomadu beragama Islam, hal ini dapat dilihat dengan
banyaknya jumlah Masjid dan Langgar pada tahun 2008 yaitu sebanyak 175 gedung, kemudian
Gereja sebanyak 17 gedung, sedangkan agama Budha dan Hindu tidak terdapat tempat
peribadatannya.

Tabel. 2.6
Banyaknya Tempat Peribadatan di Kecamatan Colomadu Tahun 2008
Vihara/
No Desa/Kelurahan Masjid Langgar Gereja Pura
Klenteng

1 Ngasem 6 13 2 - -

2 Bolon 6 9 1 - -

3 Malangjiwan 16 16 5 - -

4 Paulan 4 3 - - -

5 Gajahan 3 2 2 - -

6 Blulukan 10 8 2 - -

7 Gawanan 7 6 2 - -

8 Gedongan 14 6 1 - -

9 Tohudan 7 7 1 - -

10 Baturan 15 - - - -

11 Klodran 6 5 1 - -

Jumlah 94 81 17 - -

Sumber : Kecamatan Colomadu dalam Angka Tahun 2009

Sarana prasarana perekonomian menurut desa dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel. 2.7
Banyaknya Saran Perekonomian Kecamatan Colomadu Tahun 2008
Super- Restora/ Wrung/ Toko/
No Desa/Kelurahan Pasar market/ Rumah Kedai Warung
Swalayan makan makan kelontong

1 Ngasem - - 2 37 56

2 Bolon - - 1 16 41

3 Malangjiwan 1 1 1 84 164

4 Paulan - 1 1 18 25

5 Gajahan - - 1 7 17

6 Blulukan - - 2 19 40

7 Gawanan - - - 33 60

8 Gedongan - 1 1 25 43

9 Tohudan - - 1 28 39

10 Baturan 1 1 - 13 67

11 Klodran 1 - 1 14 37

Jumlah 3 4 11 294 589

Sumber : Kecamatan Colomadu dalam Angka Tahun 2009


Gambar 2

Peta Kecamatan Colomadu


LANDASAN TEORI

1. Pengertian Air Bersih dan Air Minum

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari – hari dan akan menjadi air minum
setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya air bersih adalah air yang memenuhi
persyaratan bagi sistem penyediaan air minum yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan
radiologi sehingga tidak menimbulkan efek samping (PERMENKES NO 416/Menkes/PER/IX/1990).

Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Kep. Men.Kes.RI No
907/MENKES/SK/VII/2002

2. Persyaratan Penyediaan Air Bersih

Persyaratan umum yang harus dipenuhi dalam penyusunan perencanaan Sistem penyediaan air
bersih untuk perdesaan adalah sebagai berikut :

 Tersedianya data sumber air baku mencakup kuantitas, kualitas dan kontinuitas.
 Perencanaan Sistem air bersih perdesaan harus memenuhi persyaratan teknis air bersih
yang berlaku.
 Perencanaan Sistem harus merupakan hasil yang terbaik, termudah dan termurah dalam
operasi dan pemeliharaan.
 Melibatkan masyarakat setempat terutama pada tahap survai lapangan (data lapangan) dan
penentuan ketersediaan air baku.

 Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyediaan air bersih adalah sebagai
berikut:

2.1. Persyaratan Kualitatif

2.1.1. Syarat Fisik


Air minum harus jernih, tidak berasa, tidak berwarna, tidak berbau serta mempunyai suhu
yaitu sebaiknya ± 25ºC.

2.1.2. Syarat Kimia


- pH (Keasaman)

pH merupakan faktor penting bagi air minum karena mempengaruhi proses korosi pada
perpipaan terutama pada pH < 6,5 dan > 9,5 akan mempercepat terjadinya reaksi korosi.
- Kesadahan Total

Kesadahan total adalah kesadahan yang disebabkan adanya ion Ca 2+ dan Mg 2+ secara
bersama-sama.
- Kalsium (Ca).
Dalam air minum pada batas tertentu diperlukan untuk pertumbuhan gigi dan tulang.
- Fluorida
Kadar F < 1 mg/l menyebabkan kerusakan gigi atau carries gigi.
- Tembaga (Cu)
Pada kadar < dari 1 mg/l akan menyebabkan rasa tidak enak pada lidah dan dapat
menimbulkan kerusakan pada hati.
- Nitrit
Nitrit dapat menyebabkan methamoglobinemia terutama pada bayi yang mendapatkan
konsumsi air minum yang mengandung nitrit.

II.1.3 Syarat Bakteriologis


Bahwa air minum tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik seperti kuman
thypus, kolera, dysentri dan gastroenteritis. Karena jika dijumpai pada air tersebut maka
dapat mengganggu kesehatan.

II.1.4 Syarat Radiologis


Bahwa air minum tidak boleh mengandung zat penghasil bahan yang mengandung radioaktif
misalnya sinar alfa, beta, gamma.

2.2. Persyaratan Kuant


Kuantitatif
itatif
Pada persyaratan ini ditinjau dari penyediaan air bersih yaitu dari banyaknya jumlah air yang
tersedia sehingga air tersebut dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan jumlah penduduk
yang dilayani.

2.3. Persyaratan Kontinuitas


Kontinuitas
Kontinuitas adalah bahwa air baku untuk air bersih tersebut dapat diambil secara terus
menerus dengan fluktuasi debit yang relatif tetap baik pada musim penghujan maupun
musim kemarau.
3. Pengukuran Kualitas Air Sungai

Pengukuran kualitas air baku dilakukan dilaboratorium, kemudian hasilnya dibandingkan dengan
standar kualitas yang berlaku, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
907/Menkes/SK/VII/2002. Secara umum ada beberapa indikator yang secara visual dapat diukur
dilapangan diantaranya:

a. Kekeruhan
Perhatikan kekeruhan bilamana kekeruhan tinggi dalam periode yang lama, maka sungai
dapat dipakai dengan memperhitungkan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan.

b. Rasa
Tes rasa air, jika rasa air payau atau asin, maka cek hasil laboratorium terhadap kandungan
Klorida, jika hasil laboratorium tidak ada, lihat nilai EC. Jika nilai EC menunjukkan lebih dari
1.500 micro S/cm, maka ada salinitas, air tidak dapat dipergunakan sebagai sumber air.

c. Warna dan Bau


Periksa warna dan bau air, jika ditemukan warna dan bau, maka penyebab timbulnya harus
diperiksa. Untuk menjamin kualitas air tersebut dapat digunakan sebagai sumber air.

4. Persyaratan Lokasi

Lokasi yang dapat diusulkan untuk perencanaan sistem air bersih adalah lokasi yang mempunyai
sumber air yang memenuhi syarat kualitas, kuantitas, dan kontinuitas yang dapat diolah secara
sederhana. Pada bagian ini akan diuraikan mengenai persyaratan dari beberapa komponen
sistem penyediaan air bersih perdesaan, diantaranya :

 Pemilihan Sumber
 Pengukuran Debit Air Baku
 Pengukuran Kualitas Air Baku
 Kriteria Disain
 Perhitungan Kebutuhan Air

5. Tahapan Perencanaan

5.1 Pemilihan Sumber Air Baku


5.1.1.Melibatkan institusi dan masyarakat untuk mendapatkan informasi sumber-sumber air
baku yang berpotensi
5.1.2.Memilih sumber air baku yang berpotensi baik dari segi kualitas maupun kuantitas
(Mata Air, Air Tanah, Air Hujan, Air permukaan)
5.1.3..Menggunakan diagram pemilihan teknologi Sistem penyediaan air bersih .

Untuk menetapkan jenis sumber yang akan digunakan, maka biasanya digunakan alat bantu
berupa diagram pemilihan teknologi penyediaan air bersih. Diagram pemilihan sumber air
baku untuk penyediaan air bersih ini terdiri atas dua jenis diagram.

Berdasarkan jenis sumber yang dapat dimanfaatkan tersebut, maka dipilih jenis teknologi yang
sesuai dengan jenis sumber air baku dan yang layak untuk diterapkan pada daerah perkotaan,
serta murah pengoperasian dan perawatan. Jenis teknologi pemanfaatan air baku tersebut
menjadi air bersih yang layak digunakan menjadi sumber air bersih masyarakat.

Setelah jenis sumber air baku ditetapkan dilakukan pemilihan modul pengolahan yang sesuai.
Pemilihan modul pemanfaatan dan pengolahan air bersih untuk daerah perkotaan disusun
berdasarkan urutan pemanfaatan sumber air baku adalah dimulai dari pemanfaatan mata air
(gravitasi), pemanfaatan air tanah, pemanfaatan air permukaan dan pemanfaatan air hujan.

5.2. Pengukuran Debit (Kuantitas)


Dalam perencanaan ini sebagai contoh adalah sumber air permukaan (sungai, mata air dll)

5.2.1. Cek kuantitas air sungai, jika tidak ada air atau kering pada musim kemarau panjang,
maka sungai tidak dapat digunakan sebagai sumber air.

5.2.2. Cek kuantitas air sungai, jika sungai tidak pernah kering dan tersedianya data hasil
pengukuran debit minimum pada musim kemarau panjang, maka sungai dapat
digunakan sebagai sumber air.

5.2.3. Cara pengukuran debit air sungai secara sederhana, seperti dijelaskan pada bagian
berikut ini :
 Siapkan alat pelampung (kayu dan sejenisnya) untuk mengukur debit sungai.
 Siapkan pita ukur .
 Siapkan pengukur waktu (jam/stopwatch).
 Menentukan lokasi pengukuran pada bagian sungai yang lurus dan
permukaannya relatif datar.
 Tentukan jarak pengukuran (m).
 Tentukan luas penampang aliran dengan mengukur kedalaman (tinggi muka air)
dikalikan dengan lebar penampang (m2) di daerah lokasi pengukuran yang telah
ditetapkan.
 Perhitungan kecepatan aliran air sungai :
Hanyutkan pelampung (kayu dan sejenisnya) ke dalam aliran sungai sampai sebagiannya
tenggelam untuk mengetahui waktu tempuh sesuai dengan jarak yang sudah
ditentukan, hitung kecepatan aliran dengan cara membagi jarak pengukuran dengan
waktu pengukuran.

Kecepatan Aliran = Jarak Tempuh (L)


Waktu Tempuh (t)
(V)
• Lakukan tahapan pengukuran tersebut beberapa kali untuk mendapatkan hasil
pengukuran kecepatan aliran rata-rata.
• Perhitungan debit air sungai :
Debit Air = Kecepatan Aliran Rata-Rata (V) x Luas Penampang Aliran
(Q) (A)

6. Persyaratan Bangunan Intake

6.1. Persyaratan Umum

Dalam pembuatan bangunan Intake harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

6.1.1.Bangunan Intake harus kuat dan kedap air.


6.1.2.Penempatan lokasi Intake harus dapat menerima menyadap debit pada saat
aliran minimum.
6.1.3.Penempatan dan bentuk bangunan Intake harus menjamin dalam kontinuitas
penyediaan air baku.
6.1.4.Perlu partisipasi masyarakat dan pengurus LKMD setempat dalam pelaksanaan
pembangunan Intake.

6.1.5.Persyaratan Teknis

 Disain bangunan intake hanya untuk menyadap pada saat debit sungai
minimum
 Kualitas air baku (sungai) relatip baik (tidak keruh)
 Unit-unit pengolahan terdiri dari: intake, kolam penampung dan kran/hidran
umum
 Sistim pengaliran menggunakan sistim grafitasi

7. Sistem Penyediaan Air Bersih

7.1. Sumber / Asal Air Baku Utama

Beberapa sumber air baku yang dapat digunakan untuk penyediaan air bersih adalah sebagai
berikut:

· Air Hujan

Air hujan bersifat lunak karena tidak mengandung garam dan zat-zat mineral, lebih bersih
namun dapat bersifat korosif karena mengandung zat-zat yang terdapat di udara seperti NH3,
CO2 agresif ataupun SO2. Dari segi kuantitas air hujan tergantung pada besar kecilnya hujan
sehingga tidak mencukupi jika digunakan untuk persediaan umum karena jumlahnya sangat
fluktuatif. Air hujan tidak dapat secara kontinue dapat diperoleh karena sangat tergantung pada
musim.

· Air Permukaan

Air permukaan yang biasa digunakan sebagai sumber air baku adalah air waduk, sungai dan
danau. Pada umumnya air permukaan telah terkontaminasi zat-zat yang berbahaya bagi
kesehatan sehingga memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh
masyarakat. Kualitas dan kontinuitas air permukaan sebagai sumber air baku cukup stabil.

· Air tanah mengandung garam dan mineral yang terlarut pada waktu air melalui lapisan-lapisan
tanah serta bebas dari polutan. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa air tanah tercemar
oleh zat-zat yang mengganggu kesehatan seperti Fe, Mn, Kesadahan dan lain – lain.

· Mata Air

Mata air sangat baik karena belum terkontaminasi oleh zat – zat pencemar. Pencemaran
biasanya terjadi di lokasi mata air itu muncul. Dari segi kuantitas dan kualitas mata air kurang
bisa diandalkan sebagai sumber air baku.
Tabel 7.1.
Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Berbagai Sumber Air Baku

Sumber Kualitas Kuantitas Kontinuitas Harga

Air Hujan Sedikit terpolusi Tidak memenuhi Tidak dapat Murah


oleh polutan untuk persediaan terus menerus
pencemar udara umum diambil

Air Permukaan Tidak baik Mencukupi Dapat diambil Relatif


karena tercemar terus menerus mahal

Air Tanah Dangkal Terpolusi Relatif cukup Pengambilan Relatif


( <10 m) dibatasi murah

Air Tanah Dalam (> berakibat intrusi Relatif


Relatif baik
60 m) air laut mahal

Mata Air Relatif baik Sedikit Tidak dapat Murah


diambil secara
terus menerus

7.2. Klasifikasi Sistem Pelayanan Air Bersih

Untuk menentukan sistem penyediaan air bersih pada masyarakat yang meliputi sistem
individual dan sistem komunal. Kedua sistem ini masih banyak dijumpai pada masyarakat
perdesaan (rural urban) maupun masyarakat perkotaan (urban). Adapun sarana air bersih
secara individual adalah sebagai berikut:

7.2.1. Sumur

a. Sumur Gali (Dug Well)


Sumur ini dibuat dengan penggalian tanah sampai kedalaman tertentu maksimum 20 meter,
pada umumnya tidak terlalu dalam sehingga hanya mencapai air tanah di lapisan atas. Oleh
karena itu air yang diperoleh sering berkurang airnya pada musim kemarau sehingga secara
kuantitatif sulit untuk menjamin kontinuitasnya.

b. Sumur Pompa Tangan Dalam (Drilled Well)


Adalah sumur yang dibuat dengan kedalaman pipa 30 meter, kedalaman muka air lebih dari
7 meter dan dapat dipergunakan untuk melayani kebutuhan keluarga. Kontaminasi air
sumur dapat berasal dari sumber pencemaran di sekitarnya dan dari permukaan tanah
dimana batang pompa ditanamkan.

c. Sumur Bor ( Bored Well)


Sumur bor adalah sumur yang dibuat dengan bantuan auger. Kedalaman sumur ini minimum
100 meter.

d. Sumur Pompa Tangan Dangkal


Adalah sumur yang dibuat dengan kedalaman pipa maksimum 18 meter dan sesuai untuk
kedalaman muka air lebih kecil dari 7 meter.

7.3 Bak Penampungan Air Hujan

Pada daerah-daerah tertentu yang tidak atau sedikit memiliki sumber air, air hujan dapat
dimanfaatkan untuk persediaan air bersih baik untuk air minum maupun untuk kebutuhan
sehari-hari. Untuk menyimpan air hujan tersebut dapat ditampung dalam suatu bejana atau bak
Penampungan Air Hujan (PAH). Bak penampungan air hujan ini juga dapat digunakan untuk
penyediaan air bersih secara komunal. Beberapa sistem penyediaan air bersih secara komunal
adalah sebagai berikut:

1.5.1. Perusahaan Air Minum

Perusahaan air minum merupakan organisasi pengelola air pada daerah Kabupaten/Kota
yang melayani air melalui sistem perpipaan yang telah mengalami pengolahan dan nantinya
didistribusikan pada masyarakat yang berminat dan mampu membayar sambungan.

1.5.2. Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPAM)

HIPPAM merupakan organisasi pengelola air di daerah perdesaan, yang biasanya akan
memanfaatkan sumber air di wilayah masing-masing melalui pembinaan dari Departemen
Pekerjaan Umum Cipta Karya Sub Teknik Penyehatan dan Lingkungan terutama untuk
masalah teknis pembuatan bangunan pengolahan. Untuk selanjutnya pengelolaan ini
menjadi tanggung jawab masyarakat.

1.5.3. Pembangunan Hidran Umum, Kran Umum dan Terminal Air

Program pembangunan ini terutama diajukan untuk mengantisipasi semakin mahalnya harga
air relatif terhadap tingkat penghasilan masyarakat dan juga untuk daerah kumuh dan
terpencil yang rawan air.
1.5.4. Perlindungan Mata Air (PMA)

Perlindungan mata air merupakan sistem penyediaan air bersih dengan memanfaatkan
sumber mata air. Cakupan pelayanan maksimum PMA adalah 500 jiwa. PMA ini pada
umumnya digunakan pada wilayah atau daerah perdesaan dimana masih dijumpai adanya
sumber air tawar.

7.4. Kebutuhan Air Bersih

7.4.1. Macam Kebutuhan Air Bersih

 Kebutuhan domestik adalah kebutuhan air bersih untuk pemenuhan


kegiatan sehari-hari atau rumah tangga. Kebutuhan tersebut antara lain untuk minum,
memasak, kesehatan individu (mandi, cuci dan lain-lain) menyiram tanaman, halaman,
buangan dapur dan toilet.

 Kebutuhan non domestik adalah kebutuhan air bersih yang


digunakan untuk beberapa kegiatan seperti:

- Kebutuhan Institusional
Adalah kebutuhan air bersih untuk kegiatan perkantoran dan tempat pendidikan atau
sekolah.

- Kebutuhan Komersial dan Industri


Adalah kebutuhan air bersih untuk kegiatan hotel, pasar, pertokoan, restoran.
Sedangkan kebutuhan air bersih untuk industri biasanya digunakan untuk air pendingin,
air pada boiler untuk pemanas, bahan baku proses.

- Kebutuhan Fasilitas Umum


Adalah kebutuhan air untuk kegiatan tempat-tempat ibadah, rekreasi, terminal dan lain
sebagainya.

7.4.2. Penentuan Kebutuhan Air Bersih

Beberapa metode proyeksi penduduk yang digunakan dalam perencanaan sistem penyediaan
air bersih adalah sebagai berikut:

 Metode Rata-Rata Aritmetik

Pt = Po + ( Pn + 1 – Pn ) t

Dimana :
Po = Jumlah penduduk tahun ke 0

Pn + 1= Pn = Rata-rata pertumbuhan penduduk

t = Periode perencanaan

Pn + 1 = Jumlah penduduk pada tahun ke n = 1

Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke n

 Metode Geometrik
Metode ini banyak dipakai karena mudah dan mendekati kebenaran.
Pt = Po (1 + r ) n
Dimana: Pt = Jumlah penduduk tahun proyeksi

Po = Jumlah penduduk tahun yang diketahui

R = Proses pertambahan penduduk tiap tahun

n = Tahun proyeksi
 Metode Pertumbuhan Seragam

Metode ini mengasumsi bahwa proses pertumbuhan penduduk dari dekade ke dekade
adalah konstan dan perhitungan didasarkan pada proses pertumbuhan rata-rata.
Metode ini hanya cocok bagi kota yang relatif muda dengan pertumbuhan penduduk
yang cepat.

 Metode Selisih Pertumbuhan

Adalah jumlah penduduk saat ini ditambah dengan rata-rata pertumbuhan penduduk
dalam sepuluh tahun dan rata-rata selisih pertumbuhan.

 Metode Grafis (Grafis Populasi)

Proyeksi penduduk dihitung dengan menggunakan kurva, plotting antara waktu (tahun)
dengan populasi. Dari data yang dikumpulkan dan terbentuk kurva kemudian
direntangkan ke depan sesuai dengan bentuk nature kurva yang akan diperoleh
populasi dari tahun yang diinginkan.

7.4.3. Penentuan Fluktuasi Debit Air yang Dibutuhkan

Kebutuhan air di masyarakat tidak konstan akan tetapi fluktuatif dengan adanya perubahan
musim dan aktifitas masyarakat. Pada hari tertentu di setiap minggu, bulan dan tahun akan
terdapat pemakaian air lebih besar daripada kebutuhan rata-rata air perhari, pemakaian air
tersebut disebut dengan pemakaian hari maksimum.

Pemakaian jam puncak adalah pemakaian yang lebih besar dalam satu hari yang terjadi pada
pagi, maupun sore hari.

7.4.4. Perhitungan Kebutuhan Air Bersih

Perhitungan kebutuhan air bersih adalah didasarkan pada jumlah penduduk yang akan
dilayani dan rata-rata kebutuhan air bersih pada setiap orang. Untuk mengetahui kebutuhan
hari maksimum dan kebutuhan jam puncak adalah nilai faktor hari maksimum dan nilai faktor
jam maksimum. Nilai faktor hari maksimum (F1) umumnya adalah 1 sampai dengan 1,5
sedangkan faktor jam puncak (F2) umumnya adalah 1,5 sampai dengan 2,5.

Dalam menghitung kapasitas produksi harus memperhatikan kondisi sebagai berikut:

 Kebutuhan air untuk instalasi misalnya untuk pencucian filter (backwashing), melarutkan
bahan kimia, keperluan kantor dan lain-lain. Pada umumnya kebutuhan air untuk instalasi
sekitar 10% dari kapasitas pengolahan.
 Kehilangan air di sistem distribusi, misalnya pada saat pemasangan, penggantian dan
penambahan pipa distribusi, kebocoran teknis karena sambungan liar, keperluan
pemadam kebakaran, menyiram tanaman dan lain-lain. Umumnya kehilangan air ini
sekitar 30 % dari kapasitas pengolahan.

7.5. Pemilihan Sumber Air

Prosedur pemilihan sumber air permukaan, hal yang harus diketahui adalah:

7.5.1. Aspek Kuantitas


 Data jumlah air selama masa kekurangan untuk menunjang analisis statistik dari
curah hujan, limpasan dan aliran sungai.
 Kecukupan pasokan yang aman untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan masa
mendatang
 Pengukuran tingkat kelestarian oleh Lembaga Negara termasuk daerah cakupan dan
penggunaan anak sungai di masa mendatang.
 Studi menyeluruh tentang kandungan air lokal.
 Tingkat penggunaan lahan di daerah cakupan air.
7.5.2. Aspek Kualitas
 Data kualitas air selama periode kurun waktu tertentu
 Penilaian resiko kontaminasi oleh ketidaksengajaan tercampur bahan yang mungkin
beracun, berbahaya atau merusak pengguna rumah tangga.
 Tingkat usulan pengembangan lahan saat ini dan mendatang.
 Tingkat manajemen dan pengawasan pemilik.

7.5.3. Hal-hal umum


 Taksiran reabilitas sumber air
 Tingkat kesulitan pelaksanaan alat otomatisasi, perpipaan, bangunan pengolahan air dan
jaringan distribusi.
 Pengaruh lingkungan.
 Pengaruh keuangan.

7.6 Dasar Sistem Pengolahan

Sebelum ditentukan sistem pengolahan yang akan dipakai untuk mengolah air minum, terlebih
dahulu dilakukan pemilihan sistem pengolahan yang ada untuk mendapatkan sistem yang
paling sesuai. Menurut (Tambo, Nrihito tahun 1974) pertimbangan yang harus diperhatikan
dalam melakukan pemilihan sistem pengolahan yaitu:

 Beban Pengolahan
Dengan berdasarkan pada kualitas dan kuantitas influent yang ada terhadap kualitas effluent
sehingga diketahui besar beban pengolahan yang harus dipenuhi oleh sistem pengolahan.
Sistem pengolahan yang dipilih merupakan sistem yang harus memenuhi kriteria-kriteria
yang ditetapkan untuk mendapatkan kualitas pengolahan.

 Aspek Teknis

Hal yang harus diperhatikan adalah ketersediaan lahan, teknis pelaksanaan dan pengadaan
bahan-bahan untuk pembangunan instalasi, segi operasional yang menyangkut ketersediaan
tenaga, peralatan, kemudahan dalam pengadaan bahan-bahan penunjang dalam proses
pengoperasian dan pemeliharaan instalasi.

 Aspek Ekonomis

Aspek disini berhubungan dengan permasalahan pembiayaan untuk konstruksi bangunan,


pemeliharaan dan operasionalnya.
 Aspek Lingkungan

Aspek disini yaitu sehubungan dengan kemungkinan pengaruh terhadap keberadaan


instalasi pengolahan air buangan yang direncanakan terhadap kenyamanan dan kesehatan
penduduk di sekitar lokasi. Sehingga perlu dipertimbangkan jarak minimum lokasi
pengolahan terhadap permukiman penduduk.

7.7. Standar Kualitas Air Minum

Untuk penentuan kualitas air minum yaitu penentuan peraturan kualitas air yang dipakai
dengan mengacu pada standard Internasional. Satu pertimbangan dalam pengembangan
kualitas air minum adalah standard kualitas air tersebut diubah atau dimodifikasi di masa
depan. Perubahan tersebut mungkin mempengaruhi reabilitas dan fleksibilitas proses
pengolahan air yang ditetapkan agar memenuhi standard yang lebih ketat.

Adapun standard air bersih dan air minum yang berlaku di Indonesia adalah Peraturan
Pemerintah No 82 Tahun 2001 tanggal 4 Desember 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran serta Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI No.
907/Menkes/SK/VII/2002.

Menurut Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tanggal 4 Desember 2001 air diklasifikasikan
menurut mutunya ke dalam empat kelas yaitu:

 Kelas 1 air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
 Kelas 2 air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
 Kelas 3 air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
 Kelas 4 air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

7.8. Pengolahan Air Bersih atau Air Minum

Pengolahan air adalah operasi teknis yang dilakukan terhadap air baku agar menjadi air bersih
yang memenuhi persyaratan kualitas sebagai air bersih /air minum dengan menggabungkan
beberapa proses pengolahan. Pengolahan air bertujuan untuk mengurangi konsentrasi masing-
masing polutan dalam air sehingga aman untuk digunakan. (Tambo, 1974).

Sedangkan menurut Reynold (1982) unit operasi dan unit proses yang digunakan dalam
pengolahan air bersih adalah sebagai berikut:

7.8.1. Pengolahan secara fisik yang meliputi sedimentasi, flotasi, filtrasi

7.8.2. Pengolahan Secara Kimia meliputi koagulasi, flokulasi, absorpsi karbon, penukaran ion
dan klorinasi.

7.8.3. Pengolahan Secara Biologi meliputi aerobic digestion dan aerobic digestion.z

7.9. Bangunan Pengambil dan Sistem Transmisi Air Bersih

7.9.1 Intake

Bangunan pengambilan air baku untuk penyediaan air bersih disebut dengan penangkap air
atau intake. Kapasitas intake ini dibuat sesuai dengan debit yang diperlukan untuk
pengolahan. Fungsi dari bangunan intake ini adalah untuk menangkap air dari sumber air di
permukaan tanah seperti reservoir, sungai, danau atau kanal untuk diolah dalam instalasi
pengolahan air bersih. Lokasi intake harus memperhatikan faktor berikut ini:

 Kualitas air yang tersedia di lokasi harus baik


 Berlokasi ditempat dimana tidak terdapat arus/aliran kuat yang dapat merusak intake.
 Selama banjir, air tidak boleh masuk ke dalam intake.
 Sebaiknya sedekat mungkin dengan stasiun pemompa
 Pasokan tenaga harus tersedia dan dapat digunakan.
 Angin yang menyebabkan sedimentasi harus dihindarkan.
 Lokasi harus mudah dijangkau dan dekat tempat pengolahan sehingga meminimalkan
biaya perpipaan.
 Lokasi sebaiknya tidak berada di daerah cekungan.
 Sebaiknya tertutup untuk mencegah masuknya sinar matahari yang dapat menstimulus
pertumbuhan lumut atau ganggang di air ataupun pengotor dari luar.
 Tanah tempat dibangunnya intake harus stabil.
 Bangunan intake harus kedap air.
 Pipa inlet ditempatkan di bawah permukaan sungai atau danau untuk mendapatkan air
yang lebih dingin dan mencegah masuknya benda yang mengapung.
 Sebaiknya terletak agak jauh dari bahu sungai untuk mencegah kemungkinan
pencemaran.
 Sebaiknya terletak pada bagian hulu kota.

Peletakan intake harus memperhatikan hal sebagai berikut:

 Intake dibangun pada tempat yang aman, arus aliran tidak terlalu besar, pada daerah sungai
yang landai dan lurus sehingga faktor keamanan bangunan intake terjamin dan sungai dapat
dijaga kesinambungannya.
 Intake harus dibuat dengan pertimbangan peningkatan debit dimasa yang akan datang.

Pengolahan akan gagal jika sistem intake gagal mensuplay air, intake harus ditempatkan pada posisi
akses yang mudah dengan desain dan bangunan untuk mensuplay kuantitas air dengan kualitas air
yang baik. Faktor utama sistem intake adalah reabilitas, keamanan, operasional dan biaya
pemeliharaan. Intake hendaknya ditempatkan pada sungai sebagai sumber air permukaan. Sumber
air baku berasal dari sungai permukaan maka sistem intake berupa intake sungai.

Menurut (Tambo, Narihito, 1974) pemilihan tempat untuk intake sungai didasarkan pada :

 Menghasilkan kualitas air terbaik dengan penerapan prosedur untuk menghindari


pencemaran sumber air.
 Memperkirakan kemungkinan perubahan aliran dan arus sungai.
 Meminimasi efek banjir, suspensi dalam aliran.
 Menyediakan akses untuk pemeliharaan dan perbaikan.
 Menyediakan ruang cukup untuk kendaraan.
 Memperbolehkan adanya penambahan fasilitas yang akan datang.
 Menyimpan kuantitas air yang aman untuk musim kemarau.
 Meminimasi efek fasilitas terhadap kehidupan aquatik.
 Menghasilkan kondisi geologi yang layak.

Intake terdiri dari berbagai macam bagian yang mendukung dalam proses pengolahan air, yaitu:
7.9.2. Screen

Pada intake biasanya dipasang kisi-kisi atau saringan (screen) untuk mencegah masuknya
daun-daun dan reruntuhan, melindungi pompa dari sampah-sampah dan benda-benda
penyumbat lainnya serta untuk menghilangkan padatan-padatan kasar yang mengapung.
7.9.3. Pintu Air

Pintu air digunakan untuk mengatur aliran air dari sumber baku ke saluran intake sehingga
diperoleh debit pengaliran yang diinginkan. Pengaturan aliran ini juga dilakukan pada saat
pemeliharaan (pembersihan dan perbaikan).

7.9.4. Saluran Pembawa

Saluran pembawa berfungsi untuk menyalurkan air ke bak pengumpul. Kriteria menurut
JWWA (1978) adalah sebagai berikut:

Kecepatan minimum (v) = 0,3 m / dtk

Kecepatan maksimum (v)

Beton = 3 m/dtk

Baja, besi, PVC = 6 m/dtk

7.9.5. Bak Pengumpul

Bak pengumpul berfungsi untuk menampung air dari intake untuk diolah oleh unit pengolahan
berikutnya. Bak pengumpul dilengkapi dengan pompa intake dan pengukur debit.

7.9.6. Grit Chamber

Grit Chamber akan melindungi perlengkapan mekanis dan pompa dari abrasi, mencegah
penyumbatan pipa oleh endapan dalam saluran dan mencegah akumulasi material masuk
dalam unit pengolahan selanjutnya.

7.9.7. Sistem Transmisi dan Distribusi Air Bersih

Sistem transmisi merupakan sistem pengaliran untuk memindahkan air dari sumber ke air
baku menuju daerah distribusi. Untuk sistem transmisi ini, saluran yang dapat digunakan
antara lain adalah saluran terbuka (aquaduct) dan sistem perpipaan. (Fair et al., 1966).

Tabel 7.9
Kriteria Pipa Transmisi
No Uraian Notasi Kriteria

1. Debit Perencanaan Q max Kebutuhan air hari maksimum

Q max = F max x Q rata-rata

2. Faktor Hari Maksimum F. max 1,1 – 1,5

3. Jenis Saluran - Pipa atau Saluran Terbuka

4. Kecepatan Aliran Air dalam Pipa


Kecepatan Air V min 0,3 – 0,6 m/det

Kecepatan maksimum

Pipa PVC
V max 3,0 – 4,5 m/det
Pipa DCIP
V max 6,0 m/det

5. Tekanan Air dalam Pipa

Tekanan Minimum H min 1 atm

Tekanan Maksimum H max 6 – 8 atm


Pipa PVC 10 atm
Pipa DCIP 12,4 MPa
Pipa PE 100
9 MPa
Pipa PE 80

Sumber : PERMEN PU No. 18/PRT/M/2007

Tabel 7.10
Diameter Pipa Distribusi

Cakupan Sistem Sistem Kecamatan Sistem Kota

Pipa Distribusi Utama ≥ 100 mm ≥150 mm

Pipa Distribusi Pembawa 75 - 100 mm 100 – 150 mm

Pipa Distribusi Pembagi 75 mm 75 - 100 mm

Pipa Pelayanan 50 mm 50 – 75 mm

Sumber : PERMEN PU No. 18/PRT/M/2007

8. Kehilangan Tekanan (Headloss)


Macam kehilangan tekanan adalah:
8.1. Major losses, terjadi akibat gesekan air dengan dinding pipa.
8.2. Minor losses, terjadi akibat perubahan penampang pipa, sambungan, belokan, dan katup.

9. Analisis Jaringan Pipa Distribusi

Metode yang dipergunakan dalam analisis pendistribusian air bersih yaitu dengan memakai
program EPANET versi 2.0. Program tersebut merupakan program komputer ( EPA - Software )
dengan tampilan Windows yang dapat melakukan simulasi periode tunggal atau majemuk dari
perilaku hidrolis dan kualitas air pada jaringan pipa bertekanan. Dengan analisis simulasi yaitu
melacak aliran air ( flow ) pada pipa, tekanan ( pressure ) di setiap titik ( node ), kedalaman
( height ) air dalam tangki serta konsentrasi bahan kimia dalam system distribusi penyediaan air
bersih maupun air minum.Tahapan pemodelan disajikan pada Gambar 3.1. berikut.

Membuat jaringan system distribusi atau


mengimport file jaringan (dalam bentuk text file)

Edit sifat objek yang menyusun system distribusi


tersebut

Pengaturan dan pengoperasian sistem

Memilih analisis yang dikehendaki

Input data

Program (running) tidak OK

Proses

Output data Melihat hasil analisis (output)

Gambar 9.1. Tahapan Pemodelan Jaringan Pipa

Dengan penjelasannya tiap bagian ( input, process dan output ) yaitu :


1. Membuat jaringan distribusi atau mengimpor file jaringan (dalam bentuk text file)
Maksudnya adalah dalam tampilan windows EPANET dapat dibuat skema jaringan
pendistribusian yang dikehendaki maupun dapat dilakukan dengan mengambil jaringan yang
sudah ada (tersimpan dalam format/program lain) misalnya Computer Aided Drawing (CAD )
atau Geography Information System (GIS).
2. Mengedit sifat objek atau komponet fisik yang terlihat dalam sistem distribusi. Yang
dimaksud komponen fisik dalam sistem distribusi diantaranya :
3. Memilih analisis yang diinginkan untuk menjalankan simulasi, diperlukan untuk kesesuaian
dengan penggunakan formula, sisten satuan serta karakteristik lain yang dikenhendaki, apakah
menggunakan formula Hazen-Williams, Darcy-Weisbach atau Chezy-Manning.
4. Menjalankan program ( running ) dilakukan setelah proses input terjadi. Tahapan akhir ini
dapat diketahui bila proses analisis yang berlangsung berjalan dengan baik ( running was
succesfull ). Adapun hasil keluaran tersebut dapat ditampilkan dalam tabel dan grafik.
LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 2

You might also like