Professional Documents
Culture Documents
Diare merupakan penyakit yang masih perlu diwaspadai menyerang balita. Diare merupakan penyebab
utama kematian dan kesakitan pada anak di Negara berkembang, termasuk Indonesia. Banyak faktor
yang mempengaruhi kejadian diare ini, diantaranya faktor lingkungan, sosial ekonomi dan pengetahuan
ibu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan, sosial ekonomi
dan pengetahuan ibu terhadap kejadian diare akut pada balita di Desa Kepulungan Kecamatan Gempo
Kabupaten Pasuruan.
Penelitian ini menggunakan metode analitik cross sectional study. Populasi dari penelitian ini adalah
ibu-ibu yang memiliki balita yang bertempat tinggal di Kepulungan Kecamatan Gempo Kabupaten
Pasuruan. Populasi berjumlah 535, dengan sample berjumlah 230. Instrumen penelitian berupa
kuesioner. Pengolahan dan analisis data dengan mengunakan SPSS.
Hasil penelitian didapatkan bahwa kondisi lingkungan responden berada dalam kategori baik 41,7%,
cukup 54,4% dan buruk 3,9%. Keadaan sosial ekonomi berada dalam kategori keluarga prasejahtera
3,9%, keluarga sejahtera I 79,1%, keluarga sejahtera II 4,8%, keluarga sejahtera III 4,4% dan keluarga
sejahtera III plus 7,8%. Tingkat pengetahuan ibu berada dalam kategori tinggi 46,5%, sedang 53,5%.
Angka kejadian diare pada anak balita 53% dari jumlah sample. Korelasi antara faktor lingkungan,
sosial ekonomi dan pengetahuan ibu terhadap kejadian diare akut pada anak balita menunjukkan
korelasi yang signifikan dan hubungan yang positif, dimana pengetahuan ibu memberikan kontribusi
paling kuat dibandingkan faktor lingkungan dan sosial ekonomi dalam mempengaruhi kejadian diare
akut pada balita di Desa Kepulungan kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan.
Kata kunci : Lingkungan, Sosial ekonomi, Pengetahuan ibu, Kejadian diare akut pada anak balita
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Anak merupakan aset masa depan yang akan melanjutkan pembangunan di suatu negara. Masa
perkembangan tercepat dalam kehidupan anak terjadi pada masa balita. Masa balita merupakan masa
yang paling rentan terhadap serangan penyakit. Terjadinya gangguan kesehatan pada masa tersebut,
dapat berakibat negatif bagi pertumbuhan anak itu seumur hidupnya (Soetjiningsih, 1995, Adzania,
2004). Penyakit yang masih perlu diwaspadai menyerang balita adalah diare (Sutoto, Indriyono, 1996,
Widjaja, 2003)
Angka kejadian diare pada anak di dunia mencapai 1 miliar kasus tiap tahun, dengan korban meninggal
sekitar 5 juta jiwa. Statistik di Amerika mencatat tiap tahun terdapat 20-35 juta kasus diare dan 16,5
juta diantaranya adalah balita (Pickering et al, 2004). Angka kematian balita di negara berkembang
akibat diare ini sekitar 3,2 juta setiap tahun (Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999). Statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare
menyerang 50 juta penduduk Indonesia, duapertiganya adalah balita dengan korban meninggal sekitar
600.000 jiwa (Pickering et al, 2004). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau pada tahun
2003 angka kejadian diare di Provinsi Riau sebanyak 84.634, tahun 2004 sebanyak 87.660 orang dan
pada tahun 2005 diare menempati urutan pertama dari sepuluh besar penyakit pada pasien rawat inap di
RSUD dr.SoedarsonoPASURUAN . Data Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan mencatat bahwa angka
kejadian diare di Desa Kepulungan pada tahun 2004 mencapai 904 kasus, pada tahun 2005 sebanyak
725 kasus. Data dari puskesmas Tembilahan diketahui bahwa kejadian diare di Kelurahan Pekan Arba
tahun 2004 sebanyak 85 kasus, dan tahun 2005 sebanyak 102 kasus.
Departemen kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa tingkat kematian bayi di Indonesia
masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota Assosiation South East Asia
Nation (ASEAN). Penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang adalah
diare. Sampai saat ini diare tetap sebagai child killer peringkat pertama di Indonesia (Andrianto, 1995,
Warouw, 2002).
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi kejadian diare akut pada balita. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor
lingkungan, keadaan sosial ekonomi dan pengetahuan ibu. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor
yang berasal dari luar dan dapat diperbaiki, sehingga dengan memperbaiki faktor resiko tersebut
diharapkan dapat menekan angka kesakitan dan kematian diare pada balita (Irianto, 2000, Warouw,
2002, Asnil et al, 2003).
Berdasarkan latar belakang di atas maka saya tertarik mengetahui hubungan antara lingkungan, sosial
ekonomi dan pengetahuan ibu dengan kejadian diare akut pada anak balita di Desa Kepulungan
Kecamatan Gepol Kabupaten Pasuruan.
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah terdapat
hubungan antara faktor lingkungan, sosial ekonomi dan pengetahuan ibu terhadap kejadian diare akut
di Desa Kepulungan Kecamatan Gempol?”
1.3. Hipotesis penelitian
Hipotesis yang diangkat dalam penelitian ini adalah :
a. Adanya hubungan antara keadaan lingkungan, yakni sumber air minum, jamban, perumahan, sampah
dan pengelolaan limbah, dengan kejadian diare akut pada balita di Desa Pepulungan Kecamatan
Gempol
b. Adanya hubungan antara tingkat sosial ekonomi dengan kejadian diare akut pada balita di Desa
Kepulungan Kecamatan Gempol
c. Adanya hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare akut pada balita di Desa
Kepulungan Kecamatan Gempol
1.4. Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan Umum :
Mengetahui hubungan keadaan lingkungan, sosial ekonomi dan pengetahuan ibu dengan kejadian diare
akut pada balita di Desa KepulunganKecamatan Gempol.
1.4.2 Tujuan Khusus :
Tujuan khusus dalam penelitian ini antara lain :
1. Mengetahui gambaran keadaan lingkungan masyarakat di Desa Kepulungan Kecamatan Gempol
2. Mengetahui gambaran keadaan sosial ekonomi masyarakat di Desa Kepulungan Kecamatan Gempol
3. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu sehubungan dengan kejadian Diare akut di Desa
KepulunganKecamatan Gempol
4. Mengetahui hubungan antara lingkungan dengan kejadian diare akut pada balita di Desa Kepulungan
Kecamatan Gempol
5. Mengetahui hubungan antara sosial ekonomi masyarakat terhadap kejadian diare akut pada balita di
Desa Kepulungan Kecamatan Gempol
6. Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare akut pada balita di Desa
Kepulungan Kecamatan Gempol
7. Mengetahui kontribusi lingkungan, sosial ekonomi dan pengetahuan ibu terhadap kejadian diare akut
pada balita di Desa Kepulungan Kecamatan Gempol
1.5. Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain :
a. Meningkatkan wawasan penulis tentang pengaruh lingkungan, sosial ekonomi dan pengetahuan ibu
terhadap kejadian diare akut pada balita, mampu mengenali permasalahan kesehatan di masyarakat
serta dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapat dibangku kuliah ketengah masyarakat.
b. Diharapkan membantu pemerintah setempat dalam usaha penetapan kebijakan, pengembangan
program khususnya bidang kesehatan lingkungan, sosial ekonomi dan peningkatan pengetahuan ibu-
ibu di bidang kesehatan
c. Menambah referensi perpustakaan di Poltekkes Majapahit, memberi masukan mengenai target-target
apa saja yang akan dikembangkan untuk menghasilkan lulusan bidan yang siap terjun di masyarakat
d. Menambah wawasan penulis khususnya tentang cara-cara pencegahan dan faktor yang dapat
mempengaruhi kejadian diare akut pada balita.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
-
2.1. Diare Akut
2.1.1.Definisi Diare
Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal
(meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI,
1998)
2.1.2. Klasifikasi Diare
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare akut, diare persisten dan diare kronis.
(Asnil et al, 2003).
2.1.2.1 Diare Akut
Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari 14 hari, dengan
pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan darah
2.1.2.2 Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut atau
peralihan antara diare akut dan kronik.
2.1.2.3 Diare kronis
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti
penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih
dari 30 hari.
2.1.3. Etiologi
Diare akut disebabkan oleh banyak faktor antara lain infeksi, makanan, efek obat, imunodefisiensi dan
keadaan-keadaan tertentu. (Mansjoer et al, 2000, Asnil et al, 2003).
2.1.3.1 Infeksi
Infeksi terdiri dari infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan dan
infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan. (Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK UI, 1998, Ngastiyah, 2004). Mikroorganisme yang menjadi penyebabnya antara lain
Aeromonas, Compylobacter, Clostridiumdifficile, Escherichiacoli, Enterotoxigenic, Enteropathogenic,
Shigella, Salmonella, Vibrio cholera, Enteroinvasive (Pickering et al, 2004).
2.1.3.2 Makanan
Diare dapat disebabkan oleh intoksikasi makanan, makanan pedas, makanan yang mengandung bakteri
atau toksin. Alergi terhadap makanan tertentu seperti susu sapi, terjadi malabsorbsi karbohidrat,
disakarida, lemak, protein, vitamin dan mineral.
2.1.3.3 Imunodefisiensi
Defisiensi imun terutama SigA (Secretory Immunoglobulin A) yang mengakibatkan berlipat gandanya
bakteri, flora usus, jamur, terutama Candida
2.1.3.4 Terapi obat
Obat-obat yang dapat menyebabkan diare diantaranya antibiotik, antasid
2.1.3.5 Keadaan tertentu
Keadaan lain yang menyebabkan seseorang diare seperti gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan
saraf.
2.1.4. Epidemiologi
Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada balita dari pada anak yang lebih besar. Kejadian diare akut
pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral
melalui makanan dan minuman yang tercemar atau kontak langsung dengan tinja penderita (Direktorat
Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999). Prevalensi
diare yang tinggi di negara berkembang merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar,
kekurangan protein yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Direktorat Jendral Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999).
Penurunan angka kejadian diare pada bayi di negara-negara maju, erat kaitannya dengan pemberian
ASI, yang sebagian disebabkan oleh kurangnya pencemaran minum anak dan sebagian lagi karena
faktor pencegahan imunologik dari ASI (Asnil et al, 2003). Perilaku yang dapat menyebabkan
penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare antara lain, tidak memberikan ASI
secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan
masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja,
tidak mencuci tangan sesudah buang air besar (Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999).
2.1.5. Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi berikut, yakni gangguan osmotik dan
gangguan sekretorik. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998, Direktorat Jendral Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999 ).
2.1.5.1 Gangguan osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat untuk
mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan ekstraseluler. Diare terjadi jika bahan
yang secara osmotik aktif dan sulit diserap. Bahan tersebut berupa larutan isotonik dan hipertonik.
Larutan isotonik, air dan bahan yang larut di dalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi
diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan hipertonik, air dan elektronik akan pindah dari
cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai osmolaritas dari isi usus sama dengan cairan
ekstraseluler dan darah, sehingga terjadi pula diare.
2.1.5.2 Gangguan sekretorik
Akibat rangsangan mediator abnormal misalnya enterotoksin, menyebabkan vili gagal mengabsorbsi
natrium, sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hal ini
menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan merangsang usus mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2.1.6. Manifestasi klinis
Mula-mula anak balita menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang atau
tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja
makin lama berubah kehijau-hijauan karena tercampur empedu, karena seringnya defekasi, anus dan
sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang berasal dari
laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan atau
sesudah diare. (Ngastiyah, 1997, Mansjoer et al, 2000, Asnil et al, 2003). Anak-anak yang tidak
mendapatkan perawatan yang baik selama diare akan jatuh pada keadaan-keadaan seperti dehidrasi,
gangguan keseimbangan asam-basa, hipoglikemia, gangguan gizi, gangguan sirkulasi. (Asnil et al,
2003)
2.1.6.1 Dehidrasi
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan air. Derajat dehidrasi dapat
dibagi berdasarkan gejala klinis dan kehilangan berat badan. Derajat dehidrasi menurut kehilangan
berat badan, diklasifikasikan menjadi empat, dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 2.1 derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan
Derajat dehidrasi Penurunan berat badan (%)
Dehidrasi berat 10
2.1.7. Penatalaksanaan
2.1.7.1 Prinsip penatalaksanaan diare akut
Menurut Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman
Prinsip penatalaksanaan diare akut antara lain dengan rehidrasi, nutrisi, medikamentosa (Andrianto,
1995)
2.1.7.1.1 Rehidrasi
Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Jumlah cairan
yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan atau muntah,
ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin, pernapasan dan ditambah
dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung. Jumlah
ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan masing-masing anak atau golongan umur.
2.1.7.1.2 Nutrisi
Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk pada
status gizi. Agar pemberian diet pada anak dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta
memperhatikan faktor yang mempengaruhi keadaan gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet
sebagai berikut yakni, pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama,
makanan cukup energi dan protein, makanan tidak merangsang, makanan diberikan bertahap mulai
dengan yang mudah dicerna, makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian
ASI diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan
mineral dalam jumlah yang cukup. Khusus untuk penderita diare karena malabsorbsi diberikan
makanan sesuai dengan penyebabnya, antara lain : Malabsorbsi lemak berikan trigliserida rantai
menengah, Intoleransi laktosa berikan makanan rendah atau bebas laktosa, Panmalabsorbsi berikan
makanan rendah laktosa, parenteral nutrisi dapat dimulai apabila ternyata dalam 5-7 hari masukan
nutrisi tidak optimal (Suandi, 1999)
2.1.7.2 Rencana pengobatan
Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi menjadi tiga, yakni rencana
pengobatan A, B dan C.
2.1.7.2.1 Rencana pengobatan A
Digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi, meneruskan terapi diare di rumah, memberikan
terapi awal bila anak terkena diare lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan
cair (sup, air tajin), air matang. Gunakan larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan dalam tabel berikut
:
Tabel 2.3 Kebutuhan oralit per kelompok umur
Umur Jumlah oralit yang diberikan Jumlah oralit yang disediakan di
tiap BAB rumah