You are on page 1of 3

Sinar –x adalah gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang 10-8 -10-12 m dan

frekuensi sekitar 1016 -1021 Hz.sinar ini dpat menembus benda-benda lunak seperti daging dan kulit
tetapi tidak dapat menembus benda-benda keras seperti tulang,gigi,dan logam.Sinar x sering di gunakan
di berbagai bidang seperti bidang kedokteran,fisika,kimia,mineralogy,metarulugi,dan biologi.

Sinar x di temukan secara tidak sengaja oleh Wilhelm Conrad Rontgen (1845-1923).Ilmuwan Jerman
pada November 1895.Pada waktu itu,Rontgen sedang mempelajari pancaran electron dari tabung
katode.Lempeng logam yang letaknya di dekat tbung katode memencarkan sinar flueresens selama
electron di alirkan.Oleh sebab itu,Rontgen menyimpulkan bahwa sinar tersebut di sebabkan oleh radiasi
dari suatu atom.karena tidak di kenal dalm ilmu,maka Rontgen memberikan nama dengan sebutan
SINAR X.

ADAPUN MANFAAT SINAR X,yaitu :


*dalam ilmu kedokteran,sinar x dapat digunakan untuk melihat kondisi tulang,gigi serta organ tubuh
yang lain tanpa melakukun pembedahan langsung pada tubuh pasien.
Biasanya,masyarakat awam menyebutnya dengan sebutan ‘’FOTO RONTGEN’’.Selain bermanfaat,sinar x
mempunyai efek/dampak yang sangat berbahaya bagi tubuh kita yaitu apabila di gunakan secara
berlebihan maka akan dapat menimbulkan penyakit yang berbahaya,misalnya kanker.Oleh sebab itu
para dokter tidak menganjurkan terlalu sering memakai ‘’FOTO RONTGEN’’ secara berlebihan. Setiap
saat, Bumi kita dibombardir dengan berbagai macam radiasi gelombang elektromagnetik yang
dipancarkan oleh objek-objek langit, mulai dari sinar radio yg berenergi rendah hingga sinar gamma yg
berenergi tinggi. Akan tetapi, dengan keberadaan atmosfer Bumi, hanya sinar radio dan sinar tampak
(visual) yang mencapai permukaan Bumi. Sementara, sinar-sinar yang lain hanya mampu menembus
hingga ketinggian tertentu.

Kedalaman berbagai radiasi elektromagnetik dalam menembus atmosfer Bumi. Hanya sinar tampak dan
radio yang mampu menembus hingga ke permukaan Bumi.
Hal tersebut merupakan keberuntungan bagi manusia karena atmosfer melindungi manusia dari radiasi-
radiasi energi tinggi. Akan tetapi, bagi para astronom, kenyataan tersebut mungkin justru menjadi
sebuah kekurangberuntungan. Dalam dunia astronomi, segala bentuk radiasi yang dipancarkan oleh
objek langit (walau hanya sedikit) sangatlah berarti. Oleh karena itu, keberadaan atmosfer membuat
tidak semua cahaya/radiasi dapat diamati oleh astronom dengan menggunakan teleskop yang ada di
permukaan bumi (ground based telescope). Untuk menyiasati hal tersebut maka dikembangkanlah
teleskop-teleskop yang ditempatkan di luar bumi (space based telescope), salah satu contohnya adalah
teleskop Chandra. Sebagian besar teleskop berbasis luar angkasa dibangun berdasarkan jenis
radiasi/panjang gelombang yang ingin diamati. Ambil contoh teleskop Chandra.
Teleskop ini diluncurkan untuk mengamati objek langit pada panjang gelombang sinar-x. Contoh lain,
teleskop IRAS yang dibangun untuk panjang gelombang inframerah.
Studi obyek langit pada rentang panjang gelombang selain radio dan sinar tampak sangat penting.
Dengan mengamati obyek langit dari berbagai panjang gelombang, kini manusia mampu melihat alam
semesta ini dari berbagai macam dunia: dunia yg tampak oleh mata kita, dunia yg tampak oleh mata
ular, ataupun dunia yg tampak oleh mata lumba-lumba. Di dalam tiap2 dunia tersebut, informasi yang
diperoleh pun bisa berbeda-beda yang pada akhirnya saling menyempurnakan satu sama lain.
Teleskop Sinar-X
Sejarah mengenai teleskop sinar-x dimulai sekitar awal tahun 1960-an. Saat itu para ilmuwan
menggunakan roket untuk membawa peralatan canggih ke atas atmosfer bumi.

Usaha ini membuahkan hasil pada tahun 1962 ketika roket yang diluncurkan oleh sebuah group di
American Science and Engineering (AS&E) untuk pertama kalinya mendeteksi sebuah objek pemancar
sinar-x pada rasi bintang Scorpius yang kemudian diberi nama Scorpius X-1. Setelah bereksperimen
menggunakan roket, wahana teleskop sinar-x pertama yang mengorbit Bumi baru diluncurkan pada
tahun 1970-an (Uhuru, SAS 3, Ariel 5). Lalu, pada akhir tahun 1970-an hingga awal 1980-an mulai
diluncurkan wahana yang lebih besar (HEAD-1, Einstein, EXOSAT, dan Ginga). Jika wahana-wahana
sebelum tahun 1990 hanya mampu mendeteksi keberadaan sumber sinar-x, maka wahana-wahana yang
dibangun pada tahun 1990-an juga mampu mengambil spektrum mereka (ASCA), dan mempelajari
parameter waktunya (RXTE). Kini telah diluncurkan wahana dengan resolusi lebih tinggi, yaitu Chandra &
XMM Newton (1999) serta Suzaku/Astro E-2 (2005). Keberadaan wahana-wahana tersebut memiliki
dampak yang sangat besar bagi perkembangan dunia astronomi.
Salah satunya adalah kita bisa mengetahui bahwa hampir semua objek langit memancarkan sinar-X,
mulai dari komet yang dekat hingga quasar yang sangat jauh. Tentu hal ini memberikan pandangan baru
dan menarik dalam mengeksplorasi dunia astronomi pada umumnya dan astrofisika energi tinggi pada
khususnya.

Gambar 2. Bentuk cermin teleskop Chandra yang terdiri atas empat pasang cermin yang berbentuk
silinder. Cermin Chandra ini termasuk tipe I Wolter.
Lalu ,seperti apakah teleskop sinar-x yang kini sedang mengorbit bumi kita? Tidak seperti cermin untuk
teleskop optik yang dibuat berbentuk seperti piring, cermin teleskop sinar-X dibuat lebih seperti tabung-
tabung kaca. Hal ini disebabkan foton sinar-X yang memiliki energi tinggi bersifat seperti peluru. Jika
peluru ditembakkan tegak lurus terhadap dinding, maka peluru tersebut langsung menembus dinding.
Sedangkan, jika peluru ditembakkan hampir sejajar dengan dinding, maka peluru tersebut akan
dipantulkan. Hal yang demikian juga berlaku pada foton sinar-X. Oleh karena itu cermin teleskop sinar-X
harus diposisikan hampir sejajar dengan foton sinar-X yang datang dan permukaannya dibuat sangat
halus. Sedemikian halusnya, sehingga jika permukaan pulau Jawa diperhalus, maka Gunung Semeru
hanya setinggi kurang lebih 2 cm (untuk kasus cermin Chandra).
Fisikawan asal Jerman, Hans Wolter, mendeskripsikan tiga tipe konfigurasi yang berbeda untuk teleskop
sinar-X seperti yang terlihat pada gambar 1. Setiap tipe membutuhkan 2 jenis cermin yang ditempatkan
berbeda-beda. Pada tipe I, kedua cermin yang digunakan adalah cermin hiperboloid dan paraboloid,
dengan kedua cermin ditempatkan bersampingan dengan cermin hiperboloid, yang berada di bagian
luar. Sedangkan tipe II juga menggunakan dua jenis cermin yang sama dengan tipe I, tetapi posisi cermin
paraboloid ditempatkan agak di depan cermin hiperboloid. Dengan posisi yang hampir sama (namun
posisi cermin paraboloid lebih ke arah luar), tipe III membutuhkan cermin ellipsoid untuk menggantikan
posisi cermin hiperboloid. Dari ketiga tipe tersebut, konfigurasi tipe I merupakan konfigurasi mekanik
yang paling sederhana sehingga sering digunakan.
Selain itu, tipe I juga memiliki keuntungan untuk memungkinkan membangun beberapa teleskop di
dalam teleskop yang lebih besar. Dengan begitu, area refleksi menjadi meningkat. Karena sebagian
besar sumber sinar-X sangat lemah, maka menambah area refleksi akan memaksimalkan kekuatan
sistem cermin dalam mengumpulkan foton.
Info apa yg bisa kita dapat dari foton-foton sinar-x tersebut? Dari citra sinar-x, kita bisa mengetahui apa
yang terjadi pada obyek yang kita pelajari selain yang kita peroleh dari citra tampak. Bisa saja dari
keduanya menampakkan hasil yang berbeda. Misalkan, dari citra sinar tampak pada suatu daerah hanya
sedikit bintang yang terlihat, namun saat kita mengambil citra daerah tersebut dalam sinar-x, ternyata
tampak lebih banyak bintang. Sedangkan dari spektrumnya, salah satu contohnya, kita bisa
mencocokkan spektrum obyek yg kita pelajari dengan sebuah model. Dengan begitu, kita bisa
mengetahui seperti apakah obyek tersebut, apakah ia bintang neutron atau Lubang Hitam?
Selain dari citra dan spektrum kita juga bisa mendapatkan informasi dari parameter waktu, yaitu kapan
foton tersebut tertangkap oleh detektor. Dari parameter waktu tsb, salah satu yg bisa kita peroleh
adalah periode orbital obyek yang kita amati bila obyek tersebut mengelilingi sesuatu. Dan masih
banyak lagi informasi yg bisa kita dapatkan dari pengamatan sinar-x. Dari pembahasan sebelumnya,
dapat kita lihat bahwa pengamatan dalam sinar-x masih berumur sangat muda (~47) tahun bila kita
bandingakan dengan pengamatan dalam sinar tampak (~400 tahun). Oleh karena itu masih banyak hal
yang bisa dieksploritasi dari bidang ini. Kemungkinan suatu model bertambah atau berubah sangat
terbuka. Siapa tahu, Andalah salah seorang yang mendapat kesempatan tersebut.

You might also like