You are on page 1of 19

Plasenta

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Langsung ke: navigasi, cari
Untuk kegunaan lain dari Plasenta, lihat Plasenta (disambiguasi).

Plasenta manusia

Plasenta atau tembuni adalah suatu organ dalam kandungan pada masa kehamilan.
Pertumbuhan dan perkembangan plasenta penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
janin. [1] Fungsi plasenta adalah pertukaran produk-produk metabolisme dan produk gas
antara peredaran darah ibu dan janin, serta produksi hormon. [1][2] [3]

Daftar isi
[sembunyikan]

• 1 Struktur
• 2 Fungsi
• 3 Lihat pula
• 4 Referensi

• 5 Pranala luar

[sunting] Struktur
Gambar skematis plasenta

Plasenta manusia memiliki diameter rata-rata 22 cm, berat rata-rata 470 gram, dan rata-
rata tebal (pada bagian tengah plasenta) 2,5 cm.[4] [5] Plasenta mempunyai dua komponen
yaitu bagian ibu yang dibentuk oleh desidua basalis dan bagian janin yang dibentuk oleh
korion frondosum.[2]

[sunting] Fungsi
Fungsi plasenta adalah pertukaran produk-produk metabolisme dan produk gas antara
peredaran darah ibu dan janin, serta produksi hormon. [1][2][3] Hormon steroid paling
penting yang diproduksi plasenta adalah estrogen dan progesteron yang konsentrasinya
meningkat selama kehamilan.[6]

>

Senin, 18 Januari 2010


PENTINGNYA PLASENTA (ARI-ARI)
15.56 Diposkan oleh Bidan Febri
Plasenta merupakan organ yang luar biasa. Plasenta berasal dari lapisan trofoblas pada
ovum yang dibuahi, lalu terhubung dengan sirkulasi ibu untuk melakukan fungsi-fungsi
yang belum dapat dilakukan oleh janin itu sendiri selama kehidupan intra uterin.
Keberhasilan janin untuk hidup tergantung atas keutuhan dan efisiensi plasenta.

Plasenta terbentuk pada kira-kira minggu ke-8 kehamilan berasal dari bagian konseptus
yang menempel pada endometrium uteri dan tetap terikat kuat pada endometrium sampai
janin lahir. Fungsi plasenta sendiri sangat banyak, yaitu sebagai tempat pertukaran zat
dan pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh kembangnya janin, sebagai alat respirasi,
sebagai alat sekresi hasil metabolisme, sebagai barrier, sebagai sumber hormonal
kehamilan. Plasenta juga bekerja sebagai penghalang guna menghindarkan
mikroorganisme penyakit mencapai fetus. Kebanyakan obat-obatan juga dapat menembus
plasenta seperti morfin, barbiturat dan anestesi umum yang diberikan kepada seorang ibu
sewaktu melahirkan, dapat menekan pernafasan bayi yang baru lahir.

Struktur Placenta
Plasenta merupakan salah satu sarana yang sangat penting bagi janin karena merupakan
alat pertukaran zat antara ibu dan anak dan sebaliknya, berbentuk bundar atau hampir
bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata
500 gram.
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas ke arah
fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih
luas sehingga lebih banyak tempat untuk melakukan implantasi. Permukaan fetal ialah
yang menghadap ke janin, warnanya keputih-putihan dan licin karena tertutup oleh
amnion, di bawah nampak pembuluh-pembuluh darah. Permukaan maternal yang
menghadap dinding rahim, berwarna merah dan terbagi-bagi oleh celah-celah/sekat-sekat
yang berasal dari jaringan ibu. Oleh sekat ini, plasenta dibagi menjadi 16-20 kotiledon.
Pada penampang sebuah plasenta,yang masih melekat pada dinding rahim nampak bahwa
plasenta terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang dibentuk oleh jaringan anak dan bagian
yang dibentuk oleh jaringan ibu.

Bagian yang terdiri dari jaringan anak disebut piring penutup (membrana chorii), yang
dibentuk oleh amnion, pembuluh-pembuluh darah janin, chorion dan villi. Bagian yang
terbentuk dari jaringan ibu disebut piring desidua atau piring basal yang terdiri dari
desidua compacta dan sebagian dari desidua spongiosa, yang kelak ikut lepas dengan
plasenta.

a. Ultrastruktur trofoblas dipermukaan sinsitium tampak jelas mikrofilus, setara dengan


bushborder yang terlihat pada mikroskop cahaya. Keberadaan vesikel dan fakuol
pinositotik berkaitan dengan fungsi absorbsi dan sekretorik placenta. Lapisan dalam
vilus-sitrotofoblas, menetap sampai kehamilan aterm, walaupun sering tertekan ke lamina
basalis trofoblas dan mempertahankan ultrastrukturnya.

b. Vilikorionik.
Vilus pertama kali dapat dikenali dengan mudah pada placenta manusia dapat dikenali
setelah hari ke 12 setelah fertilisasi. Saat korda mesenkim yang berasal dari sitotrofoblas
menginfasi kolom trofoblas padat terbentuk vilus sekunder. Setelah terjadi angiogenesis
dari inti mesenkim insitu, vilus yang terbentuk disebut vilus terseir. Sinus-sinus vena ibu
telah terbuka pada awal proses inplantasi tetapi sampai hari ke 14 – 15 setelah fertilisasi
darah arteri ibu belum masuk ke ruang antar vilus. Pada sekitar hari ke 17 pembuluh
darah janin sudah berfungsi dan telah terbentuk sirkulasi placenta. Sirkulasi janin
placenta terbentuk sempurna saat pembuluh darah janin sudah berfungsi, dan telah
terbentuk sirkulasi placenta. Sirkulasi janin placenta terbentuk sempurna saat pembuluh
darah mudigah bertemu dengan pembuluh darah korion. Pada awal kehamilan vilus
tersebar diseluruh perifer membran korion. Vilus yang berkontak dengan desidua basalis
berproliferasi untuk membentuk korion frondosum yang merupakan komponen janin
placenta. Vilus yang berkontak dengan desidua kapsularis akan berhenti tumbuh dan
mengalami degenerasi menjadi korion leave. Sampai menjelang akhir bulan ke 3 korion
leave akan dipisahkan oleh rongga eksosoelum. Setelah itu korion dan amnion akan
berkontak secara erat.

c. Kotiledon Placenta
Beberapa vili di korion frondosum meluas dari lempeng korionik ke desidua dan
berfungsi sebagai vilus penambat. namun sebagian besar vilus membentuk percabangan
dan berakhir secara bebas di ruang antar vilus tanpa mencapai desidua. ketika placenta
matang, vilus muda yang pendek dan tebal mengalami percabangan yang ekstensif,
membentuk subdifisi-subdifisi yang semakin banyak. Setiap kotiledon placenta
diperdarahi oleh cabang arteri korionik dan untuk setiap kotiledon terdapat sebuah vena,
yang membentuk rasio arteri terhadap vena terhadap kotiledon yaitu sebesar 1 : 1 : 1.

d. Ukuran Dan Berat Placenta


Jumlah total kotiledon tidak bertambah sepanjang gestasi. masing-masing kotiledon terus
tumbuh walaupun tidak terlalu aktif pada minggu-minggu terakhir. Berat placenta cukup
bervariasi bergantung pada bagaimana placenta dipersiapkan. Menurut Boed dan
Hamilton (2) placenta pada kehamilan aterm memiliki ukuran rata-rata bergaris tengah
185 mm dan ketebalan 23 mm dengan volume 497 ml dan berat 508 gr tetapi ukuran-
ukuran sangat bervariasi.

Fungsi Plasenta
Fungsi plasenta ialah mengusahakan janin tumbuh dengan baik. Salah satu fungsi
plasenta adalah untuk perfusi dan transfer nutrisi, yaitu sebagai tempat pertukaran zat dan
pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh dan berkembangnya janin di dalam rahim,
berupa penyaluran zat asam, asam amino, vitamin dan mineral dari ibu ke janin, dan
pembuangan karbondioksida dan sampah metabolisme janin ke peredaran darah ibu.

Fungsi lain dari plasenta adalah :


1. Nutrisi : memberikan bahan makanan pada janin
2. Ekskresi : mengalirkan keluar sisa metabolisme janin
3. Respirasi : memberikan O2 dan mengeluarkan CO2 janin
4. Endokrin : menghasilkan hormon-hormon : hCG, HPL, estrogen,progesteron, dan
sebagainya.
5. Imunologi : menyalurkan berbagai komponen antibodi ke janin
6. Farmakologi : menyalurkan obat-obatan yang mungkin diperlukan janin, yang
diberikan melalui ibu.
7. Proteksi : barrier terhadap infeksi bakteri dan virus, zat-zat toksik (tetapi akhir2 ini
diragukan, karena pada kenyataannya janin sangat mudah terpapar infeksi / intoksikasi
yang dialami ibunya).

Sirkulasi Darah Pada Placenta


a. Sirkulasi Fetal
Darah janin yang terdeoksigenasi, atau darah yang menyerupai darah ibu mengalir ke
placenta melalui 2 arteri umbilikalis. Pada taut antara tali pusat dan placenta, pembuluh-
pembuluh umbilikus bercabang berkali-kali dibawah amnion dan bercabang kembali
didalam vilus yang terpecah-pecah, dan akhirnya membentuk jaringan kapiler pada
percabangan terakhir. Darah dengan kandungan oksigen yang jelas lebih tinggi kembali
dari placenta ke janin melalui sbuah vena umbilikalis. Cabang-cabang pembuluh
umbilikalis yang berjalan disepanjang permukaan fetal placenta disebut sebagai
pembuluh permukaan placenta atau pembuluh korion. Kedua arteri umbilikalis berpisah
di lepeng korion untuk mendarahi cabang-cabang kotiledon. Terdapat dua pola
percabangan arteri korion yang berlainan. satu menyebar : pada tipe ini adalah pola
jaringan pembuluh halus yang berjalan dari tempat insersi tali pusat ke berbagai
kotiledon. Tipe magistral ditandai oleh arteri-arteri yang berjalan ke tepi placenta tanpa
banyak mengalami penyusutan diameter. Arteri-arteri ini merupakan end-arteri dan
mendarahi satu kotiledon sewaktu percabangan membelok ke bawah untuk menembus
lempeng korion. Pada minggu ke 10 pasca konsepsi, pola kecepatan aliran darah, tali
pusat yang berbentuk gelombang mendadak berubah. Sebelum waktu ini tidak dijumpai
frekuensi akhir diastol. Pada masa gestasi yang lebih lanjut akan dianggap abnormal.

b. Sirkulasi Maternal
Homeostatis janin tergantung pada sirkulasi ibu placenta yang efisien oleh karena itu para
peneliti mencoba mendefinisikan faktor-faktor yang mengendalikan aliran darah ke dan
dari ruang antar vilus. Detil-detil fisiologis yang terdapat pada sirkulasi placenta ibu
adalah sebagai berikut : darah ibu masuk melalui lempeng basal dan terdorong keatas
lempeng korion oleh puncak tekanan arteri ibu sebelum terjadi dispersi ke lateral. Setelah
membasahi permukaan mikrovilus eksterna vilus korion, darah ibu mengalir kembali
melalui lubang-lubang vena dilempeng basal dan masuk ke vena-vena uterus. Dengan
demikian, darah ibu melintasi placenta secara acak tampa melalui saluran-saluran yang
sudah ada. Secara umum arteri spiralis berjalan tegak lurus, tetapi vena berjalan sejajar
terhadap dinding uterus membentuk suatu tatan yang mempermudah vena menutup saat
uterus berkontraksi dan mencegah terperasnya darah ibu ke ruang antar vilus.

Ramsay dan Donner menyajikan sebuah ringkaran tentang studi anatomis pembuluh
darah uteroplacenta. lemen-elemen sitotropoblastik mula-mula terbatas dibagian terminal
arteri utero placenta. Pada minggu ke 16 sitotropoblas ditemukan pada banyak arteri
dilapisan dalam miometrium. Pada beberapa pembuluh, penumpukan tropoblas dapat
menyebabkan berhentinya sirkulasi. Jumlah saluran arteri ke ruang antar vilus secara
bertahap dikurangi oleh sitotropoblas dan oleh penetrasi dalam tropoblas terhadap
dinding arteri bagian proksimal. Setelah minggu ke 30 terbentuk fleksus vena prominen
yang memisahkan desidua basalis dari miometrium yang ikut membentuk bidang
pembelahan.

Perfusi Dan Transport Placenta


Beberapa teori yang berhubungan dengan perfusi placenta dan transportnya, dan dalam
beberapa penelitian klinik menunjukkan hasil yang signifikan dan dapat dijadikan
pedoman. Salah satu penelitian klinik berupa observasi pada kehamilan lanjut, dimana
uterus mengalami over dilatasi. Hal ini mengakibatkan otot-otot uterus tidak dapat
menjepit pembuluh darah yang terbuka secara tiba-tiba. Dari penelitian itu dikatakan
bahwa ibu yang mengalami hipotensi merupakan penyebab utama terjadinya penurunan
aliran darah ke uterus dan placenta. Pada karakteristik yang lain pembuluh uterus tidak
dapat melakukan respon untuk pertukaran O2 dan CO2 maka dari itu terapi dengan
memberikan oksigen pada ibu dengan risiko janin hipoksia yang disebabkan oleh
vasodilatasi dari otot-otot uterus merupakan tindakan yang perlu dipertimbangkan.
Hubungan antara oksigenisasi janin dan ibu sangat kompleks karena beberapa faktor ikut
menentukan apakah tekanan O2 dalam vena tali pusat janin normal atau tidak.

Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhinya :


a. Asupan oksigen ke placenta.
b. Peredaran darah uterus dan tali pusat.
c. Permeabilitas placenta.
d. Pola perfusi placenta.
e. Tekanan O2 dalam arteri ibu dan konsentrasi hemoglobin.
f. Bentuk kurva oksigen ibu dan janin.

Pada manusia, tekanan O2 pada vena umbilikus cenderung seimbang dengan vena uterus,
tidak pada tekanan O2 arteri. tekanan O2 pada umbilikal menstimulasi pertukaran O2.
Dengan adanya teknik penambilan sampel darah pada vena umbilikus melalui abdomen,
sekarang data yang dibutuhkan tentang O2 pada vena umbilikus dapat diketahui pada
pertengahan kehamilan. Tekanan O2 pada vena umbilikus pada janin manusia meningkat
pada pertengahan kehamilan dan menurun pada akhir kehamilan. Perubahan PO2 pada
kehamilan lanjut tidak meningkatkan hipoksia janin sebab hal ini berhubungan dengan
peningkatan konsentrasi hemoglobin pada perkembangan kehamilan. Hal ini
mempertahankan kandungan oksigen dalam vena umbilikal disepanjang kehamilan.

Peningkatan aliran darah uterus meningkat dengan pesat selama kehamilan lanjut.
Bagaimanapun peningkatan aliran darah dalam uterus tidak ada hubungan dengan
peningkatan asupan oksigen dalam uterus, yang mana kadar O2 dalam vena uterus
menurun seiring dengan penambahan usia kehamilan. Dalam kehamilan penurunan kadar
O2 dalam vena uterus dapat menurunkan transport O2 kedalam vena umbilikalis. Dalam
penerapan di klinis salah satu kontribusi yang penting dari fisiologi janin telah
digambarkan dalam penelitian bahwa tidak ada hubungan yang linier antara peredaran
uterus dengan transport O2 dan nutrisi pada placenta janin.

Penelitian sekarang gencar dilakukan di beberapa bagian, yang difokuskan untuk mencari
mode spesifik tentang vasokonstriksi dan vasodilatasi pada kehamilan normal dan
kehamilan patologi, terutama pada kehamilan dengan hipertensi. Bagaiamanapun satu
alur umum utuk kontraksi vasomotor diikuti dengan produksi nitrit oksida dari uterus dan
endotelium placenta. Metabolisme dalam placenta sangat aktif membutuhkan oksigen dan
glukosa yang serupa dengan jaringan otak. Salah satu ciri metabolisma placenta adalah
memproduksi laktat dan amonia sebagai produk akhir yang dihantarkan kedalam sirkulasi
uterus dan tali pusat. Karena produksi laktat dan amonia oleh uterus wanita hamil
merupakan karakteristik umum antara spesies dengan tipe placenta yang sangat berbeda.
Tampaknya layak untuk dijadikan hipotesis bahwa ini mencerminkan aktifitas metabolik
dari trofoblas sebagai lapisan epitel yang ada pada semua tipe placenta. Sebagai
tambahan, ada kemungkinan peningkatan transport glukosa di plasenta. Pada janin
dengan IUGR kadar glukosa ibu dan janin meningkat dan tampak berkorelasi dengan
peningkatan kebutuhan secara nyata. Pada kehamilan kembar kebutuhan glukosa akan
semakin meningkat pula.

Tranfer nutrisi dari ibu ke janin melalui metode transfer aktif memerlukan enzim dalam
prosesnya. Nutrisi yang komplek dipecah menjadi lebih sederhana sebelum ditransfer dan
disusun kembali didalam vili korionik janin. Glukosa merupakan partikel penting sebagai
sumber energi untuk pertumbuhan Transfer glukosa meningkat setelah umur kehamilan
30 minggu. Setelah umur kehamilan mendekati aterm kebutuhan glukosa menjadi 10
gram per berat badan perhari janin. Kebutuhan glukosa janin lebih dari 90% (10%
didapat dari asam amino), jika terjadi kelebihan suplai glikosa dari ibu kejanin maka
glukosa yang lebih akan dikonversi menjadi lemak dan glikogen. Glikogen disimpan
didalam hati dan lemak dan disimpan disekitar jantung dan dibawah skapula. Pada
trimester ketiga kehamilan 2 gram dari lemak disintesa setiap harinya dan setelah umur
kehamilan 40 minggu 15% dari berat badan janin adalah lemak. Namun lemak seperti
asam lemak bebas sedikit sekali yang ditransfer kejanin. Dan sebelum ditransfer disintesa
dahulu menjadi posfor dan lemak lain. Lemak ini akan disimpan sampai umur kehamilan
30 minggu. Setelah lebih dari 30 minggu dan hati telah mampu untuk mensintesis lemak
maka hati akan mengambil alih sintesa tersebut.
Salah satu fungsi plasenta adalah untuk perfusi dan transfer nutrisi, yaitu sebagai tempat
pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh dan berkembangnya janin di
dalam rahim. Untuk dapat terjadinya pertukaran gas CO2 dan O2 dalam plasenta,
diperlukan aktivitas khusus plasenta selain adanya perbedaan tekanan kedua gas. Dengan
kemampuan pertukaran gas ini, seolah-olah plasenta dapat ikut serta dalam keseimbangan
asam-basa antara darah ibu dan fetal sehingga pH-nya tetap terkendali.

Lebih lanjut, aktivitas terbatas placenta ini dapat mempertahankan keseimbangan tekanan
gas pada ruang intervillous sehingga pertukaran gas ini berlangsung mantap.
Dikemukakan bahwa terdapat perbedaan PO2 sekitar 10 mmHg antara vena umbilikalis
dan vena uterine dan besar perbedaan yang sama antara vena umbilikalis dengan ruang
intervillous. Sekalipun diketahui bahwa CO2 larut dalam darah dan jaringan tetapi
perbedaan tekanan PCO2 antara vena umbilikalis dan vena uterine hanya 3 mmHg.
Kecilnya perbedaan PO2 dan PCO2 antara artei dan vena umbilikalis, dapat disebabkan
tingginya metabolisme yang terdapat pada plasenta. Selain itu, terjadi ketidakmerataan
pertukaran gas di semua bagian plasenta.

Karbondioksida dalam darah dapat berbentuk larutan CO2 atau sebagai bikarbonat yang
berfungsi sebagai keseimbangan asam basa atau buffer. Oleh karena itu, aliran
karbondioksida dari janin ke ibu terjadi dalam bentuk molekul yang berlangsung secara
difusi.Disamping itu, terdapat perbedaan afinitas eritrosit janin yang lebih tinggi terhadap
O2 sehingga dengan mudah dapat melepaskan CO2 ke dalam darah ibu. Sedangkan
afinitas eritrosit dewasa terjadi sebaliknya, yaitu dengan mudah melepaskan O2 dan
mudah menarik CO2. Sejumlah konsep tentang hubungan perfusi dan transport plasenta
menunjukkan hasil yang sangat signifikan, serta mempunyai hubungan yang baik. Salah
satunya adalah tidak adanya autoregulasi dalam pembuluh darah uterus. Ini ditunjukkan
pada penelitian terhadap binatang dimana tidak ada reaksi hiperemi setelah terjadinya
oklusi arteri uteri. 4)Implikasi klinis dari penelitian tersebut adalah uterin bed pada
kehamilan lanjut mungkin dilihat sebagai dilated bed yang hamper lengkap. Dengan
demikian, itu tidak mudah mengganti kerugian pada saat terjadi penurunan vasodilatasi
yang tiba-tiba. Dari perspektif klinis, hipotensi pada ibu harus dilihat sebagai factor
penyebab langsung dalam pengurangan produksi aliran darah uterus dan plasenta.
Hipotensi ibu seharusnya dihindari, khususnya pada kehamilan lanjut.

Karakteristik lain pada pembuluh darah uterus adalah tidak adanya respon dari ruang
pembuluh darah uterus dalam pergantian PO2 atau PCO2. Lagi, ini memperlihatkan
signifikansi klinik yang besar, karena itu berarti terapi oksigen untuk ibu mendukung
resiko peningkatan hipoksia janin dengan adanya vasokonstriksi pada uterus. Pada
penelitian lainnya, dengan percobaan pada binatang dimana pemberian oksigen pada ibu
meningkatkan oksigenasi janin. Penelitian ini didukung oleh pendekatan klinik yang
menggunakan terapi oksigen pada ibu pada saat terdapat tanda fetal distress selama kala I
dan kala II. Beberapa penelitian pada binatang mendukung penggunaan terapi oksigen
pada ibu pada hipoksia janin.

Dampak dari pemberian oksigen ketika aliran darah umbilicus dan uterus dan oksigenasi
janin bahwa tidak ada efek peningkatan PO2 ibu ketika darah uterus dan umbilicus
mengalir, dan hal itu berarti harapan bahwa PO2 vena umbilical mewakili darah yang
teroksigenasi pada janin,meningkat secara signifikan. Secara klinis, penelitian pertama
memperlihatkan efek ketika oksigenasi janin dengan pemberian oksigen ibu menjadi
dasar perubahan PO2 kulit kepala janin dan dengan mengambil sample kulit kepala janin
selama persalinan. Baru-baru ini, pemberian oksigen pada ibu digunakan pada komplikasi
kehamilan dengan IUGR. Efek menguntungkannya adalah keduanya ditetapkan dengan
adanya perubaan PO2 darah janin dan saturasi darah yang didapatkan dari cordosintesis
dan dengan kemajuan percepatan yang berbentuk gelombang pengukuran pada aorta
asenden janin dianjurkan untuk mengurangi impedansi plasenta selama terapi oksigen
pada ibu. Pada manusia, PO2 vena umbilicus cenderung sama dengan vena uterus, bukan
arteri. PO2 vena umbilikal pertengahan kehamilan manusia lebih tinggi pada pertengahan
kehamilan dan menurun pada kehamilan lanjut. PO2 vena umbilical pada masa post natal
sangat rendah. Afinitas Hb yang lebih rendah menjamin curah Hb akan teroksigenasi
bahkan pada PO2 darah vena umbilical janin yang rendah. Perubahan PO2 janin pada
kehamilan lanjut tidak berimplikasi menyebabkan peningkatan hipoksia janin, karena
asosiasi kemajuan kehamilan. Perubahan yang lambat ini mempertahankan isi oksigen
dari darah vena umbilical dalam kehamilan. Pengukuran kandungan O2 janin khususnya
sangat berguna karena mereka berkaitan dengan umur kehamilan. Penelitian pada
pertengahan kehamilan anak domba menunjukkan PO2 yang lebih tinggi dan saturasi O2
pada janin daripada kehamilan lanjut.

Aliran Vena Uterus


Aliran placenta tidak didistribusikan secara merata ke aliran vena dua sisi uterus. Pada
salah satu penelitian menggambarkan bahwa ketika pembuluh darah arteri diambil
sebagai sampel secara menyilang pada uterus selama SC disana menunjukkan adanya
variabilitas yang cukup besar didalam saturasi oksigen dan ini tidak tergantung pada
posisi placenta. Hal ini mungkin karena ada suatu distribusi pengaliran placenta yang
berbeda bagi salah satu pembuluh darah uterus yang lain. Yang menjadi pertanyaan
adalah apakah penekanan pada pembuluh darah uterus merupakan efek dari posisi ibu
yang mempengaruhi kesejahteraan janin, hal ini penting untuk investigasi. Pada
prinsipnya posisi dapat membebaskan vena cava inferior dari tekanan uterus dan
meningkatkan arus balik vena menuju jantung. Dengan posisi ibu miring ke kiri dapat
menurunkan fetal distress.

Aliran darah uterus meningkat selama kehamilan lanjut. Walaupun demikian,


peningkatan aliran darah uterus tidak sesuai dengan peningkatan kandungan O2 uterus.
PO2 vena uterus cenderung menurun dengan meningkatnya umur kehamilan. Pada
kehamilan manusia, hal itu menunjukkan penurunan PO2 vena uterus menuju ke PO2
vena umbilical yang lebih rendah. Secara klinis, salah satu kontribusi penting untuk
fisiologi terjadinya janin, hubungan nonlinear antara aliran darah uterus dan transport
oksigen dan nutrisi dari plasenta ke janin, dimana aliran darah uterus dapat menurun lebih
luas tanpa banyak efek transport oksigen.

Transfer Nutrisi
Pengambilan nutrisi ke dalam sirkulasi umbilicus dari plasenta adalah point referensi
untuk mengerti tentang metabolisme janin. Alasannya adalah adanya pengambilan
cadangan nutrisi umbilicus ke janin. Walaupun kemungkinan janin dapat mensintesis
nutrisi seperti glukosa atau asam amino esensial dengan jaringan janin seperti campuran
tidak aman untuk oksigenasi janin, cadangan nitrogen untuk pertumbuhan dan oksidasi.
Nutrisi penting yang diterima bayi termasuk glukosa, laktat dan asam amino. Glukosa
dan asam amino esensial diperoleh dari sirkulasi darah ibu. Asam amino esensial
issuenya jauh lebih rumit. Beberapa asam amino diproduksi dengan plasenta pada area
yang luas dengan komponen yang relative kecil dan datang dari transport langsung
transplasenta. Perbedaan glutamate vena-arteri dengan sirkulasi darah umbilical janin
manusia pada saat SC menunjukkan glutamat yang diperoleh dari sirkulasi janin dan
plasenta yang kemungkinan digunakan sebagai bahan baker metabolisme pada plasenta
manusia saat pembentukan plasenta.

Kandungan glukosa dan laktat menunjukkan oksidasi dengan kecepatan tinggi setelah
janin hidup. Jika transportnya meningkat, kontribusinya ke oksidasi juga meningkat,
kegunaan asam amino sebagai bahan bakar metabolisme. Sebaliknya, selama ibu puasa,
transport glukosa dalam plasenta menurun dan oksidasi asam amino meningkat. Sebagai
tambahan untuk bahan bakar metabolisme janin, asam amino digunakan untuk sintesa
protein. Pada beberapa kasus dalam percobaan untuk memperkirakan kadar sintesis
protein yang ditakar pergram akan meningkat pada awal kehamilan dan menurun jika
kehamilan mendekati aterm, hal ini berkaitan dengan tingkat metabolisme. Kadar sintesa
protein melebihi batas minimal protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, hal ini
mencerminkan tingginya perputaran protein selama pertumbuhan janin yang normal.

Baru-baru ini teknologi ultrasonografi terus ditingkatkan untuk mendapatkan data tentang
percepatan peredaran yang dapat dijadikan alat investigasi untuk menilai volume aliran
secara akurat. Bagaimanapun dopler velosimetri telah banyak digunakan dalam menilai
dan menangani janin dengan IUGR dan ini diperoleh dari peredaran darah. Penelitian
pada tahun 1999 menunjukan bahwa pengukuran peredaran darah vena umbilikalis
(mL/Min) dapat diperoleh pada janin dengan akurasi dan ketepatan dan penilaian bisa
lebih kompleks rata-rata kurang dari 5 menit. Teknik ini melibatkan kombinasi dari USG.
Color Dopler dan Pulsed-wave Doopler Velocimetry untuk menghitung aliran vena
umbilikalis dengan rumus : Aliran vena umbilikal (mL/min) luas potongan melintang
pembuluh darah (Πr2) x Kecepatan rata-rata (cm s) x 60 s
Informasi secara kuantitatif tentang transport asam amino dan nitrogen ke janin manusia
tidak dibentuk dengan kuat karena sulit untuk memperoleh data yang reliabel untuk
membedakan asam amino arteri-vena umbilical oada saat persalinan.
Untuk dapat melaksanakan fungsi transfer nutrisi, plasenta dapat melakukannya
dengan jalan :

Pertukaran zat pasif


a. Secara filtrasi
1.1. Plasenta bertindak sebagai membrane semi permiabel
1.2. Perbedaan tekanan hidrostatik dapat menimbulkan filtrasi zat yang larut dalam air,
mengalir ke tempat dengan tekanan yang lebih rendah.

b. Difusi
1.1. Molekul kecil yang dapat melalui sifat membrane semi permeable plasenta.
1.2. Arah aliran zat yang larut dalam air, tergantung dari konsentrasinya.
1.3. Difusi ini akan lebih cepat aktif karena terdapat molekul pengangkut atau system
saluran disebut “system karier”.

c. Dengan diapedesis khususnya untuk eritrosit

Melalui transport aktif


1. Diatur oleh system enzim
a. Dijumpai bahwa terdapat aliran kontinu beberapa zat yang sangat diperlukan janin
untuk tumbuh-kembangnya walaupun konsentrasinya sudah cukup tinggi.
b. Cara kerja enzim untuk tetap mengalirkan keperluannya dapat dipecah dulu pada vili
korealis dan selanjutnya disintesis kembali setelah dimasukkan ke dalam darahnya.
c. Untuk dapat melaksanakan tugas transportasi aktif ini diperlukan metabolisme tinggi
dalam plasenta.
d. Bahan yang ditransportasi aktif dan dipecah dulu adalah:
- Protein menjadi asam amino
- Lemak menjadi asam lemak bebas
- Polisakarida menjadi monosakarida

2. System pinositosis
• Pengambilan zat secara khusus dengan metode ameboid.
• Zat yang masuk melalui pinositosis adalah protein dan antibodi.

Terjadinya pertukaran gas CO2 dan O2 dalam plasenta, diperlukan aktivitas khusus
plasenta selain adanya perbedaan tekanan kedua gas. Dengan kemampuan pertukaran gas
ini, seolah-olah plasenta dapat ikut serta dalam keseimbangan asam-basa antara darah ibu
dan fetal sehingga pH-nya tetap terkendali. Aktivitas terbatas plasenta ini dapat
mempertahankan keseimbangan tekanan gas pada ruang intervillous sehingga pertukaran
gas ini berlangsung mantap. Dikemukakan bahwa terdapat perbedaan PO2 sekitar 10
mmHg antara vena umbilikalis dan vena uterine dan besar perbedaan yang sama antara
vena umbilikalis dengan ruang intervillous.

Adapun untuk transfer nutrisi dari ibu ke janin dapat dilakukan dengan beberapa cara
diantaranya pertukaran zat pasif maupun melalui fungsi transport aktif yang melibatkan
enzim. Tranfer nutrisi dari ibu ke janin melalui metode transfer aktif memerlukan enzim
dalam prosesnya. Nutrisi yang komplek dipecah menjadi lebih sederhana sebelum
ditransfer dan disusun kembali didalam vili korionik janin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Evelyn C. Pearce. Anatomi Dan Fisiologi. 2002 Gramedia. Jakarta


2. E. Albert Reece and John C. Hobbins. Clinical Obstetrics The Fetus and Mother. Third edition. 55-66, 2007 Blackwell Publishing , Jakarta
3. F. Garry Cunningham, Obstetri Williams, edisi 21 2006, EGC. Jakarta
4. IBG Manuaba dkk. Pengantar Kuliah Obstetri. 2006 EGC. Jakarta
5. Salmah, dkk. Asuhan kebidanan antenatal.2006, EGC. Jakarta

Kelainan Panjangnya Tali Pusat


Tali pusat (TP) mempunyai ukuran panjang, 0-300 cm
dengan diameter bisa diatas 3 cm. Panjang rata2 55 cm dengan rata2 diameter 1-2 cm dan
jumlah helix (lingkaran) rata2 11 buah.

TP PENDEK. Bisa memang benar2 pendek (kurang dari 20 cm) atau menjadi pendek
karena lilitan pada leher atau kaki atau tempat lain. Gejala klinis : bagian terendah bayi
nggak turun2 (di cesar), terlepasnya plasenta, terputusnya TP dan kelainan letak bayi.
(juga di Cesar). Pada kasus yang ekstrim TP sangat pendek bahkan tidak ada. Kelainan
ini disebut:"Short Cord Umbillical Syndrome". Gejalanya adalah TP pendek, kelainan
tulang punggung (melengkung) serta dinding perut nggak ada sehingga usus bayi berada
diluar perut. Janin biasanya mati begitu lahir.

Rabu, 02 Desember 2009 | 18.37 | 0 Comments


Browse » Home » Admin »

perdarahan pasca persalinan

Pdpersi, Jakarta - Banyak masalah yang kini diwaspadai pakar


kesehatan Indonesia berkaitan dengan terus berlangsungnya krisis multidimensial di
negeri ini. Diantara masalah itu adalah, bangkitnya kembali angka kesakitan dan
kematian akibat TB Paru, "lost generation" akibat kurang gizi pada anak, dan kematian
ibu-anak dalam proses kelahiran.

Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kematian maternal yang masih tinggi.
Selain faktor kemiskinan dan masalah aksesibilitas penanganan kelahiran, 75 persen
hingga 85 persen kematian maternal disebabkan obstetri langsung, terutama akibat
perdarahan. Padahal, 90 persen dari kematian itu bisa dihindari.

Walau kebanyakan ibu sudah memeriksakan kehamilannya di pusat pelayanan kesehatan


secara teratur, namun 70 persen persalinan masih terjadi di rumah. Masalahnya, sangat
sedikit pihak yang mengetahui diagnosa dan pengelolaan perdarahan akibat keadaan
"darurat" ini. Jika saja hal ini bisa dilakukan, bukan mustahil angka kematian ibu dapat
ditekan.

Perdarahan Pasca Persalinan

Dalam buku "Panduan Kesehatan Keluarga" disebutkan, batasan perdarahan pasca


persalinan adalah setiap perdarahan yang lebih dari 500 cc (perdarahan abnormal atau
patologik), yang terjadi dua hingga empat jam pertama setelah anak lahir. Perdarahan
dianggap normal (fisiologik) manakala darah yang keluar kurang dari 500 cc.

Berbagai penyebab perdarahan pada persalinan adalah:

* Perdarahan karena atonia uteri, terjadi bila kontraksi rahim kurang baik atau lembek.
Perdarahannya berasal dari bekas menempelnya plasenta, akibat terbukanya pembuluh
darah besar pada plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan.
* Perdarahan karena robekan jalan lahir.
* Perdarahan akibat gangguan pembekuan darah (jarang).

Bila dihadapkan dengan perdarahan pasca persalinan, pertanyaan pertama yang harus
dijawab adalah, apakah perdarahan terjadi akibat robekan jalan lahir (biasanya robekan
serviks/leher rahim), atau apakah karena kontraksi rahim kurang baik (atonia uteri)?

Penanganan setiap keadaan (robekan jalan lahir atau atonia uteri), memerlukan
pengelolaan yang berlainan. Apabila ternyata perdarahan yang terjadi bukan akibat
robekan jalan lahir, maka pertanyaan yang diajukan berikutnya adalah, apakah ari-ari
(plasenta) sudah lahir atau belum?

Nah, upaya membedakan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan
jalan lahir adalah:

* Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).


1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lembek setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi tidak atau
lambat menjadi keras.
* Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung mengeras tapi
perdarahan tidak berkurang.

Dalam keadaan apapun, robekan jalan lahir harus dapat dikesampingkan. Tak jarang,
perdarahan terjadi karena atonia dan robekan. Perdarahan pada kala III (kala uri) sebelum
atau sesudah lahirnya plasenta, merupakan penyebab utama kematian ibu bersalin. Salah
satu upaya mengatasi perdarahan pasca persalinan ini adalah dengan obat.

Pencegahan dengan Obat

Yang dimaksud pencegahan dengan obat adalah pemberian obat uterotonika setelah
lahirnya plasenta. Namun, pemberian obat ini sama sekali tidak dibolehkan sebelum bayi
lahir. Keuntungan pemberian uterotonika ini adalah untuk mengurangi perdarahan kala
III dan mempercepat lahirnya plasenta. Karena itu, pemberian pencegahan dapat
diberikan pada setiap persalinan atau bila ada indikasi tertentu.

Indikasi yang dimaksud, adalah hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan
pasca persalinan. Yaitu;

* Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:


1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4. Bekas operasi Caesar.
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
* Bila terjadi riwayat persalinan kurang baik, ibu seyogyanya melahirkan dirumah sakit,
dan jangan di rumah sendiri. hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.
5. Inersia uteri primer dan sekunder.

Obat-obatan yang dipakai untuk pencegahan adalah Oksitosin dan Ergometrin. Caranya,
disuntikkan intra muskuler atau intravena (bila diinginkan kerja cepat), setelah anak lahir.

Perdarahan karena Atonia

Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus segera minta
pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan,
maka bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan sebagai berikut:

* Pasang infus.
* Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau ergometrin 0,5 cc
hingga 1 cc.
* Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.
* Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;
* Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit).
* Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah;
* Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau kompresi
aorta.

Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:

* Pemberian uterotonika intravena.


* Kosongkan kandung kemih.
* Menekan uterus-perasat Crede.
* Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta.

Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan penolong
memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan operasi
histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena serta infus cairan
sebagai pertolongan pertama.

Perdarahan karena Robekan Jalan Lahir

Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras, bisa
terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu
penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya, jahitlah luka
tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.

Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon padat liang
senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang infus dan
pemberian uterotonika intravena.

Nah, setelah semuanya lewat, sang ibu pun larut dalam kebahagiaan bersama bayinya
tercinta.

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN (HEMORAGIA POSTPARTUM - HPP)

Adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah anak lahir.

Perdarahan primer : terjadi dalam waktu 24 jam pascapersalinan.


Perdarahan sekunder : terjadi dalam waktu sesudah 24 jam pertama pascapersalinan itu.

Masalah di Indonesia
Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang
bersalin di luar kemudian terjadi HPP terlambat datang di rumah sakit, waktu tiba
keadaan umum / hemodinamiknya sudah memburuk.
Akibatnya mortalitas tinggi.
KEMUNGKINAN PENYEBAB

1. atonia uteri
2. perlukaan jalan lahir
3. pelepasan plasenta dari uterus
4. tertinggalnya sebagian plasenta dalam uterus (retensio, akreta, suksenturiata..)
5. kelainan proses pembekuan darah akibat hipofibrinogenemia
6. iatrogenik - tindakan yang salah untuk mempercepat kala 3 : penarikan tali pusat,
penekanan uterus ke arah bawah untuk mengeluarkan plasenta dengan cepat, dan
sebagainya.

DIAGNOSIS

Prinsip :
1. bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, pertama-tama
dipikirkan bahwa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir
tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir.

Jika perdarahan masif, diagnosis relatif lebih mudah.


HATI-HATI pada perdarahan lambat, sedikit-sedikit tapi terus-menerus, dapat tidak
terdeteksi / terdiagnosis.
Sehingga pada perawatan pascapersalinan perlu observasi klinis dan laboratorium serial.

PRINSIP !!
Perdarahan hanyalah GEJALA !! Harus diketahui dan ditatalaksana penyebabnya !!!
Bukan sekedar memperbaiki Hb !!
(misalnya dengan transfusi, obat2an hematinik, begitu..)

Bedakan :
Perdarahan karena perlukaan jalan lahir, kontraksi uterus baik.
Perdarahan karena atonia uteri atau sisa plasenta, kontraksi uterus kurang baik.

PENATALAKSANAAN

Terapi terbaik adalah PENCEGAHAN sejak masa antenatal. Tatalaksana anemia dengan
nutrisi / gizi dan obat hematinik, vitamin, mineral. Jika ada faktor risiko, dapat dilakukan
autotransfusi / transfusi homologus (pasien menabung darahnya sendiri untuk digunakan
waktu persalinan).
Pada waktu persalinan, siapkan keperluan untuk resusitasi dan transfusi.

Segera sesudah bayi lahir, injeksi intramuskular ergometrin dan / atau oksitosin untuk
meningkatkan kontraksi uterus (dilakukan juga pada persalinan normal biasa)

HATI-HATI pada kehamilan gemelli / kembar yang tidak diketahui sebelumnya,


pemberian uterotonik setelah bayi lahir dapat menyebabkan terjepit / terperangkapnya
bayi kedua yang masih berada di dalam.

URUTAN / SISTEMATIKA TINDAKAN PADA KASUS


PERDARAHAN PASCAPERSALINAN

1. segera sesudah bayi lahir, injeksi intramuskular ergometrin dan / atau oksitosin untuk
meningkatkan kontraksi uterus (dilakukan juga pada persalinan normal biasa)

2. jika terjadi perdarahan, sementara plasenta belum lahir (paling lama 30 menit sesudah
bayi lahir), lakukan manuver aktif untuk mengeluarkan plasenta (dianjurkan cara Brandt-
Andrews atau manual - lihat kuliah pimpinan persalinan normal)

3. jika terdapat sisa plasenta yang sulit dikeluarkan (retensio / inkreta / akreta / perkreta
dsb), sementara perdarahan berjalan terus, mulai dipikirkan pertimbangan untuk
laparotomi / histerektomi.

4. usaha untuk menghentikan perdarahan sementara, dapat dengan kompresi bimanual


dan massage (Eastman / Dickinson).

5. Dapat juga dilakukan pemasangan tampon uterovaginal, dengan kasa gulung panjang
yang dipasang padat memenuhi uterus sampai vagina, dipertahankan selama 12-24 jam.

6. jika akhirnya diputuskan tindakan laparotomi, lakukan ikatan arterii hipogastrika kanan
dan kiri, serta, alternatif terakhir, histerektomi

Untuk histerektomi, HARUS diyakini benar bahwa perdarahan berasal dari sisa
implantasi plasenta atau dari dinding uterus, bukan dari robekan / perlukaan jalan lahir
lainnya atau dari gangguan hematologi lainnya.
TP PANJANG. Tali pusat yang panjang lebih memungkinkan untuk terjadinya tali pusat
menumbung, yaitu talipusatnya keluar/nongol duluan (prolapse), lilitan TP dileher, badan
atau kaki. Kondisi2 ini dapat menyebabkan penekanan TP sehingga dapat menyebabkan
gawat janin (fetal distress) bahkan kematian janin.

Read more: http://www.drdidispog.com/2008/08/kelainan-panjangnya-tali-


pusat.html#ixzz1AsghYIaR

You might also like