Professional Documents
Culture Documents
1. Al-Zarqali 1029–1087
Semua robot yang ditemukan peradaban Islam lewat Al-Jazari sungguh sangat
mencengangkan. ”Tak mungkin mengabaikan hasil karya Al-Jazari yang begitu penting.
Dalam bukunya, ia begitu detail memaparkan instruksi untuk mendesain, merakit, dan
membuat sebuah mesin,” ungkap sejarawan Inggris, Donald R Hill, dalam tulisannya
berjudul, Studies in Medieval Islamic Technology.
Sejarawan lainnya yang terpesona dengan risalah penemuan Al-Jazari adalah Lynn
White. ”Jelas sudah bahwa penemu roda gigi pertama adalah Al-Jazari. Barat baru
menemukannya pada 1364 M.” Menurut Lynn, kata gear (roda gigi) baru menjadi
perbendaharaan kata atau istilah dalam desain mesin Eropa pada abad ke-16 M.
Dalam pandangan Donald Hill, tak ada satu pun dokumen yang mampu menandingi
karya Al-Jazari sampai abad modern ini. Menurut dia, risalah penemuan Al-Jazari begitu
kaya akan instruksi mengenai desain, pembuatan, dan perakitan mesin-mesin.
”Al-Jazari tak hanya mampu memadukan teknik-teknik para pendahulunya dari Arab dan
non-Arab, tapi juga dia benar-benar seorang insinyur yang kreatif,’‘ papar Donald Hill yang
begitu mengagumi Al-Jazari. Ketertarikannya atas karya sang insinyur Muslim itu, Donal Hill
pun terpacu dan terdorong untuk menerjemahkan karya Al-Jazari pada 1974.
Ra’is Al-A’mal. Gelar itu ditabalkan para insinyur Muslim di abad ke-13 M kepada Al-
Jazari. Tak heran, jika nama lengkap sang insinyur fenomenal itu adalah Al-Shaykh Rais al-
Amal Badi al-Zaman Abu al-Izz ibn Ismail ibn al-Razzaz al-Jazari. Sedangkan, titel Badi al-
Zaman dan Al-Shaykh yang disandangnya menunjukkan bahwa dia adalah seorang ilmuwan
yang unik, tak tertandingi kehebatannya, menguasai ilmu yang tinggi, serta bermartabat.
Sedangkan, kata Al-Jazari yang melekat pada nama lengkapnya itu menunjukkan
amsalnya. Keluarga Al-Jazari berasal dari Jazirah Ibnu Umar di Diyar Bakr, Turki. Namun,
hipotesis lainnya menyebutkan bahwa Al-Jazari terlahir di Al-Jazira, sebuah kawasan yang
terletak di sebelah utara Mesopotamia, yakni kawasan di utara Irak dan timur laut Syiria,
tepatnya antara Tigris dan Eufrat.
Seperti halnya sang ayah, Al-Jazari mengabdikan dirinya pada raja-raja dari Dinasti
Urtuq atau Artuqid di Diyar Bakir dari tahun 1174 M sampai 1200 M sebagai ahli teknik.
Semasa hidupnya, Al-Jazari mengalami tiga kali suksesi kepemimpinan di Dinasti Artukid,
yakni Nur al-Din Muhammad ibn Arslan (570 H – 581 H/1174 M – 1185 M); Qutb al-Din
Sukman ibn Muhammad (681 H – 697 H/1185 M – 1200 M); dan Nasir al-Din Mahmud ibn
Muhammad (597 H – 619 H/1200 M – 1222 M).
Karya besar Al-jazari itu disempurnakan oleh Muhammad ibn Yusuf ibn `Uthman al-
Haskafiat pada akhir Syaban 602 H/10 April 1206. Dari catatan Haskapi, saat itu Al-Jazari
sudah tiada. Dari catatan itulah, Al-Jazari diperkirakan wafat pada 602 H/1206 M–beberapa
bulan setelah dia menyelesaikan karyanya.
Bicara soal dunia penerbangan, tak pernah lepas dari tokoh-tokoh semacam
Sir George Cayley, Otto Lilienthal, Santos-Dumont dan Wright Bersaudara. Merekalah yang
dikenal berjasa merintis dunia penerbangan hingga menjelma menjadi industri modern
seperti sekarang ini. Tapi apakah anda tahu bahwa peletak dasar konsep pesawat terbang
pertama adalah seorang ilmuwan Muslim dari Spanyol, Abbas Ibnu Firnas. Dialah orang
pertama dalam sejarah yang melakukan pendekatan sains dalam mempelajari proses
terbang. Ibnu Firnas pun layak disebut sebagai manusia pertama yang terbang, ribuan tahun
sebelum Wright Bersaudara berhasil melakukannya.
Abbas Qasim Ibnu Firnas (di Barat dikenal dengan nama Armen Firman) dilahirkan
pada tahun 810 Masehi di Izn-Rand Onda, Al-Andalus (kini Ronda, Spanyol). Dia dikenal ahli
dalam berbagai disiplin ilmu, selain seorang ahli kimia, ia juga seorang humanis, penemu,
musisi, ahli ilmu alam, penulis puisi, dan seorang penggiat teknologi. Pria keturunan Maroko
ini hidup pada saat pemerintahan Khalifah Umayyah di Andalusia (Spanyol).
Pada tahun 852, di bawah pemerintahan Khalifah Abdul Rahman II, Ibnu Firnas
memutuskan untuk melakukan ujicoba ‘terbang’ dari menara Masjid Mezquita di Cordoba
dengan menggunakan semacam sayap dari jubah yang disangga kayu. Sayap buatan itu
ternyata membuatnya melayang sebentar di udara dan memperlambat jatuhnya, ia pun
berhasil mendarat walau dengan cedera ringan. Alat yang digunakan Ibnu Firnas inilah yang
kemudian dikenal sebagai parasut pertama di dunia.
Keberhasilannya itu tak lantas membuatnya berpuas diri. Dia kembali melakukan
serangkaian penelitian dan pengembangan konsep serta teori yang ia adopsi dari gejala-
gejala alam yang kerap diperhatikannya.
Pada tahun 875, saat usianya menginjak 65 tahun, Ibnu Firnas merancang dan membuat
sebuah mesin terbang yang mampu membawa manusia. Setelah versi finalnya berhasil
dibuat, ia sengaja mengundang orang-orang Cordoba untuk turut menyaksikan
penerbangan bersejarahnya di Jabal Al-‘Arus (Mount of the Bride) di kawasan Rusafa,
dekat Cordoba.
Penerbangan yang disaksikan secara luas oleh masyarakat itu terbilang sangat sukses.
Sayangnya, karena cara meluncur yang kurang baik, Ibnu Firnas terhempas ke tanah
bersama pesawat layang buatannya. Dia pun mengalami cedera punggung yang sangat
parah. Cederanya inilah yang membuat Ibnu Firnas tak berdaya untuk melakukan ujicoba
berikutnya.
Kecelakaan itu terjadi karena Ibnu Firnas lalai memperhatikan bagaimana burung
menggunakan ekor mereka untuk mendarat. Dia pun lupa untuk menambahkan ekor pada
model pesawat layang buatannya. Kelalaiannya inilah yang mengakibatkan dia gagal
mendaratkan pesawat ciptaannya dengan sempurna.
Cedera punggung yang tak kunjung sembuh mengantarkan Ibnu Firnas pada proyek-proyek
penelitian di laboratorium. Seperti biasanya, ia meneliti gejala-gejala alam di antaranya
mempelajari mekanisme terjadinya halilintar dan kilat, menentukan tabel-tabel
astronomis, dan merancang jam air yang disebut Al-Maqata. Ibnu Firnas pun berhasil
mengembangkan formula untuk membuat gelas dari pasir. Juga mengembangkan peraga
rantai cincin yang digunakan untuk memperlihatkan pergerakan planet-planet dan
bintang-bintang.
Yang tak kalah menariknya, Firnas berhasil mengembangkan proses pemotongan batu
kristal, yang pada saat itu hanya orang-orang Mesir yang mampu melakukannya. Berkat
penemuannya ini, Spanyol saat itu tidak perlu lagi mengekspor quartz ke Mesir, tapi bisa
diselesaikan sendiri di dalam negeri. Salah satu penemuannya yang terbilang amat penting
adalah pembuatan kaca silika serta kaca murni tak berwarna. Ibnu Firnas juga dikenal
sebagai ilmuwan pertama yang memproduksi kaca dari pasir dan batu-batuan. Kejernihan
kaca atau gelas yang diciptakannya itu mengundang decak kagum penyair Arab, Al-Buhturi
(820 M – 897 M).
Abbas Ibnu Firnas wafat pada tahun 888, dalam keadaan berjuang menyembuhkan cedera
punggung yang diderita akibat kegagalan melakukan ujicoba pesawat layang buatannya.
Walaupun percobaan terbang menggunakan sepasang sayap dari bulu dan rangka kayu
tidak berhasil dengan sempurna, namun gagasan inovatif Ibnu Firnas kemudian dipelajari
Roger Bacon 500 tahun setelah Firnas meletakkan teori-teori dasar pesawat terbangnya.
Kemudian sekitar 200 tahun setelah Bacon (700 tahun pascaujicoba Ibnu Firnas), barulah
konsep dan teori pesawat terbang dikembangkan.
Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa gegap gempitanya industri pesawat terbang
modern seperti saat ini, tidak lepas dari perjuangan seorang Ibnu Firnas yang rela babak
belur untuk sekadar melayang sebentar layaknya burung terbang.
Sosok Abbas Ibnu Firnas, kini hanya bisa kita temui tercetak di atas sebuah prangko buatan
Libia, menjelma pada sosok patung dan nama lapangan terbang di Baghdad, dan abadi di
salah satu kawah permukaan Bulan.
Ilmu Logika Al-Farabi memiliki pengaruh yang besar bagi para pemikir Eropa
Second teacher alias mahaguru kedua. Begitulah Peter Adamson pengajar filsafat di King’s
College London, Inggris, menjuluki Al-Farabi sebagai pemikir besar Muslim pada abad
pertengahan. Dedikasi dan pengabdiannya dalam filsafat dan ilmu pengetahuan telah
membuatnya didaulat sebagai guru kedua setelah Aristoteles: pemikir besar zaman Yunani.
Sosok dan pemikiran Al-Farabi hingga kini tetap menjadi perhatian dunia. Dialah filosof
Islam pertama yang berhasil mempertalikan serta menyelaraskan filsafat politik Yunani
klasik dengan Islam. Sehingga, bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu.
Pemikirannya begitu berpengaruh besar terhadap dunia Barat.
Ilmu Logika Al-Farabi memiliki pengaruh yang besar bagi para pemikir Eropa,” ujar Carra de
Vaux. Tak heran, bila para intelektual merasa berutang budi kepada Al-Farabi atas ilmu
pengetahuan yang telah dihasilkannya. Pemikiran sang mahaguru kedua itu juga begitu
kental mempengaruhi pikiran-pikiran Ibnu Sina dan Ibnu Rush. Al-Farabi atau Barat
mengenalnya dengan sebutan Alpharabius memiliki nama lengkap Abu Nasr Muhammad
ibn al-Farakh al-Farabi.
”Ilmu Logika Al-Farabi memiliki pengaruh yang besar bagi para pemikir Eropa,” ujar Carra
de Vaux. Tak heran, bila para intelektual merasa berutang budi kepada Al-Farabi atas ilmu
pengetahuan yang telah dihasilkannya. Pemikiran sang mahaguru kedua itu juga begitu
kental mempengaruhi pikiran-pikiran Ibnu Sina dan Ibnu Rush. Al-Farabi atau Barat
mengenalnya dengan sebutan Alpharabius memiliki nama lengkap Abu Nasr Muhammad
ibn al-Farakh al-Farabi.
Tak seperti Ibnu Khaldun yang sempat menulis autobiografi, Al-Farabi tidak menulis
autobiografi dirinya.
Tak ada pula sahabatnya yang mengabadikan latar belakang hidup sang legenda itu,
sebagaimana Al-Juzjani mencatat jejak perjalanan hidup gurunya Ibnu Sina. Tak heran, bila
muncul beragam versi mengenai asal-muasal Al-Farabi. Ahli sejarah Arab pada abad
pertengahan, Ibnu Abi Osaybe’a, menyebutkan bahwa ayah Al-Farabi berasal dari Persia.
Mohammad Ibnu Mahmud Al-Sahruzi juga menyatakan Al-Farabi berasal dari sebuah
keluarga Persia.
Namun, menurut Ibn Al-Nadim, Al-Farabi berasal dari Faryab di Khurasan. Faryab adalah
nama sebuah provinsi di Afganistan. Keterangan itu diperoleh oleh Al-Nadim dari temannya
bernama Yahya ibn Adi yang dikenal sebagai murid terdekat Al-Farabi. Sejumlah ahli sejarah
dari Barat, salah satunya Peter J King juga menyatakan Al-Farabi berasal dari Persia.
Berbeda dengan pendapat para ahli di atas, ahli sejarah abad pertengahan, Ibnu Khallekan,
mengklaim bahwa Al-Farabi lahir di sebuah desa kecil bernama Wasij di dekat Farab
( sekarang Otrar berada di Kazakhstan). Konon, ayahnya berasal dari Turki. Menurut
Encyclopaedia Britannica, Al-Farabi juga berasal dari Turki atau Turki Seljuk.
Konon, Al-Farabi lahir sekitar tahun 870 M. Ia menghabiskan masa kanak-kanaknya di Farab.
Di kota yang didominasi pengikut mazhab Syafi’iyah itulah Al-Farabi menempuh pendidikan
dasarnya. Sejak belia, Al-Farabi sudah dikenal berotak encer alias sangat cerdas. Ia juga
memiliki bakat yang begitu besar untuk menguasai hampir setiap subyek yang dipelajari.
Setelah menyelesaikan studi dasarnya, Al-Farabi hijrah ke Bukhara untuk mempelajari ilmu
fikih dan ilmu-ilmu lainnya. Ketika itu, Bukhara merupakan ibu kota dan pusat intelektual
serta religius Dinasti Samaniyah yang menganggap dirinya sebagai bangsa Persia. Saat itu
Bukhara dipimpin Nashr ibn Ahmad (874-892). Pada masa itulah Al-Farabi mulai berkenalan
dengan bahasa dan budaya serta filsafat Persia. Di kota lautan pengetahuan itu pula Al-
Farabi muda mengenal dan mempelajari musik. 936.
Dia sempat menjadi seorang qadhi. Setelah melepaskan jabatan qadhi-nya, Al-Farabi hijrah
ke Merv untuk mendalami logika Aristotelian serta filsafat. Guru utama filsafatnya adalah
Yuhanna ibn Hailan, seorang Kristen. Dari Ibnu Hailan-lah dia mulai bisa membaca teks-teks
dasar logika Aristotelian, termasuk Analitica Posteriora yang belum pernah dipelajari
seorang Muslim pun sebelumnya.
Beberapa tahun sebelum kitab-kitab Aristoteles diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Al-
Farabi telah menguasai bahasa Syria dan Yunani. Pada 901 M, bersama sang guru, Al-Farabi
dia mengembara ke Baghdad yang saat itu menjadi kota metropolis intelektual pada abad
pertengahan. Ketika kekhalifahan Al-Muqtadir (908-932), berkuasa, Al-Farabi sempat pula
pergi ke Konstantinopel untuk memperdalam filsafat dan singgah di Harran. Ketika 910-920
M, Al-Farabi kembali ke Baghdad. Di negeri 1001 malam itu, dia terus mengembangkan
ketertarikannya untuk menggali dan mempelajari alam semesta dan manusia.
Ketertarikannya pada dua hal itu membuatnya tertarik untuk menggali filsafat kuno
terutama filsafat Plato dan Aristoteles.
Akhir tahun 942 M, hengkang dari Baghdad ke Damaskus, karena situasi politik yang
memburuk. Selama dua tahun tinggal di Damaskus, pada siang hari Al-Farabi bekerja
sebagai penjaga kebun. Sedangkan pada malam hari dia membaca dan menulis karya-karya
filsafat. Ia sempat pula hijrah ke Mesir dan lalu kembali lagi ke Damaskus pada 949 M.
Ketika tinggal di Damaskus untuk yang kedua kalinya, Al-Farabi mendapat perlindungan dari
putra mahkota penguasa baru Siria, Saif al-Daulah. Saif al-Daulah sangat terkesan dengan
Al-Farabi karena kemampuannya dalam bidang filsafat, bakat musiknya serta
penguasaannya atas berbagai bahasa.
Ratusan kitab telah dihasilkan Al-Farabi. Kehidupan sufi yang dijalaninya membuatnya tetap
hidup sederhana dengan pikiran dan waktu yang tetap tercurah untuk karir filsafatnya. Ia
tutup usia di Damaskus pada 970 M. Amir Sayf ad-Dawla kemudian membawa jenazahnya
dan menguburkannya di Damaskus. Ia dimakamkan di pemakaman Bab as-Saghir yang
terletak di dekat makam Muawiyah, yang merupakan pendiri dinasti Ummayah.
Menurut Al-Farabi, Tuhan mengetahui bahwa Ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik-
baiknya. Al-Farabi mengungkapkan bahwa Tuhan itu Esa karena itu yang keluar dari-Nya
juga harus satu wujud. Sedangkan mengenai kenabian ia mengungkapkan bahwa kenabian
adalah sesuatu yang diperoleh nabi yang tidak melalui upaya mereka. Jiwa para nabi telah
siap menerima ajaran-ajaran Tuhan.
Sementara itu, menurut Al-Farabi, manusia memiliki potensi untuk menerima bentuk-
bentuk pengetahuan yang terpahami (ma’qulat) atau universal-universal. Potensi ini akan
menjadi aktual jika ia disinari oleh ‘intelek aktif’. Pencerahan oleh ‘intelek aktif’
memungkinkan transformasi serempak intelek potensial dan obyek potensial ke dalam
aktualitasnya. Al-Farabi menganalogkan hubungan antara akal potensial dengan ‘akal aktif’
seperti mata dengan matahari.
Menurutnya, mata hanyalah kemampuan potensial untuk melihat selama dalam kegelapan,
tapi dia menjadi aktual ketika menerima sinar matahari. Bukan hanya obyek-obyek indrawi
saja yang bisa dilihat, tapi juga cahaya dan matahari yang menjadi sumber cahaya itu
sendiri. Terkait filsafat kenegaraan, Al-Farabi membagi negara ke dalam lima bentuk.
Pertama ada negara utama (al-madinah al-fadilah). Inilah negara yang penduduknya berada
dalam kebahagiaan. Bentuk negara ini dipimpin oleh para nabi dan dilanjutkan oleh para
filsuf. Kedua negara orang-orang bodoh (al-madinah al-jahilah). Inilah negara yang
penduduknya tidak mengenal kebahagiaan.
Ketiga negara orang-orang fasik. Inilah negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan,
tetapi tingkah laku mereka sama dengan penduduk negara orang-orang bodoh. Keempat
negara yang berubah-ubah (al-madinah al mutabaddilah). Penduduk negara ini awalnya
mempunyai pikiran dan pendapat seperti yang dimiliki penduduk negara utama, tetapi
mengalami kerusakan. Kelima negara sesat (al-madinah ad-dallah). Negara sesat adalah
negara yang pemimpinnya menganggap dirinya mendapat wahyu. Ia kemudian menipu
orang banyak dengan ucapan dan perbuatannya.
Logika
Al-Farabi adalah ahli logika muslim pertama yang mengembangkan logika no-Aristotelian.
Dia membagai logika ke dalam dua kelompok, pertama idea dan kedua bukti.
Musik
Selain seorang ilmuwan, Al-Farabi juga seorang seniman. Dia mahir memainkan alat musik
dan menciptakan beragam instrumen musik dan sistem nada Arab yang diciptakannya
hingga kini masih tetap digunakan musik Arab. Dia juga berhasil menulis Kitab Al-Musiqa –
sebuah buku yang mengupas tentang musik. Bagi Al-Farabi, musik juga menjadi sebuah alat
terapi.
Fisika
Farabi juga dikenal sebagai ilmuwan yang banyak menggali pengetahuan tentang eksistensi
alam dalam fisika.
Psikologi
Social Psychology and Model City merupakan risalat pertama Al-Farabi dalam bidang
psikologi sosial. Dia menyatakan bahwa, ”Seorang individu yang terisolasi tak akan bisa
mencapai kesempurnaan dengan dirinya sendiri, tanpa bantuan dari orang lain.”
Kerja keras dan keseriusannya dalam mengkaji dan mengeksplorasi beragam aspek tentang
India, Al-Biruni pun dinobatkan sebagai ‘Bapak Indologi’ — studi tentang India. Tak cuma
itu, ilmuwan dari Khawarizm, Persia itu juga dinobatkan sebagai ‘Bapak Geodesi’. Di era
keemasan Islam, Al-Biruni ternyata telah meletakkan dasar-dasar satu cabang keilmuan
tertua yang berhubungan dengan lingkungan fisik bumi.
Selain itu, Al-Biruni juga dinobatkan sebagai ‘Antropolog pertama’ di seantero jagad.
Sebagai ilmuwan yang menguasai beragam ilmu, Al-Biruni juga menjadi pelopor dalam
berbagai metode pengembangan sains. Sejarah sains mencatat, ilmuwan yang hidup di era
kekuasaan Dinasti Samanid itu merupakan salah satu pelopor merote saintifik
eksperimental.
Dialah ilmuwan yang bertanggung jawab untuk memperkenalkan metode eksperimental
dalam ilmu mekanik. Al-Biruni juga tercatat sebagai seorang perintis psikologi
eksperimental. Dia juga merupakan saintis pertama yang mengelaborasi eksperimen yang
berhubungan dengan fenomena astronomi. Sumbangan yang dicurahkannya untuk
pengembangan ilmu pengetahuan sungguh tak ternilai.
Al-Biruni pun tak hanya menguasai beragam ilmu seperti; fisika, antropologi, psikologi,
kimia, astrologi, sejarah, geografi, geodesi, matematika, farmasi, kedokteran, serta
filsafat.
Dia juga turun memberikan kontrbusi yang begitu besar bagi setiap ilmu yang dikuasainya
itu. Dia juga mengamalkan ilmu yang dikuasainya dengan menjadi seorang guru yang sangat
dikagumi para muridnya.
Ilmuwan kondang itu bernama lengkap Abu Rayhan Muhammed Ibnu Ahmad Al-Biruni.
Dia terlahir menjelang terbit fajar pada 4 September 973 M di kota Kath – sekarang adalah
kota Khiva – di sekitar wilayah aliran Sungai Oxus, Khwarizm (Uzbekistan). Sejarah masa
kecilnya tak terlalu banyak diketahui. Dalam biografinya, Al-Biruni mengaku sama sekali tak
mengenal ayahnya, hanya sedikit mengenal tentang kakeknya.
Selain menguasai beragam ilmu pengetahuan, Al-Biruni juga fasih sederet bahasa seperti
Arab, Turki, Persia, Sansekerta, Yahudi, dan Suriah. Al-Biruni muda menimba ilmu
matematika dan Astronomi dari Abu Nasir Mansur. Menginjak usia yang ke-20 tahun, Al-
Biruni telah menulis beberapa karya di bidang sains. Dia juga kerap bertukar pikiran dan
pengalaman dengan Ibnu Sina – ilmuwan besar Muslim lainnya yang begitu berpengaruh di
Eropa.
Al-Biruni tumbuh dewasa dalam situasi politik yang kurang menentu. Ketika berusia 20
tahun, Dinasti Khwarizmi digulingkan oleh Emir Ma’mun Ibnu Muhammad, dari Gurganj.
Saat itu, Al-Biruni meminta perlindungan dan mengungsi di Istana Sultan Nuh Ibnu Mansur.
Pada tahun 998 M, Sultan dan Al-Biruni pergi ke Gurgan di Laut Kaspia. Dia tinggal di
wilayah itu selama beberapa tahun.
Selama tinggal di Gurgan, Al-Biruni telah menyelesaikan salah satu karyanya yakni menulis
buku berjudul The Chronology of Ancient Nations. Sekitar 11 tahun kemudian, Al-Biruni
kembali ke Khwarizmi. Sekembalinya dari Gurgan dia menduduki jabatan yang terhormat
sebagai penasehat sekaligus pejabat istana bagi penggati Emir Ma’mun. Pada tahun 1017
M, situasi politik kembali bergolak menyusul kematian anak kedua Emir Ma’mun akibat
pemberontakan.
Khwarizmi pun diinvasi oleh Mahmud Ghazna pada tahun 1017 M. Mahmud lalu membawa
para pejabat Istana Khwarizmi untuk memperkuat kerjaannya yang bermarkas di Ghazna,
Afghanistan. AL-Biruni merupakan salah seorang ilmuwan dan pejabat istana yang ikut
diboyong. Selain itu, ilmuwan lainnya yang dibawa Mahmud ke Ghazna adalah
matematikus, Ibnu Iraq, dan seorang dokter, Ibnu Khammar.
Untuk meningkatkan prestise istana yang dipimpinnya, Mahmud sengaja menarik para
sarjana dan ilmuwan ke Istana Ghazna. Mahmud pun melakukan beragam cara untuk
mendatangkan para ilmuwan ke wilayah kekuasaannya. Ibnu Sina juga sempat menerima
undangan bernada ancaman dari Mahmud agar datang dan mengembangkan pengetahuan
yang dimilikinya di istana Ghazna.
Pada tahun 1017 M hingga 1030 M, Al-Biruni mendapat kesempatan untuk melancong ke
India. Selama 13 tahun, sang ilmuwan Muslim itu mengkaji tentang seluk beluk India hingga
melahirkan apa yang disebut indologi atau studi tentang India. Di negeri Hindustan itu, Al-
Biruni mengumpulkan beragam bahan bagi penelitian monumental yang dilakukannya. Dia
mengorek dan menghimpun sejarah, kebiasaan, keyakian atau kepecayaan yang dianut
masyarakat di sub-benua India.
Selama hidupnya, dia juga menghasilkan karya besar dalam bidang astronomi lewat
Masudic Canon yang didedikasikan kepada putera Mahmud bernama Ma’sud. Atas
karyanya itu, Ma’sud menghadiahkan seekor gajah yang bermuatan penuh dengan perak.
Namun, Al-Biruni mengembalikan hadiah yang diterimanya itu ke kas negara.
Sebagai bentuk penghargaan, Ma’sud juga menjamin Al-Biruni dengan uang pensiun yang
bisa membuatnya tenang beristirahat serta terus mengembangkan ilmu pengetahuan. Dia
juga berhasil menulis buku astrologi berjudul The Elements of Astrology. Selain itu, sang
ilmuwan itu pun menulis sederet karya dalam bidang kedokteran, geografi, serta fisika. Al-
Biruni wafat di usia 75 tahun tepatnya pada 13 Desember 1048 M di kota Ghazna. Untuk
tetap mengenang jasanya, para astronom mengabadikan nama Al-Biruni di kawah bulan.
”Dia telah menulis risalah tentang astrolabe serta memformulasi tabel astronomi untuk
Sultan Ma’sud,”papar Will Durant tentang kontribusi Al-Biruni dalam bidang astronomi.
Selain itu, Al-Biruni juga telah berjasa menuliskan risalah tentang planisphere dan armillary
sphere. Al-Biruni juga menegaskan bahwa bumi itu itu berbentuk bulat.
Al-Biruni tercatat sebagai astronom yang melakukan percobaan yang berhubungan dengan
penomena astronomi. Dia menduga bahwa Galaksi Milky Way (Bima Sakti) sebagai kupulan
sejumlah bintang. Pada 1031 M, dia merampungkan ensiklopedia astronomi yang sangat
panjang berjudul Kitab Al-Qanun Al Mas’udi.
Astrologi
Dia merupakan ilmuwan yang pertama kali membedakan istilah astronomi dengan astrologi.
Hal itu dilakukannya pada abad ke-11 M. Dia juga menghasilkan beberapa karya yang
penting dalam bidang astrologi.
Ilmu,Bumi
Al-Biruni juga menghasilkan sejumlah sumbangan bagi pengembangan Ilmu Bumi. Atas
perannya itulah dia dinobatkan sebagai ‘Bapak Geodesi’. Dia juga memberi kontribusi
signifikan dalam kartografi, geografi, geologi, serta mineralogi.
Kartografi
Kartografi adalah ilmu tentang membuat peta atau globe. Pada usia 22 tahun, Al-Biruni
telah menulis karya penting dalam kartografi, yakni sebuah studi tentang proyeksi
pembuatan peta.
Geodesi,danGeografi
Pada usia 17 tahun, Al-Biruni sudah mampu menghitung garis lintang Kath Khawarzmi
dengan menggunakan ketinggian matahari. ”Kontribusi penting dalam geodesi dan geografi
telah dibuat disumbangkan Al-Biruni. Dia telah memperkenalkan teknik mengukur bumi dan
jaraknya menggunakan triangulasi,” papar John J O’Connor dan Edmund F Robertson dalam
MacTutor History of Mathematics.
Geologi
Al-Biruni juga telah menghasilkan karya dalam bidang geologi. Salah satunya, dia menulis
tentang geologi India.
Mineralogi
Dalam kitabnya berjudul Kitab al-Jawahir atau Book of Precious Stones, Al-Biruni
menjelaskan beragam mineral. Dia mengklasifikasi setiap mineral berdasarkan warna, bau,
kekerasan, kepadatan, serta beratnya.
Metode,Sains
Al-Biruni juga berperan dalam memperkenalkan metode saintifik dalam setiap bidang yang
dipelajarinya. Salah satu contohnya, dalam Kitab al-Jamahir dia tergolong ilmuwan yang
sangat eksperimental.
Optik
Dalam bidang optik, Al-Biruni termasuk ilmuwan yang pertama bersama Ibnu Al-Haitham
yang mengkaji dan mempelajari ilmu optik. Dialah yang pertama menemukan bahwa
kecepatan cahaya lebih cepat dari kecepatan suara.
Antropologi
Dalam ilmu sosial, Biruni didapuk sebagai antropolog pertama di dunia. Ia menulis secara
detail studi komparatif terkait antropologi manusia, agama, dan budaya di Timur Tengah,
Mediterania, serta Asia Selatan. Dia dipuji sejumlah ilmuwan karena telah mengembangkan
antropologi Islam. Dia juga mengembangkan metodelogi yang canggih dalam studi
antropologi.
Psikologi,Eksperimental
Al Biruni tercatat sebagai pelopor psikologi eksperimental lewat penemuan konsep reaksi
waktu.
Sejarah
Pada usia 27 tahun, dia menulis buku sejarah yang diberi judul Chronology. Sayangnya buku
itu kini telah hilang. Dalam kitab yang ditulisnya Kitab fi Tahqiq ma li’l-Hind atau Penelitian
tentang India, Al-Biruni telah membedakan antara menode saintifik dengan metode historis.
Indologi
Dia adalah ilmuwan pertama yang mengkaji secara khusus tentang India hingga melahirkan
indologi atau studi tentang India.
Matematika
Dia memberikan sumbangan yang signifikan bagi pengembangan matematika, khususnya
dalam bidang teori dan praktik aritmatika, bilangan irasional, teori rasio, geometri dan
lainnya.
6. IBNU KHALDUN, BAPAK EKONOMI DAN SISIOLOGI
Dunia mendaulatnya sebagai `Bapak Ekonomi & Sosiologi Islam’. Sebagai salah
seorang pemikir hebat dan serba bisa sepanjang masa, buah pikirnya amat berpengaruh.
Sederet pemikir Barat terkemuka, seperti Georg Wilhelm Friedrich Hegel, Robert Flint,
Arnold J Toynbee, Ernest Gellner, Franz Rosenthal, dan Arthur Laffer mengagumi
pemikirannya.
Tak heran, pemikir Arab, NJ Dawood menjulukinya sebagai negarawan, ahli hukum,
sejarawan dan sekaligus sarjana. Dialah Ibnu Khaldun, penulis buku yang melegenda, Al-
Muqaddimah. Ilmuwan besar yang terlahir di Tunisia pada 27 Mei 1332 atau 1 Ramadhan
732 H itu memiliki nama lengkap Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad Ibn Khaldun Al-
Hadrami Al-Ishbili. Nenek moyangnya berasal dari Hadramaut (Yaman) yang bermigrasi ke
Seville (Spanyol) pada abad ke-8 M, setelah semenanjung itu ditaklukan Islam.
Setelah Spanyol direbut penguasa Kristen, keluarga besar Ibnu Khaldun hijrah ke Maroko
dan kemudian menetap di Tunisia. Di kota itu, keluarga Ibnu Khaldun dihormati pihak istana
dan tinggal di lahan milik dinasti Hafsiah. Sejak terlahir ke dunia, Ibnu Khaldun sudah hidup
dalam komunitas kelas atas.
Ibnu Khaldun hidup pada masa peradaban Islam berada diambang degradasi dan
disintegrasi. Kala itu, Khalifah Abbasiyah di ambang keruntuhan setelah penjarahan,
pembakaran, dan penghancuran Baghdad dan wilayah disekitarnya oleh bangsa Mongol
pada tahun 1258, sekitar tujuh puluh lima tahun sebelum kelahiran Ibnu Khaldun.
Guru pertama Ibnu Khaldun adalah ayahnya sendiri. Sejak kecil, ia sudah menghafal Alquran
dan menguasai tajwid. Selain itu, dia juga menimba ilmu agama, fisika, hingga matematika
dari sejumlah ulama Andalusia yang hijrah ke Tunisia. Ia selalu mendapatkan nilai yang
memuaskan dalam semua bidang studi.
Studinya kemudian terhenti pada 749 H. Saat menginjak usia 17 tahun, tanah kelahirannya
diserang wabah penyakit pes yang menelan ribuan korban jiwa. Akibat peristiwa yang
dikenal sebagai Black Death itu, para ulama dan penguasa hijrah ke Maghrib Jauh (Maroko).
Ahmad Syafii Maarif dalam bukunya Ibn Khaldun dalam pandangan Penulis Barat dan Timur
memaparkan, di usia yang masih muda, Ibnu Khaldun sudah menguasi berbagai ilmu Islam
klasik seperti filsafat, tasawuf, dan metafisika. Selain menguasai ilmu politik, sejarah,
ekonomi serta geografi, di bidang hukum, ia juga menganut madzhab Maliki.
Sejak muda, Ibnu Khaldun sudah terbiasa berhadapan dengan berbagai intrik politik. Pada
masa itu, Afrika Utara dan Andalusia sedang diguncang peperangan. Dinasti-dinasti kecil
saling bersaing memperebutkan kekuasaan, di saat umat Islam terusir dari Spanyol. Tak
heran, bila dia sudah terbiasa mengamati fenomena persaingan keras, saling menjatuhkan,
saling menghancurkan.
Di usianya yang ke-21, Ibnu Khaldun sudah diangkat menjadi sekretaris Sultan Al-Fadl dari
Dinasti Hafs yang berkedudukan di Tunisia. Dua tahun kemudian, dia berhenti karena
penguasa yang didukungnya itu kalah dalam sebuah pertempuran. Ia lalu hijrah ke
Baskarah, sebuah kota di Maghrib Tengah (Aljazair).
Ia berupaya untuk bertemu dengan Sultan Abu Anam, penguasa Bani Marin dari Fez,
Maroko, yang tengah berada di Maghrib Tengah. Lobinya berhasil. Ibnu Khaldun diangkat
menjadi anggota majelis ilmu pengetahuan dan sekretaris sultan setahun kemudian. Ia
menduduki jabatan itu selama dua kali dan sempat pula dipenjara. Ibnu Khaldun kemudian
meninggalkan negeri itu setelah Wazir Umar bin Abdillah murka.
Dua tahun berselang, jabatan strategis kembali didudukinya. Penguasa Bani Hafs, Abu
Abdillah Muhammad mengangkatnya menjadi perdana menteri sekaligus, khatib dan guru
di Bijayah. Setahun kemudian, Bijayah jatuh ke tangan Sultan Abul Abbas Ahmad, gubernur
Qasanthinah (sebuah kota di Aljazair). Ibnu Khaldun lalu hijrah ke Baskarah.
Ia kemudian berkirim surat kepada Abu Hammu, sultan Tilmisan dari Bani Abdil Wad yang
isinya akan memberi dukungan. Tawaran itu disambut hangat Sultan dan kemudian
memberinya jabatan penting. Iming-iming jabatan itu ditolak Ibnu Khaldun, karena akan
melanjutkan studinya secara otodidak. Ia bersedia berkampanye untuk mendukung Abu
Hammu. Sikap politiknya berubah, tatkala Abu Hammu diusir Sultan Abdul Aziz.
Ibnu Khaldun kemudian berpihak kepada Abdul Aziz dan tinggal di Baskarah. Tak lama
kemudian, Tilmisan kembali direbut Abu Hammu. Ia lalu menyelamatkan diri ke Fez,
Maroko pada 774. Saat Fez jatuh ke tangan Sultan Abul Abbas Ahmad, ia kembali pergi ke
Granada buat yang kedua kalinya. Namun, penguasa Granada tak menerima kehadirannya.
Ia balik lagi ke Tilmisan. Meski telah dikhianati, namun Abu Hammu menerima kehadiran
Ibnu Khaldun. Sejak saat itulah, Ibnu Khaldun memutuskan untuk tak berpolitik praktis lagi.
Ibnu Khaldun lalu menyepi di Qa’lat Ibnu Salamah dan menetap di tempat itu sampai tahun
780 H. Dalam masa menyepinya itulah, Ibnu Khaldun mengarang sejumlah kitab yang
monumental.
Empat tahun kemudian, ia hijrah ke Iskandaria (Mesir) untuk menghindari kekisruhan politik
di Maghrib. Di Kairo, Ibnu Khaldun disambut para ulama dan penduduk. Ia lalu membentuk
halaqah di Al-Azhar. Ia didaulat raja menjadi dosen ilmu Fikih Mazhab Maliki di Madrasah
Qamhiyah. Tak lama kemudian, dia diangkat menjadi ketua pengadilan kerajaan.
Ibnu Khaldun sempat mengundurkan diri dari pengadilan kerajaan, lantaran keluarganya
mengalami kecelakaan. Raja lalu mengangkatnya lagi menjadi dosen di sejumlah madrasah.
Setelah menunaikan ibadah haji, ia kembali menjadi ketua pengadilan dan kembali
mengundurkan diri. Pada 803 H, dia bersama pasukan Sultan Faraj Barquq pergi ke
Damaskus untuk mengusir Timur Lenk, penguasa Mogul.
Berkat diplomasinya yang luar biasa, Ibnu Khaldun malah bisa bertemu Timur Lenk yang
dikenal sebagai penakluk yang disegani. Dia banyak berdiskusi dengan Timur. Ibnu Khaldun,
akhirnya kembali ke Kairo dan kembali ditunjuk menjadi ketua pengadilan kerajaan. Ia tutup
usia pada 25 Ramadhan 808 H di Kairo. Meski dia telah berpulang enam abad yang lalu,
pemikiran dan karya-karyanya masih tetap dikaji dan digunakan hingga saat ini.
Setelah mundur dari percaturan politik praktis, Ibnu Khaldun bersama keluarganya menyepi
di Qal’at Ibn Salamah istana yang terletak di negeri Banu Tajin selama empat tahun. Selama
masa kontemplasi itu, Ibnu Khaldun berhasil merampungkan sebuah karya monumental
yang hingga kini masih tetap dibahas dan diperbincangkan.
`’Dalam pengunduran diri inilah saya merampungkan Al-Muqaddimah, sebuah karya yang
seluruhnya orisinal dalam perencanaannya dan saya ramu dari hasil penelitian luas yang
terbaik,” ungkap Ibnu Khaldun dalam biografinya yang berjudul Al-Ta’rif bi Ibn-Khaldun wa
Rihlatuhu Gharban wa Sharqan.
Buah pikir Ibnu Khaldun itu begitu memukau. Tak heran, jika ahli sejarah Inggris, Arnold J
Toynbee menganggap Al-Muqaddimah sebagi karya terbesar dalam jenisnya sepanjang
sejarah.
Menurut Ahmad Syafii Ma’arif, salah satu tesis Ibnu Khaldun dalam Al-Muqaddimah yang
sering dikutip adalah: `’Manusia bukanlah produk nenek moyangnya, tapi adalah produk
kebiasaan-kebiasaan sosial.” Secara garis besar, Tarif Khalidi dalam bukunya Classical Arab
Islam membagi Al-Muqaddimah menjadi tiga bagian utama .
Pertama,
Pasalnya, seluruh bangunan teorinya tentang ilmu sosial, kebudayaan, dan sejarah termuat
dalam kitab itu. Dalam buku itu Ibnu Khaldun diantara menyatakan bahwa kajian sejarah
haruslah melalui pengujian-pengujian yang kritis.
`’Di tangan Ibnu Khaldun, sejarah menjadi sesuatu yang rasional, faktual dan bebas dari
dongeng-dongeng,” papar Syafii Ma’arif. Bermodalkan pengalamannya yang malang-
melintang di dunia politik pada masanya, Ibnu Khaldun mampu menulis Almuqaddimah
dengan jernih. Dalam kitabnya itu, Ibnu Khaldun juga membahas peradaban manusia,
hukum-hukum kemasyarakatan dan perubahan sosial.
Menurut Charles Issawi dalam An Arab Philosophy of History, lewat Al-Muqaddimah, Ibnu
Khaldun adalah sarjana pertama yang menyatakan dengan jelas, sekaligus menerapkan
prinsip-prinsip yang menjadi dasar sosiologi. Salah satu prinsip yang dikemukakan Ibnu
Khaldun mengenai ilmu kemasyarakatan antara lain; `’Masyarakat tidak statis, bentuk-
bentuk soisal berubah dan berkembang.”
Pemikiran Ibnu Khaldun telah memberi pengaruh yang besar terhadap para ilmuwan Barat.
Jauh, sebelum Aguste Comte pemikir yang banyak menyumbang kepada tradisi
keintelektualan positivisme Barat metode penelitian ilmu pernah dikemukakan pemikir
Islam seperti Ibnu Khaldun (1332-1406).
Ibnu Khaldun juga banyak memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu ekonomi. Tak
heran, bila dia juga dijuluki sebagai `Bapak Ekonomi’.
Gagasan dan pemikiran tentang ekonomi Ibnu Khaldun telah mengilhami sejumlah ekonom
terkemuka. Empat abad setelah Ibnu Khaldun berpulang, pemikirannya tentang ekonomi
muncul kembali melalui Adam Smith serta David Ricardo.
Setelah itu, Karl Marx serta John Maynard Keynes juga banyak menyerap pemikiran Ibnu
Khaldun. Salah satu pengaruh pemikiran Ibnu Khaldun yang diadopsi Karl Marx antara lain,
mengenai dialektika yang saling mempengaruhi antara pemikiran dan dasar material. Selain
itu, mengenai beberapa cara spesifik variabel ekonomi, khususnya dengan peran tenaga
kerja dalam hubungan sosial.
Ibnu Khaldun begitu menghormati tenaga kerja sebagai salah satu dari dasar utama
masyarakat dan diskusi tentang profit sebagai nilai yang didapat dari pekerjaan manusia.
Pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun menggabungkan hablum minallah dan hablum minnanas.
Ia mendefinisikan ekonomi secara sosial sebagai aktivitas ekonomi yang dipengaruhi oleh
interaksi sosial dan sebaliknya mereka mempengaruhinya. Prespektif tersebut digunakan
Ibn Khaldun dalam menganalisis nilai pekerja manusia, dalam arti mata pencaharian dan
stratifikasi ekonomi sosial. Ibnu Khaldun juga berpendapat bahwa organisasi sosial adalah
‘sesuatu yang diperlukan’ bagi usaha manusia dan keinginannya untuk hidup dan bertahan
hidup ‘dengan bantuan makanan’. Untuk mencapai tujuan ini kemampuan individu saja
tidaklah cukup.
Dalam Al-Muqqadimah, Ibnu Khaldun juga memberikan keutamaan, bukan eksklusif, posisi
faktor ekonomi dalam sejarah. Aktivitas intelektual dari manusia, seni dan ilmu
pengetahuan, sikap dan perilaku moralnya, gaya hidup dan selera, standar kehidupan dan
adat didefinisikan Ibnu Khaldun melalui derajat atau tingkatan produksi.
Seorang tokoh besar yang dikenal sebagai “the father of modern chemistry”.
Jabir Ibn Hayyan (keturunan Arab, walaupun sebagian orang menyebutnya keturunan Persia),
merupakan seorang muslim yang ahli dibidang kimia, farmasi, fisika, filosofi dan astronomi.
Jabir Ibn Hayyan (yang hidup di abad ke-7) telah mampu mengubah persepsi tentang
berbagai kejadian alam yang pada saat itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat
diprediksi, menjadi suatu ilmu sains yang dapat dimengerti dan dipelajari oleh manusia.
Jabir Ibn Hayyan-lah yang menemukan asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, asam asetat,
tehnik distilasi dan tehnik kristalisasi. Dia juga yang menemukan larutan aqua regia (dengan
menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas.
Jabir Ibn Hayyan mampu mengaplikasikan pengetahuannya di bidang kimia kedalam proses
pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan karat. Dia jugalah yang pertama
mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca.
Jabir Ibn Hayyan juga pertama kali mencatat tentang pemanasan wine akan menimbulkan
gas yang mudah terbakar. Hal inilah yang kemudian memberikan jalan bagi Al-Razi untuk
menemukan etanol.
Jika kita mengetahui kelompok metal dan non-metal dalam penggolongan kelompok
senyawa, maka lihatlah apa yang pertamakali dilakukan oleh Jabir. Dia mengajukan tiga
kelompok senyawa berikut:
1) “Spirits“ yang menguap ketika dipanaskan, seperti camphor, arsen dan amonium klorida.
2) “Metals” seperti emas, perak, timbal, tembaga dan besi; dan
3) “Stones” yang dapat dikonversi menjadi bentuk serbuk.
“The first essential in chemistry, is that you should perform practical work and conduct
experiments, for he who performs not practical work nor makes experiments will never
attain the least degree of mastery.”
Ilmu kimia kini telah berkembang begitu pesat. Barat mampu mengembangkan ilmu
tersebut untuk meraih berbagaikemajuan. Meski sebenarnya, pada mulanya ilmu kimia
dirintis oleh putra terbaik Islam dalam bidang tersebut, yaitu Abu Musa Jabir Ibn Hayyan,
yang di negeri Barat lebih akrab dipanggil dengan sebutan Ibnu Geber. Jabir lahir pada 766
M di Kuffah, Irak. Ayahnya adalah ahli obat. Ia pernah mendapatkan bimbingan dari Imam
Ja’far Sadiq dan seorang pangeran dari Bani Ummayah, Khalid Ibn Yazid.
Dalam usia yang belia, ia telah menguasai ilmu pengobatan dengan bimbingan gurunya,
Barmaki Vizir yang hidup pada zaman Dinasti Abbasiyah di bawah kekuasaan Harun Al-
Rasyid. Ia pernah bekerja di laboratorium dekat Bawwabah di Damaskus. Dalam melakukan
berbagai eksperimen ia menggunakan instrumen yang dibuatnya sendiri, yang berasal dari
logam, tumbuhan, dan hewan. Setelah beberapa lama di Damaskus, kemudian ia kembali ke
tanah kelahirannya, Kuffah.
Berbagai eksperimen telah ia lakukan menggunakan teknik yang menakjubkan dalam bidang
kimia yang kini menjadi dasar dalam mengembangkan ilmu kimia modern. Di antaranya
adalah kristalisasi, distilisasi/penyulingan, kalsinasi, dan sublimasi.
Jabir ibnu Hayyan juga membuat instrumen pemotong, pelebur, dan pengkristal. Jabir
menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan,pencairan, kristalisasi, pembuatan
kapur, penyulingan, pencelupan, dan pemurnian.
Ia juga meletakkan dasar teori oksidasi-reduksi, selain juga sematan atau fiksasi, dan
amalgamasi., dan oksidasi-reduksi. Semua teknik yang digunakan kala itu kemudian menjadi
dasar pengembangan kimia modern.
Khusus mengenai kalsinasi dan reduksi ia menyatakan bahwa untuk mengembangkan kedua
dasar ilmu itu, pertama yang harus dilakukan adalah mendata kembali dengan metoda-
metoda yang lebih sempurna, yakni metoda penguapan, sublimasi, destilasi, penglarutan,
dan penghabluran. Langkah selanjutnya adalah memodifikasi dan mengoreksi teori
Aristoteles mengenai dasar logam, yang tetap tidak berubah sejak awal abad ke 18 M.
Dalam setiap karyanya, Jabir melaluinya dengan terlebih dahulu melakukan riset dan
eksperimen. Jabir juga telah memberikan sumbangan besar di dunia kimia dengan
menemukan mineral dan asam lainnya.
Terlepas dari kontribusinya meletakkan dasar ilmu kimia, termasuk secara luas
mempersiapkan senyawa baru dan mengembangkan metode kimia, ia juga
mengembangkan sejumlah proses kimia terapan. Tak heran jika kemudian ia menjadi pionir
dalam ilmu terapan. Pencapaian Jabir dalam bidang ini adalah pengembangan logam, besi,
penggunaan mangan dioksida dalam pembuatan gelas, mencegah karat, pelapisan emas. Ia
pun mampu mempermudah dan membuat proses distilasi lebih sistematik Meski secara
pesat Jabir menjadi pionir dalam bidang kimia, ia tak berhenti untuk mengembangkan
ilmunya. Ia kemudian mengembangkan sebuah teori yang disebut teori keseimbangan.
Para ahli kimia modern menyatakan bahwa teori tersebut menjadi terobosan baru dalam
prinsip dan praktik kimia. Dalam teorinya tersebut Jabir berusaha mengkaji keseimbangan
kimiawi yang ada di dalam suatu interaksi zat-zat berdasarkan sistem numerologi, yang
merupakan studi makna mistis dari sesuatu dan pengaruhnya atas hidup manusia, yang ia
terapkan dalam kaitan dengan alfabet 28 huruf Arab untuk memperkirakan proporsi
alamiah dari produk sebagai hasil dari reaktan yang bereaksi. Teori ini memiliki arti esoterik,
karena kemudian menjadi pendahulu penulisan jalannya reaksi kimia. Melalui teori ini
kemudian terurailah proses pembuatan asam anorganik.
Di antaranya adalah hasil penyulingan tawas, amonia khlorida, potasium nitrat dan asam
sulferik. Pelbagai jenis asam diproduksi pada kurun waktu eksperimen kimia yang
merupakan bahan material berharga untuk beberapa proses industrial. Penguraian
beberapa asam terdapat di dalam salah satu manuskripnya berjudul Sandaqal Hikmah atau
rongga dada kearifan. Berdasarkan penelitian terhadap peralatan yang ditemukan di
laboratorium milik Jabir yang telah runtuh, ia rupanya telah mengelompokkan perumusan
tiga tipe berbeda dari zat kimia berdasarkan unsur-unsurnya.
Pertama adalah air yang mempengaruhi penguapan pada proses pemanasan, seperti pada
bahan camphor, arsenik dan amonium klorida. Kedua adalah logam seperti pada emas,
perak, timah, tembaga, besi, dan ketiga adalah senyawa yang dapat dikonversi menjadi
semacam bubuk. Buku-buku karangannya, telah pula diterjemahkan ke dalam bahasa latin
dan
berbagai bahasa Eropa. Terjemahan atas karyanya begitu terkenal di Eropa dan dalam
beberapa abad lamanya menjadi rujukan dalam mengembangkan ilmu kimia. Dan sejumlah
istilah teknis yang dikenalkan oleh Jabir, seperti alkali, hingga sekarang telah diadopsi ke
dalam bahasa Eropa dan menjadi perbendaharaan kata ilmiah di dunia.
Di antara buku yang terkenal dan menjadi rujukan di Eropa adalah Kitab Al-Kimya dan Kitab
Al-Sab’een, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Terjemahan Kitab Al-Kimya
kemudian diterbitkan ilmuwan Inggris, Robert Chester pada 1444, dengan judul The Book of
the Composition of Alchemy sedangkan Kitab Al-Sab’een diterjemahkan oleh Gerard
Cremona. Pada 1678, seorang Inggris lainnya, Richard Russel, mengalihbahasakan karya
Jabir yang lain dengan judul Summa of Perfection. Buku ini menjelaskan mengenai sebuah
reaksi kimia, air raksa (merkuri) dan belerang (sulfur) bersatu membentuk satu produk
tunggal, tetapi adalah salah menganggap bahwa produk ini sama sekali baru dan merkuri
serta sulfur berubah keseluruhannya secara lengkap.
Yang benar adalah bahwa keduanya mempertahankan karakteristik alaminya, dan segala
yang terjadi adalah sebagian dari kedua bahan itu berinteraksi dan bercampur, sedemikian
rupa sehingga tidak mungkin membedakannya secara seksama. Jika dihendaki memisahkan
bagian-bagian terkecil dari dua kategori itu oleh instrumen khusus, maka akan tampak tiap
elemen (unsur) mempertahankan karakteristik teoretisnya. Hasilnya adalah suatu kombinasi
kimiawi antara unsur yang terdapat dalam keadaan keterkaitan permanen tanpa perubahan
karakteristik masing-masing unsur.
Berbeda dengan pengarang sebelumnya, Richard lah yang pertama kali menyebut Jabir
dengan sebutan Geber, dan memuji Jabir sebagai seorang pangeran Arab dan filsuf. Buku ini
kemudian menjadi sangat populer di Eropa selama beberapa abad lamanya. Dan telah pula
memberi pengaruh pada evolusi ilmu kimia modern. Karya lainnya yang telah diterbitkan
adalah Kitab Al Rahmah, Al Tajmi, Al Zilaq al Sharqi, Book of The Kingdom, Book of Eastern
Mercury, dan Book of Balance.
Seluruh karya Jabir ibn Hayyan lebih dari 500 studi kimia, tetapi hanya beberapa yang
sampai pada abad pertengahan. Jabir Ibn Hayyan meninggal pada 803 M di Kuffah. Namun
namanya tetap harum sebagai ilmuwan Muslim yang berprestasi tinggi hingga kini.