Professional Documents
Culture Documents
Latar Belakang
Terkait dengan perdagangan bebas, kesepakatan ASEAN China FTA juga dapat
menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Dampak positif dari perjanjian AC-
FTA tersebut akan dinikmati langsung oleh sektor yang produknya diekspor ke China,
sementara dampak negatif dirasakan oleh produsen dalam negeri yang produknya
sejenis dengan produk impor China, yang dipasarkan di dalam negeri dan memiliki
tingkat daya saing yang relatif kurang kompetitif.
1
Staff Departemen Perdagangan RI
Para kepala negara anggota ASEAN dan China pada tanggal 4 November 2004 di
Phnom Penh, Kamboja telah menandatangani Framework Agreement on
Comprehensive Economic Co-operation between The Association of Southeast Asian
Nations and The People’s Republic of China (ACFTA). Tujuan dari Framework
Agreement AC-FTA tersebut adalah (a) memperkuat dan meningkatkan kerjasama
ekonomi, perdagangan dan investasi kedua pihak; (b) meliberalisasikan perdagangan
barang, jasa dan investasi (c) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama
ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak; (d) memfasilitasi integrasi ekonomi
yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada
di kedua belah pihak. Selain itu, kedua pihak juga menyepakati untuk memperkuat dan
meningkatkan kerjasama ekonomi melalui (a) penghapusan tariff dan hambatan non
tarif dalam perdagangan barang; (b) liberalisasi secara progresif perdagangan jasa; (c)
membangun regim investasi yang kompetitif dan terbuka dalam kerangka ASEAN-China
FTA.
Cakupan produk yang masuk kedalam EHP adalah produk yang masuk kedalam
Chapter 01 s/d 08 yaitu: Hewan hidup (01), Daging dan produk daging dikonsumsi (02),
Ikan (03), Dairy product/Produk susu (04), Produk hewan lainnya (05),Tumbuhan (06),
Sayuran dikonsumsi kecuali jagung manis (07) dan buah-buahan dikonsumsi (08). Jumlah
Kelompok EHP meliputi 530 pos tarif (HS 10 digit). Sementara, produk–produk spesifik
yang ditentukan melalui Kesepakatan Bilateral, antara lain Kopi, Minyak Kelapa/CPO,
Bubuk Kakao (HS 1806.10.00.00), barang dari karet, dan perabotan.
Pada Normal Track programme penurunan tarif bea masuk dimulai sejak tanggal
20 Juli 2005, yang menjadi 0% pada tahun 2010, dengan fleksibilitas pada produk-
Hubungan perdagangan antara Indonesia dengan China sudah terjalin sejak lama.
Dalam lima tahun terakhir (2004-2008), perdagangan Indonesia dengan China
menunjukkan perkembangan yang meningkat sebesar 30,11% pertahun. Total nilai
perdagangan kedua Negara tersebut pada tahun 2004 sebesar 8.706,1 juta US$,
kemudian tahun 2008 meningkat menjadi sebesar 26.883,7 juta US$ yang sebagian
besar (85%) berupa produk non migas.
Selama periode tersebut, neraca perdagangan Indonesia China untuk produk non
migas selalu surplus bagi Indonesia, namun untuk produk non migas sejak tahun 2005
selalu defisit bagi Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa produk non migas dari China
memiliki keunggulan di pasar Indonesia. Dengan diberlakukannya ASEAN China FTA
berbagai kalangan dan khususnya pengusaha merasa khawatir akan membanjirnya
produk China. Kekhawatiran tersebut cukup beralasan mengingat produk China dikenal
memiliki harga murah, sementara sudah banyak beredar produk impor China sebelum
ASEAN-China FTA diberlakukan.
14.95
12.01
7.96
5.50
4.55
3.36
6.66 7.79 7.71
3.96 5.47
3.44
Dalam lima tahun terakhir, ekspor non migas Indonesia ke China menunjukkan
peningkatan. Ekspor tersebut sebagian besar ( 51%) berasal dari 10 kelompok produk
yaitu lemak dan minyak hewan/nabati dan produk disosiasinya; lemak olahan yang
dapat dimakan; malam hewan/malam nabati (HS 15), karet dan barang dari padanya (HS
40), pulp dari kayu atau dari bahan selulosa berserat lainnya; kertas atau kertas karton
yang diputihkan(sisa dan skrap) (HS 47), biji logam, terak dan abu (HS 26), bahan kimia
organik (HS 29), tembaga dan barang dari padanya (HS 74), mesin dan perlengkapan
elektrik serta bagiannya; perekam dan pereproduksi suara; perekam dan pereproduksi
gambar dan suara televisi; dan bagian serta asesoris dari barang tersebut (HS 85),
reaktor nuklir, ketel, mesin dan peralatan mekanis; bagian dari padanya (HS 84), kertas
dan kertas karton; barang dari pulp kertas, dari kertas atau dari kertas karton (HS 48),
dan kayu dan barang dari kayu, arang kayu (HS 44).
Dari kesepuluh kelompok produk tersebut yang nilai ekspornya paling tinggi
adalah kelompok produk lemak dan minyak hewan/nabati dan produk disosiasinya;
lemak olahan yang dapat dimakan; malam hewan/malam nabati (HS 15). Kelompok
produk lemak (HS 15) terdiri dari beberapa sub kelompok, sub kelompok yang paling
menonjol nilai ekspornya adalah minyak mentah dari minyak kelapa sawit & fraksinya
(HS 151110), minyak mentah lainnya (HS 151190) dan minyak mentah dari kernel kelapa
sawit & fraksinya (HS 151321).
2.500
2.000
1.500
1.000
500
-
HS 15 HS 40 HS 47 HS 26 HS 29 HS 74 HS 85 HS 84 HS 48 HS 44
Produk dalam HS 15 (HS 2 digit) jika di break down dalam HS 6 digit, ternyata
yang memiliki nilai ekspor terbesar ke China untuk tahun 2008 adalah HS 1511.90
(fraction of unrefined palm oil, not chemically modified) dengan nilai ekspor sebesar
US$ 1.279 juta, diikuti HS 1511.10 (crude palm oil) dengan nilai ekspor sebesar US$ 240
juta dan HS 1513.21 (crude oil of palm kernel or babassu) dengan nilai impor sebesar
Tabel 1
Perkembangan Ekspor Indonesia Ke China
Tahun 2004-2008 (juta US$)
Dalam lima tahun terakhir (2004-2008) impor Indonesia dari China untuk non
migas menunjukkan peningkatan yang signifikan. Impor tersebut sebagian besar (71%)
berasal dari kelompok produk reaktor nuklir, ketel, mesin dan peralatan mekanis; bagian
dari padanya (HS 84), mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya; perekam dan
pereproduksi suara; perekam dan pereproduksi gambar dan suara televisi; dan bagian
serta asesoris dari barang tersebut (HS 85), besi dan baja (HS 72), barang dari besi dan
baja (HS 73), bahan kimia organik (HS 29), bahan kimia organik, senyawa organik atau
an organik dari logam mulia, dari logam tanah langka, dari unsur radio aktif atau dari
isotop (HS 28), plastik dan barang dari padanya (HS 39), pupuk (HS 31), kapas (HS 52),
Dari 10 kelompok tersebut, produk mesin, peralatan mekanik (HS 84) dan mesin ,
perlengkapan elektrik serta bagiannya; perekam dan pereproduksi suara; perekam dan
pereproduksi gambar dan suara televisi; dan bagian serta asesoris dari barang tersebut
(HS 85) ternyata paling tinggi nilainya dibandingkan dengan kelompok produk lainnya.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka industri dalam negeri yang bakal paling tersaingi
oleh produk-produk dari China adalah kelompok kedua produk tersebut karena selain
nilai impornya paling besar, kecenderungan peningkatan impornyapun tinggi masing-
masing sebesar 51,4% dan 64,4% .
Grafik 3 : Nilai Impor Indonesia dari China Berdasarkan Kelompok Produk Tahun 2008
(juta US$)
3.500,00
3.000,00
2.500,00
2.000,00
1.500,00
1.000,00
500,00
0,00
HS 84 HS 85 HS 72 HS 73 HS 29 HS 28 HS 39 HS 31 HS 52 HS 27
Dalam lima tahun terakhir, peningkatan impor produk dari China pada umumnya
di atas 20% pertahunnya, bahkan untuk kelompok produk HS 84, HS 85, dan produk HS
73 peningkatan impornya lebih dari 50% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa produk-
produk China dimasa yang akan datang berpotensi menjadi ancaman terhadap pasar
domestic untuk produk yang sejenis.
1. Mengevaluasi dan merevisi semua Standar Nasional Indonesia (SNI) yang sudah
kadaluwarsa dan menerapkannya secara wajib dengan terlebih dahulu
menotifikasikan ke WTO.
6. Melakukan harmonisasi tariff bea masuk (BM) pos tariff untuk produk hulu dan
hilir,sehingga diharapkan akan memacu investasi dan daya saing.
Langkah yang telah dilakukan pemerintah terkait dengan hal tersebut antara lain :
a. Pemerintah telah melakukan usulan modifikasi terhadap 228 pos tarif untuk
kelompok industri baja (114 pos tarif), tekstil dan produk tekstil (53 pos tarif) ,
elektronika (7 pos tarif), kimia organik dasar (7 pos tarif), petrokimia (2 pos tarif),
furniture (5 pos tarif), alas kaki (5 pos tarif), produk industri kecil (1 pos tarif),
permesinan (10 pos tarif), kosmetik (1 pos tarif), maritim (22 pos tarif) serta jamu (1
pos tarif) dan melakukan kompensasi terhadap komitmen 127 pos tarif untuk
kelompok industri besi baja (41 pos tarif), tekstil dan produk tekstil (53 pos tarif),
elektronika (7 pos tarif), kimia hulu (9 pos tarif), kimia hilir (7 pos tarif), alas kaki (1
pos tarif), mainan (1 pos tarif), alat perlengkapan olah raga (7 pos tarif), barang jadi
kulit (2 pos tarif) dan kendaraan bermotor (27 pos tarif). Hal ini menunjukkan bahwa
disatu sisi beberapa industri belum siap menghadapai AC-FTA, namun di sisi lain
beberapa industri telah siap menghadapi harmonisasi standar ASEAN.
- Sejumlah 146 pos tarif Normal Track 1 (NT1) yang harus 0% pada tahun 2010
diusulkan menjadi Normal Track 2 (NT2) atau 0% pada tahun 2012.
- Sejumlah 60 pos tarif NT1 yang seharusnya 0% tahun 2010 diusulkan menjadi
Sensitive List (SL) atau 0-18% tahun 2018
- Sejumlah 22 pos tarif yang sudah 0% dalam AC-FTA 2009 dinaikkan menjadi 5%
dan dimasukkan dalam katagori SL.
- Sejumlah 4 pos tarif katagori Highly Sensitive List (HSL) yang seharusnya baru 0-
5% tahun 2020 dimasukkan kedalam katagori SL.
b. Pemerintah telah membentuk tim khusus untuk menanggulangi dampak negatif AC-
FTA serta memperkuat daya tahan pasar domestik.
Kesimpulan