You are on page 1of 11

DAMPAK PENERAPAN ASEAN CHINA FREE TRADE AGREEMENT (AC-FTA)

BAGI PERDAGANGAN INDONESIA

Oleh: Firman Mutakin dan Aziza Rahmaniar Salam 1

Latar Belakang

Menurut teori perdagangan internasional, perdagangan antar negara yang tanpa


hambatan berpeluang memberi manfaat bagi masing-masing negara melalui spesifikasi
produksi komoditas yang diunggulkan masing-masing negara tersebut. Namun dalam
faktanya perdagangan bebas dapat juga menimbulkan dampak negatif, diantaranya
adalah eksploitasi terhadap negara berkembang, rusaknya industri lokal, keamanan
barang menjadi lebih rendah dan sebagainya.

Terkait dengan perdagangan bebas, kesepakatan ASEAN China FTA juga dapat
menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Dampak positif dari perjanjian AC-
FTA tersebut akan dinikmati langsung oleh sektor yang produknya diekspor ke China,
sementara dampak negatif dirasakan oleh produsen dalam negeri yang produknya
sejenis dengan produk impor China, yang dipasarkan di dalam negeri dan memiliki
tingkat daya saing yang relatif kurang kompetitif.

Dengan berlakunya AC-FTA berbagai pengamat memprediksi bahwa produk-


produk yang ekspornya akan meningkat adalah kelompok produk pertanian, antara lain
kelapa sawit, karet dan kopi. Kemudian produk yang diprediksi akan terkena dampak
negatif adalah produk yang pasarnya di dalam negeri, antara lain garmen, elektronik,
sektor makanan, industri baja/besi, dan produk hortikultura.

Kekhawatiran terhadap membanjirnya produk dari China pasca implementasi


AC-FTA timbul karena produk China selain dikenal murah harganya juga sudah banyak
beredar di Indonesia sebelum implementasi AC-FTA. Pendapat tentang dampak negatif
dari AC-FTA juga telah banyak dilontarkan oleh berbagai pihak dan arus menentang
kesepakatan AC-FTA juga telah dilakukan oleh kalangan pelaku usaha.

Merespon kekhawatiran pelaku usaha tersebut, pemerintah telah melakukan


berbagai upaya untuk meminimalisir dampak negatif AC-FTA antara lain dengan
mengusahakan penundaan penerapan kebijakan AC-FTA terhadap beberapa pos tarif,

1
Staff Departemen Perdagangan RI

Economic Review ● No. 218 ● Desember 2009 1


membentuk tim khusus untuk menanggulangi dampak AC-FTA serta melakukan berbagai
upaya untuk memperkuat daya tahan pasar dalam negeri. Sehubungan dengan hal
tersebut, tulisan ini mencoba memetakan kelompok produk-produk Indonesia yang
berpotensi meningkat ekspornya, produk yang tersaingi produk China serta berbagai
upaya yang dilakukan pemerintah terkait dengan AC-FTA.

Kesepakatan Perjanjian ASEAN China FTA (AC-FTA)

Para kepala negara anggota ASEAN dan China pada tanggal 4 November 2004 di
Phnom Penh, Kamboja telah menandatangani Framework Agreement on
Comprehensive Economic Co-operation between The Association of Southeast Asian
Nations and The People’s Republic of China (ACFTA). Tujuan dari Framework
Agreement AC-FTA tersebut adalah (a) memperkuat dan meningkatkan kerjasama
ekonomi, perdagangan dan investasi kedua pihak; (b) meliberalisasikan perdagangan
barang, jasa dan investasi (c) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama
ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak; (d) memfasilitasi integrasi ekonomi
yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada
di kedua belah pihak. Selain itu, kedua pihak juga menyepakati untuk memperkuat dan
meningkatkan kerjasama ekonomi melalui (a) penghapusan tariff dan hambatan non
tarif dalam perdagangan barang; (b) liberalisasi secara progresif perdagangan jasa; (c)
membangun regim investasi yang kompetitif dan terbuka dalam kerangka ASEAN-China
FTA.

Dalam hal penurunan dan penghapusan tariff perdagangan barang, telah


disepakati tiga skenario yaitu: (a) Early Harvest Programme (EHP); (b) Normal Track
Programme; (c) Sensitive dan Highly Sensitive. The Early Harvest Programme (EHP),
tujuannya adalah mempercepat implementasi penurunan tarif produk dimana program
penurunan tarif bea masuk dilakukan secara bertahap dan efektif dimulai pada 1 Januari
2004 bagi produk EHP dan menjadi 0% pada 1 Januari 2006.

Cakupan produk yang masuk kedalam EHP adalah produk yang masuk kedalam
Chapter 01 s/d 08 yaitu: Hewan hidup (01), Daging dan produk daging dikonsumsi (02),
Ikan (03), Dairy product/Produk susu (04), Produk hewan lainnya (05),Tumbuhan (06),
Sayuran dikonsumsi kecuali jagung manis (07) dan buah-buahan dikonsumsi (08). Jumlah
Kelompok EHP meliputi 530 pos tarif (HS 10 digit). Sementara, produk–produk spesifik
yang ditentukan melalui Kesepakatan Bilateral, antara lain Kopi, Minyak Kelapa/CPO,
Bubuk Kakao (HS 1806.10.00.00), barang dari karet, dan perabotan.

Pada Normal Track programme penurunan tarif bea masuk dimulai sejak tanggal
20 Juli 2005, yang menjadi 0% pada tahun 2010, dengan fleksibilitas pada produk-

Economic Review ● No. 218 ● Desember 2009 2


produk yang akan menjadi 0% pada tahun 2012. Adapun produk-produk dalam
kelompok Sensitive, akan dilakukan penurunan tarif mulai tahun 2012, dengan
penjadwalan bahwa maksimun tarif bea masuk 20% pada tahun 2012 dan akan menjadi
0-5% mulai tahun 2018. Produk-produk Highly Sensitive akan dilakukan penurunan tariff
bea masuknya 0-5% pada tahun 2020.

Untuk mendapatkan preferensi penurunan tarif dengan menggunakan ketiga


skenario tersebut disepakati Pengaturan Surat Keterangan Asal Barang (SKA) atau Rules
of Origin (ROO) dengan ketentuan kandungan lokal ASEAN China FTA sebesar 40%
yang secara operasional menggunakan SKA Form E. Penurunan dan penghapusan tarif
bea masuk dalam Perdagangan Bebas ASEAN-China dilakukan melalui proses secara
bertahap atas seluruh produk, hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kepentingan
perlindungan terhadap produk Indonesia yang dianggap belum mampu untuk bersaing
dengan produk negara peserta FTA.

Neraca Perdagangan Indonesia China

Hubungan perdagangan antara Indonesia dengan China sudah terjalin sejak lama.
Dalam lima tahun terakhir (2004-2008), perdagangan Indonesia dengan China
menunjukkan perkembangan yang meningkat sebesar 30,11% pertahun. Total nilai
perdagangan kedua Negara tersebut pada tahun 2004 sebesar 8.706,1 juta US$,
kemudian tahun 2008 meningkat menjadi sebesar 26.883,7 juta US$ yang sebagian
besar (85%) berupa produk non migas.

Selama periode tersebut, neraca perdagangan Indonesia China untuk produk non
migas selalu surplus bagi Indonesia, namun untuk produk non migas sejak tahun 2005
selalu defisit bagi Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa produk non migas dari China
memiliki keunggulan di pasar Indonesia. Dengan diberlakukannya ASEAN China FTA
berbagai kalangan dan khususnya pengusaha merasa khawatir akan membanjirnya
produk China. Kekhawatiran tersebut cukup beralasan mengingat produk China dikenal
memiliki harga murah, sementara sudah banyak beredar produk impor China sebelum
ASEAN-China FTA diberlakukan.

Economic Review ● No. 218 ● Desember 2009 3


Grafik 1 : Neraca Perdagangan Non Migas Indonesia – China
(dalam miliar Rupiah)

14.95
12.01
7.96
5.50
4.55
3.36
6.66 7.79 7.71
3.96 5.47
3.44

2004 2005 2006 2007 2008 Jan-Nov'09

ekspor Indonesia Impor dari China

Ekspor Produk Non Migas Indonesia Ke China

Dalam lima tahun terakhir, ekspor non migas Indonesia ke China menunjukkan
peningkatan. Ekspor tersebut sebagian besar ( 51%) berasal dari 10 kelompok produk
yaitu lemak dan minyak hewan/nabati dan produk disosiasinya; lemak olahan yang
dapat dimakan; malam hewan/malam nabati (HS 15), karet dan barang dari padanya (HS
40), pulp dari kayu atau dari bahan selulosa berserat lainnya; kertas atau kertas karton
yang diputihkan(sisa dan skrap) (HS 47), biji logam, terak dan abu (HS 26), bahan kimia
organik (HS 29), tembaga dan barang dari padanya (HS 74), mesin dan perlengkapan
elektrik serta bagiannya; perekam dan pereproduksi suara; perekam dan pereproduksi
gambar dan suara televisi; dan bagian serta asesoris dari barang tersebut (HS 85),
reaktor nuklir, ketel, mesin dan peralatan mekanis; bagian dari padanya (HS 84), kertas
dan kertas karton; barang dari pulp kertas, dari kertas atau dari kertas karton (HS 48),
dan kayu dan barang dari kayu, arang kayu (HS 44).

Dari kesepuluh kelompok produk tersebut yang nilai ekspornya paling tinggi
adalah kelompok produk lemak dan minyak hewan/nabati dan produk disosiasinya;
lemak olahan yang dapat dimakan; malam hewan/malam nabati (HS 15). Kelompok
produk lemak (HS 15) terdiri dari beberapa sub kelompok, sub kelompok yang paling
menonjol nilai ekspornya adalah minyak mentah dari minyak kelapa sawit & fraksinya
(HS 151110), minyak mentah lainnya (HS 151190) dan minyak mentah dari kernel kelapa
sawit & fraksinya (HS 151321).

Economic Review ● No. 218 ● Desember 2009 4


Grafik 2 : Nilai Ekspor Indonesia ke China Berdasarkan Kelompok Produk Tahun 2008
(Juta US$)

Nilai Ekspor Indonesia Ke China Berdasarkan Kelompok


Produk Tahun 2008 (Juta US$)

2.500

2.000

1.500

1.000

500

-
HS 15 HS 40 HS 47 HS 26 HS 29 HS 74 HS 85 HS 84 HS 48 HS 44

Perkembangan ekspor ke sepuluh kelompok produk tersebut bervariasi dan


bahkan untuk kelompok produk HS 29 dan HS 44 cenderung menurun. Perkembangan
peningkatan ekspor yang paling tinggi terjadi pada kelompok biji logam kerak dan abu
(HS 26), kemudian disusul kelompok produk lemak dan minyak hewan/nabati dan
produk disosiasinya; lemak olahan yang dapat dimakan; malam hewan/malam nabati (HS
15) dan kelompok produk karet dan barang daripadanya (HS 40) dengan perkembangan
ekspor masing-masing 40,18% dan 39,82% pertahun.

Peningkatkan ekspor kelompok produk HS 15 memiliki peluang cukup baik bagi


Indonesia mengingat penduduk China sangat besar dan prosentase ekspor produk
tersebut baru mencapai 13% dari total ekspor Indonesia untuk kelompok produk
tersebut. Selain Indonesia, pemasok produk kelompok HS 15 di China antara lain
Malaysia, Thailand, Papua Nugini, Jepang dan lainnya. Dari beberapa negara tersebut,
Malaysia tercatat sebagai pesaing utama Indonesia.

Produk dalam HS 15 (HS 2 digit) jika di break down dalam HS 6 digit, ternyata
yang memiliki nilai ekspor terbesar ke China untuk tahun 2008 adalah HS 1511.90
(fraction of unrefined palm oil, not chemically modified) dengan nilai ekspor sebesar
US$ 1.279 juta, diikuti HS 1511.10 (crude palm oil) dengan nilai ekspor sebesar US$ 240
juta dan HS 1513.21 (crude oil of palm kernel or babassu) dengan nilai impor sebesar

Economic Review ● No. 218 ● Desember 2009 5


US$ 216 juta. Adapun pesaing utama Indonesia dalam ekspor ke China untuk produk HS
1511.90 adalah Malaysia (69,8%). Untuk produk HS 1511.10 adalah Malaysia (42%) dan
Thailand (6,4%). Pesaing utama Indonesia dalam ekspor ke China untuk produk HS
1513.21 adalah Malaysia (24%). Untuk produk HS 4002.19 (Styrene-butadiene rubber
(SBR); car), pesaing utama adalah Belgia, Argentina dan Australia. Selanjutnya produk HS
4703.29 (Semi-bleached or bleached :-- Non-coniferous), pesaing utama Indonesia
adalah Belgia, HS 4703.21 (Semi-bleached or bleached :-- Coniferous) adalah Argentina
dan Belgia, dan untuk HS 4703.11 (Unbleached :-- Coniferous) adalah Australia.

Tabel 1
Perkembangan Ekspor Indonesia Ke China
Tahun 2004-2008 (juta US$)

No HS 2004 2005 2006 2007 2008 Trend


1 15 588,3 673,1 1043,2 1.520,6 2.119,1 40,18
2 40 252,1 340,9 689,4 762,1 901,2 39,82
3 47 262,8 380,5 553,0 510,9 742,3 26,76
4 26 67,1 165,1 304,1 613,1 649,2 79,55
5 29 564,2 569,8 557,2 549,9 335,1 -10,21
6 74 117,4 229,5 352,7 330,2 315,5 26,37
7 85 190,9 145,7 180,9 217,9 279,1 12,31
8 84 126,7 154,2 202,8 276,6 255,7 22,01
9 48 200,0 173,7 200,4 194,9 195,1 0,65
10 44 332,7 279,2 254,1 194,7 157,9 -16,90
Sumber : BPS, diolah
Trend : regresi kurva eksponensial

Impor Non Migas Indonesia Dari China

Dalam lima tahun terakhir (2004-2008) impor Indonesia dari China untuk non
migas menunjukkan peningkatan yang signifikan. Impor tersebut sebagian besar (71%)
berasal dari kelompok produk reaktor nuklir, ketel, mesin dan peralatan mekanis; bagian
dari padanya (HS 84), mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya; perekam dan
pereproduksi suara; perekam dan pereproduksi gambar dan suara televisi; dan bagian
serta asesoris dari barang tersebut (HS 85), besi dan baja (HS 72), barang dari besi dan
baja (HS 73), bahan kimia organik (HS 29), bahan kimia organik, senyawa organik atau
an organik dari logam mulia, dari logam tanah langka, dari unsur radio aktif atau dari
isotop (HS 28), plastik dan barang dari padanya (HS 39), pupuk (HS 31), kapas (HS 52),

Economic Review ● No. 218 ● Desember 2009 6


buah dan buah bertempurung yang dapat dimakan; kulit dari buah jeruk atau melon (HS
08).

Dari 10 kelompok tersebut, produk mesin, peralatan mekanik (HS 84) dan mesin ,
perlengkapan elektrik serta bagiannya; perekam dan pereproduksi suara; perekam dan
pereproduksi gambar dan suara televisi; dan bagian serta asesoris dari barang tersebut
(HS 85) ternyata paling tinggi nilainya dibandingkan dengan kelompok produk lainnya.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka industri dalam negeri yang bakal paling tersaingi
oleh produk-produk dari China adalah kelompok kedua produk tersebut karena selain
nilai impornya paling besar, kecenderungan peningkatan impornyapun tinggi masing-
masing sebesar 51,4% dan 64,4% .

Grafik 3 : Nilai Impor Indonesia dari China Berdasarkan Kelompok Produk Tahun 2008
(juta US$)

Nilai Impor Indonesia Dari China Berdasarkan Kelompok


Produk Tahun 2008 (juta US$)

3.500,00

3.000,00

2.500,00

2.000,00

1.500,00

1.000,00

500,00

0,00
HS 84 HS 85 HS 72 HS 73 HS 29 HS 28 HS 39 HS 31 HS 52 HS 27

Dalam lima tahun terakhir, peningkatan impor produk dari China pada umumnya
di atas 20% pertahunnya, bahkan untuk kelompok produk HS 84, HS 85, dan produk HS
73 peningkatan impornya lebih dari 50% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa produk-
produk China dimasa yang akan datang berpotensi menjadi ancaman terhadap pasar
domestic untuk produk yang sejenis.

Economic Review ● No. 218 ● Desember 2009 7


Tabel 2
Perkembangan Impor Indonesia Dari China
Tahun 2004-2008 (juta US$)

No HS 2004 2005 2006 2007 2008 Trend


1 84 549,6 903,7 1.002,3 1.503,8 3.394,2 51,4
2 85 425,6 518,0 619,9 1255,0 3281,0 64,4
3 72 340,8 573,9 559,2 858,2 1026,2 29,8
4 73 85,6 284,3 229,1 366,3 872,9 63,2
5 29 182,4 218,6 266,2 371,6 511,5 29,6
6 28 154,7 221,8 222,6 269,8 466,6 27,2
7 39 89,0 100,8 134,9 182,5 335,2 38,3
8 31 58,3 80,8 114,9 106,5 323,2 44,8
9 52 72,2 76,0 84,5 86,4 299,6 34,6
10 08 85,2 98,9 161,4 225,4 248,0 34,5
Sumber : BPS, diolah
Trend : regresi kurva eksponensial

Langkah-langkah Yang dilakukan Pemerintah

Penerapan perjanjian AC-FTA ternyata menimbulkan kekhawatiran bagi produsen


Indonesia khususnya yang berskala menengah dan kecil. Guna mengantisipasi dampak
implementasi AC-FTA, pemerintah secara umum telah menerapkan sepuluh kebijakan
(sumber kementrian perindustrian) :

1. Mengevaluasi dan merevisi semua Standar Nasional Indonesia (SNI) yang sudah
kadaluwarsa dan menerapkannya secara wajib dengan terlebih dahulu
menotifikasikan ke WTO.

2. Mengefektifkan fungsi Komite Anti Dumping dan menangani setiap kasus


dugaan praktek dumping dan pemberian subsidi secara langsung oleh negara
mitra dagang.

3. Mengefektifkan fungsi komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dalam


menanggulangi lonjakan barang impor di pasar dalam negeri.

4. Meningkatkan lobi pemerintah untuk mengamankan ekspor Indonesia antara lain


dari ancaman dumping dan subsidi oleh Negara mitra dagang.

Economic Review ● No. 218 ● Desember 2009 8


5. Mengakselerasi penerapan dari Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Fokus Ekonomi 2008-2009.

6. Melakukan harmonisasi tariff bea masuk (BM) pos tariff untuk produk hulu dan
hilir,sehingga diharapkan akan memacu investasi dan daya saing.

7. Mengefektifkan tugas dan fungsi aparat kepabeanan, termasuk mengkaji


kemungkinan penerapan jalur merah bagi produk yang rawan penyelundupan
produk illegal.

8. Membatasi/melarang ekspor bahan baku mentah untuk mencukupi kebutuhan


energi bagi industri dalam negeri sehingga dapat mendorong tumbuhnya
industri pengolahan ditingkat hulu sekaligus memperkuat daya saing industri
local.

9. Mempertajam kebijakan tentang fasilitas PPh untuk Penanaman Modal di bidang


Usaha Tertentu dan/atau di daerah tertentu.

10. Melanjutkan kebijakan Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) No 56


Tahun 2008 yang mengatur pembatasan pintu masuk pelabuhan untuk lima
produk tertentu yaitu alas kaki, barang elektronik, mainan anak-anak, garmen
serta makanan dan minuman.

Namun demikian, ternyata implementasi AC-FTA mendapat reaksi dari sebagian


produsen yang merasa belum siap melalui asosiasinya baik dengan memberikan surat
protes ke instansi pembina, juga dilakukan melalui demontrasi di berbagai tempat.
Menanggapi hal tersebut pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menekan
seminimal mungkin dampak negatif dari implementasi AC-FTA.

Langkah yang telah dilakukan pemerintah terkait dengan hal tersebut antara lain :

a. Pemerintah telah melakukan usulan modifikasi terhadap 228 pos tarif untuk
kelompok industri baja (114 pos tarif), tekstil dan produk tekstil (53 pos tarif) ,
elektronika (7 pos tarif), kimia organik dasar (7 pos tarif), petrokimia (2 pos tarif),
furniture (5 pos tarif), alas kaki (5 pos tarif), produk industri kecil (1 pos tarif),
permesinan (10 pos tarif), kosmetik (1 pos tarif), maritim (22 pos tarif) serta jamu (1
pos tarif) dan melakukan kompensasi terhadap komitmen 127 pos tarif untuk
kelompok industri besi baja (41 pos tarif), tekstil dan produk tekstil (53 pos tarif),
elektronika (7 pos tarif), kimia hulu (9 pos tarif), kimia hilir (7 pos tarif), alas kaki (1
pos tarif), mainan (1 pos tarif), alat perlengkapan olah raga (7 pos tarif), barang jadi
kulit (2 pos tarif) dan kendaraan bermotor (27 pos tarif). Hal ini menunjukkan bahwa
disatu sisi beberapa industri belum siap menghadapai AC-FTA, namun di sisi lain
beberapa industri telah siap menghadapi harmonisasi standar ASEAN.

Economic Review ● No. 218 ● Desember 2009 9


Modifikasi yang diusulkan untuk dimodifikasi oleh Departemen Perindustrian adalah :

- Sejumlah 146 pos tarif Normal Track 1 (NT1) yang harus 0% pada tahun 2010
diusulkan menjadi Normal Track 2 (NT2) atau 0% pada tahun 2012.

- Sejumlah 60 pos tarif NT1 yang seharusnya 0% tahun 2010 diusulkan menjadi
Sensitive List (SL) atau 0-18% tahun 2018

- Sejumlah 22 pos tarif yang sudah 0% dalam AC-FTA 2009 dinaikkan menjadi 5%
dan dimasukkan dalam katagori SL.

Kompensasi yang diusulkan pemerintah Indonesia adalah :

- Sejumlah 56 pos tarif katagori NT 2 diusulkan menjadi NT 1.

- Sejumlah 16 pos tarif katagori Sl dimasukkan kedalam NT1.

- Sejumlah 50 pos tarif katagori SL dimasukkan kedalam katagori NT2.

- Sejumlah 4 pos tarif katagori Highly Sensitive List (HSL) yang seharusnya baru 0-
5% tahun 2020 dimasukkan kedalam katagori SL.

- Sejumlah 27 pos tarif katagori HSL dimasukkan kedalam katagori NT2.

b. Pemerintah telah membentuk tim khusus untuk menanggulangi dampak negatif AC-
FTA serta memperkuat daya tahan pasar domestik.

c. Dibentuk tim Pelaksanaan Penanggulangan Masalah Industri dan Perdagangan


(TPPMIP) terkait dengan dampak implementasi perjanjian perdagangan bebas di
kawasan. Tim tersebut diketuai oleh Menko Perekonomian dengan anggota pejabat
Pemerintah, Kadin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Kesimpulan

Membanjirnya produk-produk dari China khususnya untuk kelompok produk


permesinan (HS 84), kelompok elektrik (HS 85) dan kelompok besi dan baja (HS 73 dan
72) berpotensi menyaingi keberadaan industri lokal. Hal ini disebabkan impor produk
tersebut meningkat secara signifikan (lebih dari 50%), nilai impornya paling tinggi
diantara produk impor China lainnya, serta bea masuk produk tersebut menjadi rendah
dengan adanya perjanjian AC-FTA. Khusus untuk impor besi dan baja akan menjadi
ancaman serius terhadap keberadaan industri besi dan baja lokal karena kondisi industri
besi dan baja beberapa tahun terakhir mengalami kemunduran.

Economic Review ● No. 218 ● Desember 2009 10


Bagi Indonesia kesepakatan AC-FTA akan berpotensi memberi keuntungan pada
kelompok produk pertanian seperti minyak nabati/sawit (HS 15), karet dan barang dari
padanya (HS 40), pulp dari kayu atau dari bahan selulosa berserat lainnya; kertas atau
kertas karton yang diputihkan (sisa dan skrap) (HS 47), dan biji logam, kerak dan abu (HS
26). Hal ini disebabkan kelompok produk tersebut nilai ekspornya paling besar
dibandingkan kelompok produk lainnya serta memiliki kecenderungan peningkatan
ekspor cukup signifikan.

Economic Review ● No. 218 ● Desember 2009 11

You might also like