Professional Documents
Culture Documents
THALASSEMIA
Pembimbing:
Disusun Oleh :
030.06.127
RSUD KOJA
JAKARTA
1
LEMBAR PENGESAHAN
Referat yang berjudul “Thalasemia” telah diterima dan disetujui pada tanggal Januari 2011
oleh pembimbing dr. Yahya G. Lubis, Sp.A sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak - Rumah Sakit Umum Daerah Koja
KATA PENGANTAR
2
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan
karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Karya tulis berjudul
“Thalassemia” ini dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Koja. Dalam pembuatan karya tulis
dr.Yahya G. Lubis, Sp.A, yang telah memberikan bimbingannya dalam proses penyelesaian
karya tulis ini, juga untuk dukungannya baik dalam bentuk moril maupun dalam mencari
Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman saya yang berada
dalam satu kelompok kepaniteraan yang sama, atas dukungan dan bantuan mereka selama saya
menjalani kepaniteraan ini. Pengalaman saya dalam kepaniteraan ini akan selalu menjadi suatu
inspirasi yang baik. Saya juga mengucapkan rasa terimakasih yang mendalam kepada kedua
orangtua saya atas bantuan, dukungan baik secara moril maupun materil, dan kasihnya.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Penulis,
3
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan 2
Kata Pengantar 3
Daftar isi 4
BAB I PENDAHULUAN 5
BAB II ISI
1. Definisi
6
2. Epidemio
logi 6
3. Fisiologi
Hematopoesis 9
4. Patofisiol
ogi 16
5. Klasifikas
i 21
6. Gejala
Klinis (Stadium Thalassemia) 28
7. Diagnosis
Banding 28
8. Pemeriks
aan Penunjang 30
9. Komplika
si 33
4
10. Terapi
33
11. Skrinning
36
12. Prognosis
37
BAB III KESIMPULAN 38
Daftar Pustaka 39
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 1925, Thomas Cooley, seorang spesialis anak dari Detroit, mendeskripsikan
suatu tipe anemia berat pada anak-anak yang berasal dari Italia. Beliau menemukan adanya
nukleasi sel darah merah yang masif pada sapuan apus darah tepi, yang mana awalnya beliau
pikir sebagai anemia eritroblastik, suatu keadaan yang disebutkan oleh von Jaksh sebelumnya.
5
Namun tak lama kemudian, Cooley menyadari bahwa eritroblastemia tidak spesifik dan esensial
pada temuan ini sehingga istilah anemia eritroblastik tidak dapat dipakai. Meskipun Cooley
curiga akan adanya pengaruh genetik dari kelainan ini, namun beliau gagal dalam
menginvestigasi orangtua sehat pada anak-anak yang mengidap kelainan ini.
BAB II
PEMBAHASAN THALASSEMIA
1. DEFINISI (1)
2. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini
mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir
semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.(2)
Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia. Talasemia
α o ditemukan terutama di Asia Tenggara dan kepulauan Mediterania, talasemia α + tersebar di
Afrika, Mediterania, Timor Tengah, India dan Asia Tenggara. Angka kariernya mencapai 40-
80%.
Di RSCM sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien thalassemia mayor yang
berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5 %
pasien thalassemia β homozigot, 46,2 % pasien thalassemia HbE, serta thalassemia α 1,3%.
Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya. (4)
7
Gambar 1. Daerah Penyebaran Thalassemia/Sabuk Thalassemia.(2)
Thalassemia-α mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua janin yang terkena
akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat. Beberapa laporan pernah
mendeskripsikan adanya neonatus dengan thalassemia-α mayor yang bertahan setelah mendapat
transfusi intrauterin. Penderita seperti ini membutuhkan perawatan medis yang ekstensif
setelahnya, termasuk transfusi darah teratur dan terapi khelasi, sama dengan penderita
thalassemia-β mayor. Terdapat juga laporan kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan
thalassemia-α mayor yang lahir tanpa hydrops fetalis yang bertahan tanpa transfusi intrauterin.
Pada kasus ini, tingginya level Hb Portland, yang merupakan Hb fungsional embrionik,
diperkirakan sebagai penyebab kondisi klinis yang jarang tersebut.
Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-β, mortalitas dan morbiditas bervariasi
sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan. Thalassemia-β mayor yang berat akan berakibat
fatal bila tidak diterapi. Gagal jantung akibat anemia berat atau iron overload adalah penyebab
tersering kematian pada penderita. Penyakit hati, infeksi fulminan, atau komplikasi lainnya yang
dicetuskan oleh penyakit ini atau terapinya termasuk merupakan penyebab mortalitas dan
morbiditas pada bentuk thalassemia yang berat.
8
Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya pada penderita yang tidak diterapi; mereka
yang mendapat terapi yang dirancang dengan baik tetap berisiko mengalami bermacam-macam
komplikasi. Kerusakan organ akibat iron overload, infeksi berat yang kronis yang dicetuskan
transfusi darah, atau komplikasi dari terapi khelasi, seperti katarak, tuli, atau infeksi, merupakan
komplikasi yang potensial.
Ras (2)
Meskipun thalassemia ditemukan pada semua ras dan etnik grup, ada beberapa tipe
thalassemia yang sering ditemukan pada grup tertentu dibanding dengan yang lain. β thalassemia
biasa ditemukan di Eropa Selatan, Timur Tengah, India, dan Africa. α thalassemia biasa
ditemukan di Asia Tenggara; meskipun juga ditemukan di bagian dunia yang lain. Mutasi
spesifik pada thalassemia sudah dapat discrenning dan didiagnostik kelainannya. α thalassemia
trait di Afrika is biasanya bukan dari cis-delesi dari kromosom 16, berbeda dengan di Asia
Tenggara, dimana terjadi komplit absence dari α gene pada salah satu chromosome. Pada kedua
orang tua yang memiliki cis-delesi, bayinya bias saja mengalami hydrps fetalis. Karena alasan
ini, hydops fetalis tidak beresiko tinggi oada rang Afrika tetapi beresiko tinggi pada Asia
Tenggara.
Sex (2)
Usia (2)
Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat timbulnya gejala
bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada pasien dengan kasus-kasus
yang parah dan temuan hematologik pada pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir.
Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus,
digambarkan di bawah ini, sangat mendukung diagnosis.
9
Gambar 2. Sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H pada neonatus
Namun, pada thalassemia-β berat, gejala mungkin tidak jelas sampai paruh kedua tahun
pertama kehidupan; sampai waktu itu, produksi rantai globin γ dan penggabungannya ke Hb
Fetal dapat menutupi gejala untuk sementara.
Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada berbagai usia. Banyak
pasien dengan kondisi thalassemia-β homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis,
elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua terpengaruh) mungkin tidak
menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan selama beberapa tahun. Hampir semua pasien
dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai thalassemia-β intermedia. Situasi ini biasanya
terjadi jika pasien mengalami mutasi yang lebih ringan, yaitu gabungan heterozygote for B+ dan
B -0 thalssemia, atau gabungan dengan heterozygote yang lain.
3. FISIOLOGI HEMATOPOESIS
Maximow (1924) mengemukakan suatu dalil bahwa sel darah berasal dari satu sel induk.
Hal ini kemudian dikembangkan oleh Downey (1938) yang membuat hipotesa dengan konsep
hirarki dari sel pluripoten dan selanjutnya Till dan Mc Culloch (1961) menyimpulkan bahwa satu
sel induk merupakan koloni yang memperlihatkan diferensiasi multilineage atau pluripoten
menjadi eritroid, mieloid serta megakariosit. Dari penelitian-penelitian tersebut ditetapkan bahwa
sel stem ada pada hematopoisis. Sistem hematopoitik mempunyai karakteristik berupa pergantian
sel yang konstan untuk mempertahankan populasi leukosit, trombosit dan eritrosit.(3)
Sistem hematopoitik dibagi menjadi 3, yaitu:
Dalam proses selanjutnya diketahui regulasi hematopoisis sangat kompleks dan factor
pertumbuhan yang berfungsi tumpang tindih serta banyak tempat untuk memproduksi factor-
faktor tersebut, termasuk organ hematopoitik. (3)
11
IL-5 Sel B, CFU-Eo Sel T 5q31
Makrofag
Perkembangan sistem vaskuler dan hematopoisis dimulai pada awal kehidupan embrio
dan berlangsung secara paralel / bersamaan sampai masa dewasa mempunyai hubungan dengan
lokasi anatomi yang menyokong hematopoisis tersebut.
13
Gambar 4. Perkembangan embrional dan fetal serta ontogeni hematopoesis
( dikutip dari Hasan, 1985)
Hematopoisis medular
Merupakan periode terakhir pembentukan sistem hematopoisis dan dimulai sejak masa
gestasi ulan. Ruang medular terbentuk dalam tulang rawan dan tulang panjang dengan
proses reabsorpsi.
Pada masa gestasi 32 minggu sampai lahir, semua rongga sumsum tulang diisi jaringan
hematopoitik yang aktif dan sumsum tulang penuh berisi sel darah. Dalam perkembangan
selanjutnya fungsi pembuatan sel darah diambil alih oleh sumsum tulang, sedangkan hepar
tidak berfungsi membuat sel darah lagi. (3)
Sel mesenkim yang mempunyai kemampuan untuk membentuk sel darah menjadi
kurang, tetapi tetap ada dalam sumsum tulang, hati, limpa, kelenjar getah bening dan
dinding sus, dikenal sebagai sistem retikuloendotelial.
Pada bayi dan anak, hematopoisis yang aktif terutama pada sumsum tulang
termasuk bagian distal tulang panjang. Hal ini berbeda dengan dewasa normal di mana
hematopoisis terbatas pada vertebra (tulang belakang), tulang iga, tulang dada (sternum),
pelvis, skapula, skull (tulang tengkorak kepala) dan jarang yang berlokasi pada humerus dan
femur.
Selama masa intra uterin, hematopoisis terdapat pada tulang (skeletal) dan
ekstraskeletal dan pada waktu lahir hematopoisis terutama pada skeletal. Secara umum
hematopoisis ekstra medular terutama pada organ perut, terjadi akibat penyakit yang
menyebabkan gangguan produksi satu atau lebih tipe sel darah, seperti eritroblastosis
14
fetalis, anemia pernisiosa, talasemia, nickel cell anemia, sferositosis herediter dan variasi
leukemia.
Perpindahan lokasi anatomi hematopoisis disertai perpindahan populasi sel sampai ini
belum dapat diketahui mekanismenya. (3)
Hemoglobin(4)
Merupakan kompleks protein yang terdiri dari heme yang mengandung besi dan globin
dengan interaksi dianatar heme dan globin menyebabkan hemoglobin (Hb) merupakan perangkat
yang ireversibel untuk mengangkut oksigen. Sesuai dengan rangkaian hematopoisis yang dimulai
dari yolk sac, limpa, hati dan sumsum tulang diikuti juga dengan variasi sintesis hemoglobin.
Sejak masa embrio, janin, anak dan dewasa sel darah merah mempunyai 6 hemoglobin antara
lain:
Hemoglobin embrional : Gower-1, Gower-2, Portland
Hemoglobin fetal : Hb-F
Hemoglobin dewasa : Hb-A1 dan Hb-A2
Hemoglobin embrional(4)
Selama masa gestasi 2 minggu pertama, eritroblas priomitif dalam yolk sac membentuk
rantai globin-epsilon (ε ) dan zeta (Z) yang akan membentuk hemoglobin primitive Gower-1
(Z2ε 2). Selanjutnya mulai sintesis rantai α mengganti rantai zeta; rantai γ mengganti rantai ε
di yolk sac, yang akan membentuk Hb-Portland (Z2γ2) dan Gower-2 (α2ε 2)
Hemoglobin yang ditemukan terutama pada masa gestasi 4-8 minggu adalah Hb-Gower-1
15
dan Gower-2 yaitu kira-kira 75% dan merupakan hemoglobin yang disintesis di yolk sac, tetapi
akan menghilang pada masa gestasi 3 bulan.
Hemoglobin fetal(4)
Migrasi pluripoten stem cell dari yolk sac ke hati, diikuti dengan sintesis hemoglobin
fetal dan awal sintesis rantai β. Setelah masa gestasi 8 minggu Hb-F paling dominan dan setelah
janin berusai 6 bulan merupakan 90% dari keseluruhan hemoglobin, kemudian berkurang
bertahap dan pada saat lahir ditemukan kira-kira 70% Hb-F. sintesis Hb-F menuurun secara cepat
setelah bayi lahir dan setelah usia 6-12 bulan hanya sedikit ditemukan.
Hemoglobin dewasa(4)
Pada masa embrio telah dapat dideteksi HbA (α2β2) karena telah terjadi perubahan
sintesis rantai γ menjadi β dan selanjutnya globin β meningkat pada ,masa gestasi 6 bulan
ditemukan 5-10% HbA, pada waktu lahir mencapai 30% dan pada usia 6-12 bulan sudah
memperlihatkan gambaran hemoglobin dewasa.
Hemoglobin dewasa minor (HbA2) ditemukan kira-kira 1% pada saat lahir dan pada usia
12 bulan mencapai 2-3,4%, dengan rasio normal antara HbA dan HbA 2 adalah 30:1.Perubahan
hemoglobin janin ke dewasa merupakan proses biologi berupa diferensiasi sel induk eritroid, sel
stem pluripoten, gen dan reseptor yang mempengaruhi eritroid dan dikontrol oleh factor humoral.
Gambar 6.
Sintesis rantai globin primitive
dan definitive selama periode
embrional, fetal dan pascanatal
dalam hubungannya dengan
perubahan tempat eritropoisis.
4. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin porfirin dalam ikatan
dengan Fe dan globulin yang merupakan protein pendukung. Satu molekul hemoglobin
16
mengandung 4 sub-unit. Masing-masing sub-unit tersusun atas satu molekul globin dan satu
molekul heme.
Globulin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang rantai α dan sepasang
rantai non alpha (β,γ,δ). Kombinasi rantai polipeptida tersebut akan menentukan jenis
hemoglobin. Hb A (2α2β) merupakan lebih dari 96 % Hb total, Hb F (2α2γ) kurang dari 2% dan
Hb A2 (2α2δ) kurang dari 3%. Pada janin trisemester III kehamilan hampir 100% Hb adalah Hb
F. Setelah lahir, sintesis globin γ makin menurun digantikan oleh globin δ.
Rantai polipeptida α tersusun atas 141 asam amino, sedangkan rantai non α tersusun atas
146 asam amino. Sintesis rantai α disandi oleh gen α1 dan gen α2 di kromosom 16, sedangkan
gen yang mensintesis rantai β, rantai γ dan rantai δ terletak di kromosom 11. Pada orang normal
sintesis rantai α sama dengan rantai non alpha. Thalassemia akan terjadi bila sintesis salah satu
rantai polipeptida menurun.
Lokus α β γ δ
Genotip
Sintesis rantai γ bersama dengan sintesi rantai menonjol selama masa kehidupan janin.
Rantai α akan terus disintesis sampai usia dewasa sedangkan rantai γ mulai menurun pada
trisemester akhir dan dengan cepat menurun setelah kelahiran.
18
Talasemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang ditandai
dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih, sehingga terjadi
ketidak seimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk.
Pada thalassemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama sekali.
Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis
rantai β akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb.
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita
penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala
dari penyakit ini. (2)
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari unit
β globin pada Hb A. pada thalasemia β heterozigot, sintesis β globin kurang lebih separuh dari
nilai normalnya. Pada thalasemia β homozigot, sintesis β globin dapat mencapai nol.
Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai β, sintesis Hb A total menurun dengan
sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia β homozigot mengalami
anemia berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai γ menjadi teraktifasi sehingga
19
hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai γ ini tidak
efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi. (7)
Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar, dan
sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah merah yang
mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih panjang.
Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying capacity dari setiap
eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami hemolisa
secara prematur.
Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal dari
tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang kritis pada
pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari tempat-
tempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat besar pada jantung.
Secara klinis terlihat sebagai kegalan dari pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung
high output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan kematian
di usia muda tanpa adanya terapi transfusi. (8)
20
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan
terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan
makrofag akan mempertahankan kadar besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun
akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita thalassemia-β
berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya
produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan
iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama
ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma dan
menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan
besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan
thalassemia-β yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda
sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh,
penderita thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah
ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah
secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan protein
pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat, transferrin
tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki
material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ,
seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-
organ tersebut (organ damage). (2)
5. KLASIFIKASI
21
Sebagaimana telah disebutkan di atas, secara garis besar terdapat dua tipe utama
thalassemia yaitu α thalassemia dan β thalassemia. Selain itu juga terdapat tipe thalassemia lain
seperti thalassemia intermediate.
Thalassemia α
Thalassemia β
Thalassemia intermediate
22
Thalassemia-α(7)
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α banyak ditemukan
di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen globin-α
menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin-α pada individu normal,
dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua,
tiga, dan semua empat gen ini.
Tabel 1. Thalassemia-α
- Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan secara
kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak pada kromosom 16.
- Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan
hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya
jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
- Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb,
sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan adanya
kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya orangtua) untuk mendukung
diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan
adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang
cukup kuat menuju diagnosis thalasemia. (7)
23
b. Trait thalassemia-α
- Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang rendah.
Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau satu gen α
pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara,
subbenua India, dan Timur Tengah.
- Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat ditemukan pada
elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2
dan HbF secara khas normal. (7)
c. Penyakit Hb H
24
β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan
gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies. (7)
Gambar 8. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang menunjukkan
Heinz-Bodies
d. Thalassemia-α mayor
- Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-α,
disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.
- Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari
Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena γ4
memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat.
Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ 2γ2),
yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.
- Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup
meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung
kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus
agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi. (7)
Thalassemia-β (8)
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β; antara
lain :
25
a. Trait thalassemia-β+ heterozigot (Thalassemia minor)
- Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi
besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang
panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan
Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit
kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas,
dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili
thalassemia tipe δβ. (8)
26
Gambar 10. Sapuan darah tepi tampak sel target
- Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua
kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk
mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh
anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama
kehidupan.
- Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima
transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik
disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan
fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan
tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.
Gambar 11. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)
- Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan. Limpa
dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada
penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.
27
Gambar 12. Splenomegali pada thalassemia
- Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak terjadi
karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis
pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung
kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian
terminal.
Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan adalah tingkat
keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala.. Gejala klinis biasa berupa
28
tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah,letih,lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang bermain
dengan teman seusianya, sesak nafas kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan
makan, gagal tumbuh, infeksi berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
facies Cooley, conjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesarah lien dan atau
hepar.
1. Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red Cells (PRC).
Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya ditemukan sedikit
penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam normal.
2. Stadium II
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan memiliki keluhan
lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding ventrikel kiri. Dapat
ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam.
3. Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi ejeksi pada
ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan ventrikular.
7. DIAGNOSIS BANDING
Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini
disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit mikrositik
29
hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena pada anemia defisiensi Fe
didapatkan : (10)
30
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah (2)
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia
adalah :
- Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit, peningkatan jumlah
lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi
penurunan dari jumlah trombosit.
- Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
31
- Tes Fungsi Hepar
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut sudah
terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan
cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar.
Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.
2. Elektroforesis Hb (2)
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali.
Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai
perbandingannya 10 : 3.
32
4. Pemeriksaan rontgen (5)
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat
tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat
diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal terjadi
ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik
pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end”
yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.
Gambar 15. Gmabar rontgen kepala “Hair on end” dan tulang panjang yang terjadi penipisan
korteks.
5. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya. Kadang
ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.
7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk memonitor efek
terapi deferoxamine (DFO) dan shelating agent. (9)
9. KOMPLIKASI
33
- Splenomegali karena penimbunan besi dan eritrosit abnormal, leukosit dan trombosit.
- Anak dengan β thalassemia mayor dengan transfuse yang tidak adekuat dapat menyebabkan
pertumbuhan kurang dan mudah terinfeksi, hepatosplenomegali, penipisan cortex tulang dan
mudah fraktur.
- Hemosdierosis akibat pemberian transfuse, sehingga kadar serum besi yang berlebihan.
- Kerusakan hepar yang disebabkan oleh besi yang berhubungan dengan komplikasi sekunder
dari transfuse dan infeksi hepatitis C merupakan penyebab tersering hepatitis pada anak
dengan thalassemia.
- Congestive heart failure dan cardiac aritmia pada transfusi tanpa chelating agent.
- Thrombosis dan septikemia pada splenektomi
- Wanita dengan fetus α- thalassemia meningkatkan komplikasi pada kehamilan karena
toksikemia dan peradarahan post partum. (10)
9. TERAPI
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah
diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan
terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada
penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan
genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena
penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah
merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada
usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk
menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
- Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL
sepanjang waktu.
- Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi
lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah merah,
vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.
34
- Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC dengan kecepatan
5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat untuk
mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.
Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan infeksius
ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk
terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu,
25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya
imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan
penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh
organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron
overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO).
Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-
Sulfametoksazol.
- Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat menunda onset
dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung
tersebut.
- Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks hidroksilamin
dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting untuk mencapai
tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih banyak diekskresi
dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute pemberiannya harus
melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan).
- Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam saat pasien
tidur selama 5 hari/minggu.
35
c. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH) (4)
TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat ini
diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis
portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis bagi
penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang
tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah
transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk
menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan
tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi , termasuk
fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada
biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus dipertimbangkan.
d. Terapi Bedah(4)
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250 mL /
kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan
kebutuhan sel darah merah sampai 30%.
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang
dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak
berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk
36
setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin® setiap hari juga
bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / μL pasca splenektomi.
Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan tahun 1982.
Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive untuk talasemia. Jarang
dilakukan karena mahal dan sulit.
10. SKRINNING
1. Karena karier thalassemia β bias diketahui dengan mudah, skrinning populasi dan
koseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa
menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.
2. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila
termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada
fetus dengan thalassemia β berat.
37
Alternatif lain bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar ras,
melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-β). Bila kadarnya normal,
pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai α. (4)
11. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti
dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan
asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa, tergantung pula pada terapi dan komplikasi yang
terjadi. Bayi dengan thalassemia α mayor kebanyakn lahir mati atau lahir hidup dan meninggal
dalam beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfuse darah biasanya hanya bertahan
sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi. (9)
38
BAB III
KESIMPULAN
39
biasanya tidak dapat bertahan hingga mencapai usia dewasa normal meskipun kemungkinan ini
tidak tertutup sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Kelainan
Hemoglobin: Sindrom Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.
Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001.
Hal 1708-1712.
40
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hematologi. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas
Kedokteran Universita Indonesia: Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
10. Hay WW, Levin MJ. Hematologic Disorders. Current Diagnosis and
Treatment in Pediatrics. 18th Edition. New York : Lange Medical
Books/ McGraw Hill Publishing Division ; 2007. Hal 841-845.
41