You are on page 1of 40

PEMERIKSAAN UMUM PARU

Anamnesis

Keluhan awal

Keluhan awal akut mungkin disebabkan adanya gangguan fisiologis akut seperti asma
bronkial, emboli paru atau infark miokard. Serangan berkepanjangan selama berjam-jam ingga
berhari-hari lebih sering akibat eksaserbasi penyakit paru yang kronik atau perkembangan proses
sedikit demi sedikit seperti pada efusi pleura .

Gejala yang menyertai

• Nyeri dada yang disertai sesak kemungkinan disebabkan oleh emboli paru

• Batuk disertai sesak, khususnya sputum purulen mungkin disebabkan infeksi napas atau
proses radang kronik misalnya bronkitis.

• Demam dan menggigil mendukung adanya suatu infeksi

• Hemoptisis mengisyaratkan ruptur kapiler/vaskuler misalnya karena emboli paru atau tumor

Terpajan keadaan lingkungan atau obat tertentu

• Alergen seperti serbuk,jamur atau zat kimia mengakibatkan terjadinya bronkospasme


Anamnesis mencakup riwayat terpapar alergi

• Debu, asap, dab bahan kimia menimbulkan iritasi jalan napas berakibatkan terjadi
bronkospasme pada pasien sensitif. Menghindari penyebab alergi mencegah penyakit ini.

• Obat-obatan yang dimakan atau injeksi menyebabkan reaksi hipersensitivitas penyebab


sesak.

Pemeriksaan Fisik

Tanda vital

1
Tekanan darah, temperatur, frekuensi nadi, dan frekuensi napas menentukan tingkat
keparahan penyakit. Seorang pasien sesak dengan tanda-tanda vital normal biasanya hanya
menderita penyakit kronik atau ringan, sementara pasien yang memperlihatkan adanya
perubahan nyata pada tanda –tanda vital biasanya menderita gangguan akut yang memerlukan
evaluasi dan pengobatan segera.

• Temperatur: dibawah 35˚c (95˚F ) atau di atas 41˚c (105.8˚F) / tekanan darah sistolik di
bawah 90 mm Hg menandakan keadaan gawat darurat

• Pulsus paradoksus: pada fase inspirasi terjadi peningkatan tekanan arterial lebih besar dari 10
mmHg tanda ini bermanfaat dalam menentukan adanya kemungkinan adanya udara
terperangkap pada keadaan asma dan PPOK eksaserbasi akut. Ketika obstruksi saluran napas
memburuk, variasi itu meningkat dan ketika obstruksi membaik, pulsus paradoksus menurun.

• Frekuensi napas: kurang dari 5 kali/menit mengisyaratkan hipoventilasi dan kemungkinan


besar respirator arrest. Bila lebih dari 35 kali/menit menunjukkan gangguan yang parah,
frekuensi yang lebih cepat dapat terlihat beberapa jam sebelum otot-otot napas menjadi lelah
dan terjadi gagal napas.

Inspeksi

• Diamati bentuk thorax apakah biasa/normal, ataukah ada kelainan bentuk seperti: kiposis,
lordosis, scoliosis, gibbus (kiposis yang ekstrim).

• Bentuk yang lain: bentuk dada burung (pigeon chest) sternum menonjol, bentuk dada tukang
sepatu/cekung (Funnel chest) barrel chest (besar menggembang muka belakang).

• Diamati pernapasan pasien seperti terdengar stridor/inspirasi/expirasi

• Menghitung frekuensi pernapasan yang normalnya 12 – 20x/menit dan juga perbandingan


frekuensi napas dengan HR yang kira-kira = 1 : 4. napas yang lebih dari 20x/menit disebut
Tachypnea. Bila kurang dari 12x/menit disebut Bradipnae.

• Catat juga pola/irama pernapasannya, apakah teratur, periodic Cheynes Stokes, Kussmaul
(cepat-dalam), hiperventilasi (hanya dalam) atau irama satu-satu pada pasien sebelum
meninggal.
2
• Amati juga ada tidaknya dyspnea (setiap ketidaknyamanan bernapas dalam bentuk apapun)

- tanda-tanda retraksi intereostals

- tanda-tanda retraksi supra sternal

- pernapasan cuping hidung

• Ada dua hal lain yang dihubungkan dengan fungsi pernapasan adalah pengamatan cyanosis
disekitar bibir, mulut dan dasar kuku. Clubbing of the finger (seperti ujung pemukul
genderang)

• Amati pula suara batuk yang kita dengar (produktif, kering, whooping, pendek-pendek/
dehem-dehem)

Palpasi

• Fremitus taktil

− Umumnya pemeriksaan ini bersifat membandingkan bagian mana yang lebih bergetar
atau kurang bergetar. Menurun taktil terpalpasi pada area yang mengalami atelektasis
seperti terjadi pada bronkus tersumbat. Meningkatnya fremitus disebabkan oleh
konsolidasi parenkim pada suatu area yang mengalami inflamasi. Palpasi pada
dinding thorax menggunakan seluruh telapak tangan dan jari, kiri dan kanan dengan
maksud meraba dan merasakan getaran dinding dada sewaktu pasien mengucapkan
“tujuh puluh tujuh ….” Secara berulang-ulang. Getaran yang dirasakan disebut
Vokal-fremitus.

• Tertinggalnya pengembangan suatu hemitoraks yang dirasakan dengan palpasi bagian lateral
bawah rib cage paru bersangkutan menunjukkan adanya gangguan pengembangan pada
hemitoraks tersebut. Hal ini disebabkan obstruksi salah satu bronkus utama atau
pneumotoraks.

Perkusi

3
Perkusi dinding thorax dengan cara mengetuk dengan jari tengah-tengah kiri yang
ditempelkan dengan erat didinding dada dicelah intereostal.Penilaian suara yang ditimbulkan
oleh perkusi

• Sonor adalah suara perkusi jaringan paru yang normal

• Redup adalah suata perkusi jaringan yang lebih padat/konsolidasi paru-paru seperti
Pneumonia

• Pekak adalah suatu perkusi jaringan yang padat seperti pada :

• Hypersonor/ tympani adalah suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong seperti :
daerah caverne-caverne paru, penderita asma kronik terutama dengan bentuk dada Barrel-
chest akan terdengar seperti ketukan benda-benda kosong, bergema. Perkusi dilakukan
dengan cara membandingkan kiri-kanan pada setiap daerah permukaan thorax.

Auskultasi
Auskultasi paru adalah mendengarkan suara pada dinding thorax dengan menggunakan
stetoskop, caranya:

• Pasien diminta bernapas cukup dalam dengan mulut terbuka dan letakkan stetoskop secara
sistematik dari atas kebawah dengan membandingkan kiri-kanan.

• Ada tiga suara yang didengar pada pemeriksaan auskultasi:

− Suara napas

− Suara ucapan (tujuh puluh tujuh ….)

− Suara tambahan

• Suara napas

− Vesicular, suara napas vesicular terdengar disemua lapangan paru yang normal.
Bersifat halus, nada rendah, inspirasi lebih panjang dari expirasi.

4
− Broncho-vesicular, suara napas broncho-vesicular terdengar didaerah percabangan
bronchus dan trachea. Jadi sekitar sternum dan region intercapular, nadanya sedang
lebih kasar dibandingkan vesicular, inspirasi sama panjang dengan expirasi.

− Bronchial, suara panas bronchial terdengar trachea (leher) dan supra Strenal noch.
Bersifat kasar, nada tinggi, inspirasi lebih pendek dibandingkan dengan expirasi.

• Catatan :

− Bila didapat suara broncho-vesicular atau bronchinal dilapangan paru (yang


semestinya vesticular), tentu merupakan suatu kelainan.

− Bila tidak terdengar suara sama sekali, hal ini bisa karena paru-parunya
colaps/atelektasis atau pleural effusion yang banyak jumlahnya. Jumlah cairan pleura
yang tidak banyak bisa menimbulkan suara vesicular yang melemah.

− Bila terdengar suara seperti tiupan pada mulut botol, disebut suara Amforik
merupakan suara resonansi dari rongga-rongga Caverne yang ada dalam paru-paru.

• Suara Ucapan

− Penderita diminta mengucapkan “tujuh puluh tujuh…” berulang-ulang setiap sesudah


inspirasi secara berbisik dengan intonasi yang sama kuat. Pemeriksaan mendengarkan
dengan stetoskop secara sistematik disemua lapangan paru serta membandingkannya
kiri dan kanan.

 Suara normal: perlu mengenal atau membiasakan mendengar pada orang


sehat. Intensitas dan kualitas dikiri sama dengan kanan.

 Bronchoponi: suara terdengar jelas ucapannya dan lebih keras dibandingkan


daerah sisi yang lain. Umumnya ini akibat dari adanya proses
pemadatan/konsolidasi paru.

 Pectoriloquy: suara terdengar “jauh” dan tidak jelas (=ngngrenyem). Bisa


terdapat effusion atau atelektasis.

5
 Egophony: suara bergema seperti seorang yang hidungnya tersumbat (=
bindeng) dan terasa dekat. Suara semacam ini bisa didapat pada pemadatan
paru yang disertai caverne/berongga-rongga besar.

• Suara tambahan

− Pada pernapasan normal tidak didapati suara tambahan. Suara tambahan


menunjukkan ada kelainan. Macam-macam suara tambahan:

 Rales, bunyi yang dihasilkan oleh exudat lengket saat saluran-saluran halus
pernapasan mengembang pada inspirasi :

i. Rales halus, terdengar ”meritik” halus pada akhir inspirasi jadi pendek

ii. Rales sedang, terdengar lebih kasar dan ditengah fase akhir inspirasi.

iii. Rales kasar, terdengar lebih lama, yaitu pada seluruh fase inspirasi.
Rales seringkali ditemui pada peradangan jaringan paru (Pneumoria-
TBC).

 Ronchi, ciri khas ronchi adalah nada rendah dan sangat kasar terdengar baik
pada inspirasi maupun expirasi. Ciri lain ronchi adalah akan hilang bila pasien
disuruh batuk. Ronchi terjadi apabila terkumpulnya cairan mucus dalam
trachea atau bronchus-bronchus besar (misalnya oedem paru)

 Wheezing, adalah bunyi musical terdengar “ngiii…ik” atau pendek ngiik.


Yang bisa didapat pada fase inspirasi atau expirasi, bahkan biasanya lebih
jelas pada expirasi. Wheezing terjadi karena ada exudat lengket tertiup aliran
udara dan bergetar nyaring. Biasanya, didapat pada bronchitis acuta. Bila
hanya terdengar pada fase expirasi, ini akibat udara melewati celah sempit
bronchial.

 Pleural Friction-Rub, suatu bunyi yang terdengar “kering” persis seperti suara
gosokan amplas pada kayu. (Catatan: rales dan ronchi terdengar “basah”
karena seperti gemericik cairan). Pleural friction-rub terjadi karena
peradangan pleura, terdengar sepanjang fase pernafasan (inspirasi
6
sepenuhnya). Paling jelas suara ini terdengar didaerah posterolateral bawah
dinding thorax.

Pemeriksaan Laboratorium

• Pemeriksaan dahak

− Mencakup pemeriksaan bilasan sputum gram (gram-stained smear) untuk


membuktikan adanya radang saluran napas bawah dan penentuan jenis gram
patogen.

• Analisis gas arterial

− Pengukuran gas darah arterial dilakukan pada evaluasi awal seluruh pasien sesak
yang memperlihatkan tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg , suatu frekuensi
napas lebih dari 35 kali/menit atau kurang dari 10 kali/menit atau sianosis. Nilai ini
berguna sebagai petunjuk penggunaan suplemen oksigen dan keputusan untuk
penggunaan ventilasi mekanis.

• Spirometri / peak flow meter(peak expiratory flow rate-PEFR)

− Pada pasien eksaserbasi asma atau PPOK, spirometri memberi informasi beratnya
obstruksi. Dpata diguna menentukan seriusnya keadaan penyakit tersebut.
Pengukuran PEFR bisa menggantikan pengukuran spirometri utnuk menentukan
berat ringan obstruksi. Nilai normal ditentukan setiap individu menurut jenis
kelamin, usia, tinggi badan. Nilai kurang dari 50% dari yang diperkirakan
menunjukkan obstruksi parah.

Pemeriksaan Radiologi

Pembuatan foto toraks posterior – anterior dan lateral dilakukan bila dicurigai adanya
kelainan pada pleura, parenkim, paru dan jantung. Adanya bulla, kista, paru emfisematus atau
diafrgma mendatar mendukung diagnosis PPOK.Adanya kardiomegali mendukung kemungkinan
sesak penyebab sesak yang berkait dengan jantung

HEMOPTISIS
7
Pendahuluan

Hemoptisis merupakan keadaan batuk dengan pengeluaran sputum bercak darah atau
pengeluaran darah yang tampak jelas dari dalam traktu respiratorius. Hemoptisis adalah bentuk
kegawatan paru yang sering terjadi dan setiap pasien dengan hemoptisis makroskopik harus
menjalani evaluasi diagnostic sehingga penyebab yang spesifik ditemukan. Pasien dengan
sputum bercak darah juga harus diperiksa sehingga dibuktikan tipe hemoptisis ini disebabkan
keadaan yang benign.

Tingkat kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh tiga faktor:

• Terjadi afiksia akibat bekuan darah di dalam saluran pernapasan. Kejadian ini tergantung
pada jumlah perdarahan yang terjadi, reflex batuk yang berkurang atau efek psikis pasien.

• Jumlah darah yang keluar dapat menyebabkan renjatan hipovolemik (hypovolemic


shock). Bila perdarahan cukup banyak, hemoptisis digolongkan ke dalam hemoptisis masif.

• Suatu infeksi yang terjadi beberapa jam atau hari setelah perdarahan akan menyebabkan
adanya pneumonia aspirasi. Keadaan ini merupakan keadaan gawat karena bagian jalan
napas dan bagian fungsionil paru tidak dapat berfungsi akibat terjadinya obstruksi total.

Sebelum melakukan evaluasi diagnostic untuk mengetahui penyebab hemoptisis, harus


dipastikan bahwa darah yang keluar berassal dari traktus respiratorius dan bukan dari nasofaring
atau traktus gastrointestinal. Hemoptisis yang berlaku bersamaan dengan hematemesis sulit
dibedakan. Pada hemoptisis, gejala prodormal biasanya berupa rasa gatal di tenggorokan atau
keinginan untuk batuk, darah dibatukkan keluar. Darah biasanya berwarna merah terang dan
berbusa, dapat bercampur sputum, pH biasanya alkali, dan pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan makrofag berisi hemosiderin.

Pada hematemesis, gejala prodormal berupa nausea dan rasa tidak nyaman di perut, darah
dimuntahkan dan biasanya berwarna merah gelap. Darah yang dimuntahkan dapat mengandung
makanan yang dimakan dan pH biasanya asam.

Klasifikasi Hemoptisis

Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan, maka hemoptisis dapat dibagi di atas:
8
• Hemoptisis masif bila darah yang dikeluarkan adalah 100-600cc dalam 24 jam

• Kriteria yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta (1974)

− Bila perdarahan lebih dari 600cc/24jam

− Bila perdarahan kurang dari 600cc dan lebih dari 250cc/24jam tetapi Hb kurang dari
10g%

− Bila perdarahan lebih dari 600cc/24jam dan Hb kurang 10g% tetapi dalam
pengamatan 48jam terjanyata perdarahan tidak berhenti.

Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan dan besaranya perdarahan sulit ditetapkan
karena sering terjadi vasokonstriksi perifer sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan
gambaran besarnya perdarahan yang terjadi. Jumlah darah yang dikeluarkan juga sering
bercampur sputum, tertelan atau masuk ke dalam paru-paru akibat aspirasi sehingga sulit
ditentukan jumlah perdarahan yang sebenar.

Etiologi

Penyebab utama hemoptisis adalah seperti berikut:

1. Inflamasi
a. Bronkitis
b. Tuberculosis
c. Bronkoektasis
d. Fibrosis kistik
e. Abses paru
f. Pneumonia, terutama Klebsiella
g. Emboli paru septic
h. Penyakit parenkimal akibat jamur atau parasit
2. Neoplasma
a. Kanker paru: sel skuamosa, adenokarsinoma, sel oat
b. Adenoma bronkial
3. Lain-lain
9
a. Tromboemboli paru
b. Stenosis mitral
c. Gagal jantung kiri
d. Trauma trakeobronkial, termasuk benda asing dan benturan paru
e. Bronkolitiasis
f. Fistula bronkovaskuler
g. Hipertensi pulmonalis primer, malformasi arteriovenosa, Sindrom Eisenmenger
h. Hemosiderosis paru idiopatik
i. Vaskulitis paru termasuk Granulomatosa Wegener, Sindrom Goodpasture, penyakit
jaringan ikat
j. Diatesis hemoragik termasuk terapi antikoagulonsia

Dua keadaan harus disoroti dengan referensi pada penyakit yang disertai hemoptisis:

• Hemoptisis jarang ditemukan pada karsinoma yang bermetastatik ke paru

• Meskipun hemoptisis dapat terjadi pada beberapa waktu selama perjalanan pneumonia
pnemokok atau virus, kejadiannya tidak begitu sering dan harus menimbulkan pertanyaan
pada kemungkinan proses primer yang lebih serius.

Epidemiologi

Pada negara maju seperti Amerika, pada decade yang lalu, penyebab hemoptisis yang
sering adalah bronkiektasis dan tuberculosis. Sekarang, penyebab utamanya adalah carcinoma
bronkogenik dan bronchitis. Pada negara berkembang seperti Indonesia, penyebab utama
hemoptisis adalah penyakit infeksi seperti tuberculosis, bronkiektasis, pasca tuberculosis dan
juga carcinoma bronkogenik.

Pathofosiologi

Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-
cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila
terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untu pertukaran gas.

10
Mekanisme terjadinya batuk darah adalah seperti berikut (Wolf,1977):

1. Radang mukosa

− Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah
menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk
menimbulkan batuk darah

2. Infark paru

− Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau inflasi mikroorganisme pada


pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus dan infeksi oleh jamur

3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler

− Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminal seperti pada
dekompensasi kordis kiri akut dan mitral stenosis. Pada mitral stenosis,
perdarahan dapat terjadi akibat pelebaran vena bronkialis

4. Kelainan membran alveolokapiler

− Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada Goodpastures


syndrome

5. Perdarahan kavitas tuberculosis

− Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberculosis, yang dikenal dengan


aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang
pembuluh darah bronkial. Perdarahan pads bronkiektasis disebabkan pemekaran
pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya
anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah
pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif

6. Invasi tumor ganas

11
7. Cedera dada

− Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke
dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah

Diagnosis

• Hemoptisis yang rekuren dan kronik pada perempuan muda yang asimptomatik mendukung
kemungkinan diagnosis adenoma bronchial.

• Hemoptisis dengan produksi sputum yang kronik dan mencolok disertaipemeriksaan Rontgen
dengan gambaran tram lines dan pembentukan kista menunjukkan kemungkinan diagnosis
bronkiektasis.

• Produksi sputum yang berbau busuk menunjukkan kemungkinan abses paru.

• Penurunan berat badan dan anoreksia pada laki-laki perokok menimbulkan kecurigaan
kemungkinan karsinoma paru.

• Riwayat trauma tumpul yang baru terjadi pada dada menunjukkan kemungkinan kontusio
paru. Apabila terdapat nyeir pleuritik akut pada dada menimbulkan kecurigaan kemungkinan
emboli paru dengan infark jaringan paru atau lesi paru yang mengenai pleura lainnya (abses
paru, kavitas koksidioidomikosis serta vaskulitis). Riwayat kelainan perdarahan dan
penggunaan obat antikoagulasi harus dicari.

• Bila ditemukan pleural friction rub pada auskultasi, kemungkinan diagnosis yang
sehubungan dengan nyeri pleuritik.

• Temuan hipertensi pulmonal menimbulkan kecurigaan kemungkinan hipertensi pulmonal


primer, stenosis mitralis, tromboembolisme yang rekuren atau kronik, atau sindrom
Eisenmenger.

• Suara wheezing terlakalisir di daerah saluran napas lobus yang besar menunjukkan
kemungkinan lesi intramural seperti karsinoma bronkogenik atau benda asing.

• Suara bising atau murmur pada kedua lapangan paru menunjukkan kemungkinan diagnosis
penyakit Osler-Rendu-Weber dengan malformasi arteriovenosa pulmonalis.
12
• Bukti adanya obstruksi ekspiratorik yang signifikan pada aliran udara pernapasan dengan
disertai pembentukan sputum menunjukkan pasien menderita bronchitis.

• Rontgen toraks sangat penting untuk mengenali penyebab hemoptisis:

− Bayangan bulatan-bulatan kecil pada foto toraks mendukung kemungkinan


bronkiektasis

− Gambaran air fluid level menunjukkan kemungkinan diagnosis abses paru

− Pembesaran atrium kiri didiagnosis stenosis mitralis

− Lesi yang berupa massa didiagnosis sebagai neoplasma pada sentral atau perifer paru.
Apabila lesi disertai gejala hemoptisis, harus dibedakan dengan gambaran
pneumotitis darah yang disebabkan aspirasi darah ke dalam daerah berhubungan.

− Apabila foto toraks memberikan gambaran normal, saluran pernapasan menjadi


sumber perdarahan

• Pada pasien tanpa perdarahan aktif, foto Rontgen harus disertai pemeriksaan CT scan dan
diikuti bronkoskopi. Bronkoskopi rigid memungkinkan visualisasi saluran napas yang lebih
sentral. Bronkoskopi dapat dipakai untuk:

− Menegakkan keberadaan bronkiektasis yang terlokalisir (termasuk lobus paru yang


mengalami sekuestrasi)

− Menyingkirkan kemungkinan bronkiektasis yang lebih menyeluruh pada pasien


dengan penyakit terlokalisir dan dianggap calon untuk pembedahan.

• Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan


perdarahan.

• Tes PPD dan pemeriksaan untuk menemukan basil tahan asam (BTA) juga harus dilakukan
pada sputum.

13
Penatalaksanaan

Hemoptisis biasanya terjadi dengan jumlah darah yang sedikit dan akan berhenti spontan
tanpa terapi khusus. Pengobatan dan terapi diberikan sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan
sebagai etiologi. Jika hemoptisis cukup berat, tindakan utama yang dilakukan adalah:

• Menenangkan perasaan pasien dan menasihati pasien agar tidak menahan batuk agar darah
dapat keluar

• Memerintahkan tirah baring total

• Menyingkirkan prosedur diagnostic yang tidak diperlukan sampai gejala hemoptisis mereda

• Menekan gejala batuk bila gejala ini memperberat hemoptisis

Pada hemoptisis masif, tindakan emergensi harus dilakukan termasuklah intubasi dan
suction. Pemasangan endotracheal tube dilakukan pada hemoptisis masif sebagai kontrol saluran
napas untuk mneghindari afiksiasi. Pada pasien yang terancam afiksiasi karena pengaliran darah
pada sisi kontralateral tempat perdarahan, tindakan intubasi dengan teknik mengisolasi paru yang
mengalami perdarahan dan mencegah aspirasi darah ke sisi kontralteral harus segera dilakukan.
Tindakan ini dapat dilakukan dengan pemasangan kateter balon pada lokasi yang strategis.

Pilihan antara penanganan bedah dan nonbedah ditentukan dasar anatomi untuk terjadinya
hemoptisis masif dan prognosisnya. Pengendalian nonbedah harus mencakup kateterisasi arteri
bronchial dan embolisasi karena sumber hemoptisis masif biasanya terdapat pada sistem arteri
bronchial. Tindakan ini sangat berguna untuk pasien kanker paru yang tidak dapat dibedah.
Koagulasi dengan bantuan sinar laser yang dimasukkan lewat bronkoskopi dan pemasangan
tampon pada bagian proksimal perdarahan dengan kateter balon lewat bronkoskopi rigid juga
merupakan teknik yang berguna.

Tindakan pembedahan emergensi reseksi paru harus dipikirkan untuk pasien dengan lesi
yang jelas pada foto Rontgen seperti penyakit paru dengan kavitas, abses paru dan kanker paru
yang mempunyai tanda gangguan hemodinamik atau gangguan pernapasan yang tidak dapat
dikontrol. Bronkoskopi harus dilakukan pada pasien yang akan menjalani pembedahan tetapi

14
prosedur ini harus ditunda beberapa hari karena cenderung merangsang batuk sehingga
hemoptisis tetap terjadi.

Terapi medikamentosa juga perlu dipertimbangkan untuk pasien. Vasopressin intravena


merupakan vasokonstriktor sistemik dan digunakan sebagai terapi hemoptisis masif dengan dosis
0,2-0,4unit/menit. Obat ini menghentikan perdarahan dengan konstriksi arteri bronchial tetapi
harus digunakan dengan berhati-hati terutama pada pasien dengan penyakit pembuluh darah
koroner dan hipertensi. Pemberian yang menghambat aktivasi plasminogen dilaporkan dapat
mengkontrol hemoptisis pada penderita fibrosis kistik yang tidak dapat dikontrol dengan
embolisasi arteri bronchial.

Pemberian kortikosteroid sistemik dengan obat sitotoksik dan plasmaferesis mungkin dapat
bermanfaat pada penderita hemoptisis masif akibat perdarahan alveolar penyakit autoimmune.
Pemberian gonadotropin releasing hormone agonist atau danazol mungkin bermanfaat pada
terapi jangka panjang penderita hemoptisis katamenial. Hemoptisis karena penyakit infeksi
seperti tuberculosis, infeksi jamur, atau kuman lain diberikan obat sesuai penyakit penyebabnya.

Komplikasi

i. Afiksia

− kematian disebabkan oleh afiksia apabila adanya bekuan darah di saluran


pernapasan. Terjadinya afiksia ditentukan oleh:

a) besar frekuensi batuk darah

b) ansietas pasien untuk mengeluarkan darah

c) siklus inspirasi yang dalam terjadinya pengumpulan darah dalam lumen


bronkus

d) reflex batuk yang buruk memungkinkan terjadinya pembekuan darah di


dalam lumen bronkus

e) posisi pasien menyebabkan darah dari hemoptisis mudah membeku


apabila bagian dada diletak pada posisi yang tidak bebas

15
− perubahan yang terjadi pada afiksia temasuklah penurunan tekanan parsial O2 dan
peningkatan tekanan parsial CO2, pH darah menurun secara mendadak dan
perubahan metabolism aerob menjadi metabolism anaerob.

ii. Aspirasi

− Aspirasi adalah keadaan di mana masuknya bekuan darah maupun sisa-sisa


makanan ke dalam jaringan paru bersamaan dengan inspirasi dan mempunyai
sifat-sifat seperti meliputi bagian yang luas dari paru, terjadi pada percabangan
bronkus yang lebih halus, dan dapat diikuti dengan infeksi sekunder.

iii. Renjatan Hipovolemik

− Renjatan hipovolemik adalah salah satu bentuk daripada renjatan hemoragik yang
disebabkan oleh perubahan metabolism seperti berikut:

i. Asidosis metabolic

ii. Penurunan kecepatan filtrasi glomerulus

iii. Terjadi vasokonstriksi sebagai usaha memobilisasi darah

− Tingkat reversible dari satu renjatan ditentukan oleh:

i. Terjadi atau tidak terjadinya depresi pada puasat vasomotor dan pusat
pernapasan lainnya di medulla oblongata

ii. Depresi pada miokardium yang menyebabkan terjadinya gangguan


hantaran impuls maupun kinetic dari jantung

iii. Terjadinya perubahan pada sirkulasi apabila sfingter kapiler berdilatasi


sedangkan venula tetap dalam vasokonstriksi

− Pada prinsipnya, satu lingkaran setan dapat terjadi oleh karena renjatan yang
meliputi volume darah mengurang, venous return menurun, aliran darah koroner
mengurang, gangguan pada miokardium, cardiac output menurun, dan tekanan
darah menurun.

16
CARSINOMA PARU

Epidemiologi

Kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada pria dan wanita.
Selama 50 tahun terakhir terdapat suatu peningkatan insidensi paru – paru yang mengejutkan.
America Cancer Society memperkirakan bahwa terdapat 1.500.000 kasus baru dalam tahun 1987
dan 136.000 meningggal. Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun
1993 dilaporkan 173.000/tahun, di Inggris 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia menduduki
peringkat 4 kanker terbanyak. Di RS Kanker Dharmais Jakarta tahun 1998 tumor paru
menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim. Karena sistem pencatatan kita
yang belum baik, prevalensi pastinya belum diketahui tetapi klinik tumor dan paru di rumah sakit
merasakan benar peningkatannya. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65 %), life time
risk 1:13 dan pada wanita 1:20. Pada pria lebih besar prevalensinya disebabkan faktor merokok
yang lebih banyak pada pria. Insiden puncak kanker paru terjadi antara usia 55 – 65 tahun.

Definisi

Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru
(Underwood, Patologi, 2000).

Etiologi

Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa
faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru:

• Merokok

− Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang definitif
telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker
paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh
kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang
sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan
perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan

17
dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan
tumor.

• Iradiasi

− Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan
penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru)
berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga
merupakan agen etiologi operatif.

• Kanker paru akibat kerja

− Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel
(pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru –
paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat
juga mengalami peningkatan insiden.

• Polusi udara

− Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari
pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen
dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.

• Genetik

− Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni:

i. Proton oncogen

ii. Tumor suppressor gene.

iii. Gene encoding enzyme.

Klasifikasi

Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977)

• Karsinoma Bronkogenik
18
− Karsinoma epidermoid (skuamosa)

 Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk
metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol
kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter
dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding
dada dan mediastinum.

• Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat)

− Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki. Tumor ini timbul dari
sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel
kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke
mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen
ke organ – organ distal.

• Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar)

− Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung


mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang
dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial
kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini,
dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya
metastasis yang jauh.

• Karsinoma sel besar

− Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung
untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran
ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.

• Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.

19
• Lain – lain

− Tumor karsinoid (adenoma bronkus)

− Tumor kelenjar bronchial

− Tumor papilaris dari epitel permukaan

− Tumor campuran dan Karsinosarkoma

− Sarkoma

− Tak terklasifikasi

− Mesotelioma

− Melanoma

Manifestasi Klinik

Gejala awal

• Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.

Gejala umum

• Batuk

− Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai
batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana
dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.

• Hemoptisis

− Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami
ulserasi.

• Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

20
Patofisiologi

Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub bronkus menyebabkan cilia


hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan
karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang
disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.

Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal.
Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.
Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.

Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti
kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

Pemeriksaan

• Radiologi.

− Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.

 Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya


kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi
tulang rusuk atau vertebra.

− Bronkhografi

 Untuk melihat tumor di percabangan bronkus

• Laboratorium

21
− Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).

 Dilakukan untuk mengkaji adanya tahap karsinoma.

− Pemeriksaan fungsi paru dan GDA

 Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan


ventilasi.

− Tes kulit, jumlah absolute limfosit.

 Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker


paru).

• Histopatologi.

− Bronkoskopi.

 Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi


(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).

− Biopsi Trans Torakal (TTB).

 Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran
< 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.

− Torakoskopi

 Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.

− Mediastinosopi

 Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.

− Torakotomi

22
 Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.

• Pencitraan

− CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.

− MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan kanker dapat berupa:

• Kuratif

− Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.

• Paliatif

− Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

• Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.

• Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.

• Supotif

− Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi,


tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.

Pembedahan

Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat
semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru
yang tidak terkena kanker.

• Toraktomi eksplorasi

23
− Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsy.

• Pneumonektomi pengangkatan paru)

− Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.

• Lobektomi (pengangkatan lobus paru).

− Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.

• Resesi segmental

− Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.

• Resesi baji

− Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang
terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji
(potongan es).

• Dekortikasi

− Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)

Radiasi

Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga
sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek
obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.

Kemoterafi

Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani


pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau
terapi radiasi.

24
Kesimpulan

• Kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada wanita maupun pria,
yang sering kali di sebabkan oleh merokok.

• Setiap tipe timbul pada tempat atau tipe jaringan yang khusus, menyebabkan manifestasi
klinis yang berbeda, dan perbedaan dalam kecendrungan metastasis dan prognosis.

• Karena tidak ada penyembuhan dari kanker, penekanan utama adalah pada pencegahan
misalnya dengan berhenti merokok karena perokok mempunyai peluang 10 kali lebih besar
untuk mengalami kanker paru di bandingkan bukan perokok, dan menghindari lingkungan
polusi.

• Pengobatan pilihan dari kanker paru adalah tindakan bedah pengangkatan tumor. Sayangnya,
sepertiga dari individu tidak dapat dioperasi ketika mereka pertama kali didiagnosa.

• Asuhan keperawatan pascaoperasi klien setelah bedah toraks berpusat pada peningkatan
ventilasi dan reekspansi paru dengan mempertahankan jalan nafas yang bersih, pemeliharaan
sistem drainage tertutup, meningkatkan rasa nyaman dengan peredaran nyeri, meningkatkan
masukan nutrisi, dan pemantauan insisi terhadap perdarahan dan emfisema subkutan.

TUBERKULOSIS PARU

Definisi

Penyakit TBC adalah merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyakit TBC dapat menyerang pada siapa
saja tak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin.TBC terutama menyerang paru-paru
sebagai tempat infeksi primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe,
tulang, dan selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang
sehat. Pada sedikit kasus, TBC juga ditularkan melalui susu.

Etiologi

25
Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo
Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M.
africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis
merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai.

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat
mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama
beberapa tahun. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian
apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan
tempat predileksi penyakit tuberkulosis.

Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan


peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga
mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel
mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M. tuberculosis
dapat bertahan hidup di dalam makrofag.

Proses Penularan

Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh Mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC saat batuk, dimana pada anak-
anak umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang menderita TBC. Bakteri
ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama pada
orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah), Bahkan bakteri ini pula dapat mengalami
penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga menyebabkan
terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah
bening dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru.

26
Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru menyebabkan infeksi pada
paru-paru, dimana segeralah terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular).
Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri TBC ini
melalui mekanisme alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut akan
berdiam/istirahat (dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau
photo rontgen.

Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (Imun) yang baik, bentuk tuberkel ini akan
tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang memilki sistem kekebelan tubuh
rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah
banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang didalam rongga
paru, Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (riak/dahak). Maka orang
yang rongga parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba tuberkulosa disebut sedang
mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TBC.

Patogenesis

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier
bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat
kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan
peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus
paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 4 – 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan
terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi
primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler).
Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB.
Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant
(tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa
inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan
sekitar 6 bulan.
27
• Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)
− Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru
yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

Gejala Penyakit TBC

Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum dan gejala
khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah disebabkan gambaran secara
klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru.

• Gejala umum (Sistemik)


− Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul
− Penurunan nafsu makan dan berat badan.
− Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
− Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
• Gejala khusus (Khas)

− Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar,
akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
− Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.
− Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
− Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
28
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva


mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfibris), badan kurus atau berat badan
menurun.

Tempat kelainan lesi TB yang perlu dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai
infiltrat yang agak luas, maka akan didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi nafas bronkial.
Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronkhi basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila
infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikular melemah. Bila
terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan
auskultasi memberikan amforik.

Bila tuberculosis mengenai pleura sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat
agak tertinggal dalam pernafasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan
suara napas yang lemah sampai tidak terdegar sama sekali.

Pemeriksaan radiologis

• Adanya infeksi primer digambarkan dengan nodul terkalsifikasi pada bagian perifer paru
dengan kalsifikasi dari limfe nodus hilus
• Sedangkan proses reaktifasi TB akan memberikan gambaran :

− Nekrosis
− Cavitasi (terutama tampak pada foto posisi apical lordotik)
− Fibrosis dan retraksi region hilus
− Bronchopneumonia
− Infiltrate interstitial
− Pola milier
− Gambaran diatas juga merupakan gambaran dari TB primer lanjut

• TB pleurisy, memberikan gambaran efusi pleura yang biasanya terjadi secara massif

29
• Aktivitas dari kuman TB tidak bisa hanya ditegakkan hanya dengan 1 kali pemeriksaan
rontgen dada, tapi harus dilakukan serial rontgen dada. Tidak hanya melihat apakah penyakit
tersebut dalam proses progesi atau regresi.

Pemeriksaan Laboratorium

• Pemeriksaan darah

− Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang


meragukan, tidak sensitif, tidak juga spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif) akan
didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke
kiri. Jumlah limfosit masih dibwah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Jika
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal, dan jumlah limfosit masih
tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Bisa juga didapatkan
anemia ringan dengan gambaran normokron dan normositer, gama globulin
meningkat dan kadar natrium darah menurun.

• Pemeriksaan sputum

− Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya kuman BA,


diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA positif adalah bila
sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.

• Tuberculin skin testing

− Dilakukan dengan menginjeksikan secara intracutaneous 0.1ml Tween-stabilized


liquid PPD pada bagian punggung atau dorsal dari lengan bawah. Dalam wkatu 48 –
72 jama, area yang menonjol (indurasi), bukan eritema, diukur. Ukuran tes Mantoux
ini sebesar 5mm diinterpretasikan positif pada kasus-kasus :

i. Individu yang memiliki atau dicurigai terinfeksi HIV


ii. Memiliki kontak yang erat dengan penderita TBC yang infeksius

30
iii. Individu dengan rontgen dada yang abnormal yang mengindikasikan
gambaran proses penyembuhan TBC yang lama, yang sebelumnya tidak
mendpatkan terapo OAT yang adekuat
iv. Individu yang menggunakan Narkoba dan status HIV-ny tidak diketahui

− Sedangkan ukuran 10mm uji tuberculin, dianggap positif biasanya pada kasus-kasus
seperti :

i. Individu dengan kondisi kesehatan tertentu, kecuali penderita HIV


ii. Individu yang menggunakan Narkoba (jika status HIV-ny negative)
iii. Tidak mendapatkan pelayanan kesehatan, populasi denganpendapatan yang
rendah, termasuk kelompok ras dan etnik yang beresiko tinggi
iv. Penderita yang lama mondokdirumah sakit
v. Anak kecil yang berusi kurang dari 4 tahun

− Uji ini sekarang sudah tidak dianjurkan dipakai,karena uji ini haya menunjukkan ada
tidaknya antibodi anti TBC pada seseorang, sedangkan menurut penelitian, 80%
penduduk indosia sudah pernah terpapar intigen TBC, walaupun tidak bermanifestasi,
sehingga akan banyak memberikan false positif.

Diagnosis Tuberkulosis (TB)

Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada
pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya
dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan
pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.

Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA
positif. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.

Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya
kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala
klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS. Kalau hasil SPS positif,

31
didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan
pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.

• Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen
positif.
• Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.

Pengobatan

Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalani proses yang cukup lama, yaitu
berkisar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih. Penyakit TBC dapat disembuhkan
secara total apabila penderita secara rutin mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter dan
memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik.

Selama proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang lebih baik maka
disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah, sputum, urine dan X-ray
atau rontgen setiap 3 bulannya. Adapun obat-obtan yang umumnya diberikan adalah Isoniazid
dan rifampin sebagai pengobatan dasar bagi penderita TBC, namun karena adanya kemungkinan
resistensi dengan kedua obat tersebut maka dokter akan memutuskan memberikan tambahan obat
seperti pyrazinamide dan streptomycin sulfate atau ethambutol HCL sebagai satu kesatuan yang
dikenal 'Triple Drug'.

Komplikasi

Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :

• Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
• Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
• Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.
• Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
• Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
• Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
32
• Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
• Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih
bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada
kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan
simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.

BRONKIEKTASIS

Definisi

Bronkoektasis merupakan pelebaran (dilatation) yang tidak dapat diubah lagi


(irreversible) dari bagian saluran pernafasan (bronchi) sebagai hasil dari kerusakan dinding
bronkus. Dilatasi bronkus (dan bronkiolus) bersifat abnormal, permanen, dan kronis. Dapat
fokal, melibatkan saluran pernafasan yang menyuplai area parenkim paru-paru yang terbatas,
maupun difus, melibatkan saluran pernafasan dalam distribusinya yang lebih luas.

Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang ketebalan
dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan. Lapisan dalam
(mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel yang melindungi saluran
pernafasan dan paru-paru dari zat-zat yang berbahaya. Sel-sel ini terdiri dari:

• sel penghasil lendir

• sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu partikel-partikel dan
lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan

• sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan tubuh, melawan
organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.

Pada bronkiektasis, daerah dinding bronkus rusak dan mengalami peradangan kronis,
dimana sel bersilia rusak dan pembentukan lendir meningkat. Ketegangan dinding bronkus yang
normal juga hilang. Area yang terkena menjadi lebar dan lemas dan membentuk kantung yang
menyerupai balon kecil. Penambahan lendir menyebabkan kuman berkembang biak, yang sering
menyumbat bronkus dan memicu penumpukan sekresi yang terinfeksi dan kemudian merusak
dinding bronkus.
33
Peradangan dapat meluas ke kantong udara kecil (alveoli) dan menyebabkan
bronkopneumonia, jaringan parut dan hilangnya fungsi jaringan paru-paru.
Pada kasus yang berat, jaringan parut dan hilangnya pembuluh darah paru-paru dapat melukai
jantung.

Peradangan dan peningkatan pembuluh darah pada dinding bronkus juga dapat
menyebabkan batuk darah. Penyumbatan pada saluran pernafasan yang rusak dapat
menyebabkan rendahnya kadar oksigen dalam darah.

Penyebab

Bronkiektasis disebabkan oleh:

• Infeksi pernafasan

− Campak

− Pertusis

− Infeksi adenovirus

− Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas Influenza

− Tuberkulosa

− Infeksi jamur

− Infeksi mikoplasma

• Penyumbatan bronkus

− Benda asing yang terisap

− Pembesaran kelenjar getah bening

− Tumor paru

34
− Sumbatan oleh lendir

• Cedera penghirupan

− Cedera karena asap, gas atau partikel beracun

− Menghirup getah lambung dan partikel makanan

• Keadaan genetik

− Fibrosis kistik

− Diskinesia silia, termasuk sindroma Kartagener

− Kekurangan alfa-1-antitripsin

• Kelainan imunologik

− Sindroma kekurangan imunoglobulin

− Disfungsi sel darah putih

− Kekurangan koplemen

− Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti rematoid artritis, kolitis ulserativa

Manifestasi Klinis

• Batuk kronis (lama/menahun) disertai dengan produksi sputum (dahak) yang juga kronis,
banyak, dan purulen (mirip nanah) kehitaman.

• Dapat juga terjadi hemoptysis (batuk darah).

• Demam atau nyeri dada yang berulang dengan atau tanpa pneumonia (radang paru-paru).

35
• Dapat juga terjadi gejala sistemik seperti: kelelahan, berat badan menurun, dan myalgia
(nyeri otot).

• Clubbing finger (jari-jemari tangan dan kaki melebar dan menebal) akibat insufisiensi
pernapasan.

• Pada penderita bronkiektasis yang menyebar, dapat disertai dengan mengi (wheezing) atau
nafas pendek, bronkitis kronis, emphysema (kelainan pada alveoli paru-paru), atau asma.

• Pada kasus yang berat, dapat terjadi gagal nafas (respiratory failure).

• Pada bronkiektasis yang sangat berat, dapat membebani jantung kanan dan memacu
terjadinya cor pulmonale (bilik jantung kanan melebar).

EMBOLI PARU

Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak,
cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti
aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.

Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang
memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari. Tetapi
bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau orang tersebut memiliki kelainan
paru-paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian
paru-paru.

Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang disebut
infark paru. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih
besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian
mendadak.

Gejala Klinik

36
Emboli yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi sering menyebabkan sesak
nafas. Sesak mungkin merupakan satu-satunya gejala, terutama bila tidak ditemukan adanya
infark.

Penting untuk diingat, bahwa gejala dari emboli paru mungkin sifatnya samar atau
menyerupai gejala penyakit lainnya:

• batuk (timbul secara mendadak, bisa disertai dengan dahak berdarah)

• sesak nafas yang timbul secara mendadak, baik ketika istirahat maupun ketika sedang
melakukan aktivitas

• nyeri dada (dirasakan dibawah tulang dada atau pada salah satu sisi dada, sifatnya tajam atau
menusuk)

• nyeri semakin memburuk jika penderita menarik nafas dalam, batuk, makan atau
membungkuk

• pernafasan cepat

• denyut jantung cepat (takikardia)

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

• Wheezing

• kulit lembab

• kulit berwarna kebiruan

• nyeri pinggul

• nyeri tungkai (salah satu atau keduanya)

• pembengkakan tungkai

• tekanan darah rendah

37
• denyut nadi lemah atau tak teraba

• pusing

• pingsan

• berkeringat

• cemas

KANKER LARING

Kanker Laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau daerah lainnya
di tenggorokan. Kanker laring lebih banyak ditemukan pada pria dan berhubungan dengan rokok
serta pemakaian alkohol.

Gejala Klinik

Kanker laring biasanya berasal dari pita suara, menyebabkan suara serak. Seseorang yang
mengalami serak selama lebih dari 2 minggu sebaiknya segera memeriksakan diri. Kanker
bagian laring lainnya juga bisa menyebabkan nyeri dan kesulitan menelan. Kadang sebuah
benjolan di leher yang merupakan penyebaran kanker ke kelenjar getah bening, muncul terlebih
dulu sebelum gejala lainnya timbul.

Gejala lainnya yang mungkin terjadi adalah:

• nyeri tenggorokan

• nyeri leher

• penurunan berat badan

• batuk

• batuk darah

• bunyi pernafasan yang abnormal

38
KESIMPULAN

Pasien diduga menderita hemoptisis yang disebabkan penyakit karsinoma bronkogenik.


Ini karena usia pasien yang mendekati usia insiden kemuncak yaitu 55 tahun. Pasien juga
merupakan seorang pria yang angka terjadinya karsinoma bronkogenik lebih tinggi berbanding
wanita dan juga merupakan seorang perokok selama lebih dari 20 tahun. Ini menyebabkan resiko
pasien mendapat karsinoma bronkogenik meningkat 70 kali lipat berbanding pria yang tidak
merokok. Riwayat kerja pasien di pertambangan batu-bara juga menyebabkan pasien lebih
terdedah pada paparan polusi udara yang menyebabkan kanker.

Pasien juga mempunyai gejala seperti adanya batuk kronik, hemoptisis, anoreksia,
penurunan berat badan, demam mendukung diagnosis sebagai karsinoma bronkogenik.
Pemeriksaan lanjut harus dilakukan lagi seperti pemeriksaan fisik untuk mendengar kelainan
pernapasan pasien, pemeriksaan radiologi untuk mendapat gambaran yang lebih tepat, dan
pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan perdarahan dan infeksi
tuberculosis.

Daftar Pustaka

1. Kumar, Abbas., Fausto. 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease 7th Edition.
United States of America: Elsevier Saunders.
2. Fauci, Braunwald., Kasper., Hauser., Longo., Jameson., Loscalzo. 2008. Harrison's
Principles of Internal Medicine 17th Edition. United States of America: McGraw’s Hill.

39
3. Browse N.L, Black J., Burnand K.G., Thomas W.E.G. 2005. Browse’s Introduction to the
Symptoms and Signs of Surgical Disease Fourth Edition. United Kingdom: Hodder Arnold.

4. Rasad S. 2008. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Indonesia: Balai Penerbit FKUI.

5. Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

6. Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
7. Hemoptisis. [online]. 2009. [cited 2009 July 25]. Available from:
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/

40

You might also like