You are on page 1of 43

UROLITHIASIS

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan zaman
Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih
seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak
terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai
belahan bumi. Di negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli
sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian
atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di
Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh
dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit
ini merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping
infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna 1.

Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari
jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di
Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam negeri yang pernah
dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat
tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada
tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar
disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL
(Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh
tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka).1

Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering muncul pada


semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting perawatan medis pada
pasien dengan batu saluran kemih. Dengan perkembangan teknologi kedokteran
terdapat banyak pilihan tindakan yang tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat
juga terbatas karena adanya variabilitas dalam ketersediaan sarana di masing-masing
rumah sakit maupun daerah.7

Yanuarani Setyaningrum Page 1


UROLITHIASIS

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan


aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor
itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor
ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. 7

Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal, batu ureter,
batu buli-buli dan batu uretra. Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur:
kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP),
xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lainnya. Semua tipe batu saluran kemih
memiliki potensi untuk membentuk batu staghorn, namun pada 75% kasus,
komposisinya terdiri dari matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit
atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease.1

BAB II

EMBRIOLOGI

Ada tiga sistem ginjal yang muncul selama masa pertumbuhan janin, yaitu pronefros,
mesonefros, dan metanefros. Ketiga sistem ini muncul satu demi satu secara tumpang tindih
dan kemudian menghilang, kecuali metanefros yang bertahan menjadi ginjal yang permanen.

Yanuarani Setyaningrum Page 2


UROLITHIASIS

1. Pronefros

Pada embrio manusia, pronefros mengandung 7-10 kumpulan sel padat yang berasal
dari mesoderm intermediet dan berada pada daerah servikal. Nefrotom yang pertama
terbentuk sudah mengalami regresi sebelum nefrotom terakhir terbentuk, dan pada
akhir minggu keempat sistem pronefros sudah menghilang.

2. Mesonefros

Selama masa regresi secara pronefros, muncul tubulus ekskretorius pertama


mesonefros. Mesonefros mempunyai komponen glomerulus, kapsula Bowman,
tubulus ginjal, dan duktus kolektivus yang dikenal sebagai duktus Wolffi. Pada akhir
bulan kedua sebagian besar sistem mesonefros mengalami degenerasi. Berbeda
dengan beberapa jenis hewan, akktivitas mesonefros pada embrio manusia tidak
mempunyai fungsi yang jelas.

3. Metanefros (Ginjal permanen)

Sistem ginjal ketiga, metanefros, muncul pada minggu kelima, dari dua sumber yang
berbeda, yaitu tunas ureter (ureter bud) dan mesoderm metanefros.
Duktus kolektivus ginjal yang permanen berasal dari pertumbuhan tunas ureter yang
berpangkal dari duktus mesonefros. Tunas ureter tumbuh ke arah sefalik dan
melakukan penetrasi ke jaringan metanefros sambil terus mengalami percabangan
dua-dua hingga dua belas kali atau lebih. Tunas ureter ini membentuk ureter, pelvis
renal, kaliks mayor dan minor serta 1- 3 juta tubulus kolektivus.
Setiap tubulus kolektivus yang terbentuk ditutupi pada bagian distalnya oleh
metanephric cap yang berasal dari lapisan mesoderm. Dengan rangsangan tubulus
kolektivus, metanephric cap ini membentuk vesika renal, yang kemudian
berdiferensiasi membentuk glomerulus, kapsula Bowman, tubulus proksimal, ansa
Henle, dan tubulus distal.
Pada awalnya ginjal terletak di daerah pelvis, namun kemudian mengalami
perubahan posisi sehingga terletak di daerah abdomen. Berubahnya posisi ginjal
disebabkan oleh penyusutan kurvatura tubuh dan perkembangan pada daerah
lumbosakral. Pada daerah pelvis, metanefros mendapat suplai darah dari cabang

Yanuarani Setyaningrum Page 3


UROLITHIASIS

pelvis aorta. Selama proses perubahan posisi ke abdomen, ginjal mendapat


vaskularisasi dari cabang aorta yang lebih tinggi. Pembuluh darah dari level yang
lebih rendah biasanya berdegenerasi, namun bila pembuluh darah ini tetap bertahan,
maka kita akan menemukan adanya vaskularisasi ke ginjal yang lebih dari satu
(biasanya dua atau tiga arteri, bahkan pernah sampai lima arteri), suatu varian yang
disebut supernumerary renal arteries.
Selama proses “kenaikan” ke abdomen, ginjal melewati percabangan arteri yang
dibentuk oleh arteri umbilikalis. Bila hal ini gagal dilakukan, maka ginjal akan tetap
berada di daerah pelvis, yang dikenal dengan istilah ginjal pelvis. Kadang-kadang
pada usahanya melewati percabangan arteri tersebut, kedua ginjal terdorong sangat
dekat sehingga menyatu pada bagian pool bawah. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya ginjal tapal kuda (horseshoe kidney). Ginjal tapal kuda biasanya berlokasi
di bagian bawah vertebra lumbal, akibat menyangkut pada pangkal arteri mesenterika
inferior.

BAB III
HISTOLOGI

Unit fungsional ginjal disebut nefron, yang mempunyai fungsi sekresi dan ekskresi.
Bagian yang berfungsi sekresi sebagian besar berada pada korteks dan terdiri dari korpus
Malphigi serta bagian sekresi tubulus renal. Bagian yang berfungsi ekskresi terletak di dalam
medulla.

Yanuarani Setyaningrum Page 4


UROLITHIASIS

Korpus Malphigi, gabungan glomerulus dan kapsula Bowman, berhubungan dengan


tubulus proksimal. Tubulus ginjal yang berfungsi sekresi terdiri dari tubulus proksimal, ansa
Henle, dan tubulus distal, sedangkan bagian dari tubulus ginjal yang berfungsi ekskresi
adalah tubulus kolektivus. Bagian ini menyeluarkan kandungannya melalui papilla piramid
ke kaliks minor.

Jaringan penunjang
Stroma ginjal terdiri dari jaringan ikat longgar yang mengandung pembuluh darah,
kapiler, persarafan, dan pembuluh limfatik.

Gambar. Histologi Ginjal Gambar. Histologi Ureter

Yanuarani Setyaningrum Page 5


UROLITHIASIS

Gambar. Histologi Urethra

Yanuarani Setyaningrum Page 6


UROLITHIASIS

BAB IV
ANATOMI

1. Bentuk dan Ukuran

Ginjal berjumlah sepasang, berwarna coklat kemerahan, dan merupakan organ


padat yang terlindung dengan baik di dalam retroperitonium pada kedua sisi tulang
belakang. Berat ginjal pria dewasa sekitar 150 gram. Ginjal wanita dewasa relatif
lebih kecil, sekitar 135 gram. Ukuran panjang (vertikal) normal sekitar 10-12 cm,
lebar (transversal) 5-7 cm, dengan ketebalan (anteroposterior) 3 cm. Ginjal kanan
bentuknya lebih bervariasi akibat desakan dari hepar. Ukuran vertikal ginjal kanan
cenderung lebih pendek, dengan ukuran transversal yang terkadang dapat melebihi
ukuran vertikal.
Dibandingkan ukuran tubuh, ginjal anak secara relatif lebih besar daripada ginjal
orang dewasa. Pada saat lahir, kontur ginjal ireguler dengan lobulasi multipel.
Lobulasi ini menghilang pada tahun pertama kehidupan. Pada orang dewasa,
kelengkungan ginjal dari pool atas ke pool bawah tampak halus. Meski demikian,
adanya sisa lobulasi pada orang dewasa merupakan varian normal.
Permukaan medial ginjal berbentuk cekung, disebut hilum. Hilum ginjal terbuka
ke arah sinus ginjal, suatu rongga yang membentuk sisi tengah ginjal dan dikelilingi
oleh parenkim ginjal. Struktur pengumpul urin dan pembuluh darah ginjal menempati
sinus ginjal dan keluar dari ginjal medial dari hilum.

2. Letak dan Mobilitas Ginjal

Ginjal terletak sepanjang muskulus psoas dalam posisi oblik, di mana pool bawah
terletak lebih lateral dari pool atas. Dari potongan transversal, ginjal tidak dalam
posisi tegak lurus 90 derajat, tetapi 30 derajat lebih ke anterior dari penampang
koronal.
Ginjal kanan berada lebih rendah sekitar 1- 2 cm dibanding ginjal kiri karena
berada di bawah hepar. Namun demikian, letak anatomis kedua ginjal ini cukup
bervariasi. Pool atas ginjal kiri terletak pada korpus vertebra torakal XII dan pool

Yanuarani Setyaningrum Page 7


UROLITHIASIS

bawahnya terletak pada vertebra lumbal III. Ginjal kanan terletak setinggi bagian atas
vertebra lumbal I hingga bagian bawah lumbal III.
Ginjal ditunjang oleh lapisan lemak perirenal, pedikel vaskuler, tonus otot
abdomen, dan organ visera di sekitarnya. Meskipun begitu, ginjal termasuk organ
yang mobil. Pergerakan napas dan perubahan posisi dari berbaring ke tegak dapat
menyebabkan pergerakan sekitar 4-5 cm. Bila mobilitas ginjal menghilang, perlu
dicurigai adanya suatu fiksasi abnormal, seperti perinefritis, namun mobilitas ginjal
yang berlebih tidak selalu berasal dari suatu proses patologis.

3. Bagian-bagian Ginjal

Parenkim ginjal terdiri dari korteks dan medulla. Penampakan korteks biasanya
lebih terang dan homogen dari medulla. Korteks terdiri dari glomerulus dan sebagian
tubulus ginjal yang berfungsi sekresi. Komponen korteks ada yang berada di antara
piramid medulla dan menonjol ke sinus renal, disebut kolumna renalis Bertini.
Medulla terdiri dari sejumlah piramid yang dibentuk dari kumpulan tubulus yang
lurus dan duktus kolektivus ginjal. Apeks piramid disebut papilla renal dan berakhir
pada kaliks minor.
Ginjal dan kelenjar adrenal dikelilingi oleh lemak perirenal dan keduanya secara
longgar ditutup oleh fasia perirenal (fasia Gerota). Lapisan anterior dan posterior
fasia Gerota meluas dan bergabung dengan sekitarnya pada tiga tempat, di lateral,
medial, dan superior. Pada perluasan ke superior, fasia Gerota bergabung dengan
permukaan diafragma inferior, ke medial meluas melewati garis tengah dan
bergabung dengan fasia Gerota kontralateral, ke inferior fasia Gerota merupakan
ruang terbuka yang berisikan ureter dan pembuluh gonad (pembuluh darah spermatika
dan vas deferens). Di sekitar fasia Gerota terdapat sejumlah lemak pararenal. Fasia
Gerota merupakan penghalang anatomis sekeliling ginjal. Keganasan ginjal pada fase
awal biasanya berada di dalam kapsul fasia dan dapat dengan mudah dieksisi dengan
mengangkat ginjal. Selain itu, fasia Gerota dapat dengan mudah dipisahkan dari fasia
transversalis di posterior atau dari peritonium dan kolon di anterior.

Yanuarani Setyaningrum Page 8


UROLITHIASIS

Gambar. Anatomi Ginjal Gambar. Ginjal dan organ sekitarnya

4. Hubungan Ginjal dengan Organ Sekitarnya

Pada bagian posterior, hubungan ginjal kiri dan kanan dengan organ sekitarnya
relatif hampir serupa. Diafragma menutup bagian atas dari ginjal. Karena diafragma
berkaitan erat pula dengan pleura, maka setiap tindakan bedah dengan pendekatan ke
bagian atas ginjal, berisiko mengenai rongga pleura. Iga XII menyilang ginjal pada
bagian bawah diafragma. Batas atas kiri ginjal yang lebih tinggi dari yang kanan, juga
berhubungan dengan iga XI. Sisi medial dua pertiga bagian bawah kedua ginjal,
pembuluh darah ginjal, dan pelvis renal berada di atas m. psoas. Di lateralnya
berturut-turut terdapat m. kuadratus lumborum dan aponeurosis m. transversus
abdominis.
Di bagian anterior, ginjal kanan berada di belakang hepar, dipisahkan oleh lapisan
peritoneum, kecuali pada sebagian kecil pool atas yang langsung berhubungan dengan
daerah retroperitoneal hepar. Adanya lapisan peritoneum ini memberikan keuntungan
proteksi terhadap penyebaran kanker ginjal secara langsung ke hepar. Perluasan
peritoneum parietal yang menghubungkan fasia perirenal yang menutup pool atas
ginjal kanan dengan sisi posterior hepar disebut ligamentum hepatorenal. Traksi
yang berlebihan pada ligamentum ini pada saat operasi dapat menyebabkan robekan
parenkim hepar. Duodenum berbatasan dengan sisi medial dan struktur hilum ginjal

Yanuarani Setyaningrum Page 9


UROLITHIASIS

kanan. Fleksura hepatika kolon melintas pada pool bawah ginjal kanan. Kelenjar
adrenal terletak pada sisi superomedial pool atas kedua ginjal.
Pada ginjal kiri, kauda pankreas yang terletak retroperitoneal dan pembuluh darah
splanknik yang berkaitan, berbatasan dengan bagian atas, medial, dan hilum ginjal. Di
atas dari kauda pankreas, ginjal kiri berbatasan dengan dinding posterior gaster
sedangkan di bawah kauda pankreas, berbatasan dengan jejunum. Di pool bawah,
ginjal kiri berdekatan dengan fleksura lienalis kolon. Limpa dipisahkan dari bagian
lateral atas ginjal kiri oleh lapisan peritoneum. Biasanya dijumpai perluasan
peritoneum yang menghubungkan fasia perirenal yang menutupi pool atas ginjal kiri
dengan kapsul ginjal inferior, yang disebut ligamentum splenorenal atau lienorenal.
Regangan yang berlebihan pada saat operasi pada ligamentum ini dapat menyebabkan
robekan limpa.

5. Pembuluh Darah, Persarafan, dan Sistem Limfatik

• Arteri :
Arteri renalis merupakan cabang aorta abdominalis. Percabangan tersebut
terletak setinggi vertebra lumbal II, di bawah pangkal a. mesenterika superior.
Jumlah arteri renalis umumnya satu pada masing-masing sisi dan memasuki ginjal
pada daerah hilum dan diapit oleh vena renalis di anterior dan pelvis renis di
posterior. Pada beberapa variasi normal, arteri renalis ditemukan bercabang dua
atau lebih sebelum mencapai ginjal. Pada kasus duplikasi pelvis dan ureter, sering
ditemukan masing-masing segmen mendapat suplai arteri sendiri-sendiri.
Arteri renalis kanan mempunyai pangkal di aorta lebih tinggi dari yang kiri,
dan karena letak ginjal kanan yang lebih rendah, lebih panjang dibandingkan
arteri renalis kiri.
Arteri renalis mempunyai cabang anterior dan posterior. Cabang posterior
memperdarahi segmen tengah permukaan posterior ginjal. Cabang anterior terdiri
dari empat segmen, yaitu apikal, superior, medial, dan inferior. Cabang anterior
mensuplai segmen atas dan bawah posterior ginjal serta seluruh segmen
permukaan anterior ginjal, sedangkan cabang posterior memperdarahi sisanya.
Semua arteri-arteri pada ginjal adalah end artery, tanpa anastomosis atau sirkulasi
kolateral, sehingga oklusi pada salah satu segmen atau arteri utama akan

Yanuarani Setyaningrum Page 10


UROLITHIASIS

menyebabkan iskemia dan infark pada parenkim ginjal yang mendapat suplai
darah. Hal ini memberikan implikasi klinis dalam melakukan insisi pada daerah
ginjal. Insisi pada daerah yang relatif avaskuler, seperti insisi vertikal pada 1 cm
posterior dari sisi konveks lateral ginjal (garis Brödel) atau insisi transversal di
antara segmen posterior dan pool atas atau pool bawah ginjal, merupakan insisi
yang lazim dilakukan dalam operasi untuk mendapat akses ke sistem
pengumpulan urin atau kaliks ginjal tanpa menyebabkan cedera arteri yang
membahayakan.
Arteri renalis kemudian dibagi lagi menjadi arteri interlobaris, yang berjalan
naik pada kolumna renalis, di antara piramid-piramid. Selanjutnya arteri ini
menyusuri basis piramid dan dinamai arteri arkuata. Arteri arkuata kemudian
bercabang-
cabang lagi
dengan
arah ke
korteks
disebut
arteri

Gambar. Vaskularisasi
Ginjal
interlobularis. Dari sini, cabang yang lebih kecil, arteriol aferen membentuk
jalinan kapiler yang disebut glomerulus. Dari glomerulus, keluar arteri eferen
yang membentuk jaringan kapiler kedua di sekeliling tubulus pada daerah korteks
atau memanjang terus hingga ke medulla renalis (vasa rekta).

• Vena :

Yanuarani Setyaningrum Page 11


UROLITHIASIS

Vena-vena pada ginjal berpasangan dengan arterinya, namun berbeda dengan


arteri, vena-vena tersebut saling beranastomosis sehingga bila ada gangguan
drainase dari salah satu vena, maka vena lainnya akan saling mengisi.
Vena renalis kanan mempunyai panjang 2- 4 cm dan langsung bermuara ke vena
cava inferior tanpa menerima percabangan lain. Vena renalis kiri mempunyai
panjang tiga kali lipat (6-10 cm) dan lebih dahulu menyilang aorta untuk
kemudian bermuara ke vena cava inferior. Sebelumnya, vena renalis kiri
menerima percabangan dari vena adrenalis kiri, vena lumbalis, dan vena gonadal
kiri.
Meski arteri dan vena renalis umumnya tunggal, namun pembuluh asesorius
sering ditemukan. Pembuluh ini mempunyai arti klinis karena, bila letaknya
berdekatan dan menekan ureter, dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis.

Skema. Aliran Pembuluh darah Ginjal

• Persarafan
Persarafan ginjal berasal dari pleksus renalis yang berjalan beriringan dengan
pembuluh darah ginjal sepanjang parenkim ginjal. Persarafan aferen berjalan dari
ginjal ke korda spinalis bersama dengan serabut simpatik sedangkan persarafan
eferen ke ginjal merupakan persarafan autonom yang mengeluarkan serabut

Yanuarani Setyaningrum Page 12


UROLITHIASIS

vasomotor ke arteriol aferen dan eferen. Serabut saraf ginjal mempunyai


hubungan dengan pleksus testikuler. Hubungan ini mungkin dapat menjelaskan
timbulnya nyeri pada testis pada beberapa kelainan ginjal.

• Sistem limfatik
Drainase limfatik gunjal sangat banyak dan mengikuti pembuluh darah
sepanjang kolumna renalis keluar dari parenkim ginjal dan kemudian membentuk
beberapa trunkus limfatikus di dalam sinus ginjal. Saluran limfatik dari kapsul
ginjal, jaringan perinefrik, pelvis renal, dan ureter proksimal bergabung dengan
trunkus limfatik ini. Ada dua atau lebih nodus limfatikus di hilum renal yang
berhubungan dengan vena renalis, yang bila ada, merupakan tempat metastasis
pertama keganasan ginjal.
Pada ginjal kiri, trunkus limfatikus mengalir ke nodus limfatikus paraaorta
lateralis, sedangkan pada ginjal kanan trunkus limfatikus mengalir ke nodus
limfatikus parakaval kanan dan interaortokaval.

Yanuarani Setyaningrum Page 13


UROLITHIASIS

BAB V
FISIOLOGI

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi ECF (cairan
ekstraseluler) dalam batas – batas normal. Komposisi dan cairan ekstrasel ini dikontrol oleh
filtrasi glomerulus, reabsorpsi, dan sekresi tubulus.2
Ginjal mengekskresikan bahan – bahan kimia asing tertentu (misalnya obat – obatan),
hormone dan metabolit lain, tetapi fungsi yang paling utama adalah mempertahankan volume
dan komposisi ECF dalam batas normal. Tentu saja ini dapat terlaksana dengan mengubah
ekskresi air dan zat terlarut, kecepatan filtrasi yang tinggi memungkinkan pelaksanaan fungsi
ini dengan ketepatan yang tinggi. Pembentukan renin dan eritropoetin serta metabolisme
vitamin D merupakan fungsi non-ekskretor yang penting.2
Ginjal juga berperan penting dalam degradasi insulin dan pembentukan sekelompok
senyawa yang mempunyai makna endokrin yang berarti, yaitu prostaglandin. Sekitar 20%
insulin yang dibentuk oleh pancreas didegradasi oleh sel – sel tubulus ginjal. Akibatnya
penderita diabetes yang menderita payah ginjal membutuhkan insulin yang jumlahnya lebih
sedikit. Prostaglandin merupakan hormone asam lemak tidak jenuh yang terdapat banyak
dalam jaringan tubuh. Medula ginjal membentuk PGI dan PGE2 yang merupakan vasodilator
potensial. Prostaglandin mungkin berperan penting pada pengaturan aliran darah ginjal,
pengeluaran renin dan reabsorpsi Na+. Kekurangan prostaglandin mungkin juga turut dalam
beberapa bentuk hipertensi ginjal sekunder, meskipun bukti – bukti yang ada sekarang ini
masih kurang memadai.2

Yanuarani Setyaningrum Page 14


UROLITHIASIS

FUNGSI UTAMA GINJAL


No FUNGSI EKSKRESI No FUNGSI NON - EKSKRESI
1 Mempertahankan osmolaritas plasma 1 Mensintesis dan mengaktifkan hormone
sekitar 285 mOsmol dengan mengubah  Renin : penting dalam pengaturan
– ubah ekskresi air. tekanan darah.
2 Mempertahankan volume ECF dan  Eritropoetin : merangsang produksi
tekanan darah dengan mengubah – sel darah merah oleh sumsum tulang.
+
ubah ekskresi Na .  1,25-dihidroksi vitamin D3 :
3 Mempertahankan konsentrsi plasma hidroksilasi akhir vitamin D3 menjadi
masing – masing elektrolit individu bentuk yang paling kuat.
dalam rentang normal.  Prostaglandin : sebagian besar adalah
4 Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 vasodilator, bekerja secara local
+
dengan mengeluarkan kelebihan H dan melindungi dari kerusakan iskemik
-
membentuk kembali HCO3 . ginjal.
5 Mengekskresikan produk akhir nitrogen 2 Degradasi hormone polipeptida.
dari metabolism protein (terutama urea, Insulin, glucagon, parathormon,
asam urat dan kreatinin). prolaktin, hormone pertumbuhan, ADH
6 Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk dan hormone GIT (gastrin, polipeptida
sebagian besar obat. intestinal vasoaktif/ VIP).
Tabel. Fungsi Ginjal

Yanuarani Setyaningrum Page 15


UROLITHIASIS

Gambar. Korpus Renalis (Glomerulus & Glomerular Bowman’s


Capsule)

Gambar. Nefron

Yanuarani Setyaningrum Page 16


UROLITHIASIS

BAB VI
UROLITHIASIS
VI.1.1. DEFINISI
Batu saluran kencing merupakan keadaan patologis karena adanya massa keras
berbentuk seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kencing dan dapat menyebabkan
nyeri, perdarahan atau infeksi pada saluran kencing. Terbentuknya batu disebabkan karena air
kemih kekurangan materi-materi yang dapat menghambat terbentuknya batu. Batu saluran
kencing dapat terbentuk karena adanya peningkatan kalsium, oksalat, atau asam urat dalam
air kencing serta kurangnya bahan-bahan seperti sitrat, magnesium, pirofosfat yang dapat
menghambat pembentukan batu, kurangnya produksi air seni, infeksi saluran kencing,
gangguan aliran air kencingdan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap/idiopatik.
Batu Ginjal di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu
yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih
(batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis atau
renalis,nefrolitiasis).
Renal calculi adalah pengkristalan dari mineral-mineral yang mengelilingi suatu zat
organik seperti nanah, darah, atau sel-sel yang sudah mati. Kebanyakan dari renal calculi
terdiri dari garam-garam calcium (oxalate dan posphat), atau magnesium-amonium phospat
dan uric acid.
Renal calculi, merupakan penumpukan garam mineral yang dapat diam di mana saja di
sepanjang saluran perkemihan. Ini terjadi jika urine penuh mencapai batas jenuh asam urat,
fosfat, dan kalsium oksalat. Normalnya, zat-zat ini larut dalam cairan urine dan dengan
mudah terbilas saat buang air kecil. Tetapi ketika mekanisme alami seperaati pengaturan
keseimbangan asam-basa (Ph) terganggu atau imunitas tertekan, zat-zat itu mengkristal dan
kristal ini bisa menumpuk, akhirnya membentuk zat yang cukup besar untuk menyumbat
aliran urin.

Yanuarani Setyaningrum Page 17


UROLITHIASIS

VI.1.2. ETIOLOGI
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran
urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang
idiopatik.
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor- faktor tersebut antara lain :
A. Faktor Intrinsik :
a) Herediter (keturunan)
b) Umur :sering dijumpai pada usia 30-50 tahun.
c) Jenis Kelamin :lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan.
B. Faktor Ekstrinsik :
a) Geografis : pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu), sedangkan daerah batu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai
penyakit batu saluran kemih.
b) Iklim dan temperatur
c) Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d) Diet : Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
batu saluran kemih.
e) Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

Yanuarani Setyaningrum Page 18


UROLITHIASIS

Sumber lain juga mengatakan bahwa terbentuknya batu bisa terjadi karena air kemih
jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan
penghambat pembentukan batu yang normal. Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya
mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit. Batu struvit
(campuran dari magnesium, amonium dan fosfat) juga disebut "batu infeksi" karena batu ini
hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi. Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batu
yang besar disebut "kalkulus staghorn". Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis
renalis dan kalises renalis.
Penyebab dari renal calculi adalah idiopatik akan tetapi ada faktor-faktor predisposisi
dan yang utama adalah UTI (Urinary Tract Infection). Infeksi ini akan meningkatkan
timbulnya zat-zat organik. Zat-zat ini dikelilingi oleh mineral-mineral yang mengendap.
Pengendapan mineral-mineral ini akan meningkatkan alkalinitas urin dan mengakibatkan
pengendapan calsium posphat dan magnesium-amonium posphat. Stasis urin juga dapat
menimbulkan pengendapan zat-zat organik dan mineral-mineral. Dehidrasi juga merupakan
factor resiko terpenting dari terbentuknya batu ginjal.
Faktor-faktor lain yang dikaitkan dengan pembentukan batu adalah sebagai berikut :
A. Pemakan Antasid dalam jangka panjang
B. Terlalu banyak vitamin D,dan calsium carbonate

Teori Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih


A. Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urin), yaitu pada
system kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalices
(stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada
hyperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-
keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
B. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terdapat dalam urine. Kristal-kristal ini tetap dalam keadaan
metastable/tetap telarut dalam urine jika tidak ada keadaan–keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya presipitasi kristal.
C. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti
batu/nukleasi yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan

Yanuarani Setyaningrum Page 19


UROLITHIASIS

lain sehingga menjadi kristal yang agak besar, tapi agregat kristal ini masih rapuh dan
belum cukup mampu membuat buntu atau sumbatan saluran kemih.
D. Agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih atau membentuk retensi
kristal, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.
E. Kondisi metastable dipngaruhi oleh suhu, PH larutan, adanya koloid didalam
urine, konsentrasi solute dalam urine, laju aliran urine, atau adanya korpus alienum di
dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
F. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu calsium, meskipun
patogenesis pembentukan batu hampir sama,tetapi suasana di dalam saluran kemih
yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama, misal batu asam urat
mudah terbentuk dalam suasana asam,sedangkan batu magnesium ammonium fosfat
terbentuk karena urine bersifat basa.

Faktor Penghambat Terbentuknya Batu:


a. Ion Magnesium (Mg), karena jika berikatan dengan oksalat maka akan membentuk
garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium
(Ca) untuk membentuk kalsium oksalat menurun.
b. Sitrat, jika berikatan dengan ion kalsium maka akan membentuk garam kalsium sitrat
sehingga mengurangi jumlah kalsium yang berikatan dengan oksalat ataupun fosfat
berkurang, sehingga Kristal kalsium oksalat atau kalsium fosfat jumlahnnya berkurang.
c. Beberapa jenis protein atau senyawa organic mampu bertindak sebagai inhibitor dengan
menghambat pertumbuhan Kristal, menghambat aggregasi Kristal dan menghambat
retensi Kristal, antara lain glikosaminoglikan (GAG), protein Tamm Horsfall (THP) atau
Uromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin. Defisiensi zat-zat yang berfungsi sebagai
inhibitor batu merupakan salah satu factor penyebab timbulnya batu saluran kemih.

Yanuarani Setyaningrum Page 20


UROLITHIASIS

Masukan Natrium Kalium ↑ meningkatkan ekskresi Ca

PENINGKAT
Masukan Protein ↑ Ekskresi Ca,asam urat, fosfat↑, sistin ↓ AN Resiko
Pembentukan
Masukan Ca ↑ Batu
Saluran Kemih
Masukan Sukrosa↑ meningkatkan ekskresi Ca

Masukan Vit C ↑

Pembagian Jenis Batu


A. Berdasarkan sifat materi penyusunnya :
a) An Organik Stone ( Ph basa ),contoh Ca oksalat, Ca fosfat, magnesium fosfat,
garam triple fosfat.
b) Organik Stone ( Ph Asam), contoh uric acid dan cystin.
B. Secara Radiologis :
a) Batu Radio Opaque atau nyata : umumnya adalah anorganik stone
b) Batu Radio lucent atau tidak nyata, bersifat organic dan asam.
c) Batu organik campuran kalsium
C. Berdasarkan warna batu :
a) Warna sangat gelap dan ukuran kecil,ex : calcium oksalat
b) Warna putih, besar,dan halus ex: calcium fosfat
c) Warna coklat, kecil dan halus ex :Ca urat/asam urat.
D. Berdasarkan letak batu :
a) Batu Ureter
Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistim kalik
ginjal, yang turun ke ureter. Terdapat tiga penyempitan sepanjang ureter yang
biasanya menjadi tempat berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu ureteropelvic
junction (UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muara ureter di dinding
buli.

b) Batu Ginjal
c) Batu Kandung kemih

Yanuarani Setyaningrum Page 21


UROLITHIASIS

d) Batu Uretra

Komposisi Batu :
1. Batu Kalsium (kurang lebih 70 - 80 % dari seluruh batu saluran kemih)
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan
dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat
sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu
infeksi), batu xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya. 5

Sebagian besar penderita batu kalsium mengalami hiperkalsiuria, dimana kadar


kalsium di dalam air kemih sangat tinggi. Obat diuretik thiazid (misalnya trichlormetazid)
akan mengurangi pembentukan batu yang baru.5

1. Dianjurkan untuk minum banyak air putih (8-10 gelas/hari).


2. Diet rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfat.

Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat pembentukan batu kalsium) di dalam air
kemih, diberikan kalium sitrat. Kadar oksalat yang tinggi dalam air kemih, yang
menyokong terbentuknya batu kalsium, merupakan akibat dari mengkonsumsi makanan
yang kaya oksalat (misalnya bayam, coklat, kacang-kacangan, merica dan teh). Oleh
karena itu sebaiknya asupan makanan tersebut dikurangi. Kadang batu kalsium terbentuk
akibat penyakit lain, seperti hiperparatiroidisme, sarkoidosis, keracunan vitamin D,
asidosis tubulus renalis atau kanker. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan pengobatan
terhadap penyakit-penyakit tersebut.5

Yanuarani Setyaningrum Page 22


UROLITHIASIS

• Faktor terjadinya batu kalsium5


• Hiperkalsiuri (kalsium di dalam urine lebih besar dan 250-300 mg/24 jam)
• Hiperkalsiuri absobtif
• Hiperkalsiuri renal
• Hiperkalsiuri resorptif
• Hiperoksaluri adalah ekskresi oksalat urine yang melebihi 45 gram perhari
• teh, kopi instan, minuman .soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan
sayuran berwarna hijau terutama bayam
• Hiperurikosuri adalah kadar asam urat di dalarn urine yang melebihi 850
mg/24 jam
• Sumber asam urat di dalam urine berasal dari makanan yang
mengandung banyak purin/asam urat maupun berasal dari metabolisme
endogen
• Hipositraturi
• penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom
malabsobsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka
waktu lama
• Hipomagnesiuri

3. Batu Struvit (batu infeksi )

Batu struvit, disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar
membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman
penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang
dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui
hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.1

Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah


matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple
phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk
dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.1

Yanuarani Setyaningrum Page 23


UROLITHIASIS

Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium,


fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg
NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation Ca++
Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-
kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella,
Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak
menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri
pemecah urea.1

4. Batu Urat (Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih)

Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena


makanan tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam air kemih.
Untuk mengurangi pembentukan asam urat bisa diberikan allopurinol. Batu asam urat
terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena itu untuk menciptakan suasana
air kemih yang alkalis (basa), bisa diberikan kalium sitrat. Dan sangat dianjurkan
untuk banyak minum air putih.

• Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah :


• Urine yang terlau asam (pH urine <6 )
• Volume urine yang jumlahnya sedikit (<2 liter/hari) atau dehidrasi
• Hiperurikosuri.

Terbentuknya batu bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan garam-garam
yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan penghambat
pembentukan batu yang normal.

Yanuarani Setyaningrum Page 24


UROLITHIASIS

Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan,
termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit. Batu struvit (campuran dari
magnesium, amonium dan fosfat) juga disebut batu infeksi karena batu ini hanya
terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi. Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau
lebih. Batu yang besar disebut kalkulus staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir
keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis.

VI.1.3 Epidemiologi
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu
mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan berubah sesuai
dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan pembandingan data
penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di negara
yang mulai berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama
terdapat di kalangan anak.

Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif


rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran kemih bagian
atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas,
terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran
kemih sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.

Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian
di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan 7%
untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria. 4

Yanuarani Setyaningrum Page 25


UROLITHIASIS

INSIDENSI UROLITHIASIS

PEMBENTUK BATU India USA Japan


UK

Calcium Oxalate Murni 86.1 33 17.4 39.4

Calcium Oxalate bercampur 4.9 34 50.8


20.2
Phosphate

Magnesium Ammonium 2.7 15 17.4 15.4


Phosphate (Struvite )

VI.1.4. TANDA DAN GEJALA


Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena
distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi
tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih
merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh
pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah
terjadi.4

Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri
ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena
aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha
untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan
tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf
yang memberikan sensasi nyeri.

Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih,
biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter.
Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke
perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan
muntah sering menyertai keadaan ini.4

Yanuarani Setyaningrum Page 26


UROLITHIASIS

Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri
ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis,
terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan
demam-menggigil.4

Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam
kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat
ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau
kolik renalis (nyeri kolik yang hebat).4
Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di
daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah
kemaluan dan paha sebelah dalam. Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut
menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin
menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter.4
Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran
kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas
penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi.4
Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke
saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal
(hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal. 4

VI.1.5. PATOFISIOLOGI
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada
sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis
uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat
benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu.7

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik


maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam
keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu
yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan

Yanuarani Setyaningrum Page 27


UROLITHIASIS

presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi
dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.7

Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada
epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan,
adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya
korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.7

Beberapa faktor
yang dapat
mempengaruhi
terbentuknya
renal kalkuli
seperti :5
A. Hiperparatiroidisme
B. Asidosis tubular renal
C. Malignansi
D. Penyakit granulomatosa ( sarcoidosis,tuberculosis)
E. Masukan vitamin D yang berlebihan
F. Masukan susu dan alkali
G. Penyakit mieloproliferatif ( leukaemia, polisitemia, mieloma multiple).
Serta faktor presipitasi seperti: gaya hidup, intake cairan kurang, retensi urine,
konsumsi vitamin C dosis tinggi, immobilisasi, dll. Semua kondisi diatas akan
mempengaruhi keadaan metastabel dari zat-zat yang terlarut dalam urine, dimana
keadaan metastabel ini sangat berkaitan dengan Ph larutan, suhu, konsentrasi solut
dalam urine, dan laju aliran urine yang jika tidak seimbang maka akan menimbulkan
pembentukan kristal-kristal urine yang lama-kelamaan akan membesar dan
menimbulkan obstruksi traktus urinarius dan menimbulkan gejala seperti nyeri
kostovertebral dan gejala lain tergantung daerah batu terbentuk. Apabila sebagian dari

Yanuarani Setyaningrum Page 28


UROLITHIASIS

tractus urinarius mengalami obstruksi, urine akan terkumpul dibagian atas dari obstruksi
dan mengakibatkan dilasi pada bagian itu.6
Otot-otot pada bagian yang kena berkontraksi untuk mendorong urine untuk
melewati obstruksi. Apabila obstruksinya partial, dilatasi akan timbul dengan pelan
tanpa gangguan fungsi. Apabila obstruksinya memberat, tekanan pada dinding ureter
akan meningkat dan mengakibatkan dilatasi pada ureter (hydroureter). Volume urine
yang terkumpul meningkat dan menekan pelvis dari ginjal dengan akibat pelvis ginjal
berdilasi (hydrophrosis). Penambahan tekanan ini tidak berhenti pada pelvis saja tetapi
bisa sampai ke jaringan-jaringan ginjal yang kemudian menyebabkan kegagalan renal.7,8
Obstruksi juga bisa mengakibatkan stagnansi urine. Urine yang stragnant ini bisa
bisa menjadi tempat untuk perkembangan bakteri dan infeksi. Obstruksi pada tractus
urinarius bawah dapat menyebabkan distensi bladder. Infeksi bisa timbul dan
pembentukan batu.8
Obstruksi pada tractus urinarius atas bisa berkembang sangat cepat karena pelvis
ginjal adalah lebih kecil bila dibandingkan dengan bladder. Peningkatan tekanan pada
jaringan-jaringan ginjal dapat menyebabkan ischemia pada renal cortex dan medula dan
dan dilatasi tabula-tabula renal. Statis urine pada pelvis ginjal bisa menyebabkan infeksi
dan pembentukan batu, yang bisa menambah kerusakan pada ginjal. Ginjal yang sehat
bisa mengadakan konpensasi, akan tetapi apabila obstruksi diperbaiki , ginjal yang sehat
pun akan mengalami hypertrophy karena harus mengerjakan pekerjaan ginjal yang tak
berfungsi. Obstrusi pada kedua ginjal bisa mengakibatkan kegagalan renal.8

VI.1.6. DIAGNOSIS
Diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesa
Batu Buli-buli
• Pada anak-anak ditemukan rasa sakit pada saat BAK, sehingga anak menangis
dan menarik-narik penisnya, kadang-kadang dapat terjadi prolaps ani. Biasanya
anak akan mengambil posisi tertentu yang memungkinkan urin keluar.
• Pada orang dewasa, terdapat TRIAS : hematuria, disuria, dan gangguan
pancaran.
• Nyeri dapat hilang pada perubahan posisi.
• Jika batu sudah masuk kedalam uretra, maka akan terjadi retensio urin.

Yanuarani Setyaningrum Page 29


UROLITHIASIS

Batu Ureter
• Colic pain, menyebar dari pinggang kearah testis. Nyeri tidak hilang pada
perubahan posisi.
• Sering disertai perut kembung, mual dan muntah.
• Hematuria.

Batu Ginjal
• Tidak mempunyai keluhan yang khas.
• Keluhan dapat timbul karena :
a. Infeksi (pielonefritis)
b. Batu masuk ke ureter
• Peradangan pelvokalises.
• Perlu ditanya usia penderita, tingkat social, riwayat keluar batu dan diet.

Pemeriksaan Fisik
Regio Costovertebra Angle
• Nyeri
• Ballottement/massa
Regio Supra Simfisis
• Benjolan bulli-bulli
• Nyeri tekan
• Rabaan batu (dengan bimanual)
Genitelia Eksterna
Mungkin dapat meraba batu jika batu terletak pada uretra pars anterior
Rectal Toucher
Untuk mendeteksi adanya hipertrofi prostat

Pemeriksaan Penunjang

Yanuarani Setyaningrum Page 30


UROLITHIASIS

1. Foto Polos Abdomen


Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat
dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering dijumpai
diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio
lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada
tabel 1.

Jenis Batu Radioopasitas

Kalsium Opak

MAP Semiopak

Urat/Sistin Non opak

Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih3

2. Pielografi Intra Vena (PIV)


Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu
non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV
belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya
penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan
pielografi retrograd.

3. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV,
yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal
yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG
dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan
sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan
ginjal.

4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.


5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi
ginjal.
6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.

Yanuarani Setyaningrum Page 31


UROLITHIASIS

8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase


alkali serum.3

VI.1.7. DIAGNOSA BANDING


Batu Ginjal
• Pielonefritis akut
• Adenocarcinoma ginjal
• Tumor sel transisional sistem pelvokalises
• TBC ginjal
• Nekrosis papiler
• Infark ginjal

Batu Ureter
• Tumor primer ureter
• Sumbatan bekuan darah dari ginjal
• Pielonefritis akut

Batu bulli-bulli
• Hipertrofi prostat
• Striktur uretra
• Tumor vesika bertangkai
• Pada anak :
- Phimosis atau paraphimosis
- Striktur uretra congenital
- Katup uretra posterior bertangkai

VI.1.8. PENATALAKSANAAN

Yanuarani Setyaningrum Page 32


UROLITHIASIS

Tujuan :
a.Menghilangkan batu untuk mempertahankan fungsi ginjal
b. Mengetahui etiologi untuk mencegah kekambuhan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi social.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau
hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih harus segera
dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas
tetapi di derita oleh seseorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita
oleh seorang pilot pesawat terbang) mempunyai resiko tinggi dapat menimbulkan
sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya,
dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,
namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita
oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan
sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya
dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :

1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,
berupa :

a) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari


b) α - blocker
c) NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat
lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi
dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan
merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-
pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi

Yanuarani Setyaningrum Page 33


UROLITHIASIS

ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi. 10

Sumber:http://atanidayrus.wordpress.com/about/IGedeSuryadinata/Algoritm
a Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Yanuarani Setyaningrum Page 34


UROLITHIASIS

Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip
kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama
dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi baru titik fokusnya lebih sempit
dan sudah dilengkapi dengan flouroskopi, sehingga memudahkan dalam
pengaturan target/posisi tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat
pada mesin generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter
sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga punya
kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga untuk batu
yang keras perlu beberapa kali tindakan.9

(http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/gelombang-kejut-penghancur-batu-ginjal/)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi
obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi
terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal
sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan
bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya
pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis. Pada Tahun
1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara in-vitro penghancuran batu
ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun 1974, secara resmi pemerintah
Jerman memulai proyek penelitian dan aplikasi ESWL. Kemudian pada awal
tahun 1980, pasien pertama batu ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich
menggunakan mesin Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian
lanjutan dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah mulai
tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di Jerman. Di

Yanuarani Setyaningrum Page 35


UROLITHIASIS

Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh Prof.Djoko Raharjo di Rumah
Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat generasi terbaru Perancis ini sudah
dimiliki beberapa rumah sakit besar di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent
Bandung dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis
yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing generator
mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau
gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin
mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan
gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun hampir semua jenis dan ukuran
batu ginjal dapat dipecahkan oleh ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan
efisiensi dari alat ini. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal
dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Hal laim
yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah bisa dipecahkan oleh ESWL atau
tidak. Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan
perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah
tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil
dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-
anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di
bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya

3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil
pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,

Yanuarani Setyaningrum Page 36


UROLITHIASIS

dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser.10

Beberapa tindakan endourologi antara lain:

a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang


berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.8
PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara teoritis
dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi dalam prakteknya
sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan ESWL. Meskipun
demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat masih ada
tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau
pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan
nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu
ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu.8

Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat


diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa
dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat
diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu
keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan
lebih banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.8

b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan


memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah tidak bisa
untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat
pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan
jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing
operator dan ketersediaan alat tersebut.8
d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui
alat keranjang Dormia).
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara
dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu

Yanuarani Setyaningrum Page 37


UROLITHIASIS

ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter.
Juga batu ureter dapat diekstraksi langsung dengan tuntunan URS.
Dikembangkannya semirigid URS dan fleksibel URS telah menambah cakupan
penggunaan URS untuk terapi batu ureter.8

4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu
masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain
adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal,
dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani
tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak
berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau
mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi
atau infeksi yang menahun.11

Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih


dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa
dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian dewasa
ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama
pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang
besar.11

5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang
memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu
ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi,
pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).11

Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang


tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka
kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%
dalam 10 tahun.11

VI.1.9. KOMPLIKASI

Yanuarani Setyaningrum Page 38


UROLITHIASIS

Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut


yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan
transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian,
kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko
sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang
signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ
pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma.
Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus,
stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.6

Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya


disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama
yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan
karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi
radiografi (IVP) pasca operasi. 6

Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan


terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang
berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi
saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan
sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti
ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa
saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera
pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis
renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan
yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya
komplikasi ini. 6

Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam,


dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda
secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat
dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.7

Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan.


Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (< 20%).
Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom perirenal yang

Yanuarani Setyaningrum Page 39


UROLITHIASIS

besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat
tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas
atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi
di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.6

Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%), urosepsis


(1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan
viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan adanya kelainan lanjut yang berarti.
Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya perubahan
fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada
data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak. 6

Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang


memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat
perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus
dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi
leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi
(1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL
monoterapi, PNL, atau operasi terbuka. 6

VI.1.10. PENCEGAHAN
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak
kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka
kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% pertahun atau kurang lebih 50% dalam 10
tahun.9
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasar atas kandungan unsure yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya
pencegahan ini berupa:9
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakanproduksi urin
sebanyak 2-3 liter perhari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:

Yanuarani Setyaningrum Page 40


UROLITHIASIS

1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urin dan
menyebabkan suasana urin menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri
4. Rendah purin.
5. Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderitya
hiperkalsiuri absortif tipe II.

Masu Asam
kan Masuk
Lemak Volu
Kaliu an air
(Minyak me
m ikan)
Ekskre urine
Ekskres
si Ca, Vit. ↑
i
Kejenuhan
↓, B6 Oksalat kalsium
sistin ↑ ↓ oksalat ↓

PENURUNAN Resiko
Pembentukan Kristal (Batu)
Saluran Kemih

VI.1.11 Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah
terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor
obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.1

Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan
bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa
fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80%
dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman
operator.1

Yanuarani Setyaningrum Page 41


UROLITHIASIS

BAB VII

KESIMPULAN

1. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran
kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau
infeksi.
2. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu. Terbentuknya
batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan
metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih
belum terungkap (idiopatik).
3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan rencana
terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena (PIV), Ultrasonografi,
pemeriksaan mikroskopik urin, Renogram, analisis batu, kultur urin, DPL, ureum,
kreatinin, elektrolit.
4. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun
batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.
5. Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder, serta
komplikasi dari terapi, baik invasif maupun noninvasif.
6. Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya
infeksi serta obstruksi.

DAFTAR PUSTAKA

Yanuarani Setyaningrum Page 42


UROLITHIASIS

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Jakarta. 2006.
2. Price; Wilson. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Volume 2. Edisi
6. ECG Michigan. 2002.
3. W Schrier, Robert. Manual of Nephrology: Diagnosis and Therapy. 5th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins Publishers. October 1999. hal 12

4. Tiselius HG, Ackermann D, Alken P,dkk. Guidelines on urolithiasis. Dalam : EAU


guidelines. Edition presented at the 16th EAU Congress, Geneva, Switzerland 2001

5. Tiselius HG, Ackerman D, Alken P, dkk. Guidelines on urolithiasis. Dalam :


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=pubmed&dopt

6. Nugroho, Ditto. 2009. Batu ginjal. Available at: http://viryacarvalho.com/index.php?


view=article&catid=16:penyakit&id=247:batu-ginjal&format=pdf

7. http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis

8. http://atanidayrus.wordpress.com/about/IGedeSuryadinata/Algoritma Penatalaksanaan
Batu Saluran Kemih

9. http://en.wikipedia.org/wiki/Urolithiasis

10. http://www.medicinenet.com

11. http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=46662

12. http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=47973

Yanuarani Setyaningrum Page 43

You might also like