Professional Documents
Culture Documents
PENGENDALI PID
TUJUAN
- Mahasiswa mampu mengenal Pengendali PID
- Mahasiswa dapat memahami karakteristik Pengendali PID
- Mahasiswa mampu menggunakan pengendali PID dalam pengendalian sistem kendali
DASAR TEORI
1. Pengendali PID
Pengendali PID ini paling banyak dipergunakan karena sederhana dan mudah dipelajari
serta tuning parameternya. Lebih dari 95% proses di industri menggunakan pengendali ini.
Pengendali ini merupakan gabungan dari pengedali proportional (P), integral (I), dan
derivative (D). Berikut ini merupakan blok diagram dari sistem pengendali dengan untai
tertutup (closed loop):
1
variabel yang nilai parameternya dapat diatur disebut Manipulated variable (MV) biasanya
sama dengan keluaran dari pengendali (u(t)). Keluaran pengendali PID akan mengubah
respon mengikuti perubahan yang ada pada hasil pengukuran sensor dan set point yang
ditentukan. Pembuat dan pengembang pengendali PID menggunakan nama yang berbeda
untuk mengidentifikasi ketiga mode pada pengendali ini diantaranya yaitu:
d e(t )
D Kd = Kd s = Td = Konstanta Derivative
dt
Atau secara umum persamaannya adalah sebagai berikut :
1 d e(t ) ⎡ 1 t d e(t ) ⎤
U(t) = K P +
Ti ∫ e(t )dt + Td
dt
= K ⎢e(t ) +
⎣ Ti ∫ e(t )dt + T
0
d
dt ⎦
⎥
2
Gambar 2. Jenis Respon keluaran
PERCOBAAN
Jika diketahui suatu proses yang terlihat pada gambar 2 berikut ini :
Sehingga transformasi laplace untuk persamaan tersebut dengan nilai awal = 0 maka didapat :
Jika keluaran sistem ini merupakan X(s) dan inputnya adalah F(s) maka fungsi alihnya yaitu :
3
• M = 1kg
• b = 10 N.s/m
• k = 20 N/m
• F(s) = 1
Maka persamaan fungsi alih diatas menjadi :
B. Kendali Proporsional
Dari persamaan fungsi alih yang diketahui :
4
Program Matlab yang harus dibuat yaitu :
Kp=300;
num=[Kp];
den=[1 10 20+Kp];
t=0:0.01:2;
step(num,den,t)
t=0:0.01:2;
step(num,den,t)
5
Gambar 6. Respon keluaran pengendali PD
t=0:0.01:2;
step(num,den,t)
Respon yang didapat :
6
Gambar 7. Respon keluaran Pengendali PI
num=[Kd Kp Ki];
den=[1 10+Kd 20+Kp Ki];
t=0:0.01:2;
step(num,den,t)
7
Gambar 8. Respon keluaran pengendali PID
TUGAS :
1. Buatlah respon dengan menggunakan program Matlab dengan M.file dan simulink
pengendali P, PD,PI dan PID pada sistem kendali Posisi Motor DC bila diketahui model
sistem kendali ini :
8
Fungsi alihnya yaitu :
2. Buatlah respon dengan menggunakan program Matlab dengan M.file dan simulink
pengendali P, PD,PI dan PID pada sistem kendali Kecepatan Motor DC bila diketahui
model seperti pada gambar 9. Dan fungsi alihnya diketahui sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA
1. A. Johnson. Michael, Mohammad H.Moradi,2005,”PID Control : New Identification
And Design Method, Springer.
2. Ali. Muhammad,” Pembelajaran Perancangan Sistem Kontrol Pid Dengan Software Matlab”
Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta.
3. http://www.expertune.com,”What is PID”, 26 September 2008
4. Ogata, Katsuhiko, 2002, “Modern Control System” Third Edition. New Jersey: Prentice Hall.
9
PRAKTIKUM II
PENALAAN PARAMETER PENGENDALI PID
TUJUAN
- Mahasiswa mampu mengenal metode penalaan Pengendali PID
- Mahasiswa dapat memahami karakteristik Pengendali PID dari penalaan parameternya
- Mahasiswa mampu menggunakan metode penalaan parameter pengendali PID dalam
pengendalian sistem kendali
DASAR TEORI
Penalaan parameter kontroler PID (Proporsional Integral Diferensial) selalu didasari atas
tinjauan terhadap karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu
plant, perilaku plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID
itu dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka dikembangkan
suatu metode eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant yang dikenai suatu
perubahan. Salah satu metode pendekatan eksperimental penalaan kontroller PID, yakni
metode Ziegler-Nichols serta dilengkapi dengan metode Quarter decay dan metode heuristic
(coba-coba).
Keberadaan kontroller dalam sebuah sistem kendali mempunyai kontribusi yang besar
terhadap prilaku sistem. Pada prinsipnya hal itu disebabkan oleh tidak dapat diubahnya
komponen penyusun sistem tersebut. Artinya, karakteristik plant harus diterima sebagaimana
adanya, sehingga perubahan perilaku sistem hanya dapat dilakukan melalui penambahan suatu
sub sistem, yaitu kontroler. Salah satu tugas komponen kontroler adalah mereduksi sinyal
kesalahan, yaitu perbedaan antara sinyal setting dan sinyal aktual. Hal ini sesuai dengan tujuan
sistem kendali adalah mendapatkan sinyal aktual senantiasa (diinginkan) sama dengan sinyal
setting. Semakin cepat reaksi sistem mengikuti sinyal aktual dan semakin kecil kesalahan yang
terjadi, semakin baiklah kinerja sistem kendali yang diterapkan. Apabila perbedaan antara nilai
10
setting dengan nilai keluaran relatif besar, maka pengendali yang baik seharusnya mampu
mengamati perbedaan ini untuk segera menghasilkan sinyal keluaran untuk mempengaruhi
plant. Dengan demikian sistem secara cepat mengubah keluaran plant sampai diperoleh selisih
antara setting dengan besaran yang diatur sekecil mungkin.
Pengendali Proposional
Pengendali proposional memiliki keluaran yang sebanding/proposional dengan besarnya
sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya). Secara lebih
sederhana dapat dikatakan, bahwa keluaran Pengendali proporsional merupakan perkalian
antara konstanta proporsional dengan masukannya. Perubahan pada sinyal masukan akan
segera menyebabkan sistem secara langsung mengubah keluarannya sebesar konstanta
pengalinya.
Gambar 1 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara besaran
setting, besaran aktual dengan besaran keluaran kontroller proporsional. Sinyal keasalahan
(error) merupakan selisih antara besaran setting dengan besaran aktualmya. Selisih ini akan
mempengaruhi kontroller, untuk mengeluarkan sinyal positip (mempercepat pencapaian harga
setting) atau negatif (memperlambat tercapainya harga yang diinginkan).
Gambar 2 menunjukkan grafik hubungan antara PB, keluaran kontroler dan kesalahan
yang merupakan masukan kontroller. Ketika konstanta proporsional bertambah semakin tinggi,
11
pita proporsional menunjukkan penurunan yang semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang
dikuatkan akan semakin sempit.
Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan ketika kontroler tersebut diterapkan pada
suatu sistem. Secara eksperimen, pengguna kontroller proporsional harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan berikut ini:
1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan
yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat.
2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat mencapai keadaan
mantabnya.
3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan
mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan berosilasi.
Kontroler Integral
Kontroller integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki kesalahan
keadaan mantap nol. Kalau sebuah plant tidak memiliki unsur integrator (1/s ), kontroller
proporsional tidak akan mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan
mantabnya nol. Dengan kontroller integral, respon sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai
kesalahan keadaan mantapnya nol.
Kontroler integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah integral. Keluaran
kontroller sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai sinyal kesalahan.
Keluaran kontroler ini merupakan jumlahan yang terus menerus dari perubahan masukannya.
12
Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti
sebelum terjadinya perubahan masukan.
Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva
kesalahan penggerak- lihat konsep numerik. Sinyal keluaran akan berharga sama dengan
harga sebelumnya ketika sinyal kesalahan berharga nol. Gambar 3 menunjukkan contoh sinyal
kesalahan yang disulutkan ke dalam kontroller integral dan keluaran kontroller integral terhadap
perubahan sinyal kesalahan tersebut.
Gambar 3 Kurva sinyal kesalahan e(t) terhadap t dan kurva u(t) terhadap t pada pembangkit
kesalahan nol.
Gambar 4 menunjukkan blok diagram antara besaran kesalahan dengan keluaran suatu
kontroller integral.
Gambar 4: Blok diagram hubungan antara besaran kesalahan dengan kontroller integral
Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran integral ditunjukkan oleh Gambar 5.
Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai laju perubahan keluaran kontroler berubah
menjadi dua kali dari semula. Jika nilai konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal
kesalahan yang relatif kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar
13
Gambar 5 Perubahan keluaran sebagai akibat penguatan dan kesalahan
Kontroler Diferensial
Keluaran kontroler diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif.
Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler, akan mengakibatkan perubahan yang
sangat besar dan cepat. Gambar 6 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan
hubungan antara sinyal kesalahan dengan keluaran kontroller.
14
tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan
menaik (berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal
masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi
step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan
faktor konstanta diferensialnya Td .
15
Kontroler PID
Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing kontroler P, I dan D dapat saling
menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi kontroler proposional plus
integral plus diferensial (kontroller PID). Elemen-elemen kontroller P, I dan D masing-masing
secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset
dan menghasilkan perubahan awal yang besar.
Gambar 8 menunjukkan blok diagram kontroler PID.
Gambar 9 Hubungan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran dengan masukan untuk
kontroller PID
16
Karakteristik kontroler PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga
parameter P, I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan penonjolan
sifat dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat disetel
lebih menonjol dibanding yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan
kontribusi pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan.
Metode Ziegler-Nichols
Ziegler-Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya pada tahun 1942. Metode ini
memiliki dua cara, metode osilasi dan kurva reaksi. Kedua metode ditujukan untuk
menghasilkan respon sistem dengan lonjakan maksimum sebesar 25%. Gambar 10
memperlihatkan kurva dengan lonjakan 25%.
17
Metode Kurva Reaksi
Metode ini didasarkan terhadap reaksi sistem untaian terbuka. Plant sebagai untaian
terbuka dikenai sinyal fungsi tangga satuan (gambar 11). Kalau plant minimal tidak
mengandung unsur integrator ataupun pole-pole kompleks, reaksi sistem akan berbentuk S.
Gambar 12 menunjukkan kurva berbentuk S tersebut. Kelemahan metode ini terletak pada
ketidakmampuannya untuk plant integrator maupun plant yang memiliki pole kompleks.
Kurva berbentuk-s mempunyai dua konstanta, waktu mati (dead time) L dan waktu
tunda T. Dari gambar 12 terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik, setelah selang waktu L.
Sedangkan waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah mencapai 66% dari
keadaan mantapnya. Pada kurva dibuat suatu garis yang bersinggungan dengan garis kurva.
Garis singgung itu akan memotong dengan sumbu absis dan garis maksimum. Perpotongan
garis singgung dengan sumbu absis merupakan ukuran waktu mati, dan perpotongan dengan
garis maksimum merupakan waktu tunda yang diukur dari titik waktu L.
Penalaan parameter PID didasarkan perolehan kedua konstanta itu. Zeigler dan Nichols
melakukan eksperimen dan menyarankan parameter penyetelan nilai Kp, Ti, dan Td dengan
18
didasarkan pada kedua parameter tersebut. Tabel 1 merupakan rumusan penalaan parameter
PID berdasarkan cara kurva reaksi.
Tipe Kontroler Kp Ti Td
P T/L ~ 0
Metode Osilasi
Metode ini didasarkan pada reaksi sistem untaian tertutup. Plant disusun serial dengan
kontroller PID. Semula parameter parameter integrator disetel tak berhingga dan parameter
diferensial disetel nol (Ti = ~ ;Td = 0). Parameter proporsional kemudian dinaikkan bertahap.
Mulai dari nol sampai mencapai harga yang mengakibatkan reaksi sistem berosilasi. Reaksi
sistem harus berosilasi dengan magnitud tetap(Sustain oscillation). Gambar 13 menunjukkan
rangkaian untaian tertutup pada cara osilasi.
Nilai penguatan proportional pada saat sistem mencapai kondisi sustain oscillation
disebut ultimate gain Ku. Periode dari sustained oscillation disebut ultimate period Pu. Gambar
14 menggambarkan kurva reaksi untaian terttutup ketika berosilasi.
19
Gambar 14 Kurva respon sustain oscillation
Tipe Kontroler Kp Ti Td
P 0,5.Ku
PI 0,45.Ku 1/2 Pu
20
Gambar 15 Kurva respon quarter amplitude decay
Pelaksanaan Percobaan :
1. Tentukan respon keluaran sistem dalam keadaan Open loop jika diketahui fungsi alih
sistem yaitu :
C ( s) 1
= 2
R( s) S + 2s + 1
2. Langkah 1 untuk melakukan metode kurva reaksi setelah itu simpan gambar respon
kemudian tentukan nilai dead time (L), setelah itu tarik garis yang menyinggung kurva,
garis set point dan sumbu waktu (sumbu x) kemudian didapatkan nilai waktu tunda (T)
3. Tentukan nilai parameter PID menggunakan nilai ini berdasarkan table 1
4. Kemudian buatlah sistem menjadi close loop, tambahkan pengendali dengan membuat
nilai pengendali integral menjadi tak hingga serta derivative menjadi nol. Naikkan nilai
Kp hingga kurvanya menjadi berosilasi dengan amplitude tetap seperti pada gambar 15
kemudian tentukan nilai Ku dan Pu.
5. Setelah itu baru gunakan tabel 2 untuk menentukan nilai parameter Kp, Ti dan Td pada
nilai pengendali yang dipergunakan.
6. Metode Quarter Decay dipergunakan sebagai acuan dalam menentukan kebenaran nilai
yang telah didapatkan baik menggunakan metode reaksi ataupun metode osilasi.
21
7. Sedangkan metode heuristic dipergunakan untuk mencari nilai parameter dalam rangka
mendekati acuan (sesuai orde 1) ataupun mendekati Quarter-Decay Ratio.
Tugas
Buatlah penalaan parameter terhadap pengendali P, PI PD dan PID dalam rangka
mengendalikan sistem seperti yang telah di bahas pada praktikum sebelumnya (Tugas 1 & 2)
Daftar Pustaka
1. A. Johnson. Michael, Mohammad H.Moradi,2005,”PID Control : New Identification
And Design Method, Springer.
2. Ali. Muhammad,” Pembelajaran Perancangan Sistem Kontrol Pid Dengan Software Matlab”
Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta.
3. Gunterus, Frans: Falsafah Dasar: Sistem Pengendalian Proses, jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta, 1994
4. Johnson, Curtis: Process Control Instrumentation Technology, Englewood Cliffs, New
Jersey, 1988
5. Ogata, Katsuhiko, 2002, “Modern Control System” Third Edition. New Jersey: Prentice Hall
6. Ziegler, J. G. dan N.B. Nichols, 1942, Optimum Setting for Automatic Controllers, Tans.
ASME, vol. 64, pp. 759-768
22
PRAKTIKUM III
IDENTIFIKASI SISTEM
TUJUAN
- Mahasiswa mampu mengenal metode Identifikasi suatu sistem kendali
- Mahasiswa dapat memahami pengertian estimasi orde sistem, step response, bode plot
- Mahasiswa mampu menggunakan identifikasi sistem sebelum menyusun pengendalinya
DASAR TEORI
ESTIMASI ORDE SISTEM
Orde atau dikenal dengan derajat suatu sistem dapat diestimasi dari fungsi step (step response)
yang dipergunakanatau dengan penggunaan Bode Plot. Derajat relative suatu sistem yaitu
perbedaan antara orde dari denominator (penyebut) dan orde dari numerator (pembilang) dari
fungsi alih.
STEP RESPONSE Jika respon respon sistem merupakan non-zero step input akan memiliki
slope yang bernilai 0 ketika t=0, system harus merupakan orde kedua atau lebih tinggi lagi
sebab sistem memiliki derajat relative dua atau lebih. Jika step respon menunjukkan osilasi,
sistem juga harus menunjukkan orde kedua atau lebih dengan sistem yang underdamped.
BODE PLOT – Penggambaran fasa (phase plot) juga dapat menjadi indicator untuk mencari
orde yang baik dalam. Jika fasa turun hingga dibawah -90 degrees, sistem merupakan orde
kedua atau lebih tinggi. Derajat relative sistem memiliki nilai paling kecil atau sama besar
dengan bilangan dari perkalian -90 degrees hingga dicapai nilai asymtot pada nilai paling
rendah pada penggambaran fasa (phasa plot) sistem.
23
IDENTIFIKASI SISTEM DARI STEP RESPONSE
DAMPING RATIO – Untuk kondisi underdamped dari sistem orde dua, Nilai damping ratio dapat
dihitung dari persentase overshoot dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
ζ = -ln(%OS/100) / sqrt(π2+ln2(%OS/100))
dimana %OS merupakan persentase overshoot, yang dapat diperkirakan dari penggambaran
nilai off dari step response.
DC GAIN - Nilai Penguatan DC (DC gain) merupakan perbandingan dari kondisi steady state
dari step response dengan nilai magnitude dari step input.
DC Gain = steady state output / step magnitude
NATURAL FREQUENCY – Frekuensi alami (natural frequency) dari sistem orde dua terjadi
ketika fasa dari respon mencepai sudut relative -90 terhadap fasa input.
ωn = ω-90°
dimana ω-90° merupakan frekuensi pada saat phase plot di -90 degrees.
DAMPING RATIO - Nilai damping ratio sistem ditemukan dengan nilai DC Gain dan nilai
magnitude dari bode plot ketika fasa plot -90 degrees.
ζ = K / (2*10(M-90°/20))
dimana M-90° merupakan nilai magnitude bode plot ketika fasa -90 degrees.
24
IDENTIFIKASI PARAMETER SISTEM
Jika tipe sistem telah diketahui, parameter khusus sistem dapat ditentukan dari step response
atau bode plot. Bentuk umum fungsi alih dari sistem orde satu yaitu :
G(s) = b/(s+a) = K/(τs+1).
Sedangkan bentuk umum fungsi alih dari sistem orde dua yaitu :
G(s) = a/(s2+bs+c) = Kωn2/(s2+2ζωns+ωn2)
Pelaksanaan Percobaan :
1. Buatlah respon dengan step input untuk fungsi alih berikut :
25
G ( s) =
s + 4 s + 25
2
1.2
0.8
Amplitude
0.6
0.4
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Time (sec)
25
unit step response dari G(s)=25/(s 2+4s+25)
1.4
0.8
Amplitude
0.6
0.4
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Time (sec)
os =
25.2505
>> dampingratio = -log(os/100)/sqrt(pi^2+(log(os/100))^2)
dampingratio =
0.4013
5. Setelah itu dapat ditentukan pula DC gain jika diketahui magnitude pada step input 3
maka didapat :
26
>> u=3;
>> ss=0.998;
>> dcgain=ss/u
dcgain =
0.3327
6. Dapat pula ditentukan natural frequency yaitu :
>> dt=(2.56-0.679);
>> wd=2*pi/dt;
>> wn=wd/sqrt(1-dampingratio^2)
wn =
3.6468
Bode Diagram
20
0
Magnitude (dB)
System: G
Frequency (rad/sec): 0.102
-20 Magnitude (dB): 0.0025
-40
-60
0
-45
Phase (deg)
-90
-135
-180
-1 0 1 2
10 10 10 10
Frequency (rad/sec)
27
DC Gain dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :
DC Gain = 10M(0)/20
dimana M(0) adalah nilai magnitude dari bode plot ketika jω=0.
MO=0.0025;
>> dcgain=10^(MO/20)
dcgain =
1.0003 MO=0.0025;
>> dcgain=10^(MO/20)
dcgain =
1.0003
Bode Diagram
20
0
Magnitude (dB)
System: G
Frequency (rad/sec): 0.102
-20 Magnitude (dB): 0.0025
-40
-60
0
-45
Phase (deg)
-90
System: G
-135 Frequency (rad/sec): 4.97
Phase (deg): -89.3
-180
-1 0 1 2
10 10 10 10
Frequency (rad/sec)
ωn = ω-90°
28
= 0.89
dimana ω-90° merupakan frekuensi pada phase plot saat -90 derajat
ζ = K / (2*10(M-90°/20))
dimana M-90° adalah nilai magnitude dari bode plot ketika phase -90 derajat
29