You are on page 1of 3

Jangan Jadi Penghambat Dakwah Seperti Monyet!

Saturday, 21 August 2010 13:57

Ada golongan yang selalu berusaha menghambat dakwah. Melekatkan stigma hitam kepada
penyeru Islam. Bagaimana kita bertahan dalam tarung dahsyat ini?
Hidayatullah.com -- Jika mau digambarkan, Indonesia
saat ini mirip dengan apa yang dijelaskan Allah Subhana
wata’ala ada dalam surah Al 'Araf. Dalam surah Al A'raf
intinya adalah perintah kepada manusia untuk
menentukan sifat. Menetapkan pilihan. Setiap surah
dalam Al-Qur'an ada tujuannya. Tujuan dari surah ini
adalah perintah agar manusia menentukan pilihan
hidupnya.
 
Surah Al ‘Araf turun saat Nabi Muhammad Shallahu
‘alaihi wasallam telah memulai dakwahnya secara terbuka (jahr). Ketika dakwah berlangsung
dilakukan secara terbuka, maka timbullah konfrontasi seperti yang kita kenal seperti sekarang.
Yakni konfrontasi antara al-Haq dan al-Bathil.
 
Konfrontasi ini, tentu saja, risikonya sangatlah berat. Namun demikian, konfrontasi semacam ini
akan terus berlangsung. Itulah mengapa dalam surah Al ‘Araf banyak menceritakan tentang
kisah para nabi. Sebab pada intinya, perjuangan para nabi adalah suatu perjuangan membela
kebenaran dan melenyapkan kebathilan.
 
Kita tahu, perjuangan para Nabi pembawa risalah kebenaran memakan waktu panjang dan sangat
berat. Tapi pada akhirnya selalu Al Haq jualah yang menang. Kita ingat ketika kaum terdahulu
dihancurkan. Misalnya, hukuman Allah untuk kaumnya Nabi Luth, Nabi Nuh, Fir'aun, dan
sebagainya. Atau di kisah yang lain, dalam waktu 23 tahun semenanjung Arab bisa berada di
bawah panji Islam. Semua memerlukan waktu yang panjang untuk memenangkan kebenaran.
 
Kemudian di dalam al-Qur'an juga menceritakan tentang orang-ortang yang menentukan sikap
dan orang-orang yang tidak menentukan sikap. Menentukan sikap adalah menentukan pilihan.
Sedangkan pilihan dalam hidup hanya ada dua, yaitu kebenaran al Islam dan kebathilan.
 
Allah telah mengetengahkan banyak contoh tentang orang yang menentukan sikap, misalnya,
para tukang sihirnya Fir'aun. Ketika Fir'aun menentang Nabi Musa Alaihi salam dengan
membawa tukang sihir. Para Tukang Sihir berkata, kalau kami menang, apa ganjaran yang kami
dapatkan. Maka dijawab Fir'aun, saya akan memberi upah yang besar dan akan dekat dengan
kami, waminal muqorrbin.
 
Apa yang terjadi?. Begitu tukang sihir menyaksikan mukjizat yang ada pada Nabi Musa, mereka
langsung menyatakan sikap; amannaa bi rabbii musa, saya beriman kepada tuhannya Musa.
 
Kemudian ketika diancam oleh Fir'aun akan dipotong tangannya, kakinya, dan disalib, tukang-
tukang sihir dengan mantap menentukan sikap mereka dengan gagah. “Faqdii maa anta qoodii .
Lakukan apa yang kamu mau lakukan,” kata tukang-tukang sihir itu tanpa ragu.
 
Jelas, bahwa ketika kita sudah mengambil sikap yang tegas dalam pertarungan antara al-Haq dan
bathil ini, maka kita diuji oleh Allah. Jika kita bisa bertahan dalam sikap kita, maka syurga yang
akan kita dapatkan.
 
Akibat Tidak Menetapkan Pilihan
 
Surah Al ‘Araf artinya adalah gunung yang tertinggi di batas surga dan neraka. Dikisahkan
dalam al-Qur’an, diantara penghuni gunung yang tinggi itu ada kelompok manusia yang mereka
dulunya tidak menentukan sikap. Mereka hanya diam. Akibatnya mereka tidak ke syurga, ke
neraka juga tidak. Tapi mereka tetap mendapatkan azab Allah SWT.
 
Di negara kita, Alhamdulillah sudah semakin semarak orang yang berusaha untuk
membangkitkan agama Islam, berusaha melaksanakan perintah Islam. Namun pada waktu yang
sama, banyak juga orang-orang yang benci kepada Islam, berusaha memerangi Islam, mereka
terus berusaha juga menghancurkan Islam dengan dahsyat.
 
Jadi sebagai seorang muslim sudah selayaknya kita harus menentukan sikap. Apakah kita
memilih Al Haq (kebenaran, Al Mustakim) atau Al bathil (kesesatan, Ad-Dhalliin).
 
Sebab kalau jadi penonton dan tidak menentukan sikap, maka itulah oleh Allah dimaksud dalam
surah Al ‘Araf. Yakni kelompok orang yang diam saja. Diam tapi mendapatkan murka Allah.
 
Di akhir surah ini dikisahkan tentang Ashabul Sabt. Ketika Allah menuangkan perintah melarang
mereka untuk memancing pada Hari Sabtu, maka ummat ini terbagi dalam 3 golongan.
 
Golongan pertama adalah golongan yang melanggar. Golongan kedua, golongan yang diam saja.
Golongan ketiga, mereka yang berusaha mencegah dan berusaha menasehati mereka yang
melanggar perintah Allah tersebut dengan dakwah.
 
Ketika golongan yang ketiga berusaha untuk menyampaikan dakwahnya, tapi dicegah oleh
golongan yang kedua. “Buat apa kamu memperingatkan mereka. Kalau orang sudah melanggar,
nanti pasti akan disiksa oleh Allah SWT, begitulah kata golongan kedua berusaha menghalangi
dakwah mulia tersebut.
 
Golongan ketiga tetap dalam keyakinan dakwahnya. Kata golongan ketiga, ‘agar kami nanti ada
jawaban di hadapan Allah kelak bahwa kami sudah memberikan peringatan. Kalau dibiarkan
terus, bagaimana bisa golongan pertama ini akan tahu jika apa yang mereka lakukan adalah
salah.
 
Karena yang membangkang terus membangkang, semakin membandel, akhirnya azab itu turun.
Kalau bala Allah sudah turun, maka akan terkena semua. Barangkali mungkin sepertilah yang
pernah terjadi di Aceh, karena waktu itu maksiat sedang marak di sana.
 
Allah mengakhiri kisah ini (Ashabul Sabt) dengan perintah memisahkan keberadaan kaum
pembangkang dengan orang yang baik-baik, maka dibangunlah tembok pemisah. Ada daerah
untuk kaum yang selalu komitmen dengan dakwah dan memberi peringatan, ada daerah yang
dekat pantai yakni daerah untuk yang suka membangkang, dan daerah untuk mereka yang diam
bahkan mencegah jalanya dakwah.
 
Berhari-hari dalam masa pemisahan itu, suara manusia diantara tembok masih terdengar bingar.
Suara mereka terdengar yang ada di pasar-pasar, di keramaian, dan lain-lain. Setelah berhari-hari
hingga bulan, tiba-tiba sepi tidak ada suara.
 
Hingga kemudian salah satu orang dari golongan ketiga yang selalu berusaha memberi
peringatan naik ke atas bukit dan melihat ke bawah. Memastikan apa sesungguhnya yang sedang
terjadi.
 
Apa yang dia saksikan? Dia hanya melihat sekumpulan monyet!. Siapa yang jadi monyet itu?
Mereka itulah yang suka membangkang dan mereka yang hanya diam tidak memberi peringatan.
 
Tak Diam Menyaksikan Kemunkaran
 
Bukan saja orang yang mancing yang membangkang yang menjadi monyet, tapi juga orang yang
diam. Inilah bukti kebenaran al Qur’an tentang kaum shabt. Mereka yang hanya diam, tidak mau
memberi peringatan, atau bahkan melarang untuk melakukan amar ma’rif nahyi munkar.
Akhirnya mereka juga mendapat hukuman dari Allah.
 
Inilah yang sering digembar-gemborkan kelompok kebebasan menafsirkan agama. Kalau ada
yang melakukan amar ma'ruf nahi munkar, dianggap berusaha menggangu ketertiban dan
kenyamanan orang lain. Mereka dianggap tidak toleran dan sebagainya. Akibatnya, orang pun
akan menganggap yang munkar sebagai sesuatu yang ma'ruf. Yang ma'ruf dianggap munkar.
 
Maka, kaum muslimin semua, kita semua punya kewajiban untuk menegakkan amal ma’ruf nahii
munkar. Jangan berhenti menasehati dan memberi peringatan. Kita dukung saudara kita yang
berusaha menegakkan kebenaran dan mencegah kemaksiatan pada Alllah SWT.
 
Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang diam apalagi menghambat dakwah Islam, jika
kita tidak mau menjadi monyet. Wallahu ‘Alam Bishawab. [ain/hidayatullah.com/]

You might also like