You are on page 1of 3

Catatan Perjalanan

Selasa, 5 April 2005 13:59:25


Masa Depan Bumi di Ujung Knalpot

Oleh Oki Muraza

Scheveningen memutih, salju yang turun sejak pekan lalu mengubah wajah kawasan
pantai Denhaag itu. Musim dingin tahun ini Belanda mendapat curah salju tertebal sejak
tahun 1970-an. Negeri kincir angin ini bukanlah negara yang berpengalaman mengatasi
salju yang tebal, walhasil, kemacetan terlihat di banyak tempat, beberapa sekolah dan
kantor ditutup, bahkan bandara Schipol terpaksa membatalkan beberapa penerbangan.
Dalam cuaca sedingin ini, umumnya penduduk memilih bertapa di rumah sambil
mengawasi ramalan cuaca. Beaktifitas diluar rumah tentu pilihan terakhir yang sangat
dihindari, salah-salah bisa tertular epidemi influenza yang sedang mewabah.

Tapi cuaca bukan halangan bagi beberapa wakil produsen mobil mewah sekelas Volvo,
Ford dan Toyota untuk berpartisipasi dalam sebuah Workshop Internasional di bidang
Teknologi Katalis yang diselanggarakan tanggal 1-4 Maret 2005 di Scheveningen.
Tujuan mereka tak lain adalah untuk ikut mengamati perkembangan teknologi katalis
untuk pengurangan emisi gas buang. Cita rasa internasional kental terasa di ruangan
seminar. Beberapa tokoh besar di bidang katalis heterogen seperti Profesor Alexis T Bell
(UC Berkeley), Prof. Albert Renken (EPFL Lausanne), dan Prof. Kapteijn (TU Delft)
turut andil sebagai pembicara utama.

Sejak Protokol Kyoto di tahun 1997, sebuah konvensi PBB tentang perubahan iklim dan
pemanasan global ditandatangani, negara-negara maju mesti bergegas guna mengambil
langkah stategis dalam mengurangi emisi gas buang. Protokol Kyoto resmi diberlakukan
secara internasional pada tanggal 16 Februari 2005 silam setelah melewati tarik ulur yang
alot sejak tahun 1997. Negara-negara yang menandatangani amandemen ini berkomitmen
untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (greenhouse gases) seperti CO2, N2O, HFCs
dan PFCs.

Secara umum, Workshop ini membahas kemajuan katalisis dengan Microporous


(zeolites) dan Mesoporous Materials yang mengandung Transitional Metal Ions seperti
Besi (Fe), Tembaga (Cu) dan Kobalt (Co). Topik yang paling menyedot perhatian adalah
perkembangan katalis Fe-Zeolites untuk Penguraian dan reduksi Nitrous oxide (N2O),
gas rumah kaca yang menyerang lapisan ozon lebih ganas dari CO2. Pabrik asam Nitrat
adalah sumber utama dari gas polutan yang satu ini. Banyak katalis yang aktif dalam
reaksi penguraian N2O, namun hanya sedikit yang stabil dalam kondisi nyata di industri.
Dua fokus riset yang diajukan Profesor Alexis Bell adalah Fe-ZSM-5 dan Fe-SBA-15.
Katalis Fe-ZSM-5 merupakan katalis paling rumit untuk dikelasnya. Peran katalis ini
dalam penguraian N2O (N2O decomposition) adalah riset yang ‘nyaris wajib チ Ebagi
beberapa grup riset terkemuka, karena daya tarik ilmiahnya bagai kalangan akademisi.
Kendala terbesar dalam memahami kinetika reaksi dan optimasi Fe-ZSM-5 adalah tidak
adanya keseragaman dalam proses sintesa dan produksinya dan rumitnya karakterisasi
katalis populer ini. Beberapa teknik karakterissi terbaru seperti XANES (X-ray
Absorption Near Edge Structure) dan EXAFS (Extended X-ray Absorption Fine
Structure) diajukan guna mempelajari katalis dan mekanisme reaksi.

Yang juga tak kalah menarik dibahas adalah katalis bagi catalytic converter untuk dunia
otomotif. Mobil keluaran terbaru biasanya sudah dilengkapi dengan Three Way Catalytic
Converter (TWC). Converter yang tersedia umumnya logam mulia (Platinum dan
Rhodium) dengan support yang memiliki spesific surface area yang luas dalam kerangka
honeycomb monolith. Logam mulia Platinum dan Rhodium dipilih karena memiliki
selektifitas dan konversi yang tinggi pada CO dan oksidasi senyawa hidrokarbon dan
reduksi NOx. Seementara itu Palladium juga banyak digunakan bila bahan bakar tidak
mengandung timbal yang meracuni katalis logam mulia tersebut. Logam lain seperti
Ceria, zirconium dan Lanthanum oxide ditambahkan untuk menambah stabilitas katalis.

Sementara itu, produsen mobil mewah Volvo kembali melirik Cu-ZSM-5, jenis katalis
yang dulu pernah di cap tidak stabil. Kini, dengan penurunan suhu gas buang pada
kendaraan mewah, membuat Cu-ZSM-5 kembali menjadi primadona bagi beberapa
produsen mobil. Teknologi emisi gas buang dari mobil dan truk memang tantangan bagi
bagi peneliti di dunia katalisis. Untuk penerapan di kendaraan bermotor, katalis yang
dipasang harus benar-benar robust. Betapa tidak, bervariasinya suhu gas buang dari cold
start dampai full load (800 K) dan bervariasinya laju alir massa dan komposisi gas buang
membutuhkan katalis yang stabil (thermal dan hydrothermal), bahan katalis yang tidak
mudah teracuni oleh sulfur dan memiliki aktifitas dan selektifitas bagi reduksi NOx.
Setidaknya, untuk kendaraan diesel, Cu-ZSM-5 dari beberapa riset grup sudah diklaim
siap pakai.

Katalis lain yang juga ramai dibahas untuk mengurangi emisi gas polutan NOx yang
dihasilkan industri (power plant dan gas tubine) adalah Co-zeolites. Katalis jenis ini
diajukan untuk pengolahan gas buang (de-NOx) seperti Selective Catalytic Reduction
(SCR). Sistem SCR bukanlah teknologi baru. Akhir tahun 1970-an, instalasi komersial
dari teknologi ini sudah dipakai di industri. Namun, kebutuhan untuk mengurai emisi
yang semakin ketat memaksa para insiyur kimia dan kimiawan untuk tidak berhenti
menemukan katalis terbaik.

Singkatnya, beragam katalis baru siap dipasang dan adu unjuk kerja di kendaraan seri
terbaru. Polusi udara dan isu pemanasan global yang banyak dipakai aktivis lingkungan
untuk menyerang kalangan industri berangsur-angsur teratasi. Namun Kota-kota besar
Indonesia, mungkin harus bersabar untuk menikmati kemajuan teknologi katalis ini
karena catalytic converter baru terpasang di beberapa mobil mewah. Mimpi untuk
melindungi masa depan bumi di daerah khatulistiwa mungkin harus disimpan untuk
sementara. Yang realistis adalah kita harus terus mengurangi kadar timbal di udara,
karena bensin bebas timbal belum milik semua kota di tanah air. Bebas timbal di bahan
bakar berarti mengurangi kadar racun (toksin) di kepulan asap knalpot, yang ganas
menyerang dan merusak otak pada anak-anak di jalanan Jakarta dan kota-kota rawan
macet lainnya.

Oki Muraza, Mahasiswa Doktoral Teknik Kimia, Technische Universiteit Eindhoven

You might also like