You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebagian besar dari perkembangan berlangsung melalui kegiatan belajar.

Dalam perkembangan dan kemajuan suatu bangsa dapat ditentukan oleh proses belajar

yang dilakukan oleh penduduknya, terutama proses belajar dalam hal pendidikan.

Mengingat sangat pentingnya bagi kehidupan, maka proses belajar harus dilaksanakan

sebaik-baiknya sehingga memperoleh hasil yang diharapkan. Usaha dan keberhasilan

belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut dapat berasal dari dalam

dirinya atau di luar dirinya atau lingkungan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk

memahami berbagai faktor tersebut. Agar belajar menjadi lebih efektif sehingga

hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Faktor – faktor apa saja yang berpengaruh dalam belajar.

2. Apakah yang dimaksud dengan faktor internal dan faktor eksternal?

3. Cara menentukan masalah belajar.

C. TUJUAN

Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk mengetahui faktor-faktor apa yang

berpengaruh dalam belajar. Serta, dapat menentukan masalah belajar.

1
BAB II
PEMBAHASAN

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat

dibedakan menjadi dua macam, yakni:

1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yaitu keadaan/ kondisi jasmani dan

rohani siswa.

2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan di sekitar

siswa.

Faktor-faktor diatas dalam banyak hal sering saling berkaitan dan

mempengaruhi satu sama lain. Seorang siswa yang besikap conserving terhadap

ilmu pengetahuan atau bermotif ekstrinsik (faktor eksternal) umpamanya, biasanya

cenderung mengambil pendekatan belajar yang sederhana dan tidak mendalam.

Sebaliknya, seorang siswa yang berintelegensi tinggi (faktor internal) dan mendapat

dorongan positif dari orang tuanya (faktor eksternal), mungkin akan memilih

pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil pembelajaran. Jadi,

karena pengaruh faktor-faktor tersebut diatas, muncul siswa-siswa yang high-

achievers (berprestasi tinggi) dan under-achievers (prestasi rendah) atau gagal sama

sekali. Dalam hal ini, seorang guru yang kompeten dan professional diharapkan

mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa yang

menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor

yang menghambat proses belajar mereka.

2
A. FAKTOR INTERNAL

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yaitu:

a. Aspek Fisiologis (yang bersifat jasmaniah)

b. Aspek Psikologis (yang bersifat rohaniah)

1. Faktor fisiologis

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan

kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama,

keadaan tonus jasmani. Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang

menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat

mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi

organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing kepala berat misalnya, dapat

menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun

kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar,

siswa sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain

itu, siswa juga dianjurkan memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat

mungkin terjadwal secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting sebab

kesalahan pola makan-minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang

negatif dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri.

Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan

indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan dalam menyerap informasi

dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas. Daya pendengaran dalam

3
penglihatan siswa yang rendah, umpamanya, akan menyulitkan sensory register

dalam menyarap item-item informasi yang bersifat yang bersifat echoic dan iconic

(gema dan citra). Akibat negatif selanjutnya adalah terhambatnya proses informasi

yang dilakukan oleh system memori tersebut.

Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga panca indra dengan

baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan

sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan

telinga secara periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.

2. Faktor psikologis

Faktor–faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat

memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi

proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat.

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi

kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, di antara faktor-faktor

rohaniah siswa yang pada imumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai

berikut:

a. Tingkat Kecerdasan/ Intelegensi Siswa,

b. Sikap Siswa,

c. Bakat Siswa,

d. Minat Siswa dan Motivasi Siswa

a. Intelegensi Siswa

4
Intelegensi pada umunya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk

mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang

tepat (Reber, 1988). Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja,

melainkan juga kualiitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus

diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi manusia lebih

menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan

“menara pengontrol” hampir selruh otak manusia. Tingkat kecerdasan atau

intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat

keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi

seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya,

semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin kecil

peluangnya untuk memperoleh sukses. Selanjutnya, di antara siswa-siswa yang

mayoritas berintelegensi normal itu mungkin terdapat satu atau dua orang yang

tergolong gifted child atau talented child , yaitu anak sangat cerdas dan anak

sangat berbakat.

b. Sikap Siswa

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi efektif berupa kecenderungan

untuk mereaksi atau merespon ( respons tendency ) dengan cara yang relatif tetap

terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif dan negatif. Sikap

( attitude ) siswa yang positif, terutama kepada anda dan mata pelajaran yang anda

sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut.

Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap anda dan mata pelajaran anda, apalagi jika

5
diiringi kebencian kepada anda atau kepada mata pelajaran anda dapat menimbulkan

kesulitan belajar siswa tersebut.

Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya sikap negatif siswa seperti

tersebut di atas, guru dituntut untuk terlebih dahulu menunjukkan siap positif

terhadap dirinya sendiri dan terhadap mata pelajaran yang menjadi vaknya. Dalam hal

bersikap positif terhadap mata pelajarannya, seorang guru sangat dianjurkan untuk

senantiasa menghargai dan mencintai profesinya. Guru yang demikian tidak hanya

menguasai bahan-bahan yang terdapat dalam bidang studinya, tetapi juga mampu

meyakinkan kepada para siswa akan manfaat bidang studi itu bagi kehidupan mereka.

Dengan menyakini manfaat bidang studi tertentu, siswa akan merasa

membutuhkannya, dan dari persaan butuh itulah muncul sikap positif terhadap bidang

studi tersebut sekaligus terhadap guru yang mengajarkannya.

c. Bakat Siswa

Secara umum, bakat ( aptitude ) adalah kemampuan potensial yang dimiliki

seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Chaplin, 1972;

Reber, 1988). Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam

arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan

kapasitas masing-masing. Jadi, secara global bakat itu mirip dengan intelegensi.

Itulah sebabnya seorang anak yang berintelegensi sangat cerdas (superior) atau cerdas

luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child, yaitu anak berbakat.

Dalam perkembangan selanjutnya, bakat kemudian diartikan sebagai

kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada

6
upaya pendidikan dan latihan. Seorang siswa yang berbakat dalam bidang elektro,

misalnya, akan jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan, dan keterampilan

yang berhubungan dengan bidang tersebut dibanding dengan siswa lainnya. Inilah

yang kemudian disebut bakat khusus ( specific aptitude ) yang konon tak dapat

dipelajari karena merupakan karunia inborn (pembawaan sejak lahir). Sehubungan

dengan hal di atas, bakat akan dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar

bidang-bidang studi tertentu. Oleh karenanya adalah hal yang tidak bijaksana apabila

orang tua memaksakan kehendaknya untuk menyekolahkan anaknya pada jurusan

keahlian tertentu tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat yang dimiliki anaknya itu.

Pemaksaan kehendak terhadap seorang siswa, dan juga ketidaksadaran siswa terhadap

bakatnya sendiri sehingga ia memilih jurusan keahlian tertentu yang sebenarnya

bukan bakatnya, akan berpengaruh buruk terhadap kinerja akademik (academic

performance) atau prestasi belajarnya.

d. Minat Siswa dan motivasi

Secara sederhana, minat ( interest ) berarti kecenderungan dan kegairahan

yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (1988), minat

tidak termasuk istilah popular dalam psikologi karena ketergantungannya yang

banyak pada faktor-faktor internal lainnya seperti: pemusatan perhatian,

keingintahuan, motivasi dan kebutuhan. Namun terlepas dari masalah popular atau

tidak, minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selama ini dapat

mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi

tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap matematika

7
akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya.

Kemudian,karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang

memungkinkan siswa tadi untuk balajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi

yang diinginkan. Guru dalam kaitan ini sebaiknya berusaha membangkitkan minat

siswa untuk menguasai pengetahuan yang terkandung dalam bidang studinya dengan

cara yang kurang lebih sama dengan kiat membangun sikap positif seperti terurai di

muka.

Motivasi, Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme baik

manusia ataupun hewan yang mondorongnya utuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian

ini, motivasi berarti pemasok daya ( energizer ) untuk bertingkah laku secara terarah

(Gleitman, 1986; Reber, 1988). Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dapat

dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1) motivasi intrinsik; 2) motivasi ekstrinsik.

1) Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa

sendiri yang dapat mendorongnya untuk melakukan tindakan belajar. Termasuk

dalam motivasi intrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi dan

kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk kehidupan masa depan

siswa yang bersangkutan.

2) Adapun motivasi ekstrinsik adalah dan keadaan yang datang dari luar individu

siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan

hadiah, peraturan/ tata tertib sekolah,suri teladan orang tua, guru, dan seterusnya

merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong

siswa untuk belajar.

8
Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun yang

bersifat eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam

melakukan proses pembelajaran materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun di

rumah. Dalam prespektif psikologi kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi siswa

adalah motivasi intrinsik karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung

pada dorongan atau pengaruhorang lain. Selanjutnya, dorongan mencapai prestasi dan

dorongan memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk masa depan juga memberi

pengaruh kuat dan relatif lebih langgeng dibandingkan dengan dorongan hadiah atau

dorongan keharusan dari orang tua dan guru.

B. FAKTOR EKSTERNAL

Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam,

yaitu: Faktor lingkungan sosial dan Faktor lingkungan nonsosial.

1. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan

teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semanagt belajar seorang siswa. Para guru

yang selalu menunjukkan sikap dan prilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri

telladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca

dan rajin berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar

siswa. Selanjutnya, yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan

tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut.

Kondisi masyarakat di lingkungan kumuh (slum area) yang serba kekurangan

dan anak-anak penganggur, misalnya, akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar

9
siswa. Paling tidak, siswa tersebut akan menelukan kesulitan ketika memerlukan

teman belajar atau berdiskusi atau meminjam alat-alat belajar tertentu yang kebetulan

belum dimilikinya. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan

belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik

pengolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah),

semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan

hasil yang dicapai oleh siswa. Contoh: kebiasaan yang diterapkan orang tua siswa

dalam mengelola keluarga (family management practices) yang keliru, seperti

kelalaian orang tuadalam memonitor kegiatan anak, dapat menimbulkan dampak

lebih buruk lagi. Dalam hal ini, bukan saja anka tidak mau belajar melainkan juga ia

cenderung berperilaku menyimpang yang berat seperti antisosial (Patterson &

Loeber, 1984).

b. Lingkungan Nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan

letaknya, rumah temppat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar,

keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini di pandang

turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Rumah yang sempit dan

berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tak memiliki sarana umum

untuk kegiatan remaja (seperti lapangan voli) misalnya, akan mendorong siswa untuk

berkeliaran ke tempat-tempat yang sebenarnya tak pantas dikunjungi. Kondisi rumah

10
dan perkampungan seperti itu jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar

siswa. Khusus mengenai waktu yang disenangi untuk belajar ( studi time preference )

seperti pagi atau sore hari, seorang ahli bernama J. biggers (1980) berpendapat bahwa

belajar pada pagi hari lebih efektif daripada belajar pada waktu-waktu lainnya.

Namun, menurut penelitian beberapa ahli learning style (gaya belajar), hasil belajar

itu tidak bergantung pada waktu secara mutlak, tetapi bergantung pada pilihan waktu

yang cocok dengan kesiapsiagaan siswa (Dunn at al, 1986). Di antara siswa ada yang

siap belajar pagi hari, ada pula yang siap pada sore hari, bahkan tengah malam.

Perbedaan antara waktu dan kesiapan belajar inilah yang menimbulkan perbedaan

study time preference antara seorang siswa dengan siswa lainnya.

Namun demikian, menurut hasil penenlitian mengenai kinerja baca (reading

performance ) sekelompok mahasiswa di sebuah universitas di Australia Selatan,

tidak ada perbedaan yang berarti antara hasil membaca pada pagi hari dan hasil

membaca pada sore hari. Selain itu, keeratan korelasi antara study time preference

dengan hasil membaca pun sulit dibuktikan. Bahkan mereka yang lebih senang

belajar pada pagi hari dan dites pada sore hari, ternyata hasilnya tetap baik.

Sebaliknya, ada pula di antara mereka yang lebih suka belajar pada sore hari dan dites

pada saat yang sama, namun hasilnya tidak memuaskan (Syah,1990).

Dengan demikian, waktu yang digunakan siswa untuk belajar yang selama ini

sering dipercaya berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, tak perlu dihiraukan.

Sebab, bukan waktu yang penting dalam menyerap, mengelola, dan menyimpan item-

item informasi dan pengetahuan yang dipelajari siswa tersebut.

11
C. CARA MENENTUKAN MASALAH BELAJAR

Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan

menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Kondisi tertentu itu dapat

berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga

berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-

masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam

belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.

Dalam interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan

belajar selama proses belajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas

psikis berkenaan dengan bahan belajar. Untuk bertindak belajar siswa menghadapi

masalah-masalah secara intern. Jika siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia

tidak dapat belajar dengan baik. Terdapat beberapa faktor intern yang dialamai dan

dihayati oleh siswa dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar.

Faktor-faktor tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

a. Sikap Terhadap Belajar

Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu,

yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian terhadap sesuatu

memberikan sikap menerima, menolak atau mengabaikannya begitu saja. Selama

melakukan proses pembelajaran sikap siswa akan menentukan hasil dari

pembelajaran tersebut. Pemahaman siswa yang salah terhadap belajar akan

membawa kepada sikap yang salah dalam melakukan pembelajaran. Sikap siswa

12
ini akan mempengaruhinya terhadap tindakana belajar. Sikap yang salah akan

membawa siswa merasa tidak peduli dengan belajar lagi. Akibatnya tidak akan

terjadi proses belajar yang kondusif. Tentunya hal ini akan sangat menghambat

proses belajar. Sikap siswa terhadap belajar akan menentukan proses belajar itu

sendiri. Ketika siswa sudah tidak peduli terhadap belajar maka upaya

pembelajaran yang dilakukan akan sia-sia. Maka siswa sebaiknya

mempertimbangkan masak-masak akibat sikap terhadap belajar.

b. Motivasi Belajar

Tidak diragukan bahwa dorongan belajar mempunyai peranan besar

dalam menumbuhkan semangat pada siswa untuk belajar. Karena seorang siswa

meski memiliki semangat yang tinggi dan keinginan yang kuat, pasti akan tetap

ditiup oleh angin kemalasan, tertimpa keengganan dan kelalaian. Maka tunas

semangat ini harus dipelihara secara terus menerus.

Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya

proses belajar. Lemahnya motivasi atau tiadanya motivasi belajar akan

melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya mutu belajar akan menjadi rendah.

Oleh karena itu motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus.

Motivasi yang diberikan dapat meliputi penjelasan tentang keutamaan ilmu dan

keutamaan mencari ilmu. Bila siswa mengetahui betapa besarnya keutamaan

sebuah ilmu dan betapa besarnya ganjaran bagi orang yang menuntut ilmu, maka

siswa akan merasa haus untuk menuntut ilmu. Selain itu bagaimana seorang guru

mampu membuat siswanya merasa membutuhkan ilmu. Bila seseorang merasa

13
membutuhkan ilmu maka tanpa disuruhpun siswa akan mencari ilmu itu sendiri.

Sehingga semangat siswa untuk menunutut ilmu sangat tinggi, dan hal ini akan

memudahkan proses belajar.

c. Konsentrasi Belajar

Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada

pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun

proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian guru perlu melakukan

berbagai strategi belajar mengajar dan memperhatikan waktu belajar serta

selingan istirahat. Yang perlu diperhatikan oleh guru ketika memulai proses

belajar ialah sebaiknya seorang guru tidak langsung melakukan pembelajaran

namun seorang guru harus memusatkan perhatian siswanya sehingga siap untuk

melakukan pembelajaran. Sebab ketika awal masuk kelas perhatian siswa masih

terpecah-pecah dengana berbagai masalah. Sehingga sangat perlu untuk

melakukan pemusatan perhatian dengan berbagai strategi.

d. Cita-Cita Siswa

Cita-cita sebagai motivasi intrintsic perlu didikan. Didikan memiliki cita-

cita harus ditanamkan sejak mulai kecil. Cita-cita merupakan harapan besar bagi

siswa sehingga siswa selalu termotivasi untuk belajar dengan serius demi

menggapai cita-cita tersebut. Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan

kemampuan berprestasi maka siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai

dengan kemampuannya sendiri.

14
Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Masalah Belajar, pada garis besarnya

sebab-sebab timbulnya masalah belajar pada murid dapat dikelompokkan ke dalam

dua kategori yaitu :

a. Faktor-faktor internal:

 Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat

bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahan ( alergi,

asma, dan sebagainya ).

 Ketidakseimbangan mental ( adanya gangguan dalam fungsi mental ), seperti

menampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasannya

cenderung kurang.

 Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan

diri ( maladjustment ), tercekam rasa takut, benci, dan antipati serta

ketidakmatangan emosi.

 Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap salah seperti kurang

perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan

sering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.

b. Faktor Eksternal

1) Sekolah, antara lain :

 Sifat kurikulum yang kurang fleksibel

 Terlalu berat beban belajar (murid) dan atau mengajar (guru)

 Metode mengajar yang kurang memadai

15
 Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar

2) Keluarga (rumah), antara lain :

 Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis

 Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya

 Keadaan ekonomi.

16
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

1. faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua

macam, yakni:

a. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yaitu keadaan/ kondisi jasmani dan

rohani siswa.

b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan di sekitar

siswa.

2. Faktor internal, faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua

aspek, yaitu:

a. Aspek Fisiologis (yang bersifat jasmaniah)

b. Aspek Psikologis (yang bersifat rohaniah)

3. Faktor Eksternal, faktor eksternal siswa terdiri dua macam, yaitu: faktor

lingkungan sosial dan Faktor lingkungan nonsosial.

4. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Masalah Belajar, pada garis besarnya sebab-

sebab timbulnya masalah belajar pada murid dapat dikelompokkan ke dalam dua

kategori yaitu faktor internal dan eksternal.

17
DAFTAR PUSTAKA

http://samadaranta.wordpress.com/2010/12/28/masalah-masalah-dalam-belajar/

http://ekosuprapto.wordpress.com/2009/04/18/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-
proses-belajar/

http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-
hasil.html

http://husamah.staff.umm.ac.id/files/2010/03/MAKALAH2.pdf

18

You might also like