You are on page 1of 32

SUPERVISI AKADEMIK

DAN PENINGKATAN SDM GURU

A. SUPERVISI AKADEMIK
1. Defenisi Supervisi Akademik

Glickman (1981), mendefinisikan supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan


membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi
pencapaian tujuan pembelajaran.

Supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan


kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. (Daresh, 1989). Dengan demikian, berarti,
esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam
mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan
profesionalismenya.

Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unuuk
kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi
akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam
mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa
dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola
proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru
dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian
kegiatan supervisi akademik.

Dapat dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan


membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam pelaksanaannya terlebih
dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru, sehingga bisa ditetapkan aspek yang
perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya. Namun satu hal yang perlu ditegaskan
di sini, bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas
atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan
pelaksanaan pengembangan kemampuannya.

Dengan demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin mampu


memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Alfonso, Firth, dan Neville (1981)
menegaskan Instructional supervision is herein defined as: behavior officially designed by
the organization that directly affects teacher behavior in such a way to facilitate pupil
learning and achieve the goals of organization.

Menurut Alfonso, Firth, dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam
pengertian supervisi akademik.
1. Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan
perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah karakteristik esensial
supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan secara sempit,
bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan
pengembangan perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang
baik dan cocok bagi semua guru (Glickman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan,
kebutuhan, minat, dan kematangan profesional serta karakteristik personal guru
lainnya harus dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan program supervisi akademik (Sergiovanni, 1987 dan Daresh,
1989).

2. Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya harus


didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya program
pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi
akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik
merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, maka alangkah baik
jika programnya didesain bersama oleh supervisor dan guru.

3. Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu memfasilitasi
belajar bagi murid-muridnya. Secara rinci, tujuan supervise akademik akan diuraikan
lebih lanjut berikut ini.
sumber : (http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2025213-supervisi-akademik/)
2. Tujuan Dan Fungsi Supervisi Akademik

Tujuan supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan


kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-muridnya
(Glickman, 1981). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas akademik yang
dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980). Pengembangan kemampuan
dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada
peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada
peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi
(motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru,
kualitas pembelajaran akan meningkat.

Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru


mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran
 (Daresh, 1989, Glickman, et al; 2007). Supervisi akademik tidak terlepas dari
penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran.
 (Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian kinerja guru
dalam supervisi akademik adalah melihat kondisi nyata kinerja guru untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya apa yang sebenarnya terjadi di dalam
kelas?, apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan siswa di dalam kelas?,
aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang
bermakna bagi guru dan murid?, apa yang telah dilakukan oleh guru dalam
mencapai tujuan akademik?, apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana
cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran.
Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian kinerja
berarti selesailah pelaksanaan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan
tindak lanjutnya berupa pembuatan program supervisi akademik dan melaksanakannya
dengan sebaik-baiknya.

sumber : (http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2025213-supervisi-akademik/)
Menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan supervisi akademik adalah sebagai
berikut:

 Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru


mengembangkan kemampuannya profesionalnnya dalam memahami akademik,
kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan
kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.

 Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor kegiatan


belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dilakukan melalui
kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru sedang mengajar, percakapan
pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan sebagian murid-muridnya.

 Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan


kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru
mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki
perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung
jawabnya.

Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981)


 Supervisi akademik yang baik adalah supervisi akademik yang mampu
berfungsi mencapai multi tujuan tersebut di atas. Tidak ada keberhasilan bagi
supervisi akademik jika hanya memerhatikan salah satu tujuan tertentu dengan
mengesampingkan tujuan lainnya.

Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi
mengubah perilaku mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah
yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik.

Perilaku supervisi akademik secara langsung berhubungan dan berpengaruh


terhadap perilaku guru. Ini berarti, melalui supervisi akademik, supervisor mempengaruhi
perilaku mengajar guru sehingga perilakunya semakin baik dalam mengelola proses
belajar mengajar. Selanjutnya perilaku mengajar guru yang baik itu akan mempengaruhi
perilaku belajar murid. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tujuan akhir supervisi
akademik adalah terbinanya perilaku belajar murid yang lebih baik.
Supervisi akademik merupakan salah satu fungsi mendasar (essential function)
dalam keseluruhan program sekolah (Weingartner, 1973; Alfonso dkk., 1981; dan
Glickman, et al; 2007). Hasil supervisi akademik berfungsi sebagai sumber informasi bagi
pengembangan profesionalisme guru.
Gambar tiga tujuan supervisi akademik sebagaimana dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
Pengem
-bangan
Profesio
-nalisme
TIGA
TUJUAN
Penum SUPERVIS Penga
- buhan -wasan
Motivasi kualitas
Gambar 1.
Tiga tujuan supervisi akademik Supervisi akademik merupakan salah satu (fungsi mendasar
(essential function) dalam keseluruhan program sekolah (Weingartner, 1973; Alfonso dkk., 1981;
dan Glickman, et al; 2007). Hasil supervisi akademik berfungsi sebagai sumber informasi bagi
pengembangan profesionalisme guru
sumber : (http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2025213-supervisi-akademik/)

3.  Prinsip-Prinsip Supervisi Akademik


Prinsip Supervisi Akademik Antara Lain :
a. Praktis, artinya mudah dikerjakan sesuai kondisi sekolah.
b. Sistematis, artinya dikembangan sesuai perencanaan program supervisi yang
matang dan tujuan pembelajaran.
c. Objektif, artinya masukan sesuai aspek-aspek instrumen.
d. Realistis, artinya berdasarkan kenyataan sebenarnya.
e. Antisipatif, artinya mampu menghadapi masalah-masalah yang mungkin akan
terjadi.
f. Konstruktif, artinya mengembangkan kreativitas dan inovasi guru dalam
mengembangkan proses pembelajaran.
g. Kooperatif, artinya ada kerja sama yang baik antara supervisor dan guru
dalam mengembangkan pembelajaran.
h. Kekeluargaan, artinya mempertimbangkan saling asah, asih, dan asuh dalam
mengembangkan pembelajaran.
i. Demokratis, artinya supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan
supervisi akademik.
j. Aktif, artinya guru dan supervisor harus aktif berpartisipasi.
k. Humanis, artinya mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang
harmonis, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor
l. Berkesinambungan (supervisi akademik dilakukan secara teratur dan
berkelanjutan oleh Kepala sekolah).
m. Terpadu, artinya menyatu dengan dengan program pendidikan.
n. Komprehensif, artinya memenuhi ketiga tujuan supervisi akademik di atas
(Dodd, 1972).
Konsep dan tujuan supervisi akademik, sebagaimana dikemukakan oleh para
pakar supervisi akademik di muka, memang tampak idealis bagi para praktisi supervisi
akademik (kepala sekolah). Namun, memang demikianlah seharusnya kenyataan normatif
konsep dasarnya. Para kepala sekolah baik suka maupun tidak suka harus siap menghadapi
problema dan kendala dalam melaksanakan supervisi akademik.

Adanya problema dan kendala tersebut sedikit banyak bisa diatasi apabila dalam
pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah menerapkan prinsip-prinsip supervisi
akademik. Akhir-akhir ini, beberapa literatur telah banyak mengungkapkan teori supervisi
akademik sebagai landasan bagi setiap perilaku supervisi akademik.

Beberapa istilah, seperti demokrasi (democratic), kerja kelompok (team effort),


dan proses kelompok (group process) telah banyak dibahas dan dihubungkan dengan konsep
supervisi akademik. Pembahasannya semata-mata untuk menunjukkan kepada kita bahwa
perilaku supervisi akademik itu harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana supervisor
sebagai atasan dan guru sebagai bawahan. Begitu pula dalam latar sistem persekolahan,
keseluruhan anggota (guru) harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa,
dalam proses supervisi akademik, sedangkan supervisor merupakan bagian darinya. Semua
ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang harus direalisasikan pada
setiap proses supervisi akademik di sekolah-sekolah.
Selain tersebut di atas, berikut ini ada beberapa prinsip lain yang harus
diperhatikan dan direalisasikan oleh supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik,
yaitu sebagai berikut.
1. Supervisi akademik harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis.
Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan,
dan informal. Hubungan demikian ini bukan saja antara supervisor dengan guru,
melainkan juga antara supervisor dengan pihak lain yang terkait dengan program
supervisi akademik. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya supervisor harus memiliki
sifatsifat, seperti sikap membantu, memahami, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan
penuh humor (Dodd, 1972).

2. Supervisi akademik harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi akademik


bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada
kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi akademik merupakan salah satu essential
function dalam keseluruhan program sekolah (Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner,
1973). Apabila guru telah berhasil mengembangkan dirinya tidaklah berarti selesailah
tugas supervisor, melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Hal ini logis,
mengingat problema proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang.

3. Supervisi akademik harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi


pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan supervisi akademik yang demokratis
adalah aktif dan kooperatif. Supervisor harus melibatkan secara aktif guru yang
dibinanya. Tanggung jawab perbaikan program akademik bukan hanya pada supervisor
melainkan juga pada guru. Oleh sebab itu, program supervisi akademik sebaiknya
direncanakan, dikembangkan dan dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan guru,
kepala sekolah, dan pihak lain yang terkait di bawah koordinasi supervisor.

4. Program supervisi akademik harus integral dengan program pendidikan. Di dalam


setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam system perilaku dengan tujuan
sama, yaitu tujuan pendidikan. Sistem perilaku tersebut antara lain berupa sistem
perilaku administratif, sistem perilaku akademik, sistem perilaku kesiswaan, sistem
perilaku pengembangan konseling, sistem perilaku supervisi akademik (Alfonso, dkk.,
1981). Antara satu sistem dengan sistem lainnya harus dilaksanakan secara integral.
Dengan demikian, maka program supervisi akademik integral dengan program
pendidikan secara keseluruhan. Dalam upaya perwujudan prinsip ini diperlukan
hubungan yang baik dan harmonis antara supervisor dengan semua pihak pelaksana
program pendidikan (Dodd, 1972).

5. Supervisi akademik harus komprehensif. Program supervisi akademik harus mencakup


keseluruhan aspek pengembangan akademik, walaupun mungkin saja ada penekanan
pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil analisis kebutuhan pengembangan
akademik sebelumnya. Prinsip ini tiada lain hanyalah untuk memenuhi tuntutan multi
tujuan supervise akademik, berupa pengawasan kualitas, pengembangan profesional,
dan memotivasi guru, sebagaimana telah dijelaskan di muka.
6. Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi akademik bukanlah sekali-kali untuk
mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam proses pelaksanaan supervisi
akademik itu terdapat kegiatan penilaian unjuk kerjan guru, tetapi tujuannya bukan
untuk mencari kesalahankesalahannya. Supervisi akademik akan mengembangkan
pertumbuhan dan kreativitas guru dalam memahami dan memecahkan masalah-masalah
akademik yang dihadapi.

7. Supervisi akademik harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan


mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus obyektif. Objectivitas
dalam penyusunan program berarti bahwa program supervise akademik itu harus
disusun berdasarkan kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Begitu pula
dalam mengevaluasi keberhasilan program supervisi akademik. Di sinilah letak
pentingnya instrumen pengukuran yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi
untuk mengukur seberapa kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran.

sumber : (http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2025215-prinsip-prinsip-supervisi-
akademik/)
4. DIMENSI SUPERVISI AKADEMIK DI SEKOLAH DASAR

Para pakar pendidikan telah banyak menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara
profesional apabila ia memiliki kompetensi yang memadai. Maksudnya adalah seseorang
akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kompetensi secara utuh. Seseorang tidak
akan bisa bekejra secara profesional apabila ia hanya memenuhi salah satu kompetensi di
antara sekian kompetensi yang dipersyaratkan. Kompetensi tersebut merupakan perpaduan
antara kemampuan dan motivasi.

Betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional


apabila ia tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja seseorang, ia tidak akan bekerja secara
profesional apabila ia tidak memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas-
tugasnya. Selaras dengan penjelasan ini adalah satu teori yang dikemukakan oleh Glickman
(1981). Menurutnya ada empat prototipe guru dalam mengelola proses pembelajaran. Proto
tipe guru yang terbaik, menurut teori ini, adalah guru prototipe profesional. Seorang guru bisa
diklasifikasikan ke dalam prototipe profesional apabila ia memiliki kemampuan tinggi (high
level of abstract) dan motivasi kerja tinggi (high level of commitment).

Penjelasan di atas memberikan implikasi khusus kepada apa seharusnya program


supervisi akademik. Supervisi akademik yang baik harus mampu membuat guru semakin
kompeten, yaitu guru semakin menguasai kompetensi, baik kompetensi kepribadian,
kompetensi pedagogik, kompetensi professional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu
supervisi akademik harus menyentuh pada pengembangan seluruh kompetensi guru.
Sehubungan dengan pengembangan kedua dimensi ini,

Menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek yang harus menjadi perhatian supervisi
akademik baik dalam perencanaannya, pelaksanaannya, maupun penilaiannya, Yaitu :

1. Substantive Aspects Of Professional Development (Aspek Substantif )

Substantive aspects of professional development (yang selanjutnya akan disebut


dengan aspek substantif). Aspek ini menunjuk pada kompetensi guru yang harus
dikembangkan melalui supervisi akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang
harus dikuasai guru. Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya
mengelola proses pembelajaran.
Ada empat kompetensi yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik, yaitu :

a. Kompetensi Kepribadian
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki
karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang
guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun
masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati
nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan
perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar
anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226) menegaskan
bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan
pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau
penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih
kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat
menengah).
Sumber : Rudien87 2010 (oneline) http://rudien87.wordpress.com /2010/03/20/
kompetensi-kepribadian/

b. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik yang dimaksud dalam tulisan ini yakni antara lain
kemampuan pemahaman tentang peserta didik secara mendalam dan penyelenggaraan
pembelajaran yang mendidik. Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman
tentang psikologi perkembangan anak. Sedangkan Pembelajaran yang mendidik
meliputi kemampuan merancang pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran,
menilai proses dan hasil pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara
berkelanjutan.
Sumber : Mahmuddin “Belajar jadi Manusia” 2008 “Kompetensi Pedagogik
Guru  Indonesia”(Oneline) http://mahmuddin.wordpress.com/2008/03/19/
kompetensi-pedagogik-guru-indonesia/
c. Kompetensi Professional
Kompetensi Professional antara lain :
a. Guru dituntut untuk menguasai bahan ajar
b. Guru mampu mengelola program belajar mengajar.
c. Guru mampu mengolah kelas.
d. Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran.
e. Guru mampu menguasai landasan – landasan pendidikan.
f. Guru mampu mengelola interaksi belajar mengajar.
g. Guru mampu menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran.
h. Guru mengenal dan mampu ikut penyelenggaraan administrasi sekolah.
Sumber:Indrayanto2010(oneline)http://id.shvoong.com/social-sciences/education/
2024777- proposal-skripsi-pai-kompetensi-guru/

d. Kompetensi Sosial
Kemampuan bekerjasama, Kerja sama merupakan salah satu fitrah manusia
sebagai mahluk sosial. Kerja sama memiliki dimensi yang sangat luas dalam
kehidupan manusia, baik terkait tujuan positif maupun negatif. Contoh Sekolah
adalah sebuah oganisasi. Di dalam sekolah terdapat struktur organisasi, mulai kepala
sekolah, wakil kepala, dewan guru, staf, komite sekolah, dan tentu saja siswa-siswi.
Dalam sekolah terdapat kurikulum dan pembelajaran, biaya, sarana, dan hal-hal lain
yang harus direncanakan, dilaksankan, dipimpin, dan diawasi. Semuanya itu bermuara
pada hubungan kerja sama atau human relation. Dalam proses pembinaan atau
supervisi, pengawas diharapkan dapat menjalin kerjasama yang harmonis dan egaliter
yaitu tidak mengedepankan kewenangan yang dimilikinya.
Sumber : Akhmad Sudrajat (2010) “Kompetensi Sosial- Kemampuan Bekerja Sama”
(oneline) http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/01/25/kompetensi-
sosial-pengawas-sekolah-kerja-sama/

Pemahaman dan pemilikan guru terhadap tujuan akademik, persepsi guru


terhadap murid, pengetahuan guru tentang materi, dan penguasaan guru terhadap teknik.
Aspek substansi pertama dan kedua merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori yang
dipegang oleh guru tentang hakikat pengetahuan, bagaimana murid-murid belajar,
penciptaan hubungan guru dan murid, dan faktor lainnya. Aspek substansi ketiga
merepresentasikan seberapa luas pengetahuan guru tentang materi atau bahan pelajaran
pada bidang studi yang diajarkannya. Adapun aspek substansi keempat
merepresentasikan seberapa luas penguasaan guru terhadap teknik akademik,
manejemen, pengorganisasian kelas, dan keterampilan lainnya yang merupakan unsur
akademik yang efektif.

2. Professional Development Competency Areas (Aspek Kompetensi)

Professional development competency areas (yang selanjutnya akan disebut dengan


aspek kompetensi). Aspek ini menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak
berbeda dengan kasus profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan
(know how to do) tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana
merumuskan tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik akademik.
Tetapi, mengetahui dan memahami keempat aspek substansi ini belumlah cukup.
Seorang guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan pemahamannya. Dengan kata
lain, ia harus bisa mengerjakan (can do). Selanjutnya, seorang guru harus mau
mengerjakan (will do) tugas-tugas berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
Percumalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru, apabila ia
tidak mau mengerjakan tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya.

Akhirnya seorang guru harus mau mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya
sendiri.

Sedangkan bilamana merujuk kepada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang


Guru dan Dosen, ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru dan harus
dijadikan perhatian utama kepala sekolah dalam melakukan supervisi akademik, yaitu
kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik, professional, dan sosial. Supervisi
akademik yang baik adalah supervisi yang mampu menghantarkan guru-guru menjadi
semakin kompeten.

Contoh
Sering dijumpai adanya kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi
akademik hanya datang ke sekolah dengan membawa instrumen pengukuran kinerja.
Kemudian masuk ke kelas melakukan pengukuran terhadap kinerja guru yang sedang
mengajar. Setelah itu, selesailah tugasnya, seakan-akan supervisi akademik sama dengan
pengukuran kinerja guru dalam proses pembelajaran.
Perilaku supervisi akademik sebagaimana diuraikan di atas merupakan salah
satu contoh perilaku supervisi akademik belum baik. Perilaku supervisi akademik yang
demikian tidak akan memberikan banyak pengaruh terhadap tujuan dan fungsi supervisi
akademik. Seandainya memberikan pengaruh, pengaruhnya relatif sangat kecil artinya
bagi peningkatan mutu guru dalam mengelola proses pembelajaran. Supervisi akademik
sama sekali bukan penilaian unjuk kerja guru. Apalagi bila tujuan utama penilaiannya
semata-mata hanya dalam arti sempit, yaitu mengkalkulasi kualitas keberadaan guru
dalam memenuhi kepentingan akreditasi guru belaka.

Hal ini sangat berbeda dengan konsep supervisi akademik. Secara


konseptual, supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian
tujuan pembelajaran. Supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru
mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian,
berarti, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai kinerja guru dalam
mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan
kemampuan profesionalismenya.

Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian


unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan, bahwa
supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam
mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa
dihindarkan prosesnya. Penilaian kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran
sebagai suatu proses pemberian estimasi mutu kerja guru dalam mengelola proses
pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik.
Agar supervisi akademik dapat membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka
untuk pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru,
sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya.
Sumber:Prof.Dr.H.Moh.Khusnuridlo,M.Pd.2010(Oneline) http://www.khusnuridlo.net
/2010/06/ supervisi-akademik-dalam-rangka.html
5. Langkah-langkah Pembinaan Kemampuan Guru supervisi akademik

Ada lima langkah pembinaan kemampuan guru melalui supervisi akademik, yaitu:
(1) menciptakan hubungan-hubungan yang harmonis,
(2) analisis kebutuhan,
(3) mengembangkan strategi dan media,
(4) menilai, dan
(5) revisi

1. Menciptakan Hubungan yang Harmonis.

Langkah pertama dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah


menciptakan hubungan yang harmonis antara kepala sekolah dan guru, serta semua
pihak yang terkait dengan program pembinaan keterampilan pembelajaran guru.
Dalam upaya melaksanakan supervisi akademik memang diperlukan kejelasan
informasi antar personil yang terkait. Tanpa kejelasan informasi, guru akan
kebingungan, tidak tahu yang diharapkan kepala sekolah, dan meyakini bahwa tujuan
pokok dalam pengukuran kemampuan guru, sebagai langkah awal setiap pembinaan
keterampilan pembelajaran melalui supervisi akademik, adalah hanya untuk
mengidentifikasi guru yang baik dan yang kurang terampil dalam mengajar. Padahal
seandainya ada kejelasan informasi, tentu tidak akan terjadi guru yang demikian.

Komunikasi antara kepala sekolah dan guru dikatakan efektif apabila guru benar-
benar menerima supervisi akademik sebagai upaya pembinaan kemampuannya.
Dalam upaya ini, diperlukan kejelasan informasi mengenai hakikat dan tujuan
supervisi akademik. Dalam upaya memperjelas program supervisi akademik, tentu
diperlukan suatu cara dan prinsip-prinsip tertentu dalam berkomunikasi.
Bagaimanakah berkomunikasi secara efektif.

Ada sejumlah prinsip komunikasi yang harus diterapkan oleh kepala sekolah,
sebagaimana dikemukakan oleh Marks, Stoops dan Stoops, sebagai berikut.
a. Berbicaralah sebijaksana dan sebaik mungkin
b. Ikutilah pembicaraan orang lain secara saksama
c. Ciptakan hubungan interpersonal antar personil
d. Berpikirlah sebelum berbicara
e Ikutilah norma-norma yang berlaku pada latar sekolah
f. Usahakanlah untuk memahami pendapat orang lain
g. Konsentrasikan pada pesanmu, bukan pada dirimu sendiri
h. Kumpulkan materi untuk mengadakan diskusi bila perlu
i. Persingkat pembicaraan
j. Ciptakan ketidaksanggupan
k. Bersemangatlah
l. Raihlah sikap orang lain untuk membantu program
m. Berkomunikasilah dengan “eye communication”
n. Selalu mencoba
o. Jadilah pendengar yang baik
p. Ketahuilah kapan sebaiknya berhenti berkomunikasi

2. Analisis Kebutuhan

Sebagai langkah kedua dalam pembinaan keterampilan pengajaran guru adalah


analisis kebutuhan (needs assessment). Secara hakiki, analisis kebutuhan merupakan
upaya menentukan perbedaan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
dipersyaratkan dan yang secara nyata dimiliki. Prinsip supervisi pengajaran yang
ketujuh, sebagaimana telah dikemukakan di muka, adalah obyektif, artinya dalam
penyusunan program supervisi pengajaran harus didasarkan pada kebutuhan nyata
pengembangan profesional guru. Dalam upaya memenuhi prinsip ini diperlukan
analisis kebutuhan tentang keterampilan pengajaran guru yang harus dikembangkan
melalui supervisi pengajaran. Adapun langkah-langkah menganalisis kebutuhan
sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan atau masalah-masalah pendidikan –
perbedaan (gap) apa saja yang ada antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang nyata dimiliki guru dan yang seharusnya dimiliki guru? Perbedaan di
kelompok, disintesiskan, dan diklasifikasi.
b. Mengidentifikasi lingkungan dan hambatan-hambatannya.
c. Menetapkan tujuan umum jangka panjang.
d. Mengidentifikasi tugas-tugas manajemen yang dibutuhkan fase ini, seperti
keuangan, sumber-sumber, perlengkapan dan media.
e. Mencatat prosedur-prosedur untuk mengumpulkan informasi tambahan tentang
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki guru. Pergunakanlah teknik-
teknik tertentu, seperti mengundang konsultan dari luar sekolah, wawancara, dan
kuesioner.
f. Mengidentifikasi dan mencatat kebutuhan-kebutuhan khusus pembinaan
keterampilan pembelajaran guru. Pergunakanlah kata-kata perilaku atau
performansi.
g. Menetapkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru
yang bisa dibina melalui teknik dan media selain pendidikan.
h. Mencatat dan memberi kode kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan
pembelajaran guru yang akan dibina melalui cara-cara lainnya.

3. Pelaksanaan Supervisi Akademik

Setelah tujuan-tujuan pembinaan keterampilan pengajaran berdasarkan


kebutuhan-kebutuhan pembinaan yang diperoleh melalui analisis kebutuhan di atas,
kepala sekolah menganalisis setiap tujuan untuk menentukan bentuk-bentuk teknik
dan media supervisi akademik yang akan digunakan. Menurut Gwynn (1961), teknik-
teknik supervisi bila dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik supervisi
individual dan teknik supervisi kelompok. Tujuan pengembangan strategi dan media
supervisi akademik ini adalah sebagai berikut.
a. Mendaftar pembinaan-pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan
dengan menggunakan teknik supervisi individual.
b. Mendaftar pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan melalui
teknik supervisi kelompok.
c. Mendaftar mengidentifikasi dan memilih teknik dan media supervisi yang siap
digunakan untuk membina keterampilan pengajaran guru yang diperlukan.

Setelah mengembangkan teknik dan media supervisi akademik, mulailah dilakukan


pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik dan media
tertentu sebagaimana telah dikembangkan. Mengenai teknik-teknik supervisi, baik
yang individual maupun kelompok, dan medianya akan diuraikan secara khusus pada
akhir bab ini.
5. Penilaian Keberhasilan Supervisi Akademik

Penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan


yang dicapai. Dalam konteks supervisi akademik, penilaian merupakan proses
sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam pembinaan
keterampilan pembelajaran guru.

Tujuan penilaian pembinaan keterampilan pembelajaran adalah untuk:


(1) Menentukan apakah pengajar (guru) telah mencapai kriteria pengukuran
sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pembinaan, dan
(2) Untuk menentukan validitas teknik pembinaan dan komponen-komponennya
dalam rangka perbaikan proses pembinaan berikutnya.

Prinsip dasar dalam merancang dan melaksanakan program penilaian adalah


bahwa penilaian harus mengukur performansi atau perilaku yang dispesifikasi pada
tujuan supervisi akademik guru. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Katakan dengan jelas teknik-teknik penilaian.
b. Tulislah masing-masing tujuan.
c. Pilihlah atau kembangkan instrumen-instrumen pengukuran yang secara
efektif bisa menilai hasil yang telah dispesifikasi.
d. Uji lapangan untuk mengetahui validitasnya.
e. Organisasikan, analisis, dan rangkumlah hasilnya.

5. Perbaikan Program Supervisi Akademik

Sebagai langkah terakhir dalam pembinaan keterampilan pengajaran guru adalah


merevisi program pembinaan. Revisi ini dilakukan seperlunya, sesuai dengan hasil
penilaian yang telah dilakukan. Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Me-review rangkuman hasil penilaian.
b. Apabila ternyata tujuan pembinaan keterampilan pengajaran guru tidak dicapai,
maka sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan, keterampilan
dan sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan.
c. Apabila ternyata memang tujuannya belum tercapaim maka mulailah merancang
kembali program supervisi akademik guru untuk masa berikutnya.
d. Mengimplementasikan program pembinaan yang telah dirancang kembali pada
masa berikutnya.

sumber : (http://www.khusnuridlo.net/2010/07/langkah-langkah-supervisi-akademik.html

- Media, Sarana, dan Sumber

Dalam setiap pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan


teknik supervisi akademik tertentu diperlukan media, sarana, maupun sumber-sumber
tertentu. Apabila digunakan teknik buletin supervisi dalam membina keterampilan
pembelajaran guru, maka diperlukan buletin sebagai media atau sumbernya. Apabila
digunakan teknik darmawisata dan membina guru maka diperlukan tempat tertentu
sebagai sumber belajarnya. Apabila digunakan perpustakaan jabatan sebagai pusat
pembinaan keterampilan pembelajaran guru maka diperlukan buku-buku, ruang khusus,
dan sarana khusus, sebagai sarana dan sumber belajar. Demikianlah seterusnya untuk
teknik-teknik supervisi akademik lainnya, semuanya memerlukan media, sarana, dan
sumber sebagai penunjang pelaksanaannya.

- Instrumen Pengukuran Kemampuan Guru

Pada bab I telah ditegaskan bahwa esensial supervisi akademik itu sama sekali
bukan mengukur unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan
bagaimana membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalnya. Meskipun
demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari pengukuran kemampuan guru dalam
mengelola proses pembelajaran. Pengukuran kemampuan guru dalam mengelola proses
pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan dalam proses
supervisi pembelajaran (Sergiovanni, 1987). Prinsip dasar ini tampak jelas sekali pada
langkah-langkah pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Menurut Marks, Stoops dan
Stoops, sebagaimana telah dibahas di muka, di mana salah satu langkahnya berupa analisis
kebutuhan. Esensial langkah atau fase analisis kebutuhan ini adalah mengukur
pengetahuan dan kemampuan untuk menentukan pengetahuan dan kemampuan mana pada
guru yang harus dibina. Ini berarti dalam setiap merencanakan dan memprogram supervisi
akademik selalu diperlukan instrumen pengukuran.
Instrumen pengukuran ini, baik pengetahuan maupun kemampuan, bila berupa
tes-tes tertentu yang secara valid dan reliabel bisa mengukur pengetahuan dan kemampuan
guru dalam mengelola proses pembelajaran. Khusus untuk mengukur kemampuan guru,
karena lebih berbentuk performansi atau perilaku (behavioral), biasanya digunakan
instrumen observasi yang mengamati unjuk kerja guru dalam mengelola proses
pembelajaran.

Instrumen ini banyak diambil dari yang sudah ada, yang sudah valid dan reliabel,
maupun dikembangkan sendiri oleh supervisor. Apabila kepala sekolah ingin
mengembangkan sendiri instrumen observasi maka disarankan agar merujuk kepada jenis-
jenis kemampuan pembelajaran yang menang harus dimiliki oleh guru. Setiap jenis
kemampuan yang dikembangkan dalam instrumen observasi harus disediakan skala
pengukuran.

Ada bermacam-macam skala pengukuran, misalnya skala tigas, skala lima, dan
skala tujuh. Apabila digunakan skala tiga, maka bentuknya menjadi tidak mampu (1)
cukup mampu (2) dan mampu (3) Apabila digunakan skala lima, maka bentuknya menjadi
sangat kurang mampu (1) kurang mampu (2) cukup mampu (3) mampu (4) dan sangat
mampu (5). Nantinya apabila telah digunakan, maka semakin kecil skor kemampuannya
(kategori kemampuannya) berarti semakin perlu dibina. Semakin rendah skornya berarti
guru semakin tidak mampu mengelola proses pembelajaran.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI pernah mengembangkan satu


instrumen pengukuran yang disebut dengan Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG).
APKG ini merupakan instrumen yang kembangkan dan resmi digunakan untuk mengukur
kemampuan guru yang bersifat generic essensial. Dikatakan generic karena kemampuan
tersebut secara umum harus dimiliki oleh setiap guru bidang studi apapun. Dikatakan
essential karena kemampuan tersebut merupakan kemampuan-kemampuan yang penting
saja. Ini tidak berarti bahwa kemampuan yang lain tidak perlu melainkan masih sangat
diperlukan hanya harus diukur melalui instrumen lainnya (Depdikbud, 1982).

sumber : (http://www.khusnuridlo.net/2010/07/langkah-langkah-supervisi-akademik.html
E.   KONSEP KINERJA

Kinerja merupakan terjemahan dari kata performance (Job Performance), secara


etimologis performance berasal dari kata to perform yang berarti menampilkan atau
melaksanakan, sedang kata performance berarti “The act of performing; execution”( Webster
Super New School and Office Dictionary ), menurut Henry Bosley Woolf performance berarti
“The execution of an action” (Webster New Collegiate Dictionary ) Dari pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa kinerja atau performance berarti tindakan menampilkan atau
melaksanakan suatu kegiatan, oleh karena itu performance sering  juga diartikan penampilan
kerja atau prilaku kerja. Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi kinerja untuk lebih
memberikan pemahaman akan maknanya

Tabel 5.1. Pendapat Para Pakar tentang pengertian kinerja

No Pengertian kinerja Pendapat

1.        Performance  diartikan  sebagai hasil pekerjaan, atau (Pariata Westra et al.
  pelaksanaan tugas pekerjaan 1977:246).

2.        kinerja adalah proses kerja dari seorang individu  untuk Bateman (1992:32)
  mencapai hasil-hasil tertentu,

3.         Prestasi Kerja atau penampilan kerja (performance) Nanang Fattah


  diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang disasari (1999:19)
oleh pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dan motivasi
dalam menghasilkan sesuatu,

4.        Performance is defined as the record of outcomes Bernardin dan Russel


  produced on a specified job function or activity during a dalam  Ahmad S Ruky
specific time period (2001:15)

5.         Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara A. Anwar Prabu
  kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang Mangkunegara
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan (2001:67)
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

6.         basically, it (performance) means an outcome – a Murray Ainsworth et.el


  result. It is the end point of people, resources and (2002:3)
certain environment being brought together, with
intention of producing certain things, whether tangible
product or less tangible service. To the extent that this
interaction results in an outcome of the desired level
and quality, at agreed cost levels, performance will be
judged as satisfaktory, good, or excellent. To the extent
that the outcome is disappointing, for whatever reason,  
performance will be judged as poor or deficient

 
Dari beberapa pengetian kinerja di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
kinerja merupakan suatu kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh
seorang pegawai untuk memperoleh hasil kerja yang optimal. Dengan demikian istilah
kinerja mempunyai pengertian akan adanya suatu tindakan atau kegiatan yang ditampilkan
oleh seseorang dalam melaksanakan aktivitas tertentu. Kinerja seseorang akan nampak  pada
situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam
melaksanakan pekerjaannya menggambarkan bagaimana ia berusaha mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Menurut A. Dale Timpe dalam bukunya Performance  sebagaimana dikutip
oleh Ch. Suprapto (1999:14) dikemukakan bahwa Kinerja adalah akumulasi dari tiga elemen
yang saling berkaitan yaitu keterampilan, upaya, dan sifat-sifat keadaan eksternal.
Keterampilan dasar yang dibawa seseorang ke tempat pekerjaan  dapat berupa pengetahuan,
kemampuan,    kecakapan    interpersonal   dan     kecakapan teknis.
Keterampilan  diperlukan dalam kinerja karena keterampilan merupakan  aktivitas
yang muncul dari seseorang akibat suatu proses dari pengetahuan, kemampuan, kecakapan
interpersonal, dan kecakapan teknis. Upaya dapat digambarkan sebagai motivasi yang
diperlihatkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Tingkat keterampilan berhubungan dengan apa
yang “dapat dilakukan”, sedangkan “ upaya” berhubungan dengan apa yang “akan
dilakukan”. Kondisi eksternal adalah faktor-faktor yang terdapat dilingkungannya yang
mempengaruhi kinerja. Kondisi eksternal merupakan fasilitas dan lingkungan kerja yang
mendukung produktivitas/kinerja karyawan, interaksi antara faktor internal dengan eksternal 
untuk menghasilkan sesuatu dengan kualitas tertentu merupakan unsur yang membentuk
kinerja, ini sejalan dengan pendapat 
Dalam mencapai tujuan tidak terlepas dari unsur manusia dan unsur non manusia.
Oleh karena itu, kinerja yang ditunjukan oleh unsur-unsur tersebut akan menunjukan
kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sebagai
pegawai akan selalu dituntut tentang sejauh mana kinerja pegawai tersebut dalam
melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaannya, apakah mereka berkinerja tinggi/memuaskan
atau berkinerja rendah/jelek. Dengan demikian, seorang pegawai dalam penilaian kerja oleh
atasannya selalu dihubungkan dengan kinerja.

Dari pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu
kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh seseorang dalam memperoleh
hasil kerja yang optimal. Sejalan dengan itu menurut pendapat Sedarmayanti (1995:53)
pengertian kinerja dengan menunjuk pada ciri-cirinya sebagai berikut : “Kinerja dalam suatu
organisasi dapat dikatakan meningkat jika memenuhi indikator-indikator antara lain :
Kualitas hasil kerja, Ketepatan waktu, Inisiatif, Kecakapan, Komunikasi yang baik”.
berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang
dicapai dan dapat diperlihatkan melalui kualitas hasil kerja, ketepatan waktu, inisiatif,
kecakapan dan komunikasi yang baik.

 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja

Kinerja menunjukan suatu penampilan kerja seseorang dalam menjalankan peran dan
fungsinya dalam suatu lingkungan tertentu termasuk dalam organisasi. Dalam kenyataannya,
banyak faktor yang mempengaruhi prilaku seseorang, sehingga bila diterapkan pada pekerja,
maka bagimana dia bekerja akan dapat menjadi dasar untuk menganalisis latar belakang yang
mempengaruhinga . Menurut Sutermeister (1976:45) produktivitas ditentukan oleh kinerja
pegawai dan teknologi, sedangkan kinerja pegawai itu sendiri tergantung pada dua hal yaitu
kemampuan dan motivasi. Bila digambarkan akan nampak sebagai berikut
Sementara itu Gibson et al (1995: 56), memberikan gambaran lebih rinci dan
komprehensif tentang faktor–faktor yang berpengaruh terhadap performance/kinerja, yaitu :
a.   Variabel Individu, meliputi kemampuan, keterampilan, mental fisik, latar
belakang keluarga, tingkat sosial, pengalaman, demografi (umur, asal – usul,
jenis kelamin).
b.   Variabel Organisasi, meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur
desain pekerjaan.
c.   Variabel Psikologis yang meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan
motivasi.  
pendapat tersebut menggambarkan tentang hal-hal yang dapat membentuk atau
mempengaruhi kinerja seseorang, faktor individu dengan karakteristik psikologisnya yang
khas serta faktor organisasi berinteraksi dalam suatu proses yang dapat mewujudkan suatu 
kualitas kinerja yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan peran dan tugasnya
dalam organisasi.
Sementara itu Zane K. Quible (2005:214) berkaitan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja manyatakan: “basic human traits affect employees’ job related
behaviour and performance. These human traits include ability, aptitude, perception, values,
interest, emotions, needs and personality”. Ability atau kemampuan  akan menentukan
bagaimana seseorang dapat melakukan pekerjaan, bakat akan berperan dalam membantu
melaksanakan pekerjaan jika ada kesesuaian dengan jenis pekerjaannya, demikian juga
halnya dengan persepsi, konsep diri, nilai-nilai, minat, emosi, kebutuhan dan kepribadian.
Semua itu akan berpengaruh  terhadap dorongan (motivasi) seseorang dalam melaksanakan
pekerjaannya. Dengan demikian kajian tentang kinerja memerlukan juga pembahasan tentang
motivasi sebab prilaku seseorang dalam melaksanakan pekerjaan tidak terlepas dari dorongan
yang melatarbelakanginya.
Dorongan untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu dapat bersifat intrinsik dan
ekstrinsik, dorongan intrinsik merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang dan
mengarah pada suatu objek tertentu untuk berbuat atau berprilaku, sementara dorongan
ekstrinsik merupakan dorongan akibat rangsangan-rangsangan dari luar yang dalam hal ini
faktor organisasi dan kepemimpinan dapat dipandang sebagai contoh faktor eksternal yang
akan mempengaruhi pada kinerja seseorang dalam organisasi.
Kedua dorongan tersebut dapat berjalan sendiri-sendiri maupun bersamaan,
perwujudan dalam bentuk prilaku pada dasarnya menunjukan tentang intensitas dorongan
tersebut, dimana bila intensitasnya rendah maka kecenderungan prilakunya pun akan
menunjukan kualitas yang rendah demikian juga sebaliknya, oleh karena itu pemahaman
tentang motivasi dapat memperdalam pemahaman tentang  apa dan bagaimana prilaku
seseorang dalam mengerjakan sesuatu baik dalam konteks kehidupan pribadi maupun dalam
kehidupan organisasi. Dorongan merupakan daya penggerak kinerja, namun demikian tanpa
dibarengi dengan kemampuan, kinerja yang akan terwujud tidak akan optimal sesuai dengan
yang diharapkan
James M. Higgins (1982:28) dalam bukunya Human Relations, Concept and Skills
mengemukakan suatu model siklis proses motivasi dan kinerja   “A  cyclical  Model  of  the 
Motivation/Performance Process” dalam bentuk bagan nampak seperti dalam gambar 2.8.
Dari gambar tersebut, nampak bahwa Kinerja seseorang berkaitan dengan berbagai faktor
yang dapat mempengaruhinya, baik yang bersifat internal yang melekat dalam individu itu
sendiri maupun yang bersifat eksternal dari lingkungan kerja, juga Dari bagan tersebut  di
atas dapat deperoleh beberapa pemahaman tentang kinerja dan motivasi, dengan
disatukannya kedua hal tersebut sebagai unsur yang dipengaruhi    oleh    berbagai   faktor  
menunjukan  bahwa  kinerja  dan  motivasi merupakan sesuatu  yang terus menerus
berinteraksi,    kinerja merupakan dimensi perwujudan dari prilaku sedangkan motivasi
merupakan dimensi internal dari prilaku seseorang. Pertama ada  faktor  kebutuhan  yang
perlu dipuaskan dan  perwujudannya ditentukan oleh bagaimana sikap manajer dan organisasi
dalam berupaya memenuhinya, keadaan ini akan diikuti dengan langkah-langkah yang
dilakukan oleh organisasi dalam menawarkan pemuas kebutuhan tersebut. Penawaran
pemuasan tersebut akan diperhatikan  dan   direspon    sesuai  dengan   pertimbangan
perbandingan antara
pemuas dan tindakan yang disyaratkan atau diminta oleh organisasi, jika penilaian  terhadap
pemuas kebutuhan tersebut positif maka seseorang (pekerja) akan terdorong untuk melakukan
atau meningkatkan upaya-upaya dalam melaksanakan pekerjaan, namun upaya tersebut
tidaklah cukup melainkan perlu dibarengi dengan kemampuan yang berkaitan dengan
pekerjaan yang harus dilakukannya, kombinasi antara upaya yang termotivasi dengan
kemampuan akan melahirkan kinerja, dengan kinerja yang telah diwujudkan maka akan
diperoleh pemuas kebutuhan, kemudian hal itu akan dinilai oleh pekerja yang kemudian akan
memutuskan apakah akan melanjutkan dengan kinerja yang sama atau tidak.
Kinerja merupakan gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Oleh karena itu bila ingin
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka perlu memperhatikan faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi kinerja tersebut. Faktor yang mempengaruhi pencapaian
kinerja adalah faktor kemampuan (Ability) dan faktor motivasi (Motivation). Hal ini sesuai
dengan pendapat Keith Davis (1994:484) yang dikutip oleh  A. Anwar Prabu Mangkunegara
(2001:67) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :
1.    Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja.
Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk
mencapai tujuan organisasi. Sikap mental merupakan kondisi mental yang
mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara
maksimal. Pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki
motivasi tinggi.
2.    Faktor Kemampuan
Secara psikologis kemampuan (Ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) dan kemampuan reality (Knowledge + Skill). Artinya pegawai yang
memiliki IQ di atas rata-rata (IQ  110-120) dengan pendidikan yang memadai
untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia
akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai
perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

berdasarkan pendapat ahli di atas jelaslah bahwa faktor kemampuan dapat mempengaruhi
kinerja karena dengan kemampuan yang tinggi maka kinerja pegawaipun akan tercapai,
sebaliknya bila kemampuan pegawai rendah atau tidak sesuai dengan keahliannya maka
kinerjapun tidak akan tercapai. Begitu juga dengan faktor motivasi yang merupakan kondisi
yang menggerakan diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.

sumber :(http://uharsputra.wordpress.com/pendidikan/pengembangan-kinerja-guru/)

F. KINERJA GURU

Guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai garda terdepan dan posisi sentral di
dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Berkaitan dengan itu, maka guru akan menjadi
bahan pembicaraan banyak orang, dan tentunya tidak lain berkaitan dengan kinerja dan
totalitas dedikasi dan loyalitas pengabdiannya.

Sorotan tersebut lebih bermuara kepada ketidakmampuan guru didalam


pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga bermuara kepada menurunnya mutu pendidikan.
Kalaupun sorotan itu lebih mengarah kepada sisi-sisi kelemahan pada guru, hal itu tidak
sepenuhnya dibebankan kepada guru, dan mungkin ada system yang berlaku, baik sengaja
ataupun tidak akan berpengaruh terhadap permasalahan tadi.

Banyak hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan kita, bagaimana kinerja guru
akan berdampak kepada pendidikan bermutu. Kita melihat sisi lemah dari system pendidikan
nasional kita, dengan gonta ganti kurikulum pendidikan, maka secara langsung atau tidak
akan berdampak kepada guru itu sendiri. Sehingga perubahan kurikulum dapat menjadi beban
psikologis bagi guru, dan mungkin juga akan dapat membuat guru frustasi akibat perubahan
tersebut. Hal ini sangat dirasakan oleh guru yang memiliki kemampuan minimal, dan tidak
demikian halnya guru professional.

Selain itu, kinerja guru juga sangat ditentukan oleh output atau keluaran dari
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), sebagai institusi penghasil tenaga guru,
LPTK juga memiliki tanggungjawab dalam menciptakan guru berkualitas, dan tentunya suatu
ketika berdampak kepada pembentukan SDM berkualitas pula. Oleh sebab itu LPTK juga
memiliki andil besar di dalam mempersiapkan guru seperti yang disebutkan diatas,
berkualitas, berwawasan serta mampu membentuk SDM mandiri, cerdas, bertanggungjawab
dan berkepribadian.

Harapan ke depan, terbentuk sinergi baru dalam lingkungan persekolahan, dan


perlu menjadi perhatian adalah terjalinnnya kinerja yang efektif dan efisien disetiap struktur
yang ada dipersekolahan. Kinerja terbentuk bilamana masing-masing struktur memiliki
tanggungjawab dan memahami akan tugas dan kewajiban masing-masing.

Era reformasi dan desentralisasi pendidikan menyebabkan orang bebas


melakukan kritik, titik lemah pendidikan akan menjadi bahan dan sasaran empuk bagi para
kritikus, adakalanya kritik yang diberikan dapat menjadi sitawar sidingin di dalam
memperbaiki kinerja guru. Akan tetapi tidak tertutup kemungkinan pula akan dapat membuat
merah telinga guru sebagai akibat dari kritik yang diberikan, hal ini dapat memberikan
dampak terhadap kinerja guru yang bersangkutan.

Apapun kritik yang diberikan, apakah bernilai positif atau negative kiranya akan
menjadi masukan yang sangat berarti bagi kenerja guru. Guru yang baik tidak akan pernah
putus asa, dan menjadi kritikan sebagai pemicu baginya di dalam melakukan perbaikan dan
pembenahan diri di masa yang akan datang. Kritik terhadap kinerja guru perlu dilakukan,
tanpa itu bagaimana guru mengetahui kinerja yang sudah dilakukannya selama ini, dengan
demikian akan menjadi bahan renungan bagi guru untuk perbaikan lebih lanjut.

Indikator suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingkat sumber daya manusianya,
dan indicator sumber daya manusia ditentukan oleh tingkat pendidikan masyarakatnya.
Semakin tinggi sumber daya manusianya, maka semakin baik tingkat pendidikannya, dan
demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itu indicator tersebut sangat ditentukan oleh kinerja
guru.
Bila kita amati di lapangan, bahwa guru sudah menunjukan kinerja maksimal di
dalam menjalan tugas dan fungsinya sebagai pendidik, pengajar dan pelatih. Akan tetapi
barangkali masih ada sebagian guru yang belum menunjukkan kinerja baik, tentunya secara
akan berpengaruh terhadap kinerja guru secara makro.

Ukuran kinerja guru terlihat dari rasa tanggungjawabnya menjalankan amanah,


profesi yang diembannya, rasa tanggungjawab moral dipundaknya. Semua itu akan terlihat
kepada kepatuhan dan loyalitasnya di dalam menjalankan tugas keguruannya di dalam kelas
dan tugas kependidikannya di luar kelas. Sikap ini akan dibarengi pula dengan rasa
tanggungjawabnya mempersiapkan segala perlengkapan pengajaran sebelum melaksanakan
proses pembelajaran. Selain itu, guru juga sudah mempertimbangkan akan metodologi yang
akan digunakan, termasuk alat media pendidikan yang akan dipakai, serta alat penilaian apa
yang digunakan di dalam pelaksanaan evaluasi.

Kinerja guru dari hari kehari, minggu ke minggu dan tahun ke tahun terus
ditingkatkan. Guru punya komitmen untuk terus dan terus belajar, tanpa itu maka guru akan
kerdil dalam ilmu pengetahuan, akan tetap tertinggal akan akselerasi zaman yang semakin
tidak menentu. Apalagi pada kondisi kini kita dihadapkan pada era global, semua serba cepat,
serba dinamis, dan serba kompetitif.

Kinerja guru akan menjadi optimal, bilamana diintegrasikan dengan komponen


persekolahan, apakah itu kepala sekolah, guru, karyawan maupun anak didik. Kinerja guru
akan bermakna bila dibarengi dengan nawaitu yang bersih dan ikhlas, serta selalu menyadari
akan kekurangan yang ada pada dirinya, dan berupaya untuk dapat meningkatkan atas
kekurangan tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kearah yang lebih baik. Kinerja yang
dilakukan hari ini akan lebih baik dari kinerja hari kemarin, dan tentunya kinerja masa depan
lebih baik dari kinerja hari ini. Semoga.)

sumber : (http://re-searchengines.com/isjoni12.html)

F. Manajemen Kinerja Guru

Dalam perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan
mencapai standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance
management). Dengan mengacu pada pemikiran Robert Bacal (2001) dalam bukunya
Performance Management di bawah ini akan dibicarakan tentang manajemen kinerja guru.
Robert Bacal mengemukakan bahwa manajemen kinerja, sebagai :

“… sebuah proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam


kemitraan antara seorang karyawan dan penyelia langsungnya. Proses ini meliputi kegiatan
membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan.
Ini merupakan sebuah sistem. Artinya, ia memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus
diikut sertakan, kalau sistem manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi
organisasi, manajer dan karyawan”.

Dari ungkapan di atas, maka manajemen kinerja guru terutama berkaitan erat
dengan tugas kepala sekolah untuk selalu melakukan komunikasi yang berkesinambungan,
melalui jalinan kemitraan dengan seluruh guru di sekolahnya. Dalam mengembangkan
manajemen kinerja guru, didalamnya harus dapat membangun harapan yang jelas serta
pemahaman tentang :

Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para guru.

1. Seberapa besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di


sekolah.melakukan pekerjaan dengan baik”
2. Bagaimana guru dan kepala sekolah bekerja sama untuk mempertahankan,
memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang.
3. Bagaimana prestasi kerja akan diukur.
4. Mengenali berbagai hambatan kinerja dan berupaya menyingkirkannya.

Selanjutnya, Robert Bacal mengemukakan pula bahwa dalam manajemen kinerja


diantaranya meliputi perencanaan kinerja, komunikasi kinerja yang berkesinambungan dan
evaluasi kinerja.

Perencanaan kinerja merupakan suatu proses di mana guru dan kepala sekolah
bekerja sama merencanakan apa yang harus dikerjakan guru pada tahun mendatang,
menentukan bagaimana kinerja harus diukur, mengenali dan merencanakan cara mengatasi
kendala, serta mencapai pemahaman bersama tentang pekerjaan itu.

Komunikasi yang berkesinambungan merupakan proses di mana kepala sekolah


dan guru bekerja sama untuk saling berbagi informasi mengenai perkembangan kerja,
hambatan dan permasalahan yang mungkin timbul, solusi yang dapat digunakan untuk
mengatasi berbagai masalah, dan bagaimana kepala sekolah dapat membantu guru. Arti
pentingnya terletak pada kemampuannya mengidentifikasi dan menanggulangi kesulitan atau
persoalan sebelum itu menjadi besar.

Evaluasi kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen kinerja, yang
merupakan proses di mana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk
menjawab pertanyaan, “ Seberapa baikkah kinerja seorang guru pada suatu periode
tertentu ?”. Metode apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, penting sekali bagi kita
untuk menghindari dua perangkap. Pertama, tidak mengasumsikan masalah kinerja terjadi
secara terpisah satu sama lain, atau “selalu salahnya guru”. Kedua, tiada satu pun taksiran
yang dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang terjadi dan mengapa.
Penilaian kinerja hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta diagnosis lebih lanjut.

Sementara itu, Karen Seeker dan Joe B. Wilson (2000) memberikan gambaran
tentang proses manajemen kinerja dengan apa yang disebut dengan siklus manajemen kinerja,
yang terdiri dari tiga fase yakni perencanaan, pembinaan, dan evaluasi.
Perencanaan merupakan fase pendefinisian dan pembahasan peran, tanggung jawab, dan
ekpektasi yang terukur. Perencanaan tadi membawa pada fase pembinaan,– di mana guru
dibimbing dan dikembangkan – mendorong atau mengarahkan upaya mereka melalui
dukungan, umpan balik, dan penghargaan. Kemudian dalam fase evaluasi, kinerja guru dikaji
dan dibandingkan dengan ekspektasi yang telah ditetapkan dalam rencana kinerja. Rencana
terus dikembangkan, siklus terus berulang, dan guru, kepala sekolah, dan staf administrasi ,
serta organisasi terus belajar dan tumbuh.

Setiap fase didasarkan pada masukan dari fase sebelumnya dan menghasilkan
keluaran, yang pada gilirannya, menjadi masukan fase berikutnya lagi. Semua dari ketiga fase
Siklus Manajemen Kinerja sama pentingnya bagi mutu proses dan ketiganya harus
diperlakukan secara berurut. Perencanaan harus dilakukan pertama kali, kemudian diikuti
Pembinaan, dan akhirnya Evaluasi.

Dengan tidak bermaksud mengesampingkan arti penting perencanaan kinerja dan


pembinaan atau komunikasi kinerja. Di bawah ini akan dipaparkan tentang evaluasi kinerja
guru. Bahwa agar kinerja guru dapat ditingkatkan dan memberikan sumbangan yang
siginifikan terhadap kinerja sekolah secara keseluruhan maka perlu dilakukan evaluasi
terhadap kinerja guru. Dalam hal ini, Ronald T.C. Boyd (2002) mengemukakan bahwa
evaluasi kinerja guru didesain untuk melayani dua tujuan, yaitu : (1) untuk mengukur
kompetensi guru dan (2) mendukung pengembangan profesional. Sistem evaluasi kinerja
guru hendaknya memberikan manfaat sebagai umpan balik untuk memenuhi berbagai
kebutuhan di kelas (classroom needs), dan dapat memberikan peluang bagi pengembangan
teknik-teknik baru dalam pengajaran, serta mendapatkan konseling dari kepala sekolah,
pengawas pendidkan atau guru lainnya untuk membuat berbagai perubahan di dalam kelas.

Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang evaluator (baca: kepala sekolah atau
pengawas sekolah) terlebih dahulu harus menyusun prosedur spesifik dan menetapkan
standar evaluasi. Penetapan standar hendaknya dikaitkan dengan : (1) keterampilan-
keterampilan dalam mengajar; (2) bersifat seobyektif mungkin; (3) komunikasi secara jelas
dengan guru sebelum penilaian dilaksanakan dan ditinjau ulang setelah selesai dievaluasi, dan
(4) dikaitkan dengan pengembangan profesional guru .

Para evaluator hendaknya mempertimbangkan aspek keragaman keterampilan


pengajaran yang dimiliki guru. dan menggunakan berbagai sumber informasi tentang kinerja
guru, sehingga dapat memberikan penilaian secara lebih akurat. Beberapa prosedur evaluasi
kinerja guru yang dapat digunakan oleh evaluator, diantaranya :

1. Mengobservasi kegiatan kelas (observe classroom activities). Ini merupakan bentuk umum
untuk mengumpulkan data dalam menilai kinerja guru. Tujuan observasi kelas adalah untuk
memperoleh gambaran secara representatif tentang kinerja guru di dalam kelas.
Kendati demikian, untuk memperoleh tujuan ini, evaluator dalam menentukan hasil
evaluasi tidak cukup dengan waktu yang relatif sedikit atau hanya satu kelas. Oleh
karena itu observasi dapat dilaksanakan secara formal dan direncanakan atau secara
informal dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu sehingga dapat diperoleh informasi
yang bernilai (valuable)
2. Meninjau kembali rencana pengajaran dan catatan – catatan dalam kelas. Rencana
pengajaran dapat merefleksikan sejauh mana guru dapat memahami tujuan-tujuan
pengajaran. Peninjauan catatan-cataan dalam kelas, seperti hasil test dan tugas-tugas
merupakan indikator sejauhmana guru dapat mengkaitkan antara perencanaan
pengajaran , proses pengajaran dan testing (evaluasi).
3. Memperluas jumlah orang-orang yang terlibat dalam evaluasi. Jika tujuan evaluasi
untuk meningkatkan pertumbuhan kinerja guru maka kegiatan evaluasi sebaiknya
dapat melibatkan berbagai pihak sebagai evaluator, seperti : siswa, rekan sejawat, dan
tenaga administrasi. Bahkan self evaluation akan memberikan perspektif tentang
kinerjanya. Namun jika untuk kepentingan pengujian kompetensi, pada umumnya
yang bertindak sebagai evaluator adalah kepala sekolah dan pengawas.

Setiap hasil evaluasi seyogyanya dilaporkan. Konferensi pasca-observasi dapat memberikan


umpan balik kepada guru tentang kekuatan dan kelemahannya. Dalam hal ini, beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh evaluator : (1) penyampaian umpan balik dilakukan secara
positif dan bijak; (2) penyampaian gagasan dan mendorong untuk terjadinya perubahan pada
guru; (3) menjaga derajat formalitas sesuai dengan keperluan untuk mencapai tujuan-tujuan
evaluasi; (4) menjaga keseimbangan antara pujian dan kritik; (5) memberikan umpan balik
yang bermanfaat secara secukupnya dan tidak berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA

Bacal, Robert. 2001. Performance Management. Terj.Surya Darma dan Yanuar


Irawan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Boyd, Ronald T. C. 1989. Improving Teacher Evaluations; Practical


Assessment, Research& Evaluation”. ERIC Digest. .
Seeker, Karen R. dan Joe B. Wilson. 2000. Planning Succesful Employee
Performance (terj. Ramelan). Jakarta : PPM.

Alfonso, RJ., Firth, G.R., & Neville, R.F.1981. Instructional Supervision, A


Behavior System, Boston: Allyn and Bacon, Inc., p. 45.

You might also like