You are on page 1of 9

REINVENTING GOVERNANCE

June 7th, 2008 by yudhisaputra

KONSEP REINVENTING GOVERNANCE ( YUDHI SAPUTRA - DIAN ISTANTI - BENNY PARDILAH )


Dunia saat ini telah berada dalam era yang disebut globalisasi, kondisi dimana terjadi perubahan
signifikan dalam kehidupan suatu masyarakat yang tidak lagi dapat dibatasi oleh sekedar batas
administrasi kewilayahan, karena pesatnya penemuan-penemuan teknologi Globalisasi dipengaruhi
oleh inovasi teknologi di satu sisi dan persaingan dalam era perdagangan bebas di sisi lain”.
Sementara W.W. Rostow, (1960) dengan teorinya tentang 5 tahapan pertumbuhan menunjukkan
bahwa suatu komunitas bangsa tingkatan pertumbuhannya dapat dilihat dari sudut pandang
ekonomi dalam lima kategori:

"It is possible to identify all societies, in their economic dimensions, as lying within one of five
categories: the traditional society, the preconditions for take-off, the take-off, the drive to
maturity, and the age of high mass-consumption".

Sejalan dengan pendapat Rostow, era globalisasi saat ini mengindikasikan bahwa masyarakat
dunia pada umumnya telah memasuki tahapan the age of high mass-consumption atau tingkatan
kelima. Kondisi dimana terjadi pergeseran pada sektor-sektor dominan terhadap kebutuhan
barang dan jasa sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Sebagian besar masyarakat
telah terpenuhi kebutuhan dasarnya yakni sandang, pangan dan papan serta berubahnya struktur
angkatan kerja yang meningkat tidak hanya proporsi jumlah penduduk perkotaan melainkan juga
jumlah angkatan kerja yang terampil.

Menghadapi kondisi masyarakat tersebut di atas, maka diperlukan peran pemerintah dalam
memberikan pelayanan secara efiktif, efisien dan secara professional. Tantangan Perubahan
Masyarakat dan Tantangan Terhadap Kinerja Pemerintahan Selain menghadapi masyarakat yang
semakin cerdas dan masyarakat yang semakin banyak tuntutannya/ variatif serta memenuhi
standar kualitatif sangatlah terbatas, pada akhir kekuasaan Orde Baru pun, birokrasi pernah
dikritik habis-habisan oleh kalangan gerakan proreformasi. “Birokrasi dianggap sebagai salah satu
”penyakit” yang menghambat akselerasi kesejahteraan masyarakat dan penyelenggaraan
pemerintahan yang sehat“ (Edi siswadi, pikiran Rakyat).

Ungkapan klasik dan kritis seperti “kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah”, misalnya,
berkembang seiring dengan penampakan kinerja aparatur yang kurang baik di mata masyarakat.
Ungkapan itu menggambarkan betapa buruknya perilaku pelayanan birokrasi kita yang berpotensi
menyuburkan praktik percaloan dan pungutan liar (rent seeking). Kondisi inilah yang sebetulnya
memunculkan iklim investasi di daerah kurang kompetitif. Kondisi pelayanan seperti ini perlu
segera direformasi guna mewujudkan kinerja birokrasi dan kinerja pelayanan publik yang
berkualitas.
Menghadapi kondisi ini maka pemerintah sebagai pelayan public perlu mengupayakan untuk
menekan sekecil mungkin terjadinya kesenjangan antara tuntutan pelayanan masyarakat dengan
kemampuan aparatur pemerintah untuk memenuhinya, sebab keterbatasan sarana dan prasarana
yang telah ada tidak dapat dijadikan sebagai alasan pembenar tentang rendahnya kualitas
pelayanan kepada masyarakat. Kemandirian dan kemampuan yang handal dari pemerintah
merupakan syarat tetap terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah untuk
memenuhi segala kebutuhan pelayanan umumnya.

Dalam kaitan inilah maka pemerintah perlu memiliki semangat kewirausahaan (entrepreneurship).
Ide penataan ulang pemerintahan ini sejalan dengan pemikiran dan perkembangan administrasi
negara yang berusaha melakukan reinventing government pada awal tahun 1990-an. Salah satu
ide pokok dari perubahan administrasi negara tersebut adalah pentingnya public service sebagai
orientasi dari birokrasi pemerintahan.

Perubahan mendasar dalam struktur birokrasi berlangsung sangat cepat. Semenjak reformasi,
pemerintah pusat telah merekonstruksi struktur birokrasi pemerintah daerah dua kali. Masing-
masing melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 32 Tahun 2004. Penataan birokrasi
pemerintah daerah, secara normatif merupakan bagian dari rekayasa sosial (social re-engineering)
guna mengatasi krisis multidimensi yang melanda. Dalam skala kecil atau mikro, hal ini dilakukan
untuk kepentingan memulihkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi. Dalam skala
makro untuk menciptakan lingkungan kerja dan budaya organisasi yang sehat dan kondusif,
sehingga tingkat kepuasaan masyarakat (customer satisfaction) meningkat dan iklim investasi
menyehat (Edi Siswadi, Pikiran Rakyat).

Untuk mewujudkan tujuan itu, perlu ada penataan birokrasi pemerintah dalam rangka
membangun kinerja pemerintahan yang efektif, efisien, dan profesional. Setidaknya, stigma
masyarakat mengenai buruk dan berbelit-belitnya birokrasi pada pemerintah baik pusat ataupun di
daerah dapat dikurangi. Peran Pemerintahan di Masa Mendatang Dengan melihat beberapa
tuntutan masyarakat diatas dengan kondisi pemerintah sebagai pelayan masyarakat saat ini
yaitu : 1.Pemerintahan dengan system Birokrasi yang lamban dan terpusat; 2.Pemenuhan
terhadap ketentuan dan peraturan (bukannya berorientasi misi); 3 Rantai hierarki / komando yang
rigid;

Maka pemerintah saat ini harus berupaya merubah perannya untuk masa yang akan datang yaitu
melalui penerapan konsep Reinventing Government.

Sebelum membahas lebih dalam topik reinventing government, terlebih dahulu kita meninjau
pengertian dari reinventing. Menurut David Osborne dan Peter Plastrik dalam bukunya Memangkas
Birokrasi, Reinventing Government adalah “transformasi system dan organisasi pemerintah secara
fundamental guna menciptakan peningkatan dramatis dalam efektifitas, efesiensi, dan
kemampuan mereka untuk melakukan inovasi. Transformasi ini dicapai dengan mengubah tujuan,
system insentif, pertanggungjawaban, struktur kekuasaan dan budaya system dan organisasi
pemerintahan”. Pembaharuan adalah dengan penggantian system yang birokratis menjadi system
yang bersifat wirausaha. Pembaharuan dengan kata lain membuat pemerintah siap untuk
menghadapi tantangan-tantangan dalam hal pelayanan terhadap masyarakat, menciptakan
organisasi-organisasi yang mampu memperbaiki efektifitas dan efisiensi pada saat sekarang dan di
masa yang akan datang.

Dalam rangka mewujudkan konsep reinventing government, tidak ada salahnya kalau kita
mencoba untuk mengetahui bagaimana proses perubahan yang terjadi pada negara-negara maju
seperti: Australia, Selandia baru, Amerika serikat, Kanada, Inggris dsb yang berhasil melakukan
reformasi birokrasi. Di Inggris pembaharuan mulai dilakukan pada awal tahun 1980 pada saat
Margareth Thatcher menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris. Pada masa awal pemerintahannya,
ia mengumumkan penyetopan rekrutmen pegawai dan pemotongan tiga persen dalam tubuh
pamong praja, dan beberapa bulan kemudian menetapkan pemotongan lagi sebesar lima persen.

Disamping itu Thatcher juga meminta Darek Rayner yang pada saat itu menjabat sebagai
pimpinan perusahaan ritel terkenal, Marks & Spencer untuk memimpin perang melawan
pemborosan dan inefisiensi. Thatcher juga melakukan perubahan pada serikat pegawai sektor
pemerintah, mendorong reformasi dengan melarang kerja piket tambahan. Tapi senjata besar
Thatcher adalah privatisasi, yang mana dalam 11 tahun masa kepemimpinannya, pemerintah
menjual lebih dari 40 BUMN utama dan banyak perusahaan kecil yang pada akhir tahun 1987
penjualan ini menghasilkan 5 milyar Poundsterling pertahunnya (Osburne dan Plastrik,
memangkas birokrasi, hal 24).

Tujuan reformasi birokrasi adalah untuk mewujudkan good government yang didukung oleh
penyelenggara Negara yang profesional dan bebas korupsi, kolusi, nepotisme serta meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat sehingga tercapai pelayanan prima (Sunarno, perkuliahan umum, 5
Maret 2008 ).

Sasaran reformasi birokrasi menurut Sunarno adalah terwujudnya birokrasi yang profesional,
netral dan sejahtera yang mampu menempatkan dirinya sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat
guna mewujudkan pelayanan masyarakat yang lebih baik; terwujudnya kelembagaan pemerintah
yang profesional, fleksibel, efisien dan efektif baik di lingkungan pemerintah pusat maupun
daerah; terwujudnya ketatalaksanaan (pelayanan publik) yang lebih cepat, tidak berbelit-belit,
mudah dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dilayani.

Dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat bentuk peranan pemerintahan di masa mendatang
adalah: Pemerintahan yang mendorong kompetisi antar pemberi jasa; Memberi wewenang kepada
warga; Mengukur kinerja perwakilannya dengan memusatkan pada hasil, bukan
masukan;Digerakkan oleh tujuan/missi, bukan oleh peraturan; Menempatkan klien sebagai
pelanggan dan menawarkan kepada mereka banyak pilihan; Lebih baik mencegah masalah
ketimbang hanya memberi servis sesudah masalah muncul; Mencurahkan energinya untuk
memperoleh uang, tidak hanya membelanjakan; Mendesentralisasikan wewenang dengan
menjalankan manajemen partisipasi; Lebih menyukai mekanisme pasar ketimbang mekanisme
birokratis; Memfokuskan pada mengkatalisasi semua sector – pemerintah, swasta, dan lembaga
sukarela – kedalam tindakan untuk memecahkan masalah. Seluruh bentuk peranan pemerintahan
yang diharapkan dimasa yang akan datang ini sesuai dengan Prinsip-prinsip dari Reinventing
Government.

Prinsip-prinsip Reinventing Government

1. Mengarahkan Ketimbang Mengayuh (Steering Rather Than Rowing ) Berfokus pada pengarahan,
bukan pada produksi pelayanan publik •Memisahkan fungsi ”mengarahkan” (kebijaksanaan dan
regulasi) dari fungsi ”mengayuh” (pemberian layanan dan compliance). •Peranan pemerintah lebih
sebagai fasilitator dari pada langsung melakukan semua kegiatan operasional; •Metode-metode
yang digunakan antara lain : privatisasi, lisensi, konsesi, kerjasama operasional, kontrak, voucher,
insentif pajak, dll. Pemerintah harus menyediakan (providing) beragam pelayanan publik, tetapi
tidak harus terlibat secara langsung dengan proses produksinya (producing). Pemerintah
memfokuskan pada pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan kepada
swasta atau pihak ketiga. Produksi pelayanan publik oleh Pemerintah harus dijadikan sebagai
perkecualian, bukan suatu keharusan. Pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang
belum dapat dilakukan pihak non publik.

2.Pemerintah adalah Milik Masyarakat : Memberdayakan Ketimbang Melayani ( Empowering raher


than Serving ) •Mendorong mekanisme control atas pelayanan lepas dari birokrasi dan diserahkan
kepada masyarakat; •Masyarakat dapat membangkitkan komitmen mereka yang lebih kuat,
perhatian lebih baik dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah; •Mengurangi ketergantungan
masyarakat kepada pemerintah. Dengan adanya prinsip ini, Pemerintah sebaiknya memberi
wewenang kepada masyarakat, sehingga menjadi masyarakat yang mampu menolong dirinya
sendiri (community self-help).

3.Pemerintah yang kompetitif : Menyuntikkan persaingan dalam pemberian pelayanan ( Injecting


Competition into service Delivery ) •Pemberian jasa/layanan harus bersaing dalam usaha
berdasarkan kinerja dan harga •Persaingan adalah kekuatan yang fundamental yang tidak
memberikan pilihan lain yang harus dilakukan oleh organisasi public; •Pelayanan public yang
dilaksanakan oleh Pemerintah tidak bersifat monopoli tetapi harus bersaing •Masyarakat dapat
memilih pelayanan yang disukainya.Oleh sebab itu pelayanan sebaiknya mempunyai alternative.
Kompetisi merupakan satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas
pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa
harus memperbesar biaya.

4.Pemerintah Digerakkan oleh Misi : Mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan
(Transforming Rule-Driven Organizations) menjadi digerakkan oleh misi (mission-driven). •Secara
internal,dapat dimulai dengan mengeliminasi peraturan internal dan secara radikal
menyederhanakan system administrasi. •Perlu ditinjau kembali visi tentang apa yang harus
dilakukan oleh pemerintah •Misi pemerintah harus jelas dan peraturan perundangan tidak boleh
bertentangan dengan misi tersebut. Apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh Pemerintah
diatur dalam mandatnya. Tujuan Pemerintah bukan mandatnya, tetapi misinya. Contoh: Cara
penyusunan APBD. APBD memang harus disusun berdasarkan suatu prosedur yang benar dan
baku, tetapi pemenuhan prosedur bukanlah tujuan. Tujuan APBD adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya.

5.Pemerintah yang berorientasi hasil: Membiayai hasil bukan masukan ( Funding outcomes, Not
input ) a.Berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif: membiayai hasil dan bukan
masukan. b.Mengembangkan standar kerja, yang mengukur seberapa baik mampu memecahkan
masalah. c.Semakin baik kinerja, semakin banyak dana yang dialokasikan untuk mengganti dana
yang dikeluarkan unit kerja.

6.Pemerintah berorientasi pada pelanggan: Memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi


( Meeting the Needs of Customer, not be Bureaucracy ) •Mengidentifikasi pelanggan yang
sesungguhnya. •Pelayanan masyarakat harus berdasarkan pada kebutuhan riil, dalam arti apa
yang diminta masyarakat •Instansi pemerintah harus responsif terhadap perubahan kebutuhan
dan selera konsumen; •Perlu dilakukan penelitian untuk mendengarkan pelanggan mereka, •Perlu
penetapan standar pelayanan kepada pelanggan •Pemerintah perlu meredesain organisasi mereka
untuk memberikan nilai maksimum kepada para pelanggannya. •Menciptakan dual accountability
(masyarakat dan bisnis, serta DPRD dan pejabat).

7.Pemerintah wirausaha: Menghasilkan ketimbang membelanjakan ( Earning Rather than


Spending ) •Pemerintah wirausaha memfokuskan energinya bukan hanya membelanjakan uang
(melakukan pengeluaran uang) melainkan memperolehnya. •Dapat diperoleh dari biaya yang
dibayarkan pengguna dan biaya dampaknya (impact fees); pendapatan atas investasinya dan
dapat menggunakan insentif seperti dana usaha (swadana) •Partisipasi pihak swasta perlu
ditingkatkan sehingga dapat meringankan beban pemerintah. Contoh pelaksanaan : a.Dapat
mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misal : BPS dan Bappeda dapat menjual informasi
tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian. b.BUMD menjual barang maupun jasa
c.Memberi hak guna usaha, menyertakan modal dan lain-lain.

8.Pemerintah antisipatif (anticipatory government): Mencegah ketimbang Mengobati ( Preventon


Rather than Cure) •Bersikap proaktif • Menggunakan perencanaan strategis untuk menciptakan
visi daerah. •Visi membantu meraih peluang tidak terduga, menghadapi krisis tidak terduga, tanpa
menunggu perintah.

9.Pemerintah desentralisasi (decentralized government): Dari hierarki menuju partisipasi dan tim
kerja ( From Hierarchy to Participation and Teamwork ) Dengan melihat beberapa tantangan dari
masyarakat, diantaranya : a.Perkembangan teknologi sudah sangat maju. b.Kebutuhan
masyarakat dan bisnis semakin kompleks. c.Staf banyak yang berpendidikan tinggi Maka
pemerintah perlu untuk : •Menurunkan wewenang melalui organisasi, dengan mendorong mereka
yang berurusan langsung dengan pelanggan untuk lebih banyak membuat keputusan
(Pengambilan keputusan bergeser kepada masyarakat, asosiasi, pelanggan, LSM.) •Tujuan : Untuk
memudahkan partisipasi masyarakat, serta terciptanya suasana kerja Tim. •Pejabat yang
langsung berhubungan dengan masyarakat (from-line workers) harus diberi kewenangan yang
sesuai. Karena dengan kewenangan yang diberikan akan memeungkikan terjadinya koordinasi
“cross functional” antar semua instansi yang terkait.

10. Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar (market oriented government) : Mendongkrak
perubahan melalui pasar ( Leveraging change throught the Market) Mengadakan perubahan
dengan mekanisme pasar ( sistem insentif ) dan bukan dengan mekanisme administratif ( sistem
prosedur dan pemaksaan).

a.Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif.
Mekanisme pasar terbukti yang terbaik di dalam mengalokasi sumberdaya.

b.Pemerintah wirausaha menggunakan mekanisme pasar, tidak memerintah dan mengawasi,


tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar tidak merugikan masyarakat.

c.Lebih baik merekstrukturisasi pasar guna memecahkan masalah daripada menggunakan


mekanisme administrasi seperti pemberian layanan atau regulasi, komando dan control;

d.Tidak semua pelayanan public harus dilakukan oleh pemerintah sendiri.

e.Kebijaksanaan public harus dapat memanfaatkan mekanisme pasar untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.

f.Partisipasi pihak swasta perlu ditingkatkan.

V.Relevansi Reinventing Government dengan Administrasi Publik di Indonesia.

Birokrasi memainkan peranan utama dalam pembangunan dan semakin kuat menunjukkan
kecenderungan yang kurang baik:

•Sulit ditembus

•Sentralistis

•Top down

•Hierarki sangat panjang Birokrasi justru menyebabkan kelambanan, terlalu bertele-tele dan
mematikan kreativitas.
Birokrasi dianggap mengganggu mekanisme pasar, karena menciptakan distorsi ekonomi dan pada
akhirnya menyebabkan inefisiensi organisasi. Era turbulance and uncertainty, teknologi informasi
yang canggih, demanding community, dan persaingan ketat, menjadikan birokrasi tidak dapat
bekerja dengan baik. Era globalisasi dan knowledge based economy, birokrasi perlu melakukan
perubahan menuju profesionalisme birokrasi dan menekankan efisiensi.

Di Indonesia upaya deregulasi dan debirokratisasi sudah mulai dilakukan sejak tahun 1983, namun
baru menyentuh sektor riil dan moneter, sementara debirokratisasi belum menyentuh sisi
kelembagaan.

Krisis sejak pertengahan 1997 menyebabkan:

1. Jumah orang miskin meningkat

2. Pengangguran meningkat

3. Kriminalitas meningkat

4. Kualitas kesehatan menurun.

Praktik Manajemen dan Administrasi Publik Di Indonesia:

1. Public service buruk

2. Ekonomi sangat birokratis

3. Kebocoran anggaran

4. Budaya KKN.

Rethinking the government merupakan upaya untuk menjadikan pemerintah lebih bertorientasi
pada strategic thinking, strategic vision, and strategic management. Salah satu bentuk New Public
Management adalah model pemerintahan Osborne and Gaebler (1992) yang tertuang di dalam
konsep “Reinventing Government”.

Tantangan yang timbul dari prinsip reinventing (Tri Widodo Utomo) antara lain:

1.Bagaimana mengimplementasikan konsep tersebut tanpa menimbulkan friksiyang justru akan


menghambat efisiensi dan efektivitas birokrasi. Sebab prinsip reinventing government
sesungguhnya baru mengena pada dimensi normatif, tetapi belum teruji secara empiris.

2.Bagaimana menemukan strategi praktis untuk mengadopsi prinsip reinventing government ke


dalam system dan mekanisme pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Penataan Kelembagaan pemerintah melalui reinventing (Sunarno, Perkuliahan Umum, 5 Maret
2008) antara lain :

1.REORIENTASI. Meredefenisikan visi, misi, peran, strategi, implementasi, dan evaluasi


kelembagaan pemerintah. 2.RESTRUKTURISASI. Menata ulang kelembagaan pemerintah,
membangun organisasi sesuai kebutuhan dan tuntutan publik. 3.ALIANSI. Mensinergikan seluruh
aktor, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam tim yang solid.

Faktor Sukses dalam reformasi birokrasi antara lain (Sunarno): 1.KOMITMEN PIMPINAN. Ini
merupakan faktor yang sangat penting dalam melakukan reformasi birokrasi, mengingat masih
kentalnya budaya peternalistik dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.

2.KEMAUAN DIRI SENDIRI. Kemauan dari penyelenggara pemerintahan (birokrasi) untuk


mereformasi diri sendiri.

3.KESEPAHAMAN. Adanya persamaan persepsi dan pandangan terhadap pelaksanaan reformasi


birokrasi terutama dari birokrat sendiri, sehingga tidak terjadi perbedaan pendapat yang dapat
menghambat jalannya reformasi birokrasi.

4.KONSISTENSI. Harus dilaksanakan secara berkelanjutan dan konsisten, yang memerlukan


ketaatan perencanaan dan pelaksanaan.

VI. KESIMPULAN

1.Prinsip-prinsip reinventing government yang dikemukakan oleh Osborne dan Plastrik pada
dasarnya adalah bertujuan dapat meningkatkan kinerja organisasi sektor publik dan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan umum (publik serve). 2.Implementasi prinsip-prinsip reinventing
government harus selau mengingat karakteristik dari masing-masing daerah. Artinya implementasi
semangat dan prinsip reinventing sifatnya konstektual, bukan universal.

DAFTAR PUSTAKA

1.David Osborne and Peter Plastrik, Memangkas Birokrasi, Lima Strategi Menuju Pemerintahan
Wirausaha, 1997.

2.Tri Widodo W. Utomo, internet, Reinventing Government dan Semangat Kewirausahaan sektor
publik.

3.Dr.Ir. A. H Rahardian, Msi, internet, Silabus Enterpreneurship dan Etika Birokrasi, 26 Januari
2007.

4.Sunarno, Perkuliahan Umum, Reformasi Birokrasi, 5 Maret 2008.


5.Sidin, internet, Pos Kupang, Menuju Pembaharuan Birokrasi pemerintahan, edisi Kamis 3 oktober
2002.

6.Osborne, D, and Gaebler,T (1992), Reinventing Government

7.Hening Widiatmoko, Pelayanan Publik melalui Pendekatan Sistem dalam Penerapan Ekologi
Administrasi Publik, 2007.

( Makalah ini disajiakan pada mata kuliah Konsep Teori Ilmu Administrasi ) Dosen: Prof. Dr.
Endang Wirjatmi Trilestari, MMT

You might also like