Professional Documents
Culture Documents
1. PENDAHULUAN
Istilah TI ( Teknologi Informasi ) atau IT ( Information Technology ) yang populer saat ini
adalah bagian dari mata rantai panjang dari perkembangan istilah dalam dunia SI ( Sistem
Informasi ) atau IS ( Information System ). Istilah TI memang lebih merujuk pada teknologi yang
digunakan dalam menyampaikan maupun mengolah informasi, namun pada dasarnya masih
merupakan bagian dari sebuah sistem informasi itu sendiri.
TI memang secara nota bene lebih mudah dipahami secara umum sebagai pengolahan informasi
yang berbasis pada teknologi komputer yang tengah terus berkembang pesat.
Sebuah Sistem TI atau selanjutnya akan disebut STI, pada dasarnya dibangun di atas lima
tingkatan dalam sebuah piramida STI. Berurutan dari dasar adalah : konsep dasar, teknologi,
aplikasi, pengembangan dan pengelolaan.
Seiring dengan pertumbuhan organisasi, dorongan untuk meningkatkan efisien serta
efektivitas pelayanan maupun manajerial, rumah sakit mulai melirik sistem informasi untuk
menjawab tantangan tersebut. Sebagai manajer rumah sakit, tantangan tersebut harus dijawab
dengan menulis rencana bisnis sistem informasi rumah sakit (SIRS). Mengapa? Alasannya
sederhana: pengembangan sistem informasi rumah sakit merupakan pekerjaan berinvestasi
tinggi, kompleks serta memerlukan komitmen pimpinan rumah sakit dalam jangka panjang.
Adanya rencana bisnis sistem informasi rumah sakit akan membantu menerjemahkan visi
organisais rumah sakit dan menurunkan risiko kegagalan perencanan maupun implementasinya.
Kemampuan menulis rencana bisnis sistem informasi rumah sakit merupakan salah satu
kompentesi penting manajer rumah sakit.
Rencana bisnis SIRS relatif berbeda dengan rencana bisnis lain karena lebih fokus ke
arah internal. Ketika menulis rencana bisnis rumah sakit, seorang manajer akan berupaya
melihat secara rinci dan mendalam proses bisnis/transaksi di masing-masing bagian serta
bagaimana sistem di bagian tersebut berinteraksi dengan bagian lainnya di rumah sakit. Sebagai
contoh, dokumen rencana bisnis rumah sakit akan menggambarkan secara rinci proses
pendaftaran pasien untuk kunjungan rawat jalan, mulai dari mengidentifikasi kebutuhan data
demografis, klinis hingga keuangan. Di sisi lain, sistem tersebut juga harus memiliki interface
agar dapat berhubungan secara mulus dengan subsistem laboratorium, apotek maupun modul-
modul lain di rumah sakit.
Sebelum menulis rencana bisnis SIRS, seorang manajer harus memahami terlebih
dahulu rencana stratejik rumah sakit. Tidak hanya memahaminya, tetapi juga sepakat dengan
misi organisasi, rencana finansial dan produksi jangka panjang, rencana teknologi maupun visi
keseluruhan organisasi. Sehingga rencana bisnis SIRS akan memiliki keselarasan (alignment)
dengan rencana stratejik organisasi secara menyeluruh. Hal ini merupakan kunci utamanya.
Menulis rencana bisnis SIRS akan membantu kita dalam menjelaskan tujuan, kebutuhan pioritas,
identifikasi spesifikasi sistem yang diinginkan serta “menjual” ide kepada pimpinan maupun
pemilik rumah sakit.
Wan Fang Hospital memiliki Patient Safety Officer (PSO) yang dilengkapi dengan
program Patient Safety Informatics. Setiap minggu ada pertemuan rutin PSO. Rumah sakit ini
juga menjadi penyelenggaran konferensi nasional dan patient safety. Upaya pengembangan
mutu juga dengan tidak tanggung-tanggung menghadirkan Dr.David W Bates, salah satu ahli
terkemuka dari AS yang banyak mempublikasikan penelitian mengenai patient safety. Program
Patient Safety Informatics terinspirasi dari tujuan program keselamatan pasien dari JCAHO yaitu
1) memperbaiki akurasi identifikasi pasien,
2) meningkatkan efektivitas komunikasi diantara pemberi pelayanan,
3) meningkatkan keselamatan dengan menerapkan alert pengobatan,
4) mengeliminasi keselahan lokasi, pasien dan prosedur pembedahan,
5) meningkatkan efektivitas sistem alarm klinik serta
6) menurunkan risiko infeksi nosokomial.
2. STRATEGI INFORMATIKA YANG DIGUNAKAN
1. Menerapkan rekam medis elektronik (electronic medical record) dengan dokter yang
langsung menggunakannya sebagai pengganti rekam medis kertas atau istilahnya
computerized physician order entry. Setiap workstation dilengkapi dengan dua monitor,
satu untuk melihat data medis pasien, satunya lagi untuk mengamati image radiologi
yang memerlukan monitor dengan resolusi yang lebih tinggi.
2. Sistem alert interaksi antar obat reminder data lab terbaru melalui SMS ke HP secara
otomatis
Gambar 3. Sistem Alert Otomatis
4. Komitmen tinggi pimpinan dan manajemen yang menerjemahkan visi rumah sakit
menjadi rencana stratejik sistem/teknologi informasi. Rumah sakit tersebut memiliki
seorang Chief Information Officer yang berlatar belakang ahli bedah yang memimpin 8
orang staf dan sebagian besar adalah programmer. Mereka mengembangkan sendiri
berbagai program komputer tersebut. Program komersial yang digunakan hanyalah
PACS (picture archiving communication systems) untuk radiologi digital. Anggaran
Departmen Information Management sekitar 2% dari anggaran operasional rumah sakit.
Di rumah sakit tersebut masih ada departemen rekam medis untuk menyimpan rekam
medis kertas hasil print out data rekam medis elektronik.
4. SEBUAH PERBANDINGAN
Kisah Sukses Wan Fang Hospital dalam menerapkan gerakan keselamatan pasien
dengan memanfaatkan teknologi informasi dengan meneterapkannya CPOE(computerized
physician order entry) yang dilengkapi dengan sistem pendukung keputusan, berbagai medical
error dapat dicegah. Demikian juga, sistem pencatatan dan pelaporan error elektronik telah
dirancang untuk mengidentifikasi dan menganalisis error yang terjadi secara cepat.
Akan tetapi, sebagian besar rumah sakit di Indonesia berada dalam keadaan yang 180
derajat berbeda dengan Wan Fang Hospital. Sehingga, bisa saja ada rumah sakit Indonesia yang
sudah menerapkan paperless, wireless dan filmless, tetapi maknanya lain. Paperless untuk
rekam medis kertas yang tidak lengkap dan isinya acak-acakan, wireless yang dapat diartikan
dengan tidak ada kabel jaringan sama sekali (bukan nir kabel) dan filmless untuk rumah sakit
dengan radiologi yang rusak (tidak dapat mencetak film). Itu semua berkaitan dengan
ketersediaan infrastruktur serta sumber daya keuangan.
Berdasarkan temuan pada salah satu rumah sakit pendidikan di Jakarta, menurut salah
satu direkturnya mereka juga akan menerapkan radiologi digital serta sistem informasi
laboratorium (laboratory information systems). Artinya, setelah menerapkan sistem penagihan
(billing system), saat ini mereka sudah beranjak ke sistem-sistem lain yang lebih fungsional dan
beranjak ke arah implementasi klinis. Akan tetapi, masih belum melihat sosok clinical leadership,
yang dalam berbagai literatur mengenai keberhasilan informatika klinis merupakan salah satu
kunci sukses paling penting. Mengenai aspek strategi, masih diragukan apakah mereka sudah
mengembangkan perencanaan sistem informasi strategik untuk menerapkan rekam medis
elektronik. Hal tersebut merupakan catatan penting karena implementasi teknologi informasi juga
bisa menjadi penyebab medical error itu sendiri.
Salah satu publikasi yang kontroversial mengenai hal tersebut diterbitkan di jurnal
Pediatrics Vol. 116 No. 6 Desember 2005, halaman 1506-1512. Dalam penelitian yang dilakukan
di Children’s Hospital of Pittsburgh (CHP)oleh Han YY dkk, ditemukan adanya peningkatan
mortalitas pasien yang secara koinsidental terjadi setelah implementasi CPOE (2,8% menjadi
6,57%). Laporan tersebut cukup menghebohkan karena Upperman dkk* sebelumnya melaporkan
adanya penurunan kejadian adverse drug event (ADE) yang signifikan setelah penerapan CPOE.
Apalagi rumah sakit tersebut menyandang predikat sebagai rumah sakit anak pertama di AS
yang menerapkan CPOE 100% menggunakan software komersial dari Cerner. Penelitian
tersebut tentu saja merupakan tamparan yang manis bagi mereka yang gencar mempopulerkan
teknologi informasi di rumah sakit.
Enrico Coiera dkk, dalam tulisannya yang berjudul The safety and quality of decision
support systems yang diterbitkan di IMIA Yearbook 2006 menuliskan bahwa sistem pendukung
keputusan yang dirancang, diterapkan atau digunakan secara sembrono malah akan
menyebabkan bahaya. Berbagai penerapan sistem peresepan elektronik komersial yang gagal
mendeteksi interaksi antar obat menimbulkan pertanyaan bagaimana mekanisme terbaik yang
dapat menjamin mutu suatu sistem rekam medis elektronik. Keefektifan sistem pendukung
keputusan, termasuk berbagai perangkat teknologi informasi di kesehatan, tidak bisa dinilai
berdasarkan kegunaan dan kinerja softwarenya saja. Namun harus memperhatikan interaksi
kognitif dan sosioteknis yang kompleks. Memahami konteks ini akan menghasilkan perangkat
lunak yang tidak hanya "aman" secara intrinsik tetapi juga "aman" ketika digunakan oleh para
klinisi yang sibuk dan serba terbatas. Sehingga, dengan semakin banyaknya perangkat rekam
medis komersial beredar di AS, sampai-sampai mereka memiliki lembaga dan mekanisme
untuk melakukan sertifikasi software tersebut.
Porter dan Millar (1986) mengajukan 5 (lima) tahapan yang bisa diambil untuk
menjangkau nilai dan kesempatan strategis dalam pengembangan sebuah sistem informasi :
1. Menilai Intensitas Informasi
Porter dan Millar mengusulkan untuk mengecek setiap kegiatan di rantai nilai organisasi
untuk melihat intensitas kebutuhan informasinya. Kegiatan yang mengandung intensitas
informasi yang tinggi akan semakin bernilai strategis dan mempunyai kesempatan mendapatkan
keunggulan strategis.
2. Menentukan Peran STI di Struktur Organisasi
Peran STI untuk menambah nilai perlu diidentifikasi dan ditentukan secara jelas. Apakah
untuk meningkatkan respon bagi pelanggan, penyedia informasi strategis atau lainnya.
3. Menentukan Pioritas Apa yang Bisa Dilakukan STI
Mengidentifikasi dan merangking (berdasarkan prioritas/fokus) cara-cara yang dapat
dilakukan STI untuk membuat keuntungan strategis.
4. Meneliti Kemungkinan STI dalam mengembangkan bisnis baru
5. Membuat Rencana untuk Mengambil Keuntungan dari STI
STI harus direncanakan pararel dengan perencanaan bisnis untuk mendapatkan
keuntungan dari STI yang dikembangkan.
Sementara itu, melengkapi model Porter dan Millar dalam memposisikan STI untuk
menjangkau nilai dan kesempatan strategis, model Peter G. Keen yang dikenal dengan nama
Keen’s reach and range memberikan
framework berdasarkan 2 (dua) faktor :
1. Jangkauan ( Reach )
Jangkauan menunjukkan letak dari STI, apakah terletak di dalam (internal) ataukan
sudah di luar (eksternal), inside organisasi ataukan outside organisasi.
2. Lingkupan ( Range )
Lingkupan yang menjelaskan luas aplikasinya.
(http://fuadanis.blogspot.com/2006/11/smart-card-untuk-asuransi-kesehatan-di.html)
Salah satu pengalaman berharga dari kunjungan ke Taiwan kemarin adalah melihat
implementasi smart card untuk asuransi kesehatan dan berdiskusi dengan salah satu anggota
tim yang merancangnya yaitu Prof Chien-Tsai Liu dari Graduate Institute of Medical Informatics,
Taiwan Medical University.
Proyek smart card untuk asuransi kesehatan ini (National Health Insurance-IC atau NHI-
IC) mulai digunakan pada 1 Juli 2003 dan menggantikan kartu konvensional asuransi kesehatan
yang menggunakan kertas secara penuh pada 1 Januari 2004. Saat ini telah lebih dari 22 juta
smart card dikeluarkan oleh Bureau of National Health Insurance (BNHI) dan digunakan di 600
rumah sakit, 5000 apotik serta 17000 klinik di seluruh Taiwan. Melalui 40 ribu pembaca kartu
(card reader) yang tersebar di seluruh fasilitas kesehatan, setiap tahun terdapat tidak kurang dari
360 juta pembacaan data NHI-IC melalui card reader.
NHI-IC dapat dibaca dan diupdate datanya menggunakan pembaca kartu. Untuk
mengakses data sensitif, pemilik kartu harus memasukkan password. Setiap pembaca kartu
dihubungkan dengan komputer, bisa merupakan komputer standalone atau yang terkoneksi ke
dalam jaringan komputer. Dokter harus memasukkan kartu identifikasi untuk bisa membaca kartu
NHI-IC. Komputer tersebut akan menjalankan aplikasi program untuk autentikasi ke sever di
BNHI menggunakan jaringan VPN. Dalam setiap pembaca kartu tersedia chip yang disediakan
oleh BNHI juga. Proses autentikasi memerlukan waktu maksimal 2 menit.
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan sistem informasi di masing-
masing fasilitas kesehatan. Salah satu pendukung implementasi smart card ini adalah karena
hampir seluruh rumah sakit sudah dilengkapi dengan sistem informasi berbasis komputer. Untuk
mendukung akses dan penyimpanan data, BNHI mengelola dan memelihara database didukung
dengan jaringan berbandwidth tinggi. Fasilitas kesehatan harus membeli pembaca kartu dan
memiliki fasilitas koneksi (leased line atau melalui telephone).
Gambar 8. Arsitektur smart card asuransi kesehatan di Taiwan
Referensi:
Dindin Nugraha, (2003), Mengenal Sistem Teknologi Informasi, Artikel Populer,
http://www.ilmukomputer.com
Liu, CT, Yang, PT, Yeh, YT, Wong, BL. The impacts of smart cards on hospital information
sytems - an investigation of the first phase of the national health insurance smart card
project in Taiwan. Int J of Med Inform (2006):75:173-181.
Riri Satria, (2003) Sinergi Positif dan Negatif Sistem Informasi dan Strategi Perusahaan, Artikel
Populer, http://www.ilmukomputer.com
- http://www.wcpi07.org/
- http://afsyuhud.blogspot.com/2006/11/web-30-after-web-20.html
- http://fuadanis.blogspot.com/search/label/sistem%20informasi
- http://fuadanis.blogspot.com/search/label/sistem%20informasi%20kesehatan
- http://fuadanis.blogspot.com/search/label/informatika%20kedokteran
-http://search.blogger.com/?ie=UTF-
8&ui=blg&bl_url=fuadanis.blogspot.com&x=0&y=0&scoring=d&as_q=%22informatika
%20kedokteran%22
- http://simkes.jogjamedia.net/
- http://simkesugm06.wordpress.com/
- http://publichealthpress.blogspot.com/
- http://pediatrics.aappublications.org/cgi/content/full/116/6/1506
- http://fuadanis.blogspot.com/2005/09/teknologi-informasi-untuk-patient.html