Professional Documents
Culture Documents
Ketentuan mengenai pihak yang berada dalam fiduciary position terdapat dalam pasal 95 dan 96
UU. No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Sementara ketentuan dalam pasal 97 menjelaskan
mengenai pihak yang berusaha memperoleh informasi orang dalam. Kemungkinan terjadinya
insider trading dapat dideteksi dari ada atau tidaknya orang dalam yang melakukan transaksi atas
efek perusahaan tersebut, serta adanya peningkatan atau penurunan harga dan volume
perdagangan yang tidak wajar , seperti kasus PT. Gas Negara yang tiba-tiba sahamnya anjlok
secara tidak wajar, yaitu sebesar 23,36 persen, dari Rp9.650 (harga penutupan pada tanggal 11
Januari 2006) menjadi Rp7.400 per lembar saham pada tanggal 12 Januari 2007 .
Sehingga sebenarnya yang merupakan “target yuridis” dari pengaturan hukum terhadap pasar
modal pada pokoknya adalah sebagai berikut:
1. Keterbukaan informasi
2. Profesionalisme dan tanggung jawab para pelaku pasar modal
3. Pasar yang tertib dan modern
4. Efesiensi, kewajaran serta Perlindungan investor
Pelanggaran di Pasar Modal
Dalam UUPM, selain dimuat sanksi perdata dan administrasi, juga dilengkapi dengan sanksi
pidana yang diatur dalam Bab XV tentang “Ketentuan Pidana” (Pasal 103 Pasal 110). Perumusan
sanksi pidana dalam Undang Undang ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pelanggaran hukum
(tindak pidana) pasar modal, baik yang berkualifikasi sebagai kejahatan, maupun pelanggaran.
Adapun bentuk-bentuk pelanggaran yang dapat ditemukan dalam Pasar modal diantaranya ialah:
a. Informasi Menyesatkan
b. Transaksi Benturan Kepentingan
c. Manipulasi Pasar
d. Kegiatam Pasar Modal Tanpa Izin
e. Pengendalian Inheren
f. Keterbukaan Informasi
g. Perdagangan Orang Dalam (Insider Trading)
Dari pengertian insider trading tersebut di atas, maka secara yuridis, ditemukan beberapa elemen
dari suatu pranata hukum Insider trading, yaitu sebagai berikut:
1. Adanya perdangan efek
2. Dilakukan orang dalam perusahaan
3. Adanya inside information
4. Inside Information tersebut belum terbuka untuk umum
5. Perdagangan dimotivisir oleh adanya inside information tersebut
6. Tujuannya untuk mendapat keuntungan yang tidak layak
Ada dua istilah penting dalam rumusan ini, yakni “orang dalam” dan “informasi orang dalam”.
Yang termasuk kategori orang dalam misalnya adalah: komisaris, direktur, pegawai perusahaan,
dan pemegang saham utama perusahaan. Selain itu, orang di luar perusahaan — bisa profesional
atau pegawai perusahan lain yang jadi konsultan, kontraktor, pemasok — juga merupakan orang
dalam.
Adapun informasi orang dalam adalah informasi material tentang perusahaan yang belum
diumumkan kepada publik. Sampai di sini, kita bisa menyimpulkan bahwa transaksi orang dalam
atau insider trading adalah transaksi saham yang didasari informasi penting tentang perusahaan
yang masih rahasia. Transaksi itu bisa dilakukan oleh orang dalam perusahaan maupun pihak
luar.
Beberapa pertimbangan adanya insider trading antara lain sebagai berikut:
1. Insider Trading berbahaya bagi mekanisme Pasar yang Fair dan Efisien
2. Insider Trading Juga berdampak Negatif bagi emiten
3. Kerugian Materiil bagi Investor
4. Kerahasiaan itu milik negara (Teori Business Property)
Ada juga yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “orang Dalam” adalah para pemegang
saham dari suatu perusahaan terbuka yang juga menjabat suatu posisi eksekutif. Juga terhadap
para pedagang menurut jabatannya, seperti yang dibedakan dari seorang anggota dari masyarakat
yang menanam modalnya, yang dikenal sebagai seorang “insider” atau “lamb.”
Sebenarnya masih terdapat pihak lain selain yang disebut dalam Undang-undang Pasar Modal
No.8 tahun 1995, yang mestinya masih mungkin dan pantas dijerat dengan perbuatan insider
trading, yakni:
1. Pihak lain yang mnerima informasi dari insider(secara tidak melawan hukum) yang masih
belum kategori persyaratan “dengan pembatasan”
2. Pihak yang menerima informasi dari insider secara pasif, tetapi kemudian menggunakan dalam
artian trading.
3. Tippee (Outsider) baik yang pasif maupun akif dalam mencari informasi tanpa mencarinya
4. Secondary tippee (pihak lain yang menerima informasi bukan langsung dari orang dalam
tetapi melalui tippee lain)
Selain itu terdapat juga Pihak-pihak yang seharusnya dikecualikan sebagai insider trading adalah
sebagai berikut:
1. Analyst yang independen, seperti orang luar yang ahli dalam bidang tertentu, di mana dengan
keahliannya dapat memperkirakan dengan tepat tentang apa yang terjadi dalam perusahaan, atau
2. Penerima informasi secara kebetulan, seperti seseorang yang kebetulan “nguping” percakapan
di antara dua orang di sebuah warung pojok.
Dalam UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal juga dijelaskan tentang prinsip keterbukaan
ini. Dalam pasal 1 angka 25 disebutkan bahwa Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang
mensyaratkan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk pada undang-undang ini
untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material
mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap
efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi
atau fakta material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian,
atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan atau keputusan pemodal,
calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut .
Pada dasarnya pelaksanaan keterbukaan di pasar modal terbagi menjadi tiga tahap, yaitu :
1. keterbukaan pada saat melakukan penawaran perdana (primary market level) yang didahului
dengan pengajuan Pernyataan Pendaftaran Emisi ke Bapepam dengan menyertakan semua
dokumen penting yang disyaratkan dalam Peraturan Nomor IX.C.1. tentang Pedoman Bentuk
dan Isi Penyataan Pendaftaran.
2. Keterbukaan setelah emiten mencatat dan memperdagangkan efeknya di bursa (secondary
market level). Emiten wajib menyampaikan laporan keuangan berkala (continously disclosure)
kepad Bapepam dan Bursa sesuai Peraturan Nomor X.K.2.
3. Keterbukaan karena terjadi peristiwa penting dan laporannya harus disampaikan secara tepat
waktu (timely disclosure), yakni peristiwa yang dirinci dalam Peraturan Nomor X.K.1.
Pada kenyataannya PT. Gas Negara terlambat melaporkan fakta atas penundaan proyek
pipanisasi yang dilakukan oleh PT PGN. Dalam hal ini keterlambatan pelaporan keterbukaan
informasi sebanyak 35 hari. Mengenai informasi penurunan volume gas dan informasi
tertundanya gas in Dikategorikan sebagai fakta material dalam Peraturan Nomor X.K.1.
Sehingga telah jelas, bahwa PT. Gas Negara melanggar pasal 86 ayat (2) UU No. 5/1995 jo.
Peraturan Nomor X.K.1. dengan pelanggaran ini PT. PGN dikenai sanksi administratif berupa
denda sebesar Rp. 35 juta .
2. Pelanggaran prinsip disclosure terhadap pemberian keterangan yang secara material
tidak benar.
Ada beberapa hal yang seringkali dilarang dalam hal keterbukaan informasi, di antaranya sebagai
berikut :
a. Memberikan informasi yang salah sama sekali.
b. Memberikan informasi yang setengah benar.
c. Memberikan informasi yang tidak lengkap.
d. Sama sekali diam terhadap fakta/informasi material.
Keempat hal ini dilarang karena oleh hukum dianggap dapat menimbulkan ”misleading” bagi
investor dalam memberikan judgement nya untuk membeli atau tidak suatu efek .
Ketentuan ini juga diadopsi dalam pasal 93 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal, yang
menyebutkan bahwa tiap pihak dilarang, dengan cara apa pun, memberikan keterangan yang
secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa
Efek .
Dalam kasus ini PT. PGN yakni memberikan keterangan material tidak benar tentang rencana
volume gas yang dapat dialirkan melalui proyek SSWJ (South Sumatera-West Java) . Fakta itu
sudah diketahui atau sewajarnya diketahui oleh direksi, yang kemudian seharusnya keterangan
itu disampaikan kepada publik, namun tidak disampaikan. Sehingga jelas terjadi bahwa telah
terjadi pelanggaran terhadap pasal 93 UU No. 8/1995 dan diancam dengan pidana penjara paling
lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 15 milyar . Oleh karena itu, sudah sepatutnya dan
sewajarnya Bapepam-LK menjatuhkan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp. 5 miliar
kepada Direksi PT PGN yang menjabat pada periode bulan Juli 2006 s.d. Maret 2007 yaitu
Sutikno, Adil Abas, Djoko Pramono, WMP Simanjuntak dan Nursubagjo Prijono.
3. Keterlibatan fiduciary position dalam kasus insider trading transaksi efek PGAS
Dalam pasal 95 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal menerangkan bahwa orang dalam dari
perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan transaksi atas
Efek Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud.
Penjelasan pasal 95 memberi arti kepada orang dalam sebagai pihak-pihak yang tergolong
dalam:
1. Komisaris, Direktur, atau pengawas perusahaan terbuka
2. Pemegang saham utama perusahan terbuka
3. Orang yang karena kedudukannya, profesinya atau karena hubungan usahanya dengan
perusahaan terbuka memungkinkan memperoleh informasi orang dalam. Dengan kedudukan
disini dimaksudkan sebagai lembaga, institusi atau badan pemerintahan. Sementara yang
merupakan “hubungan usaha” adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam kegiatan usahanya,
seperti, nasabah, pemasok, kontraktor, pelanggan, kreditur, dan lain-lain
4. Pihak yang tidak lagi menjadi pihak sebagaimana tersebut dalam point 1,2,3 tersebut sebelum
lewat jangka waktu 6 bulan
Bahwa pada periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007, 9 orang dalam PGAS
melakukan transaksi saham PGAS, baik direksi maupun mantan direksi. Sehingga unsur-unsur di
atas terpenuhi. Sanksi tersebut ditetapkan antara lain dengan mempertimbangkan pola transaksi
dan akses yang bersangkutan terhadap informasi orang dalam.
Kesimpulan
Dari paparan tulisan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. PT. Gas Negara melanggar pasal 86 ayat (2) UU No. 5/1995 jo. Peraturan Nomor X.K.1.
karena terlambat melaporkan fakta atas penundaan proyek pipanisasi yang dilakukan oleh PT
PGN. Dalam hal ini keterlambatan pelaporan keterbukaan informasi sebanyak 35 hari. Mengenai
informasi penurunan volume gas dan informasi tertundanya gas in dikategorikan sebagai fakta
material dalam Peraturan Nomor X.K.1.
2. Mengenai pemberian keterangan yang secara material tidak benar tentang rencana volume gas
yang dapat dialirkan melalui proyek SSWJ (South Sumatera-West Java) jelas bahwa PT PGN
melakukan pelanggaran terhadap pasal 93 UU No. 8/1995 . Oleh karena itu, sudah sepatutnya
dan sewajarnya Bapepam-LK menjatuhkan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp. 5
miliar kepada Direksi PT PGN yang menjabat pada periode bulan Juli 2006 s.d. Maret 2007.
3. Terkait dengan keterlibatan orang dalam PT. PGN dalam kasus ini maka telah jelas bahwa
orang dalam PT. PGN ini melanggar pasal 95 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal yang
menerangkan bahwa orang dalam dari perusahaan publik yang mempunyai informasi orang
dalam dilarang melakukan transaksi atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud hal ini
diperjelas dalam penjelasan pasal 95.
Rekomendasi
Sedkit saja dari kami mengenai rekomendasi yang ingin disampaikan tentang tulisan ini. Yakni
sebagai berikut :
1. Bahwa setiap emitan harus menjalankan prinsip disclosure ini dengan sungguh-sungguh,
sehingga kesalahan akibat ketidakterbukaannya terhadap suatu fakta atau material dapat
menimbulkan kerugian yang amat besar, tidak hanya kepada investor sendiri, namun dapat
berakibat kepada emiten itu sendiri, akibat kerugian yang diderita akibat kasus itu.
2. Mengenai penerapan sanksi administratif berupa denda, maka terkait dengan adanya kasus ini
belum adanya mekanisme yang jelas mengenai penerapan denda terhadap pihak sebagaimana
dimaksud dalam pasal 93 dan pasal 95. Dalam pasal 104 hanya dikemukakan mengenai batasan
atas yakni pidana penjara 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 15 milyar. Oleh karena itu harus
adanya batasan yang jelas mengenai denda ini. Terutama mengenai batas bawah dalam
penerapan denda.
Referensi :
Disertasi Elfira Taufani, S.H., M.Hum, Penegakkan Hukum Di bidang Pasar Modal, januari
2005
Bismar Nasution, NAPAS PELAKSANAAN PRINSIP KETERBUKAAN, Majalah
Ombudsman, Edisi 31 Maret, Jakarta, 2002
Hukumonline.com
Detik.com