You are on page 1of 2

Produk Lokal Mahal, Impor Murah 

Kamis, 13 Januari 2011 | 11:50 WIB

Jakarta-Dampak kenaikan tarif listrik untuk industri menggiring para pengusaha pada posisi dilematis.
Kalau harga produksi tidak naik, mereka jelas akan rugi. Sedangkan bila harga produksi dinaikkan,
masyarakat akan lebih memilih produk-produk impor yang jelas lebih murah ketimbang produk lokal.
Dampak selanjutnya adalah pasar dalam negeri akan dibanjiri oleh produk impor.   

Industri daging olahan misalnya, akibat pelepasan pembatas (capping) akan menekan industri ini karena
bakal terjadi kenaikan tagihan listrik 20-30 persen dan mengakibatkan kenaikan pada biaya produksi
sekitar 5 persen. Akibatnya, harga daging olahan asal Malaysia bakal lebih murah dari daging olahan
lokal. Hal ini disampaikan oleh Ketua Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia Haniwar Syarief
dalam jumpa pers di Kantor Apindo, Kuningan, Jakarta, Rabu (12/1).

"Untuk industri pengolahan daging, misal sosis, dampak kenaikan TDL mengakibatkan persaingan makin
susah. Hal ini karena produk yang sama dari Malaysia dijual dengan harga yang lebih murah, sekitar 1/3-
1/2 dari harga yang diecerkan oleh produsen dalam negeri. Jadi harga produk Malaysia lebih murah
daripada harga kita," tutur Haniwar.

Dampak negatif kenaikan listrik ini juga dirasakan oleh industri ritel dan garmen. Sekretaris Umum
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita mengatakan hal ini akan memacu masuknya
ritel asing ke Indonesia. "Terutama untuk garmen karena harga katun sudah naik 100 persen. Masih
ditambah lagi dengan kenaikan UMP dan TDL. Kalau di mal porsi listrik itu 40 persen dari biaya service
charge. Kita sedang berpikir untuk mengurangi jam kerja, misal mal buka dari jam 12 siang," ungkapnya.

Ditambahkan Suryadi dengan adanya pengurangan jam kerja, maka imbasnya adalah akan ada
pengurangan jumlah pekerja yang kalau dihitung-hitung di seluruh Indonesia, maka jumlahnya bisa
ratusan ribu. "Jika sudah demikian, maka peritel asing akan lebih banyak lagi masuk ke Indonesia karena
mereka sudah diuntungkan dengan bunga bank di luar negeri lebih murah, contoh di Singapura 1,25
persen per tahun," imbuhnya Suryadi.

Hal yang sama juga dirasakan oleh industri unggas. Kenaikan tarif listrik ini akan memukul industri hulu
dan hilirnya sekaligus. "Dampak bea masuk pertama kali akan memukul industri hulu. Di pabrik pakan,
bahan bakunya banyak yang impor, jumlahnya ada 91 item yang kena bea masuk. Akibatnya, harga
produk jadi mahal yang berakibat pada industri peternakan juga," ungkap Don P. Utoyo, Ketua Umum
Forum Masyarakat Perunggasan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menambahkan kalau keadaannya
terus seperti ini, akan memacu pengusaha menjadi importir saja daripada menjadi produsen. Hal ini
karena semuanya sudah mahal," ungkap Sofjan

Sofjan mengatakan, pihak PLN mencabut capping tarif listrik industri 18 persen untuk golongan I-2 dan I-
3 tanpa komunikasi dengan para industri. Dampak negatif kenaikan TDL tersebut sangat dirasakan
dampaknya, terutama bagi golongan industri. Untuk sektor tekstil dan produk tekstil terjadi kenaikan
tagihan listrik 9,91-37,15 persen dan mengakibatkan kenaikan harga produksi antara 3,3-5,4 persen,
karena ada penambahan di struktur biaya produksi. ins

You might also like