Professional Documents
Culture Documents
THALASEMIA
1.Pengertian
a.Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua kepada
anak-anaknya secara resesif. Menurut Hukum Mandel
b.Thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi satu atau lebih dari
satu jenis rantai polipeptida terganggu.
) pada haemoglobin. (Suryadi, 2001) atau (c.Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan
ditandai oleh defesiensi produksi rantai
d.Thalasemia merupakan penyakit anemia hemofilia dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997).
, yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif. dan Jadi Thalasemia
adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur
eritrosit pendek (kurang dari 100 hari), yang disebabkan oleh defesiensi produksi satu atau lebih dari satu
jenis rantai
2.Etiologi
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang
menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot).
3.Fisiologi
b.Haemoglobin
Haemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah, suatu protein yang
mempunyai berat molekul 64.450.
Sintesis haemoglobin dimulai dalam pro eritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium
retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah,
maka retikulosit tetap membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa hari berikutnya.
Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil KoA, yang dibentuk dalam siklus
krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk
membentuk protopor firin IX yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme.
Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang disebut globin, yang
disintetis oleh ribosom, membentuk suatu sub unit hemoglobulin yang disebut rantai hemoglobin.
Terdapat beberapa variasi kecil pada rantai sub unit hemoglobin yang berbeda, bergantung pada susunan
asam amino di bagian polipeptida. Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan
rantai delta. Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasam, yaitu hemoglobin A,
merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.
I.2 Suksinil-KoA + 2 glisin
protoporfirin IxII.4 pirol
HemeIII.protoporfirin IX + Fe++
) atau Rantai hemoglobin (IV.Heme + Polipeptida
hemoglobin A + 2 rantai V.2 rantai
c.Katabolisme hemoglobin
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera difagosit oleh sel-sel
makrofag di hampir seluruh tubuh, terutama di hati (sel-sel kupffer), limpa dan sumsum tulang. Selama
beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya, makrofag akan melepaskan besi yang didapat dari
hemoglobin, yang masuk kembali ke dalam darah dan diangkut oleh transferin menuju sumsum tulang
untuk membentu sel darah merah baru, atau menuju hati dari jaringan lain untuk disimpan dalam bentuk
faritin. Bagian porfirin dari molekul hemoglobin diubah oleh sel-sel makrofag menjadi bilirubin yang
disekresikan hati ke dalam empedu. (Guyton & Hall, 1997).
4.Patofisiologi
Pada keadaan normal disintetis hemoglobin A (adult : A1) yang terdiri dari 2 rantai alfa dan dua rantai
beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95 % dsari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin
A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dari 2 rantai delta sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2 % pada
keadaan normal. Haemoglobin F (foetal) setelah lahir Foetus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan
mencapai kadar seperti orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4%, pada keadaan normal. Hemoglobin F
terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. Pada thalasemia, satu atau lebih dari satu rantai globin
kurang diproduksi sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangan dalam proses
pembentukan hemoglobin normal orang dewawa (HbA). Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan
mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit
memberikan gambaran anemia hipokrom, mikrositer.
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan
produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggu karena tidak memerlukan rantai beta dan justru
memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal, mungkin sebagai usaha kompensasi.
Eritropoesis didalam susunan tulang sangat giat, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal, dan juga
serupa apabila ada eritropoesis ekstra medular hati dan limfa. Destruksi eritrosit dan prekusornya dalam
sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit memendek dan hemolisis.
(Soeparman, dkk, 1996)
5.Gambaran klinis
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala klinis : mayor,
intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan tersebut sering tidak jelas.
b.Thalasemia intermedia
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia sedang
(hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran
kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
6.Pemeriksaan diagnostic
a.Pemeriksaan laboratorium
Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, polklilositosis dan
adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat
mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga
hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun
HbS.
Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim
hati oleh hemosiderosis.
Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio
alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
b.Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang labor, korteks tipis dan trabekula kasar.
Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-on-end” yang disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam
tulang korteks.
7.Penatalaksanaan
a.Transfusi darah berupa sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb 11 g/dl. Jumlah SDM yang diberikan
sebaiknya 10 – 20 ml/kg BB.
b.Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diit buruk
c.Pemberian cheleting agents (desferal) secara teratur membentuk mengurangi hemosiderosis. Obat
diberikan secara intravena atau subkutan, dengan bantuan pompa kecil, 2 g dengan setiap unit darah
transfusi.
d.Vitamin C, 200 mg setiap, meningkatan ekskresi besi dihasilkan oleh Desferioksamin..
e.Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah. Ini ditunda sampai pasien
berumur di atas 6 tahun karena resiko infeksi.
f.Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk merangsang hipofise jika pubertas
terlambat.
g.Pada sedikit kasus transplantsi sumsum tulang telah dilaksanakan pada umur 1 atau 2 tahun dari saudara
kandung dengan HlA cocok (HlA – Matched Sibling). Pada saat ini keberhasilan hanya mencapai 30%
kasus. (Soeparman, dkk 1996 dan Hoffbrand, 1996)
8.Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang
dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai
jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan
fungsi alat tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan,
kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
9.Prognosis
Thalasemia homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade ke-3,
walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian chaleting agents untuk
mengurangi hemosiderosis (harganya pun mahal, pada umumnya tidak terjangkau oleh penduduk negara
berkembang).
Thalasemia tumor trait dan Thalasemia beta HbE yang umumnya mempunyai prognosis baik dan dapat
hidup seperti biasa.
10.Pencegahan
a.Pencegahan primer :
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien
Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier)
menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
b.Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot salah satu
jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit.
Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50%
lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan
untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus
provokotus (Soeparman dkk, 1996).
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman O2 ke sel.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna
atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah normal.
4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb,
leukopenia atau penurunan granulosit.
6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
Intervensi Keperawatan
1. Dx 1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman O2 ke sel.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi palpitasi
Kulit tidak pucat
Membran mukosa lembab
Keluaran urine adekuat
Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
Tidak terjadi perubahan tekanan darah
Orientasi klien baik.
Rencana keperawatan / intervensi :
Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku.
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi).
Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.
Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai indikasi.
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.
2. Dx. 2 intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan Tb masih
dalam rentang normal pasien.
Intervensi :
Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam
beraktivitas.
Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
Catat respin terhadap tingkat aktivitas.
Berikan lingkungan yang tenang.
Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.
3. Dx. 3 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna /
ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah normal.
Kriteria hasil :
Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.
Tidak ada malnutrisi.
Intervensi :
Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.
Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Timbang BB tiap hari.
Beri makanan sedikit tapi sering.
Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang berhubungan.
Pertahankan higiene mulut yang baik.
Kolaborasi dengan ahli gizi.
Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll.
Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe tidak dianjurkan.
4. Dx. 4 Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan
novrologis.
Kriteria hasil :
Kulit utuh.
Intervensi :
Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan ekskoriasi.
Ubah posisi secara periodik.
Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.
5. Dx. 5. resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan Hb,
leukopenia atau penurunan granulosit.
Kriteria hasil :
Tidak ada demam
Tidak ada drainage purulen atau eritema
Ada peningkatan penyembuhan luka
Intervensi :
Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
Dorong perubahan ambulasi yang sering.
Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
Pantau dan batasi pengunjung.
Pantau tanda-tanda vital.
Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.
6. Dx. 6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah
interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostika rencana pengobatan.
Mengidentifikasi faktor penyebab.
Melakukan tindakan yang perlu/ perubahan pola hidup.
Intervensi :
Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.
Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia.
Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis.
Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin melalui air
ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah dengan sesama penderita
thalasemia, baik mayor maupun minor.
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar
menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan
kurang gizi (Lubis, et.al., 1991), perut membuncit akibat hepato-splenomegali dengan wajah wajah
yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi
gigi
Darah manusia terdiri atas plasma dan sel darah yang berupa sel darah merah (eritrosit), sel darah
putih (leukosit), dan keping darah (trombosit).
Seluruh sel darah tersebut dibentuk oleh sumsum tulang, sementara hemoglobin merupakan salah
satu pembentuk sel darah merah.
Haemoglobin terdiri dari 4 rantai asam amino (2 rantai amino alpha dan 2 rantai amino beta) yang
bekerja bersama-sama untuk mengikat dan mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Rantai asam amino
inilah yang gagal dibentuk sehingga menyebabkan timbulnya thalassemia.
Berdasarkan rantai asam amino yang gagal terbentuk, thalassemia dibagi menjadi thalassemia
alpha (hilang rantai alpha) dan thalassemia beta (hilang rantai beta).
Sementara itu, hilangnya rantai asam amino bisa secara tunggal (thalassemia minor/trait/heterozigot)
maupun ganda (thalassemia mayor/homozigot).
Pengertian
Thalassemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan
pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Penyakit ini,
merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif.
Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah
di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan
tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia)
JENIS THALASEMIA
Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas
2. Thalasemia Minor biasanya tidak memberikan gejala klinis
A. Thalasemia Mayor
thalasemia mayor adalah bentuk homozigot dari thalasemia beta yang disertai dengan anemia berat
dengan segala konsekuensinya. Gambaran kliniknya dapat dibagi mnejadi dua golongan yaitu :
1. yang mendapat tranfusi baik (well tranfused) sebagai akibat pemberian hiper tranfusi maka produksi
Hbf dan hiperplasia eritroit menurun sehingga anak tumbuh normmal sampai dekade ke 4-5. setelah itu
timbul gejala “iron overload” dan penderita meninggal karena diabetes melitus atau sirosis hati.
2. yang tidak mendapat transfusi yang baik maka timbul anemia yang khas, yaitu cooley's anemia.
a) gejala mulai saat bayi pada umur3-6 bulan, pucat, anemis , kurus, hepatosplenomegali, dan ikterus
ringan.
b) gangguan pada tulang : thalsemic face.
c) rontgen tulang tengkorak : hair on end appearance
d) gangguan pertumbuhan (kerdil)
e) gejala iron overload : pigmentasi kulit, diabetes melitus, sirosis hati, atau gonadal failure
GAMBARAN HEMATOLOGIC
thalasemia mayor memberi gambaran hematologic sebagai berikut
1. darah tepi terdiri dari :
a) anemia berat, Hb dapat 3-9 gram/ dl sehingga terus menerus memerlukan transfusi darah
b) apusan darah tepi : eritrosit hipokromik mikrositer, dijumpai sel target, normoblas, polikromsia
c) retikulositosis
2. sumsum tukang : hiperplasia eritoit dan cadangan besi meningkat
3. red cell survival memendek
4. tes fragilitas osmotik : eritrosit lebih tahan terhadap larutan salin hipokromik.
5. Elektroforesis hemoglobin terdiri atas
a. hbf meningkat : 10% - 98%
b. Hba bisa ada (pada β+) bisa tidak ada (pada βo)
c. Hba 2 sangat bervariasi bisa rendah bisa normal atau meningkat
6. pemeriksaan khusus : pada analisis “globin chain syntesis” dalam retikulosit akan dijumpai sintesis
rantai beta menurun dengan rasio α/β meningkat.
Diagnosis
Diagnosis Umum
Skrining thalasemia yang sekarang mulai marak dengan banyaknya info dan publikasi mengenai
penyakit ini dikenal dengan cara elektroforesis (analisis Hb) serta cara lain yang lebih baru yaitu
HPLC (High Performance Liquid Chromatography) karena dianggap lebih akurat dengan
keunggulan lainnya.
Deteksi dini terhadap penyakit ini sekarang dianggap para ahli sangat penting karena pertambahan
jumlah penderita yang cukup pesat tadi, dan hasil penanganannya juga akan lebih baik ketimbang
melakukan skrining ketika perjalanan penyakit telah lanjut.
Sasaran pendeteksian adalah anak-anak dengan gejala yang dicurigai, pasangan usia subur serta ibu
hamil sebagai syarat pemeriksaan prenatal. Deteksi dapat dilakukan sejak bayi masih di dalam
kandungan karena kemungkinan lahirnya penderita dari pasangan pembawa gen sebesar 25 persen
tadi.
Kalaupun harus memperhatikan gejalanya terlebih dahulu seperti pucat, gampang lemas dan
sebagainya tadi, masih terlalu umum dan dapat terjadi pada banyak penyakit. Begitupun, gejala awal
akan dapat terlihat ketika anak berusia 3 hingga 18 bulan.
Sebagian ahli berpendapat, bila tidak ditangani secara serius, anak-anak penderita thalasemia rata-rata
hanya dapat bertahan hingga usia 8 tahun saja. Perawatan rutin berupa transfusi rutin terus menerus
bisa memperpanjang harapan hidup dengan aktifitas dan kemampuan intelektual sama dengan orang
normal, selain perlunya penggunaan obat untuk mengatasi penumpukan zat besi di dalam organ tadi,
berupa obat Desferal yang biasa-nya diberikan lewat suntikan di bawah kulit untuk mengikat zat besi
dan dikeluarkan melalui urin atau melalui infus.
Diagnosa Yang mungkin Muncul Pada Asuhan Keperawatan Klien Dengan Thalasemia
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen ke sel.
2. Activity Intolerance berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tak adekuat: penurunan Hb, leukopeni atau
penurunan granulosit.
6. Kurangnya pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah
interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
7. Thalassemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya.
8. Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (mean corpuscular
volume).
Elektroforesa bisa membantu, tetapi tidak pasti, terutama untuk alfa-thalassemia. Karena itu
diagnosis biasanya berdasarkan kepada pola herediter dan pemeriksaan hemoglobin khusus.
Pada bentuk yang lebih berat, misalnya beta-thalassemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice),
luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa.
Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama
tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah.
Anak-anak yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih
lambat dibandingkan anak lainnya yang normal.
Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi
bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal
jantung.
Oleh karena itu, untuk memastikan seseorang mengalami thalasemia atau tidak, dilakukan dengan
pemeriksaan darah. Gejala thalasemia dapat dilihat pada banak usia 3 bulan hingga 18 bulan. Bila tidak
dirawat dengan baik, anak-anak penderita thalasemia mayor ini hidup hingga 8 tahun saja. Satu-satunya
perawatan degnan tranfusi darah seumur hidup. Jika tidak diberikan tranfusi darah, penderita akan
lemas, lalu meninggal
Gejala Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis
rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar
penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik.
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada beta-thalassemia mayor, penderita dapat mengalami
anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama
dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka
terbuka di kulit (ulkus/ borok), batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu
berat, yang akan mengakibatkan gagal jantung dan q pembengkakan tungkai bawah.
Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan
penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang- tulang panjang menjadi
lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan
mencapai masa pubertas lebih lambat dibanding anak lain yang normal.
Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi
bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal
jantung. (23)
Thalasemia minor/thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
1. Gizi buruk
2. Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
3. Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah
ruptur karena trauma ringan saja
Skema di atas menunjukkan bahwa kemungkinan anak dari pasangan pembawa sifat thalassemia
beta adalah 25% normal, 50% pembawa sifat thalassemia beta, dan 25% thalassemia beta mayor
(anemia berat).
PENGOBATAN
Pada thalassemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat.
Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat
oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.
Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik
masih dalam tahap penelitian.
Selama ini belum ada terapi definitif selain transfusi darah, harapan untuk masa depan adalah
terapi genetik yaitu memasukkan kembali gen normal untuk hemoglobin ini. Karena umurnya pendek
maka produksi dan yang mati tidak seimbang, akibatnya penderita mengalami kekurang sel darah
merah. Untuk mempertahankan kondisi yang normal penderita sangat membutuhkan tambahan darah
atau yang disebut tranfusi Dari tranfusi ini timbul pula masalah masalah lain. Misalnya infeksi,
keracun an besi (dari hasil sel darah merah yang rusak). Saat ini pengobatan thalasemia mayor di
Indonesia masih berupa transfusi darah, biasanya sekali dalam empat minggu. Anak- anak yang
menjalani transfusi biasanya tumbuh normal dan hidup bahagia hingga usia dua puluhan tahun.
Namun, untuk hidup lama mereka perlu suntikan desferal hampir setiap hari. Soalnya, transfusi
darah membuat zat besi menumpuk di dalam tubuh, dan desferal berfungsi membantu mengeluarkan
zat besi dari tubuh melalui air seni. Dengan cara ini penderita thalasemia mayor bisa hidup normal dan
sehat, bisa bekerja, menikah, dan mempunyai anak- anak.
Di negara maju, pengobatan terbaru adalah dengan cangkok sumsum tulang. Jaringan sumsum
penderita diganti dengan sumsum tulang donor yang cocok-biasanya dari orangtua atau saudara-
sehingga mampu memproduksi sendiri sel-sel darah merah yang cukup mengandung hemoglobin.
Hanya saja, biayanya memang masih amat mahal.
PENCEGAHAN
Mereka yang tergolong thalasemia trait bisa melakukan berbagai pencegahan agar anak- anaknya
tidak menjadi sakit. Salah satunya adalah menikah dengan pasangan yang berdarah normal. Anak-anak
yang dilahirkan pasangan ini tidak akan terkena thalasemia mayor, meski dapat terkena thalasemia
trait. Pada suami-istri yang tergolong thalasemia trait, untuk mencegah kemungkinan melahirkan anak
penderita thalasemia mayor bisa dilakukan dengan perencanaan kelahiran yang teliti. Hal ini bisa
dilakukan dengan bantuan dokter serta seorang ahli genetika.
Penatalasanaan
1. Medikamentosa
a) Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah
mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam
dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
b) Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi.
c) Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
d) Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.
3. Suportif
Transfusi darah :
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan
supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3
ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
PEMANTAUAN
1. Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai akibat
absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar bernapas. Bila
hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.