You are on page 1of 6

Sering kali kita membaca dua sejarah besar antar Islam dan Barat seakan-akan tak

pemah saling bertemu antara keduanya atau seperti dua sejarah yang harus dibedakan
antara keduanya. Padahal tidaklah begitu, ketika kita mau membaca atau menyimak
sejarah, sains dan ilmu pengetahuan yang kini telah berkembang pesat di era millenium
sekarang ini. Secara filosofis bisa dilihat ketika dunia Islam dalam keemasan. Banyak
orang-orang Eropa (Barat) pada umumnya, sekitar kurang lebih abad pertengahan,
negara-negara Barat mengalami kegelapan dan kemunduran, setelah berapa saat
mengalami kemajuan di bidang filsafat-khususnya di negara Yunani-diawal abad Masehi.
Alam pikir mereka cenderung mengarah pada profanistik.Sehingga Barat hams mengakui
kemundurannya.
Kronologi Sejarah kemajuan di Barat bisa ditelusuri sejak Kekhalifahan Umayah
masuk ke Spanyol (Andalusia) tahun 711 di bawah pimpinan Abdurrahrnan ad-Dakhil
(755 M). Pada masa pemerintahannya Abdurrahman ad-Dakhil membangun masjid,
sekolah dan perpustakaan di Cordova. Semenjak itu lahirlah sarjana-sarjana Islam yang
membidangi masalah-masalah tertentu seperti Abbas ibn Famas yang ahli dalam Ilmu
Kimia, Ibn Abbas dalam bidang Farmakologi, Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash dalam
bidang astronomi dimana ia dapat menghitung gerhana dan penemu teropong bintang
untuk pertama kali, Ibnu Jubair (Valencia, 1145-1228) ahli dalam Sejarah dan Geografi,
Ibn Batuthah (Tangier, 1304-1377), Ibn alKhatib (1317-1374), dan Ibn Khaldun. Dalam
bidang filsafat juga lahir beberapa tokoh seperti Ibnu
Bajjah (lahir di Saragosa, wafat tahun 1138 M) yang hidup di Spanyol
menyaingi al-Farabi dan Ibn Sina yang hidup di Baghdad ibu kota
Kekhalifahan Abbasiyah. la menulis buku Tadbir al-Mutawahhid
yang mernbahas masalah etos dan eskatologis. Filosof lain Abu Bakr
ibn Tufail (lahir di Granada, wafat th 1185 M) menulis buku Hay ibn
Yaqzhan, Ibn Rusyd (1126-1198) yang merupakan pewaris pemikiran
Aristoteles) menulis buku Bidayalt al- Mujtahid. Pada perkembangan
selanjutnya Ibnu Rusyd melahirkan aliran filsafat baru tersendiri di
Eropa, Avoreisme.
Abad Pertengahan ini didominasi oleh agama, agama Kristiani
di Barat dan agama Islam di Timur. Jaman ini memberikan pemikiranpemikiran
baru meskipun tidak menghilangkan sama sekali kebudayaan
Yunani dan Romawi. Karya-karya Aristoteles dipelajari oleh
para ahli pikir Islam yang kemudian diteruskan oleh ahli pikir di
Barat.
Filsuf Arab Islam yang dikenal pertama adalah al-Kindi,
(796-873M). la dengan tegas mengatakan bahwa antara filsafat
dan agama tak ada pertentangan. Filsafat ia artikan sebagai pembahasan
tentang yang benar (al-bahs'an al-haqq). Agama dalam
pada itu juga menjelaskan yang benar. Maka kedua-duanya
membahas yang benar. Selanjutnya filsafat dalam pembahasannya
memakai akal dan agama, dan dalam penjelasan tentang
yang benar juga memakai argumen-argumen rasional. Dengan
filsafat "al-Haqq al-Awwal"nya, al-Kindi, berusaha memumikan
keesaan Tuhan dari arti banyak. Selain al-Kindi, filsuf lain yang
banyak berbicara mengenai pemumian tauhid adalah al-Farabi
(870-950 M). Percikan pemikiran filsuf-filsuf pada fase awal
perkembangan filsafat diantaranya adalah: (l) Alam qadim
dalam arti tak bermula dalam zaman, (2) Pembangkitan jasmani
tak ada, (3) Tuhan tidak mengetahui perincian yang terjadi di
alam. Ini adalah tiga dari dua puluh kritikan yang diajukan alGhazali
(l 058-1111 M) terhadap pcmikiran para filsufIslam.
Konsep alam qadim membawa kepada kekufuran dalam
pendapat al-Ghazali karena qadim dalam filsafat berarti sesuatu
yang wujudnya tidak mempunyai permulaan dalam zaman yaitu
tidak pemah tidak ada di zaman lampau, dan ini berarti tidak
diciptakan. Yang tidak diciptakan adalah Tuhan, maka syahadat
dalam teologi Islam adalah: la qadim a, ilallah, tidak ada yang
qadim selain Allah. Kalau alam qadim, maka alam adalah pula
Tuhan dan terdapatlah dua Tuhan, ini membawa kepada paham
syirik atau politheisme. Tidak diciptakan bisa pula berarti tidak
perlu adanya Pencipta yaitu Tuhan, dan ini membawa pula
kepada atheisme. Mengenai pembangkitan jasmani, al-Qur'an
menggambarkan adanya pembangkitan jasmani itu . Umpamanya
ayat 78-79 dari QS. Yasin "Siapa yang menghidupkan tulangtulang
yang telah rapuh ini? Katakanlah: Yang menghidupkan
adalah Yang Menciptakannya pertama kali. " Kemudian tentang
masalah ketiga, Tuhan tidak mengetahui perincian yang ada di
alam juga didasarkan atas keadaan falsafat itu, berlawanan
dengan al-Qur'an ayat 59 dari surat al-An'am: Tiada daun yang
jatu}i yang tidak diketahui-Nya. Al-Ghazali mengeluarkan pendapat
bahwa jalan sebenamya untuk mencapai hakikat bukanlah
filsafat tetapi tasawuf.
Dalam bidang hukum muncul aliran ancilla theologiae, yaitu
paham yang menetapkan bahwa hukum yang ditetapkan harus dicocokkan
dengan aturan yang telah ada, yaitu ketentuan-ketentuan
agama. Teori-teori mengenai hukum pada Abad Pertengahan ini dikemukakan
oleh Agustinus (354-430), Thomas Aquinas (1225-1275),
dan para sarjana Islam, antara lain AI-Safii (820). Menurut Agustinus,
hukum abadi ada pada Budi Tuhan. Tuhan mempunyai ide-ide Abadi
yang merupakan contoh bagi segala sesuatu yang ada dalam dunia
nyata. Oleh karena itu, hukum ini juga disebut sebagai hukum alam,
yang mempunyai prinsip, "Jangan berbuat kepada orang lain, apa yang
engkau tidak ingin berbuat kepadamu." Dalam prinsip ini nampak
adanya rasa keadilan.
Arti hukum menurut Thomas Aquinas adalah adanya hukum
yang datang dari wahyu, dan hukum yang dibuat oleh manusia.
Hukum yang didapat dari wahyu dinamakan hukum Ilahi positif.
Hukum wahyu ada pad a norma-norma moral agama, sedangkan
hukum yang datang dari akal budi manusia ada tiga mac am, yaitu
hukum alam, hukum bangsa-bangsa, dan hukum positif manusiawi.
Hukum alam bersifat umum, dan karena itu tidak jelas. Maka perlu
disusun hukum yang lebih jelas yang merupakan undang-undang
negara yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat. I-Iukum
ini disebut hukum positif. Apabila hukum positif ini bertentangan
dengan hukum alam, maka hukum alamlah yang berlaku.
Keadilan juga merupakan suatu hat yang utama dalam teori
hukum Thomas Aquinas. Meskipun Thomas Aquinas membedakan
antara keadilan distributif, keadilan tukar-rnenukar, dan keadilan legal,
tetapi keadilan legal menduduki peranan yang sangat penting. Hal ini
disebabkan karena keadilan legal menuntut agar orang tunduk pada
undang-undang, sebab mentaati hukum merupakan sikap yang baik.
Jelaslah bahwa kedua tokoh Kristiani ini mendasarkan teori hukumnya
pada Hukum Tuhan.
Pemikir Islam mendasarkan teori hukurnnya pada agama Islam,
yaitu pada wahyu Ilahi yang disampaikan kepada Nabi . Dari ahli pikir
Islam AI-Syafii-Iah aturan-aturan hukum diolah secara sistematis.
Sumber hukum Islam adalah AI-Quran, kemudian Hadis yang merupakan
ajaran-ajaran dalam hidup Nabi Muhammad saw . Peraturanperaturan
yang disetujui oleh umat juga menjadi hukum, hukum
mufakat, yang disebut juga ijmak. Sumber hukum yang lainnya adalah
qiyas, yaitu analogi atau persamaan. Hukum Islam ini meliputi segala
bidang kehidupan manusia. I-Iukum Islam hidup dalam jiwa orangorang
Islam, dan berdasarkan pad a agama. I-lukum Islam merupakan
hidup ideal bagi penganutnya. Oleh karena Hukum Islam berdasarkan
pada Al Quran maka Hukum Islam adalah hukum yang mempunyai
hubungan dengan Allah, langsung sebagai wahyu. Aturan hukum
harus dibuat berdasarkan wahyu (Muhammad Khalid Masud, 1996:
12-13).
Dengan kata lain pada abad pertengahan ini ada dua pandangan
yang berbeda. Menurut Syafi'i mengapa hukum harus dicocokkan
dengan ketentuan agama karena hukum berhubungan dengan wahyu
secara langsung, sehingga hukum dipandang sebagai bagian dari
wahyu. Berbeda dengan Syafi 'i, menurut Agustinus dan Thomas
Aquinas hukum berhubungan dengan wahyu secara tidak langsung,
yaitu hukum yang dibuat manusia, disusun di bawah inspirasi agama
dan wahyu (Huijbers, 1995: 27).
Pengertian hukum yang berbeda ini membawa konsekuensi
dalam pandangannya terhadap hukum alam. Para tokoh Kristiani
cenderung untuk mempertahankan hukum alam sebagai norma
hukum, akan tetapi bukan disebabkan oleh alam yang dapat mencipta
hukum melainkan karena alam merupakan ciptaan Tuhan. Menurut
Thomas Aquinas aturan alam tidak lain dari partisipasi aturan abadi
(lex aeterna) yang ada pada Tuhan sendiri. .
Dalam Islam, agama merupakan pengakuan manusia untuk
bersikap pasrah kepada sesuatu yang lebih tinggi, lebih agung dan
lebih kuat dari mereka, yang bersifat transedental. Telah menjadi
fitrah manusia untuk memuja dan sikap pasrah kepada sesuatu yang
dia agung-agungkan untuk dijadikan sebagai Tuhannya. 01eh karena
Tuhan telah menetapkan hukum-hukumnya bag i manusia, maka tiada
lain sebagai konsekuensi dari kepasrahan terse but manusia harus taat
pada hukum-hukurn terse but. Islam memandang tidak ada perbedaan
antara hukum alam dengan hukum Tuhan (syariat) , ·karena syariat
yang ditetapkan Allah dalam Al-Quran sesuai dengan hukum alam itu
sendiri, yang dalam Islam disebut fitrah . Namun pemaknaan fitrah
dalam Islam jauh lebih tinggi daripada pemaknaan hukum alam
sebagaimana dipahami dalam kont eks ilmu hukum. Jika hukum alam
(lex naturae) dipahami sebagai eara segala yang ada berjalan sesuai
dengan aturan semesta alam seperti manusia dalam bertindak meng-
) kuti kecenderungan-kecenderungan dalam jasmaninya (Huijbers,
1995), maka fitrah berarti pembebasan manusia dari keterjajahan
terhadap kemauan jasmaninya yang serba tidak terb atas pada kemauan
ruhani yang mendekat pada Tuhan.
Pada abad ini para ahli kemudian membedakan ada Iima jenis
hukum, yaitu:
a. Hukum abadi (lex aetema): reneana Allah tentang aturan
seme sta alam. Hukum abadi itu merupakan suatu pengertian
teologis tentang asal mula segala hukum, yang kurang berpengaruh
atas pengertian hukum lainnya.
b. Hukum ilahi positif (lex divino positiva): hukum Allah yang
terkandung dalam wahyu agama, terutama mengenai prinsipprinsip
keadilan.
e. Hukum alam (lex natura/is) : hukum Allah sebagaimana nampak
dalam aturan semesta alam melalui akal budi manusia.
d. Hukum bangsa-bangsa (ius gentium): hukum yang diterima oleh
semua atau kebanyakan bangsa. Hukum itu yang berasal dari
hukum romawi , lambat Iaun hilang sebab diresepsi dalam
hukum positif.
e. Hukum positif (lex humana positiva): hukum sebagaimana
ditentukan oleh yang berkuasa; tata hukum negara. Hukum ini
pada zaman modem ditanggapi sebagai hukum yang sejati.

You might also like