You are on page 1of 5

10th (individual) paper of Int’l Political Economy Written by: Kurnia Sari

Nastiti
Submitted: June,7 ,2010
070810531

Konsensus Washington, Penyesuaian Struktural, dan Neoliberalisme:


Moneterisme dalam Ekonomi Politik Internasional

Runtuhnya sistem Bretton Woods di tahun 1970-an, bukan berarti runtuh pula segala institusi
perekonomian hasil bentukannyameliputi World Bank, IMF, GATT, dan OEEC. Keberadaan
institusi-intitusi tersebut dalam mempengaruhi sistem moneter dunia hingga saat ini tidak dapat
dilepaskan dari sejumlah kebijakan ekonomi politik yang diterapakan dalam institusi tersebut
meliputi konsensus Washington, penyesuaian struktural, dan unsur neoliberalisme dalam kebijakan
yang diterapkan. Pada review ini, penulis fokus pada analisa peran Bank Dunia (World Bank) dalam
mempengaruhi sistem moneter perekonomian internasional dan bagaimana sejumlah kebijakan
ekonomi politik yang diterapkan oleh para pemimpin duniameliputi konsensus Washington,
penyesuaian struktural dan peran neoliberalismepada akhirnya membuat Bank Dunia dapat
bertahan hingga saat ini.

Merujuk pada tulisan Richard Peet berjudul “World Bank”, pendirian Bank Dunia
mempunyai sebuah misi utama yakni menciptakan dunia tanpa kemiskinan di dalamnya,
sebagaimana dikutip dalam sebuah kalimat “our dream is a world without poverty”.1 Lebih lanjut,
sejumlah tujuan lain di balik pendirian Bank Dunia terangkum dalam pasal 1 kesepakatan Bretton
Woods, yakni: (1) untuk membantu rekonstruksi dan perkembangan teritori negara anggota dengan
memfasilitasi investasi modal untuk tujuan produktif, meliputi restorasi perekonomian yang kacau
akibat perang sekaligus memfasilitasi proses development di negara-negara yang kurang
berkembang; (2) untuk mendorong masuknya investasi swasta asing (private foreign investment)
sebagai pemberi jaminan atau pinjaman di Bank Dunia, dan sebaliknya ketika pihak swasta
kesulitan menyediakan dana investasi maka Bank Dunia akan berusaha menciptakan kondisi yang
sesuai bagi produktivitas modal mereka; (3) untuk mendorong terciptanya keseimbangan
pertumbuhan perdagangan internasional dan keseimbangan neraca pembayaran (balance of
payments); (4) untuk mengatur jumlah pinjaman yang tersedia sehingga dapat mencegah munculnya
pinjaman-pinjaman dari pihak lainselain Bank Dunia; (5) untuk menciptakan transisi ekonomi
yang lebih “smooth” dari perekonomian era perang menuju perekonomian era post-war.

1
Richard Peet. World Bank, 2003, hal.111.
Page | 1
10th (individual) paper of Int’l Political Economy Written by: Kurnia Sari
Nastiti
Submitted: June,7 ,2010
070810531
Pendirian Bank Dunia sepenuhnya adalah hasil prakarsa Amerika Serikat. Amerika meng-
cover sebagian besar (sepertiga) dari total pinjaman yang disediakan oleh Bank Dunia, sementara
sisanya merupakan sumbangsih (subcription) dari negara anggota yang lain. Tidak hanya itu,
pengaruh Amerika Serikat yang demikian besar juga terlihat jelas di hampir semua aspek meliputi
struktur, arah kebijakan, dan bentuk pinjaman yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. 2 Bahkan, sejak
awal pendiriannya hingga tahun 1962, tiga dari lima generasi prediden Bank Dunia semuanya
merupakan bankir yang mempunyai hubungan dekat dengan New York.3 Kondisi ini tentu
memberikan keuntungan bagi Amerika Serikat baik dari segi ekonomi maupun politik. Berkat
kontribusinya yang besar bagi penyediaan dana pinjaman di Bank Dunia, dollar Amerika secara
otomatis menjadi mata uang utama yang digunakan dalam transaksi internasional. Sejumlah
obligasi pun dijual dalam nominal US dollar (USD) dan melalui bursa saham milik Amerika pula
(Wall Street) sehingga hegemoni ekonomi politik Amerika Serikat pun semakin meluas.

Pada awal pendiriannya di tahun 1944, Bank Dunia hanya terdiri dari satu institusi yakni
International Bank For Reconstruction and Development (IBRD) yang tujuan awalnya adalah untuk
menghilangkan hambatan dan menciptakan kondisi bagi pertumbuhan dan produktivitas
perekonomian global.4 Caranya adalah dengan memberikan pinjaman uang yang utamanya
ditujukan bagi pembangunan infrastruktur yang dipandang dapat memberikan prospek keuntungan
jangka panjang sehingga memungkinkan bagi pengembalian uang (repayment). Pinjaman yang
diberikan kepada negara-negara Dunia Ketiga pun ketika itu dilakukan dengan mempertimbangkan
kemungkinan repayment, dan dengan memberlakukan sejumlah kebijakan ekonomi bagi negara
yang bersangkutan. Namun, keadaan mulai berubah pada tahun 1950-an ketika presiden Bank
Dunia mengunjungi negara-negara Dunia Ketiga. Sejak saat itu, kebijakan Bank Dunia lebih banyak
memasukkan isu pengentasan kemiskinan (poverty alleviation) di negara Dunia Ketigayang juga
merupakan akibat dari Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Sovietsebagai target utama
pemberian pinjaman dibanding memberi pinjaman pada negara-negara Eropa. 5 Menurut Peet,
perubahan kebijakan Amerika Serikat pada Bank Dunia ini didorong oleh beberapa faktor meliputi:
(1) keinginan untuk membangun organisasi yang kuat bagi perekonomian dunia yang “bebas” dan
“terbuka”; (2) isu kemiskinan negara Dunia Ketiga akan mendorong masuknya dana dari sektor
swasta dan negara-negara lain sehingga mengurangi beban bagi keuangan Amerika Serikat; dan (3)

2
Richard Peet. World Bank, 2003, hal.113.
3 ,4
4
Ibid.hal.114
5 ,6
Ibid.hal.116
Page | 2
10th (individual) paper of Int’l Political Economy Written by: Kurnia Sari
Nastiti
Submitted: June,7 ,2010
070810531
membantu negara lain dipandang sebagai sesuatu yang akan memberikan keuntungan bagi
kepentingan Amerika Serikat.6

Situasi tersebut di atas pada akhirnya mendorong didirikannya institusi-institusi lain di bawah
naungan Bank Dunia selama kurun waktu antara tahun 1958 hingga 1962, meliputi: International
Development Association (IDA); International Finance Corporation (IFC); Multilateral Investment
Guarantee Agency (MIGA); dan International Centre for Settlement of Investment Disputes
(ICSID). Pembentukan IDA utamanya ditujukan untuk memberikan pinjaman lunak (soft loans),
yang merupakan jenis pinjaman jangka panjang dengan suku bunga rendah, bagi negara-negara
Dunia Ketiga. Pendapatan IDA sebagian besar berasal dari negara-negara donor, dan sekali lagi
Amerika Serikat menjadi negara pendonor terbesar (berkontribusi sebesar 42% dari total dana
keseluruhan).7 IDA memberikan pinjaman kepada negara-negara miskin dengan mengacu pada
“basic needs approach” yakni tidak lagi fokus pada pembangunan infrakstruktur sebagaimana
program IBRD, melainkan lebih ditujukan untuk pembangunan sosial meliputi pendidikan,
kesehatan, suplai air, dan kontrol populasi. Proyek pemberian pinjaman pada negara-negara dunia
ketiga yang secara keseluruhan telah dirinci dalam konsensus Washington ini, ternyata dalam
penerapannya mengalami sejumlah kendala. Sebagian besar dari dana pinjaman yang diberikan
justru jatuh ke tangan para petani kaya sehingga terjadi ketidakmerataan pendapatan dan tidak
tercipta produktivitas ekonomi di negara resipien. Oleh karena itu, di tahun 1979 presiden Bank
Dunia McNamara melakukan sejumlah penyesuaian struktural pada pinjaman yang diberikan
(structural adjusment lending). Penyesuaian strukural ini utamanya fokus pada pemberlakuan
kebijakan makro-ekonomi, perubahan institusional pada level negara, penyesuaian pinjaman untuk
mendorong kebijakan sektoral, dan yang paling penting adalah “industrialisasi ekonomi” untuk
meningkatkan produktivitas pendapatan.8 Bank Dunia, dalam hal ini IDA, hanya akan memberikan
pinjaman yang dilandasi prospek kebijakan yang jelas. Dengan adanya penyesuaian struktural ini,
diharapkan akan mendorong munculnya orientasi ekspor dan menciptakan liberalisasi perdagangan
di negara-negara resipien atau negara penerima pinjaman.

Sayangnya, penyesuaian struktural ini pun tidak serta merta membuat program pengentasan
kemiskinan di negara Dunia Ketiga berhasil. Penyesuaian struktural yang berbasis pada
“industrialisasi ekonomi” tidak berhasil menciptakan produktivitas pendapatan dan justru membuat

7
Richard Peet. World Bank, 2003, hal.118
8
Ibid.hal.123
Page | 3
10th (individual) paper of Int’l Political Economy Written by: Kurnia Sari
Nastiti
Submitted: June,7 ,2010
070810531
sebagian besar petani kehilangan lahannya.9 Akhirnya Amerika Serikat kembali mengubah arah
kebijakannya di Bank Dunia, kali ini dengan memasukkan unsur-unsur neoliberalisme seperti
market- friendly state intervention dan good governance (meliputi pluralisme politik, akuntabilitas,
dan penerapan hukum).10 Kebijakan yang diterapkan kali ini lebih menyeluruh dengan mengacu
pada “holistic approach” yang mana meliputi aspek pengentasan kemiskinan, pendidikan, gender,
dan juga menerapkan kebijakan “khas” neoliberalisme seperti kebijakan hak kepemilikan tanah
(property right), liberalisasi perdagangan dan juga privatisasi. Namun, sekali lagi kebijakan yang
diterapkan Amerika Serikat bukan tanpa cela. Sejumlah kebijakan yang diterapkan menuai kritik
dari para aktivis lingkungan karena dinilai menimbulkan masalah lingkungan seperti misalnya
pembabatan hutan Amazon untuk kepentingan industri.

Kesimpulan dan Opini:

Bank Dunia merupakan salah satu institusi perekonomian internasional yang tidak diragukan
lagi peranannya dalam membentuk pola interaksi yang terjadi dalam lingkup ekonomi politik
internasional. Kontribusi utamanya adalah membantu pengentasan kemiskinan di negara-negara
Dunia Ketiga maupun negara-negara Eropa yang kacau akibat perang dengan cara memberikan
pinjaman modal.

Sekalipun peran Bank Dunia demikian besar, menurut pendapat saya, hal itu dapat dikatakan
hanyalah sebagai “kedok” bagi Amerika Serikat untuk memperluas hegemoninya. Usaha perluasan
hegemoni ini jelas terlihat tatkala Amerika Serikat selalu berusaha mendominasi sebagai negara
donor terbesar dalam sejumlah institusi internasional seperti IBRD dan IDA, selain itu Amerika
Serikat juga berusaha menebarkan paham neoliberalisme-nya melalui sejumlah kebijakan ekonomi
seperti liberalisasi perdagangan dan privatisasi. Sekalipun pada akhirnya misi Bank Dunia untuk
mengentaskan kemiskinan di negara-negara Dunia Ketiga belum sepenuhnya berhasil, namun
menurut saya, hal ini tidaklah merugikan bagi Amerika Serikat karena tentunya ia telah
mendapatkan sejumlah keuntungan ekonomi politik bagi negaranya, tidak saja dollar-nya mampu
mendominasi pasar global melainkan hegemoni poltiknya pun semakin menyebar hingga ke negara-
negara Dunia Ketiga.

*****

9
Ibid.hal.129

10
Richard Peet. World Bank, 2003, hal.129
Page | 4
10th (individual) paper of Int’l Political Economy Written by: Kurnia Sari
Nastiti
Submitted: June,7 ,2010
070810531
Referensi:

Peet, Richard. (2003). “The World Bank”, dalam Unholy Trinity: The IMF, World Bank and WTO,
London: Zed Books, hal.111-145.

Page | 5

You might also like