You are on page 1of 13

Dalam aktifitas kita sehari2 kita pasti dihadapkan dengan istilah gaya dan gerak.

Misalkan : menendang,
memukul, menekan dan menyundul.

Maka kita dapat menyimpulkan, bahwa gaya adalah tarikan atau dorongan. Gaya inilah yang
menyebabkan benda dapat bergerak.

Nah, sekarang kita dapat membagi gaya dengan berbagai macam gaya diantaranya adalah :

Gaya pegas, gaya gravitasi, gaya tarik, gaya dorong dan gaya gesek.

Dalam keseharian kita akan kita dapati banyak ilmu, namun hanya orang yang berfikir yang mau ambil
pelajaran.

Oche.... Sekarang aku pingin tau seberapa peduli dan logisnya kamu pernah belajar IPA dalam praktek
keseharian.

Sambil bermain, ceritakan disini aplikasi gaya yang kamu temui disekitar kamu. Aku awali dari diriku
ya....

>Aku lihat tukang baso lagi mendorong gerobaknya. Aku fikir dia sedang menggunakan gaya dorong.

Aku jengkel melihat si Billy yang mencuri jatah makan siangku makanya aku menimpuknya dengan
sendal. Aku melempar Billy menggunakan gaya apa ?

Hukum gerak Newton


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari

Hukum Newton pertama dan kedua, dalam bahasa Latin, dari edisi asli journal Principia
Mathematica th 1687.

Hukum gerak Newton adalah hukum sains yang ditemukan oleh Isaac Newton mengenai sifat
gerak benda. Hukum-hukum ini merupakan dasar dari mekanika klasik.

Newton pertama kali mengumumkan hukum ini dalam Philosophiae Naturalis Principia
Mathematica (1687) dan menggunakannya untuk membuktikan banyak hasil mengenai gerak
objek. Dalam volume ke tiga karyanya, dia menunjukan bagaimana penggabungan Hukum
gravitasi universal dan hukum gerak newton ini, dapat menjelaskan Hukum gerakan planet
Kepler.

Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Pentingnya hukum gerak Newton


 2 Hukum pertama Newton : Hukum Inersia
o 2.1 Perkembangan hukum I Newton
 3 Pranala luar

[sunting] Pentingnya hukum gerak Newton


Alam dan Hukum alam tersembunyi dalam malam;
Tuhan berkata, Biar Newton jadi! Dan semua menjadi terang.
— Alexander Pope

Hukum gerak Newton, bersama dengan hukum gravitasi universal dan teknik matematika
kalkulus, memberikan untuk pertama kalinya sebuah kesatuan penjelasan kuantitatif untuk
fenomena fisika yang luas seperti: gerak berputar benda, gerak benda dalam cairan; projektil;
gerak dalam bidang miring; gerak pendulum; pasang-surut; orbit bulan dan planet. Hukum
konservasi momentum, yang Newton kembangkan dari hukum kedua dan ketiganya, adalah
hukum konservasi pertama yang ditemukan.

Hukum Newton dipastikan dalam eksperimen dan observasi selama 200 tahun.

[sunting] Hukum pertama Newton : Hukum Inersia

Hukum Newton ketiga, masing-masing pemain ski saling mendorong dengan gaya yang sama
tetapi berkebalikan arah

Hukum ini juga disebut hukum inersia atau prinsip Galileo

''Jika resultan gaya pada suatu benda sama dengan nol, maka benda yang mula-mula diam
akan terus diam. Sedangkan, benda yang mula-mula bergerak, akan terus bergerak dengan
kecepatan tetap''

Hukum Newton I dapat diinterpretasikan sebagai berikut :

 Sebuah benda, akan tetap berada dalam keadaan diam atau akan terus bergerak, kecuali
jika dipaksa berubah dengan menerapkan gaya luar ke benda tersebut

Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dengan

Keterangan :
adalah resultan vektor dari gaya

 Sebuah benda akan tetap diam, atau bergerak dalam garis lurus dengan kecepatan tetap,
kecuali diberi gaya luar.

Pernyataan tersbut, dalam notasi kalkulus, dapat dinyatakan dengan

Keterangan :

adalah diferensial kecapatan terhadap waktu

Hukum Newton I menjelaskan kerangka acuan di mana hukum II dan hukum III Newton dapat
dibuktikan benar. Kerangka acuan ini disebut kerangka acuan inersial atau kerangka acuan
Galilean.

[sunting] Perkembangan hukum I Newton

Perkembangan hukum ini dapat ditelusuri hingga Aristoteles. Aristoteles membagi gerak
menjadi dua, yaitu gerak alami dan gerak paksa, dalam hal gerak alami, menurutnya setiap
benda akan mencari keadaan alaminya (eg. benda berat jatuh kebawah, benda ringan terbang
keatas) dan menyatakan bahwa gerak melingkar adalah gerak alami yang tidak disebabkan oleh
gaya. Dalam hal gerak paksa, Aristoteles berpendapat bahwa gerak paksa disebabkan oleh gaya
luar yang bekerja pada suatu benda dan jika pada suatu benda tidak bekerja gaya luar, maka
benda tersebut akan kembali ke keadaan alaminya yaitu diam.

Setelah Aristoteles, Galileo melakukan percobaan sendiri mengenai gerak dengan menggunakan
bola dan menyimpulkan bahwa bola yang bergerak akan diperlambat kelajuannya sampai
berhenti oleh gaya gesek. Pengamatan dan kesimpulan Galileo kemudian dipelajari dan
dikembangkan oleh Newton untuk menyusun hukum pertamanya.

Tata surya

Sejarah Awal Teori Pembentukan Tata Surya


Posted by ivie on Oct 5, 2006 in astronomy | 84 comments

Share76 2

Sebuah teori lahir dari keingintahuan akan suatu kejadian atau keadaan. Tidak mudah untuk
mempercayai sebuah teori baru, apalagi jika teori tersebut lahir ditengah kondisi masyarakat
yang memiliki kepercayaan yang berbeda. Tapi itulah kenyataan yang harus dihadapi oleh para
ilmuwan di awal-awal penemuan mereka.

Hal utama yang dihadapi untuk mengerti lebih jauh lagi tentang Tata Surya adalah bagaimana
Tata Surya itu terbentuk, bagaimana objek-objek didalamnya bergerak dan berinteraksi serta
gaya yang bekerja mengatur semua gerakan tersebut. Jauh sebelum Masehi, berbagai penelitian,
pengamatan dan perhitungan telah dilakukan untuk mengetahui semua rahasia dibalik Tata
Surya.

Pengamatan pertama kali dilakukan oleh bangsa China dan Asia Tengah, khususnya dalam
pengaruhnya pada navigasi dan pertanian. Dari para pengamat Yunani ditemukan bahwa selain
objek-objek yang terlihat tetap di langit, tampak juga objek-objek yang mengembara dan
dinamakan planet. Orang-orang Yunani saat itu menyadari bahwa Matahari, Bumi, dan Planet
merupakan bagian dari sistem yang berbeda. Awalnya mereka memperkirakan Bumi dan
Matahari berbentuk pipih tapi Phytagoras (572-492 BC) menyatakan semua benda langit
berbentuk bola (bundar).

Sampai dengan tahun 1960, perkembangan teori pembentukan Tata Surya bisa dibagi dalam dua
kelompok besar yakni masa sebelum Newton dan masa sesudah Newton.

Permulaan Perhitungan Ilmiah


Perhitungan secara ilmiah pertama kali dilakukan oleh Aristachrus dari Samos (310-230 BC). Ia
mencoba menghitung sudut Bulan-Bumi-Matahari dan mencari perbandingan jarak dari Bumi-
Matahari, dan Bumi-Bulan. Aristachrus juga merupakan orang pertama yang menyimpulkan
Bumi bergerak mengelilingi Matahari dalam lintasan berbentuk lingkaran yang menjadi titik
awal teori Heliosentrik. Jadi bisa kita lihat kalau teori heliosentrik bukan teori yang baru muncul
di masa Copernicus. Namun jauh sebelum itu, Aristrachrus sudah meletakkan dasar bagi teori
heliosentris tersebut.

Pada era Alexandria, Eratoshenes (276-195BC) dari Yunani berhasil menemukan cara mengukur
besar Bumi, dengan mengukur panjang bayangan dari kolom Alexandria dan Syene. Ia
menyimpulkan, perbedaan lintang keduanya merupakan 1/50 dari keseluruhan revolusi. Hasil
perhitungannya memberi perbedaan sebesar 13% dari hasil yang ada saat ini.

Ptolemy dan Teori Geosentrik


Ptolemy (c 150AD) menyatakan bahwa semua objek bergerak relatif terhadap bumi. Dan teori
ini dipercaya selama hampir 1400 tahun. Tapi teori geosentrik mempunyai kelemahan, yaitu
Matahari dan Bulan bergerak dalam jejak lingkaran mengitari Bumi, sementara planet bergerak
tidak teratur dalam serangkaian simpul ke arah timur. Untuk mengatasi masalah ini, Ptolemy
mengajukan dua komponen gerak. Yang pertama, gerak dalam orbit lingkaran yang seragam
dengan periode satu tahun pada titik yang disebut deferent. Gerak yang kedua disebut epycycle,
gerak seragam dalam lintasan lingkaran dan berpusat pada deferent.

Teori heliosentrik dan gereja


Nicolaus Copernicus (1473-1543) merupakan orang pertama yang secara terang-terangan
menyatakan bahwa Matahari merupakan pusat sistem Tata Surya, dan Bumi bergerak
mengeliinginya dalam orbit lingkaran. Untuk masalah orbit, data yang didapat Copernicus
memperlihatkan adanya indikasi penyimpangan kecepatan sudut orbit planet-planet. Namun ia
mempertahankan bentuk orbit lingkaran dengan menyatakan bahwa orbitnya tidak kosentrik.
Teori heliosentrik disampaikan Copernicus dalam publikasinya yang berjudul De Revolutionibus
Orbium Coelestium kepada Paus Pope III dan diterima oleh gereja.

Tapi dikemudian hari setelah kematian Copernicus pandangan gereja berubah ketika pada akhir
abad ke-16 filsuf Italy, Giordano Bruno, menyatakan semua bintang mirip dengan Matahari dan
masing-masing memiliki sistem planetnya yang dihuni oleh jenis manusia yang berbeda.
Pandangan inilah yang menyebabkan ia dibakar dan teori Heliosentrik dianggap berbahaya
karena bertentangan dengan pandangan gereja yang menganggap manusialah yang menjadi
sentral di alam semesta.

Lahirnya Hukum Kepler


Walaupun Copernicus telah menerbitkan tulisannya tentang Teori Heliosentrik, tidak semua
orang setuju dengannya. Salah satunya, Tycho Brahe (1546-1601) dari Denmark yang
mendukung teori matahari dan bulan mengelilingi bumi sementara planet lainnya mengelilingi
matahari. Tahun 1576, Brahe membangun sebuah observatorium di pulau Hven, di laut Baltic
dan melakukan penelitian disana sampai kemudian ia pindah ke Prague pada tahun 1596.

Di Prague, Brahe menghabiskan sisa hidupnya menyelesaikan tabel gerak planet dengan bantuan
asistennya Johannes Kepler (1571-1630). Setelah kematian Brahe, Kepler menelaah data yang
ditinggalkan Brahe dan menemukan bahwa orbit planet tidak sirkular melainkan elliptik.

Kepler kemudian mengeluarkan tiga hukum gerak orbit yang dikenal sampai saat ini yaitu ;

1. Planet bergerak dalam orbit ellips mengelilingi matahari sebagai pusat sistem.
2. Radius vektor menyapu luas yang sama dalam interval waktu yang sama.
3. Kuadrat kala edar planet mengelilingi matahari sebanding dengan pangkat tiga jarak rata-
rata dari matahari.
Kepler menuliskan pekerjaannya dalam sejumlah buku, diantaranya adalah Epitome of The
Copernican Astronomy dan segera menjadi bagian dari daftar Index Librorum Prohibitorum
yang merupakan buku terlarang bagi umat Katolik. Dalam daftar ini juga terdapat publikasi
Copernicus, De Revolutionibus Orbium Coelestium.

Awal mula dipakainya teleskop


Pada tahun 1608, teleskop dibuat oleh Galileo Galilei (1562-1642), .Galileo merupakan seorang
professor matematika di Pisa yang tertarik dengan mekanika khususnya tentang gerak planet. Ia
salah satu yang tertarik dengan publikasi Kepler dan yakin tentang teori heliosentrik. Dengan
teleskopnya, Galileo berhasil menemukan satelit-satelit Galilean di Jupiter dan menjadi orang
pertama yang melihat keberadaan cincin di Saturnus.

Salah satu pengamatan penting yang meyakinkannya mengenai teori heliosentrik adalah masalah
fasa Venus. Berdasarkan teori geosentrik, Ptolemy menyatakan venus berada dekat dengan titik
diantara matahari dan bumi sehingga pengamat dari bumi hanya bisa melihat venus saat
mengalami fasa sabit.

Tapi berdasarkan teori heliosentrik dan didukung pengamatan Galileo, semua fasa Venus bisa
terlihat bahkan ditemukan juga sudut piringan venus lebih besar saat fasa sabit dibanding saat
purnama. Publikasi Galileo yang memuat pemikirannya tentang teori geosentrik vs heliosentrik,
Dialogue of The Two Chief World System, menyebabkan dirinya dijadikan tahanan rumah dan
dianggap sebagai penentang oleh gereja.

Dasar yang diletakkan Newton


Di tahun kematian Galileo, Izaac Newton (1642-1727) dilahirkan. Bisa dikatakan Newton
memberi dasar bagi pekerjaannya dan orang-orang sebelum dirinya terutama mengenai asal mula
Tata Surya. Ia menyusun Hukum Gerak Newton dan kontribusi terbesarnya bagi Astronomi
adalah Hukum Gravitasi yang membuktikan bahwa gaya antara dua benda sebanding dengan
massa masing-masing objek dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua benda.
Hukum Gravitasi Newton memberi penjelasan fisis bagi Hukum Kepler yang ditemukan
sebelumnya berdasarkan hasil pengamatan. Hasil pekerjaannya dipublikasikan dalam Principia
yang ia tulis selama 15 tahun.

Teori Newton menjadi dasar bagi berbagai teori pembentukan Tata Surya yang lahir kemudian,
sampai dengan tahun 1960 termasuk didalamnya teori monistik dan teori dualistik. Teori
monistik menyatakan bahwa matahari dan planet berasal dari materi yang sama. Sedangkan teori
dualistik menyatakan matahari dan bumi berasal dari sumber materi yang berbeda dan terbetuk
pada waktu yang berbeda.

sumber : The Origin and Evolution of the Solar System (M. M. Woolfson)artikel terkait

Teori Akresi
Posted by ivie on Dec 6, 2006 in astronomy | 2 comments

Share  0

Bentuk awal dari teori ini diberikan oleh Schmidt (1944) tapi kemudian dikembangkan dan
dimodifikasi oleh Lyttleton (1961). Secara umum, idenya adalah Matahari setelah melewati
awan debu akan memiliki selubung gas dan debu dimana didalam selubung tersebut akan terjadi
pembentukan planet dengan cara akresi. Dalam modifikasi yang diajukan Lyttleton, ia
menunjukkan kalau ide Schmidt mengenai benda ketiga tidak diperlukan.

Dalam proses akresi, materi yang ditangkap akan mengalami pemipihan menjadi bentuk yang
mirip piringan. Manurut Lyttleton, akan terbentuk piringan debu yang tipis di tempat objek
planet akan berkembang dan kemudian akan diakresi membentuk objek yang lebih besar.
Menurut Harris yang juga mngerjakan dinamika akresi, satelit di dalam sistem Tata Surya
terbentuk dari akresi puing-puing debu yang tersisa disekitar planet yang baru terbentuk. Di
dalam proses akresi, planetesimal kecil tidak hanya terakresi tapi juga akan mengalami
fragmentasi.

Tidak dapat dipungkiri teori akresi ini cukup meyakinkan untuk beberapa alasan. Dengan
memberikan kondisi Matahari yang sudah ada, teori ini mampu memecahkan masalah
momentum sudut meskipun untuk itu planet harus terbentuk dari campuran gas dan debu yang
tersebar. Permasalahan yang dihadapi teori ini, salah satunya mengenai temperatur awan antar
bintang yang terlalu rendah. Temperatur yang diajukan Lyttleton adalah 3.18 K, pada temperatur
sedingin ini, hidrogen dalam awan akan berbentuk atom. Kisaran temperatur yang bisa diterima
untuk awan antar bintang yang dingin berada dalam rentang 10-100 K.

Masalah lainnya adalah kecepatan 0.2 km s-1. Harga kecepatan tersebut tidak bisa diterima jika
interaksi gravitasional antara Matahari dan dan awan juga diperhitungkan. Kecepatan Matahari
di Galaksi untuk bintang tipe Matahari ~20 km s-1, dan dengan kecepatan yang sangat rendah
yang diberikan Lyttleton, akan sulit bagi Matahari untuk bisa mendekati awan. Dengan
mempertimbangkan juga percepatan yang terjadi pada awan dan bintang akibat gaya tarik
gravitasi satu sama lainnya, maka kecepatan minimum yang dibutuhkan agar bisa terjadi kontak
berkisar pada 0.3 km s-1. Harga inipun masih lebih besar dibanding harga kecepatan yang
diberikan Lyttleton.

Mekanisme akresi juga dipelajari dan dikritisi oleh Aust dan Woolfson (1973). Mereka
menunjukkan akan ada distorsi pasang surut yang luas dan filamen materi akan tersapu keluar
dari awan dan mengalami penangkapan. Aust dan Woolfson memberi parameter lain yang akan
membuat teori akresi Lyttleton lebih dapat diterima. Mereka mengasumsikan tidak semua materi
yang ditangkap akan membentuk planet – sebagian materi akan hilang dari sistem atau ditangkap
Matahari -.

Salah satu model simulasi yang menggunakan teori akresi sebagai teori terbentuknya Tata Surya
adalah model ACRETE yang dikembangkan Dole (1969).

Teori Nebula Matahari


Posted by ivie on Dec 3, 2007 in astronomy | 14 comments

Share27 0

Telah menjadi bukti di tahun 1960-an kalau banyak tanda di meteorit sedah dapat dipahami
sebagai akibat dari kondensasi uap air panas. Sejumlah studi teoretik dilakukan terkait dengan
tahapan kondensasi dari materi yang membentuk Tata Surya. Hasilnya pendinginan terjadi pada
temperatur dan tekanan yang beragam. Hal ini semakin memperkuat ide materi di awal
terbentuknya Tata Surya berada dalam bentuk gas panas. Tahun 1972, Safronov
mempublikasikan teorinya tentang pembentukan planet dari materi-materi hamburan. Nah,
meskipun hasil dari Safronov ini mengindikasikan jangka waktu yang sangat panjang dalam
pembentukan planet-planet, namun model yang ia berikan menjadi sebuah struktur yang baik
dalam memecahkan permasalahan skala waktu pembentukan.

Dengan latar belakang model dari Safronov, terjadi kebankitan kembali teori dualistik Laplace,
yang menyebutkan pembentukan Matahari dan planet-planet terjadi secara spontan dari bola gas
dan debu yang berputar lambat. Perbedaan teori ini dengan teori sebelumnya adalah, teori baru
ini bisa mengatasi masalah yang ada dalam teori sebelumnya. Semenjak itu berbagai studi
dilakukan untuk menelaah Teori Nebula Matahari. Teori ini juga menjadi paradigma paling
dominan dalam cosmogony sepanjang dekade terakhir abad 20. Mdel ini masih dalam
pengembangan dan belum benar-benar mencapai tahap kesepakatan terhadap peristiwa yang
membentuk Tata Surya sampai keadaan sekarang. Namun ada beberapa ide besar yang dominan
digambarkan dalam teori nebula matahari ini.

Ide awal muncul dari Cameron yang pada tahun 1978 menyatakan salah satu kesimpulan awal
bahwa Disuatu tempat di nebula matahari, dimanapun keluar dari orbit Merkurius, temperatur
dalam nebula matahari yang tidak diganggu cukup tinggi untuk dapat melelehkan materi padat
dalam butiran antar bintang.

Problem terbesar dari teori Laplace adalah distribusi momentum sudut. Pada saat nebula
terbentuk, momentum sudut akan ditransfer dari bagian dalam materi yang terkondensasi ke
bagian piringan yang terbentuk di bidang ekuatorial. Sejumlah kemungkinan mekanisme juga
diberikan untuk memecahkan bagaimana transfer momentum sudut itu terjadi :

1. Turbulensi (perputaran) viskositas didalam piringan


2. Efek gravitasional yang mengacu pada pembentukan lengan spiral di piringan
3. Interaksi antara materi terionisasi yang meninggalkan area pusat dan bidang magnetik
yang terbentuk didalamnya.
4. Transport momentum sudut oleh gelombang yang terjadi di dalam piringan.

Dalam teori Nebula Matahari, titik awal pembentukan planet terjadi saat sebagian besar piringan
terdiri dari komposisi gas dengan 1 – 2% materi padat dan temperatur yang semakin dingin
dengan pertambahan jarak.

Pada beberapa versi awal teori ini, piringannya cukup masif sekitar 1 massa Matahari dengan
kerapatan dan temperatur didalamnya seperti yang ada di daerah Jupiter dan memenuhi kriteria
Jeans. Piringannya sendiri tidak stabil secara gravitasi sehingga planet gas raksasa akan
terbentuk secara spontan. Masalahnya planet yang akan dibentuk sangat banyak, sehingga para
peneliti meninggalkan teori ini. Pemecahan yang diberikan kemudian adalah massa piringan
hanya berkisar antara 0.01 – 0.1 massa Matahari. Kondisi ini konsisten dengan hasil pengamatan
dan planet yang terbentuk juga harus melalui proses akresi.

Akresi planet terrestrial (kebumian) dan inti padat plant gas raksasa diasumsikan terjadi dalam 2
tahap. Tahap pertama melibatkan pembentukan planetesimal. Planetesimal (ukuran ratusan meter
sampai puluhan kilo meter) merupakan kumpulan debu yang membentuk lapisan tipis di bidang
piringan. Pada kondisi ini keadaan sangat tidak stabil dan kondensasi materi padat di dalamnya
akan membentuk planetesimal. Pada setiap area cincin nebula, akan ada satu objek yang
dominan dan kemudian menangkap dan mengakresi planetesimal disekelilingnya membentuk
sbeuah objek baru. Jika inti planet gas sudah terbentuk, ia akan mulai menarik gas di nebula
untuk membentuk planet gas. Proses ini terjadi dalam waktu yang cukup singkat sekitar 105
tahun.

Untuk pembentukan satelit, tidak ada teori yang spesifik selain satelit merupakan objek yang
terbentuk dengan mekanisme sama dalam skala ukuran yang lebih kecil. Karena itu, keruntuhan
proto-planet harusnya membentuk piringan pada bidang ekuatorial dan kondensasi proto-satelit
akan juga terbentuk didalamnya.

Hal-hal penting dan permasalahan yang dihadapi Teori Nebula Matahari, antara lain :

1. Teori ini merupakan teori monistik yang secara simultan berurusan dengan pembagian
massa dan momentum sudut.
2. Beberapa mekanisme atau kombinasi mekanisme harus ditunjukkan untuk dapat
mentransfer momentum sudut yang cukup dari Matahari yang berkondensasi ke piringan.
3. Harus juga ditunjukkan kalau planet akan terbentuk pada skala waktu yang sesuai dengan
masa hidup piringan yang sudah diamati ( < 107 tahun)
4. Kelebihan materi piringan yang tersisa setelah pembentukan planet harus dibuang.
5. Model ini hanya memprediksikan sistem planar, maka kemiringan sumbu putaran Tata
Surya harus dapat dijelaskan.
sumber : The Origin and Evolution of the Solar System (M. M. Woolfson)

Teori Pembentukan Tata Surya Sesudah


Newton
Posted by ivie on Oct 11, 2006 in astronomy | 31 comments

Share10 2

Kemunculan Newton dengan teori gravitasinya menjadi dasar yang kuat dalam menciptakan
teori ilmiah pembentukan Tata Surya. Dalam artikel ini akan dibahas teori pembentukan Tata
Surya yang lahir sesudah era Newton sampai akhir abad ke-19. Perkembangan teori
pembentukan Tata Surya sampai dengan tahun 1960 terbagi dalam dua kelompok pemikiran
yakni teori monistik yang menyatakan bahwa matahari dan planet berasal dari materi yang sama.
Dan yang kedua teori dualistik menyatakan matahari dan bumi berasal dari sumber materi yang
berbeda dan terbetuk pada waktu yang berbeda.

Teori Komet Buffon


Tahun 1745, George comte de Buffon (1701-1788) dari Perancis mempostulatkan teori dualistik
dan katastrofi yang menyatakan bahwa tabrakan komet dengan permukaan matahari
menyebabkan materi matahari terlontar dan membentuk planet pada jarak yang berbeda.
Kelemahannya Buffon tidak bisa menjelaskan asal komet. Ia hanya mengasumsikan bahwa
komet jauh lebih masif dari kenyataannya.

Teori Nebula Laplace


Ada beberapa teori yang menginspirasi terbentuknya teori Laplace, dimulai dari filsuf Perancis,
Renè Descartes (1596-1650) yang percaya bahwa angkasa terisi oleh “fluida alam
semesta” dan planet terbentuk dalam pusaran air. Sayangnya teori ini tidak didukung dasar
ilmiah.

Seratus tahun kemudian Immanuel Kant (1724-1804) menunjukkan adanya awan gas yang
berkontraksi dibawah pengaruh gravitasi sehingga awan tersebut menjadi pipih. Ide ini
didasarkan dari teori pusaran Descartes tapi fluidanya berubah menjadi gas. Setelah adanya
teleskop, William Herschel (1738-1822) mengamati adanya nebula yang ia asumsikan sebagai
kumpulan bintang yang gagal. Tahun 1791, ia melihat bintang tunggal yang dikelilingi halo yang
terang. Hal inilah yang memberinya kesimpulan bahwa bintang terbentuk dari nebula dan halo
merupakan sisa nebula.

Dari teori-teori ini Pierre Laplace (1749-1827) menyatakan adanya awan gas dan debu yang
berputar pelan dan mengalami keruntuhan akibat gravitasi. Pada saat keruntuhan, momentum
sudut dipertahankan melalui putaran yang dipercepat sehingga terjadi pemipihan. Selama
kontraksi ada materi yang tertinggal kedalam bentuk piringan sementara pusat massa terus
berkontraksi. Materi yang terlepas kedalam piringan akan membentuk sejumlah cincin dan
materi di dalam cincin akan mengelompok akibat adanya gravitasi. Kondensasi juga terjadi di
setiap cincin yang menyebabkan terbentuknya sistem planet. Materi di dalam awan yang runtuh
dan memiliki massa dominan akan membentuk matahari.

Namun menurut Clerk Maxwell (1831-1879) letak permasalahan teori ini cincin hanya bisa stabil
jika terdiri dari partikel-partikel padat bukannya gas. Menurut Maxwell cincin tidak bisa
berkondensasi menjadi planet karena gaya inersianya akan memisahkan bagian dalam dan luar
cincin. Seandainya proses pemisahan bisa terlewati, massa cincin masih jauh lebih masif
dibanding massa planet yang terbentuk.

Permasalahan lain muncul dari distribusi momentum sudut dimana tidak ada mekanisme tertentu
yang bisa menjelaskan bahwa keberadaan materi dalam jumlah kecil, yang membentuk planet,
bisa memiliki semua momentum sudutnya. Seharusnya sebagian besar momentum sudut berada
di pusat objek. Jika momentum sudut intrinsik dari materi luar bisa membentuk planet, maka
kondensasi pusat tidak mungkin runtuh untuk membentuk bintang,

Penyempurnaan Teori Laplace


Tahun 1854, Edouard Roche (1820-1883) mengatakan bahwa awan yang diajukan Laplace
dalam teorinya bisa memiliki kondensasi pusat yang tinggi sehingga sebagian besar massa
berada dekat spin axis dan memiliki kaitan yang kecil dengan momentum angular. Tahun 1873,
Roche menyempurnakan teori Laplace dengan analisis “Matahari ditambah atmosfer, yang
memiliki kondensasi pusat yang tinggi. Model ini berada diluar rentang planet dan mengalami
keruntuhan saat mendingin. Dalam model ini atmosfer berkorotasi terhadap matahari. Saat
sistem mengalami keruntuhan kecepatan sudut bertambah untuk mempertahankan momentum
sudut sementara jarak mengecil. Jika jarak mengecil lebih cepat dari radius efektif atmosfer,
maka semua atmosfer diluar jarak akan membentuk cincin.

Keberatan dari James Jeans (1877-1946). Ia menunjukkan dengan distribusi nebula yang
diberikan oleh Roche, materi luar akan menjadi renggang sehingga tidak dapat melawan gaya
pasang surut terhadap pusat massanya dan kondensasi tidak akan terjadi. Jeans juga
mennunjukkan bahwa untuk materi di dalam cincin yang mengalir dari nebula yang runtuh
menuju kondensasi membutuhkan kerapatan yang lebih besar dari kerapatan sistem. Hal ini akan
menghasilkan massa atmosfer dengan magnitudo mendekati magnitudo di pusat massa, sehingga
bisa menyelesaikan permasalahan momentum sudut.
sumber : The Origin and Evolution of the Solar System (M. M. Woolfson)

artikel terkait :
Sejarah Awal Teori Pembentukan Tata Surya

Teori Pembentukan Tata Surya Awal Abad


ke-20
Posted by ivie on Oct 28, 2006 in astronomy | 25 comments

Share18 2

Perkembangan teori pementukan Tata Surya pada dekade terakhir abad ke-19 dan dekade
pertama abad ke-20, didominasi oleh 2 orang Amerika yakni Thomas Chamberlin (1843-1928)
dan Forest Moulton (1872-1952). Dalam membangun teorinya, mereka melakukan komunikasi
secara konstan, bertukar pemikiran dan menguji ide-ide yang muncul, namun publikasi atas
karya besar mereka dilakukan secara terpisah.

Pada tahun 1890-an, Chamberlin menawarkan solusi untuk teori nebula Laplace. Ia menawarkan
adanya satu akumulasi yang membentuk planet atau inti planet (objek kecil terkondensasi diluar
materi nebula) yang kemudian dikenal sebagai planetesimal. Menurut Chamberlin, planetesimal
akan bergabung membentuk proto planet. Namun karena adanya perbedaan kecepatan partikel
dalam dan partikel luar, dimana partikel dalam bergerak lebih cepat dari partikel luar, maka
objek yang terbentuk akan memiliki spin retrograde.

Walaupun ide planetesimal ini cukup baik, sejak tahun 1900 Chamberlin dan Moulton
mengembangkan teori alternatif untuk pembentukan planet. Keduanya mengembangkan teori
tentang materi yang terlontar dari bintang membentuk nebula spiral. Nebula spiral ini tidak
diketahui asalnya dan berhasil dipotret oleh para pengamat. Menurut mereka, materi yang
terlontar ini bisa membentuk planet yang akan mengitari bintang induknya. Tapi ide ini
kemudian mereka tolak karena orbit yang mereka dapatkan terlalu eksentrik/lonjong.

Chamberlin kemudian membangun teori baru yang melibatkan erupsi matahari. Ia memberikan
kemungkinan bahwa spiral nebula merupakan hasil interaksi pemisahan dari bintang yang berada
dalam proses erupsi dengan bintang lainnya. Teori ini membutuhkan matahari yang aktif dengan
prominensa yang masif. Namun sayangnya gaya pasang surut bintang yang berinteraksi dengan
matahari hanya mampu menahan materi prominensa di luar matahari tapi tidak mampu
memindahkan materi dari matahari. Untuk itu dibutuhkan jarak matahari-bintang lebih besar dari
limit Roche untuk matahari dan massa masif yang lebih besar dari massa matahari untuk bintang
lainnya.

Teori Pasang Surut Jeans


Astronomi Inggris, James Jeans (1877-1946) mengemukakan Tata Surya merupakan hasil
interaksi antara bintang lain dan matahari. Perbedaan ide yang ia munculkan dengan ide
Chamberlin – Moulton terletak pada absennya prominensa. Menurut Jeans dalam interaksi
antara matahari dengan bintang lain yang melewatinya, pasang surut yang ditimbulkan pada
matahari sangat besar sehingga ada materi yang terlepas dalam bentuk filamen. Filamen ini tidak
stabil dan pecah menjadi gumpalan-gimpalan yang kemudian membentuk proto planet. Akibat
pengaruh gravitasi dari bintang proto planet memiliki momentum sudut yang cukup untuk masuk
kedalam orbit disekitar matahari. Pada akhirnya efek pasang surut matahari pada proto planet
saat pertama kali melewati perihelion memberikan kemungkinan bagi proses pembentukan
planet untuk membentuk satelit.

Pada model ini tampaknya spin matahari yang lambat dikesampingkan karena dianggap matahari
telah terlebih dahulu terbentuk sebelum proses pembentukan planet. Selain itu tanpa adanya
prominensa maka kemiringan axis solar spin dan bidang orbit matahari-bintang tidak akan bisa
dijelaskan.

Tahun 1919, Jeans memperbaharui teorinya. Ia menyatakan bahwa saat pertemuan kedua bintang
terjadi, radius matahari sama dengan orbit Neptunus. Pengubahan ini memperlihatkan
kemudahan untuk melontarkan materi pada jarak yang dikehendaki. Materinya juga cukup
dingin, dengan temperatur 20 K dan massa sekitar ½ massa jupiter. Harold Jeffreys (1891-
1989) yang sebelumnya mengkritik teori Chamberlin-Moulton juga memberikan beberapa
keberatan atas teori Jeans. Keberatan pertamanya mengenai keberadaan bintang masif yang
jarang sehingga kemungkinan adanya bintang yang berpapasan dengan matahari pada jarak yang
diharapkan sangatlah kecil.

Tahun 1939, keberatan lain datang dari Lyman Spitzer (1914-1997). Menurutnya jika matahari
sudah berada dalam kondisi sekarang saat materinya membentuk Jupiter maka diperlukan materi
pembentuk yang berasal dari kedalaman dimana kerapatannya sama dengan kerapatan rata-rata
matahari dan temperatur sekitar 106 K. Tapi jika harga temperatur ini dipakai dalam persamaan
untuk massa kritis jeans, maka massa minimum Jupiter menjadi 100 kali massa Jupiter saat ini.
sumber : The Origin and Evolution of the Solar System (M. M. Woolfson)

Teori Capture
Posted by ivie on Mar 7, 2007 in astronomy | 0 comments

Share  0

Teori pasang surut Jeans-Jeffreys mengajukan kalau materi yang disapu oleh bintang saat
berpapasan dengan Matahari akan membentuk planet. Tahun 1964, Woolffson memperkenalkan
model baru dari teori pasang surut, yang dikenal dengan nama teori capture. Teori yang diajukan
Woolfson menyatakan kalau bintang yang berpapasan dengan Matahari yang menyediakan
materi pembentuk planet yang kemudian ditangkap oleh Matahari.

Pembentukan bintang dalam gugus galaksi dalam hal ini dari pengamatan terhadap gugus muda,
bintang pertama yang terbentuk memiliki massa lebih dari satu massa Matahari dan sesudah itu
bintang dengan massa yang lebih kecil mulai terbentuk. Dalam lingkungan yang memiliki
kerapatan cukup besar seperti pada gugus muda, interaksi antar bintang akan sering tering terjadi
– ini merupakan interaksi yang memberikan cukup energi bagi bintang tunggal untuk
melepaskan diri dari gugus tersebut, yang kemudian dihamburkan dan membentuk bidang bagi
bintang. Bentuk interaksi yang diajukan Woolfson, melibatkan Matahari dalam kaitannya untuk
pembentukan Tata Surya dan protobintang dengan massa yang lebih kecil yang baru terbentuk
dan masih berada dalam kondisi mengembang dan terhambur.

Dalam interaksinya, proto bintang akan bergerak dalam orbit


hiperbola relative terhadap Matahari dan melewatinya dalam batas
jarak Roche sehingga terjadi penghamburan atau pemisahan materi
dari protobintang tersebut. Pada saat berpapasan, filament dari
protobintang akan disapu keluar pada kondisi tidal bulge (betuk
ellipsoid pada bintang yang terjadi akibat besarnya gaya pasang
surut di ekuator) yang ekstrim dan ketidakstabilan gravitasi
menyebabkan filamen pecah dalam beberapa rangkaian kondensasi.
Garis kerapatan filamen cukup tinggi sehingga setiap blob
(gumpalan) akan memiliki massa melampaui massa kritis Jeans dan
blob akan saling berkontraksi membentuk protoplanet.
Protoplanet terbentuk pada orbit bereksentrisitas (kelonjongan) tinggi antara 0,7 – 0,9 dan
jarak terjauh (aphelion) memiliki rentang lebih dari 100 AU. Protoplanet membutuhkan waktu
dari puluhan sampai ratusan tahun untuk berkondensasi sebelum mereka harus memulai fasa
menyelamatkan diri dari gaya pasang surut pada saat memasuki perihelion (jarak terdekat dengan
Matahari). Proses kondensasi protoplanet memberi kesempatan pada protoplanet untuk
membentuk planet mayor sementara gaya pasang surut justru membuatnya mengembang, tertarik
dan materi terluar terutama di daerah tidal bulge, akan memperoleh spin momentum sudut.
Keruntuhan protoplanet terjadi dan meninggalkan materi di bagian tidal bulge. Materi di bulge
akan membentuk filamen dengan kumpulan blob tunggal yang kemudian akan membentuk
satelit.

Beberapa keberatan tehadap teori capture adalah ia merupakan bagian dari teori dualistic yang
membutuhkan mekanisme lain untuk bisa menjelaskan spin Matahari yang lambat. Pembentukan
satelit dalam teori capture melalui keruntuhan protoplanet masih harus dibuktikan lagi.

Perbedaan esensial antara model capture dan model Jeans :

1. Materi yang yang dating dari proto bintang ditangkap oleh bintang yang terkondensasi.
2. Materi yang membentuk planet merupakan materi yang dingin, sehingga meniadakan
keberatan yang diajukan terhadap teori pasang surut Jeans
3. Pada saat interaksi proto bintang memiliki radius sekitar 20 AU dan jarak aphelion
orbitnya sekitar 40 AU. Jarak ini yang kemudian diadaptasi sebagai skala Tata Surya.

Teori Pembentukan Tata Surya s.d 1960


Posted by ivie on Nov 8, 2006 in astronomy | 4 comments

Share  0

Tahun 1944 hadir sebuah teori baru yang merupakan bentuk lain dari teori dualistik. Teori ini
diajukan oleh Otto Schmidt (1892-1956), seorang peneliti Rusia, yang dalam pengamatannya
melihat keberadaan awan yang dingin dan rapat di Galaksi, terungkap saat ada bintang yang
lewat daerah tersebut cahayanya diblok oleh awan. Menurut Schmidt dari waktu ke waktu
bintang akan melewati awan seperti ini, dan setelah lewat bintang akan diselubungi gas dan
debu. Dari awan inilah planet akan terbentuk.

Ketika dua titik massa saling mendekati dan mengalami interaksi gravitasi namun tidak
bertabrakan, keduanya akan berakhir pada jarak yang tidak tentu. Schmidt mengasumsikan
dua titik massa itu untuk bintang dan awan dan ia mempostulatkan keberadaan objek ketiga
disuatu tempat disekitar alur pertemuan bintang dan awan untuk menghilangkan sebagian
energi dari sistem dua benda tersebut. yang menjadi masalah keberadaan benda ketiga justru
membuat ide ini menjadi tidak mungkin.

Teori Pusaran von Weizsäker


Tahun 1944, Carl von Weizsäker (1912-) meninjau kembali model proto planet, dan
memperkenalkan model baru dengan pola piringan yang mengalami turbulensi hingga
terbentuk pusaran-pusaran kecil. Dalam sistem terdapat beberapa pusaran. Setiap pusaran
berotasi searah jarum jam sementara keseluruhan sistem berotasi berlawanan jarum jam
sehingga menyebabkan tiap elemen piringan bergerak mengitari pusat massa dalam orbit
Keplerian. Akibatnya terjadi disipasi energi yang kecil karena pergerakan seluruh sistem.
Tapi materi akan mengalami tabrakan pada kecepatan relatif yang tinggi pada batas vortices.
Model von Weizsäker menyatakan, pada kondisi seperti ini akan terbentuk pusaran-pusaran
kecil dan materi akan berinteraksi dengan kuat, membentuk kelompok dan mengalami
kondensasi. Kondensasi terbentuk dalam cincin dan saat semua kondensasi di cincin telah
berada dalam cincin, maka akan membentuk keluarga planet.

Tahun 1952, Jeffreys mengkritik bahwa turbulensi merupakan fenomena yang berhubungan
dengan kondisi kekacauan dan tidak terjadi secara spontan hingga menghasilkan struktur
yang diajukan oleh model von Weizsäker. Hasil yang biasanya didapat dari piringan yang
mengalami turbulensi adalah rotasi sistem dan semua bagian didalamnya dalam orbit sirkular
mengeliligi pusat massa. Sedangkan viskositas sistem akan membuat materi bergerak
kedalam dan keluar (inwards dan outwards). Pada pola evolusi seperti ini, viskositas akan
menyebabkan terjadinya kehilangan energi dan menyisakan sistem berenergi lemah.
Sementara disisi lain model pusaran (vortices) von Weizsäker merupakan sistem berenergi
tinggi yang tidak akan stabil sehingga tidak akan bisa membentuk apapun.

Sampai dengan tahun 1960, ada dua kelompok yang terbagi berdasarkan teori yang dianut.
Yang pertama, teori monistik terdiri dari teori Laplace bersama dengan pendahulunya
Descartes dan Kant serta model von Weizsäker. Yang kedua, teori dualistik yang dianut oleh
Buffon, Chamberlin dan Moulton, Jeans, Jeffrey dan Schmidt. Setiap teori memiliki
keberhasilan dalam memecahkan masalah yang ada namun masing-masing juga memiliki
kelemahan.

Problema Distribusi Momentum Sudut


Teori-teori monistik tidak bisa memecahkan bagaimana nebula tunggal bisa berevolusi secara
spontan dan menghasilkan momentum sudut dengan fraksi yang yang kecil dari materi. Salah
satu yang mencoba memecahkan masalah ini adalah Roche dengan mempostulatkan nebula
yang terkondensasi tinggi. Sementara pendekatan lain mempostulatkan piringan yang tidak
terlalu terpusat namun memiliki kerapatan yang cukup sehingga memiliki fraksi massa
nebula sekitar 10-50% massa matahari. Dan bagian terbesar piringan akan terlepas
memebntuk planet.

Teori-teori dualistik, yang melibatkan interaksi dua bintang mencoba menghindari masalah
spin matahari yang lambat dengan mengasumsikan matahari pada kondisi pre-existence.
Sayangnya tidak ada mekanisme yang baik untuk memindahkan materi ke jarak tertentu dari
Matahari atau dengan kata lain tidak bisa memberikan momentum sudut yang cukup.
Belakangan, teori akresi bisa memecahkan masalah momentum sudut ini dengan mengajukan
penangkapan materi dalam kondisi tersebar dan bisa menghasilkan momentum sudut yang
pas untuk menjelaskan gerak planet saat penanangkapan.

Pembentukan Planet
Schmidt dan teori monistik lainnya memulai sebuah permulaan yang baik dengan
menyatakan pembentukan planet berasal dari materi di piringan. Permasalahannya
bagaimana mekanisme materi-materi itu terakumulasi sehingga membentuk planet. Teori
yang diajukan adalah lewat kondensasi di piringan tersebut. Dan hasil kondensasi ini
haruslah memenuhi kriteria massa Jeans, dan limit Roche.
sumber : The Origin and Evolution of the Solar System (M. M. Woolfson)

Teori Proto-Planet
Posted by ivie on Nov 15, 2006 in astronomy | 1 comment

Share  0

Pencarian teori pembentukan Tata Surya sampai dengan tahun 1960 menunjukkan betapa
tidak mudahnya menemukan satu teori yang paling memungkinkan. Apalagi masing-masing
teori yang dibangun masih menyisakan masalah mendasar yang belum terpecahkan. Sejak
tahun 1960, pendekatan baru maupun pengembangan dari pendekatan yang sudah ada
menjadi perhatian dalam pencarian teori pembentukan Tata Surya. Teori-teori yang lahir
sejak tahun 1960 adalah Teori Proto-planet (1960, 1988), Teori Akresi (1961), Teori Capture
(Penangkapan) (1964), Teori Nebula Matahari (1973) dan Teori Laplace Modern (1974).

Teori Proto-planet
Proto planet merupakan embrio planet didalam piringan yang tarik menarik satu sama
lainnya secara gravitasi dan bertubrukan. Proto planet akan saling mengganggu orbit satu
sama lainnya dan bertabrakan membentuk planet (terjadi coalesce yang membentuk planet).
Teori proto planet dikemukakan McCrea pada tahun 1960 dengan ide awal, pembentukan
bintang dan planet harus dipertimbangkan secara bersamaan. Tak mungkin pembentukan
planet dipertimbangkan tanpa memikirkan bagaimana bintang terbentuk. Untuk mendukung
idenya, McCrea kemudian membangun teori untuk mendukung keberadaan idenya tersebut.
Teori tersebut menunjukkan pembentukkan sebuah sistem, bintang dan planet. Teori ini juga
menunjukkan bagaimana bintang bisa memiliki sebagian besar massa dan planet-planet
memiliki sebagian besar momentum sudut sistem.

Titik awal yang digunakan McCrea adalah awan antar bintang yang terdiri dari gas dan debu
yang akan membentuk galactic cluster. Sekitar 1% massa awan berbentuk buiran sedangkan
sisanya merupakan campuran kosmik daro hidrogen dan helium. Asumsinya awan berada
dalam kondisi turbulensi supersonik. Tabrakan antar elemen terjadi didalamnya,
mengakibatkan hampir seluruh massa awan memiliki daerah yang dipadatkan dan berisi gas.
Dalam model awal pada tahun 1960, daerah yang dipadatkan tersebut disebut floccules
dengan massa 3 kali massa Bumi. Tahun 1988, McCrea memperbaharui modelnya dan
meningkatkan massa floccules menjadi lebih dari 100 kali massa Bumi dan kemudian
didesain ulang sebagai proto-planet. Istilah blob akan dipakai untuk kumpulan massa tersebut
sehingga dapat dibedakan dari proto planet, embrio (berasal dari coalesce blob) yang akan
mengalami keruntuhan dan membentuk planet.

Di dalam awan, terjadi tubrukan inelastik antar blob yang mengakibatkan terjadinya coalesce
dan blob tersebut akan bertumbuh menjadi kumpulan yang lebih besar. Di setiap daerah
dalam awan, akan ada satu objek (kumpulan hasil coalesce / gabungan blob yang lebih besar
dibanding materi dsekitarnya) di setiap daerah yang menjadi dominan dan menyerap hampir
semua blobs yang ada disekitarnya, dan pada akhirnya membentuk proto bintang. Proto
bintang ini akan memulai perjalanan evolusinya di Deret Utama. Blobs yang kemudian
menjadi proto bintang berasal dari berbagai arah, akibatnya momentum sudut yang
dihasilkan juga akan berasal dari hasil acak kontribusi salah satu blobs. Momentum sudut
yang hilang akan dimiliki oleh beberapa blob atau kumpulan blob yang sudah terakresi
menjadi satu, di orbit sekeliling proto bintang. McCrea menunjukkan dalam hal ini jumlah
blob atau kumpulan yang dibutuhkan kecil dan mendekati jumlah planet yang teramati saat
itu.

Planet raksasa seperti Jupiter diperkirakan terbentuk dari hasil coalesce sejumlah blob.
McCrea juga mengasumsikan semua proto planet pada awalnya lebih masif dibanding planet
yang tersisa saat ini dan tampaknya sebagian diantaranya mengalami kehilangan massa.
Dalam proses keruntuhan, proto planet akan menjadi tidak stabil dan pecah menjadi 2 bagian
dnegan perbandingan massa 8 : 1. Spin momentum sudut proto planet akan tampak sebagai
gerak relatif antara kedua fragmen yang mengitari pusat massa. Dalam gerakannya, fragmen
yang kurang masif akan memiliki gerak relatif 8 kali gerak fragmen yang lebih masif.

Kecepatan lepas di bagian terluar Tata Surya sangat kecil dan menurut McCrea kehilangan
massa yang terjadi hanya sedikit di daerah planet-planet utama dan meninggalkan sebagian
besar massanya (planet) tetap stabil berotasi dengan spin (putaran) yang cepat. Hasil lain dari
keruntuhan proto planet ke dalam 2 bagian kecil, kedua bagian tersebut akan terkondensasi
dan tertahan oleh fragmen yang lebih besar menjadi satelit dari sistem tersebut (fragmen
yang lebih besar merupakan planet yang terbentuk).

Proses yang berbeda terjadi di bagian dalam sistem. Asumsinya, pemisahan rotasi akan
mengambil alih setelah terjadinya pengumpulan materi dan terjadinya ketidakstabilan rotasiÂ
di inti. Disini objek akan terbentuk dan objek yang kecil ini tidak akan memiliki kecepatan
lepas yang cukup karena berada terlalu dekat dengan Matahari. Menurut McCrea pemisahan
inti yang membentuk planet tersebut adalah pasangan Bumi – Mars dan Merkurius – Venus.

Potensi Masalah yang dihadapi oleh teori ini, blobs haruslah stabil untuk beberapa lama
untuk bergabung dan membentuk proto bintang atau kumpulan-kumpulan kecil. Selain itu
harus ada demonstrasi yang menunjukkan kalau momentum sudut yang hilang setelah
terbentuk proto bintang memang diambil oleh orbit proto planet dan bukan hal lainnya.
Selain itu mekanisme dasar yang diberikan McCrea tidak menjelaskan sistem planet yang
datar dalam orbit lingkaran.

You might also like