Professional Documents
Culture Documents
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
atas karunia-Nya, Kami dapat menyelesaikan pemantauan pelaksanaan RAD PK Kota
Bandung pada Badan Publik yang ada di Kota Bandung melalui metode Citizen Report
Card Survey (CRC). Ada pun Badan Pubik yang dipilih pada pemantauan pelaksaan
RAD PK Kota Bandung melalui Survey CRC di Tahun 2010, adalah: Dinas Pendidikan
dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) di Kota Bandung.
Terimakasih sebesar-besarnya Kami sampaikan kepada pihak Kemitraan
untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia dan Direktorat Hukum dan
HAM Bappenas yang telah mempercayakan pelaksanaan kegiatan ini kepada
lembaga Kami. Patut pula Kami sampaikan terimakasih dan penghargaan kepada
Walikota dan Wakil Walikota Bandung beserta seluruh jajaran aparat di Pemerintah
Kota Bandung, khususnya Sekretaris Daerah, Kepala Bappeda Kota Bandung dan
Inspektorat Kota Bandung yang menyambut baik pelaksanaan Survey CRC ini. Ucapan
terima kasih Kami sampaikan juga kepada pihak Dinas Pendidikan dan BPPT Kota
Bandung, atas kesediaan dan kerjasama dalam pelaksanaan Survey CRC ini. Tidak
lupa Kami sampaikan penghargaan kepada warga/masyarakat Kota Bandung yang
telah bersedia menjadi responden dalam survey ini, karena sesungguhnya survey
dengan metoda CRC lebih menempatkan warga/masyarakat sebagai narasumber
utama dalam memberikan penilaian atas kualitas pelayanan yang telah mereka
terima dari Badan Publik yang ada di Kota Bandung
Kami menyadari bahwa Survey CRC masih terbatas dilakukan, sebagaimana
kesepakatan awal yang dibangun antara Lembaga Advoksi Kerakyatan dengan
Pemerintah Kota Bandung pada program SUCCES, bahwasanya Survey CRC akan
difokuskan dulu pada dua (2) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), yaitu: Dinas
Pendidikan dan BPPT Kota Bandung. Oleh karena itu, Kami berharap, hasil Survey
CRC ini dapat dijadikan masukan bagi upaya perubahan dan perbaikan dari layanan
publik di Dinas Pendidikan dan BPPT Kota Bandung. Selanjutnya secara bertahap dan
simultan, perlu diupayakan agar Survey CRC dapat dilaksanakan pada semua Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD), khususnya SKPD pelaksana Rencana Aksi Daerah
(RAD PK) Kota Bandung, sebagaimana yang tercantum di dalam Peraturan Walikota
Bandung No. 891 Tahun 2009 tentang Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi
(RAD PK) Kota Bandung, Tahun 2009 – 2013. Dengan demikian secara bertahap dan
terus menerus Pemerintah Kota Bandung beserta warga/masyarakatnya dapat
bersama-sama mendorong pengembangan sistem integritas dalam upaya
pencegahan korupsi pada Badan Publik yang ada di Kota Bandung.
Fridolin Berek
Direktur Eksekutif
Lembaga Advokasi Kerakyatan (LAK)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pada Tahun 2008, Kota Bandung telah dijadikan salah satu pilot project
bersama-sama dengan lima (5) kabupaten/kota lainnya yang ada di Negara Kesatuan
Republik Indonesia oleh Direktorat Hukum dan HAM, Bappenas Republik Indonesia
dan Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia untuk
melaksanakan proses penyusunan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi
(RAD PK) dan Citizen Report Card Survey. Atas fasilitasi dari Kemitraan dan Bappenas
dengan dibantu mitra lokal di Kota Bandung yakni Lembaga Advokasi Kerakyatan
(LAK), Pemerintah Kota Bandung berhasil menyusun dan menetapkan Rencana Aksi
Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD PK) ke dalam Peraturan Walikota Bandung No.
891 Tahun 2008 tentang Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD PK) Kota
Bandung, Tahun 2009 - 2013.
Setelah lewat dua tahun, maka dipandang perlu dilakukan evaluasi atas
capaian pelaksanaan rencana aksi daerah tersebut. Oleh karena itu pada Tahun
2010, Kota Bandung dipilih lagi menjadi pilot project bersama-sama dua (2) daerah
lain, yakni Kota Makasar dan Kota Denpasar, dalam pelaksanaan program SUCCES
yang merupakan kerjasama antara Direktorat Hukum dan HAM Bappenas dan
Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemeritahan di Indonesia
Salah satu kegiatan penting dalam skema pelaksanaan program SUCCES di
Kota Bandung adalah pemantuan pelaksanaan Rencana Aksi Daerah (RAD PK) melalui
metode Citizen Report Card Survey (CRC), pada beberapa Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) pelaksana dari RAD PK, sebagaimana termaktub dalam Peraturan
Walikota No. 891 Tahun 2008.
Atas kesepakatan bersama antara Kemitraan, Direktorat Hukum dan HAM
Bappenas dan Pemerintah Kota Bandung, khususnya Bappeda dan Inspektorat Kota
Bandung maka CRC difokuskan pada layanan publik pendidikan di Dinas Pendidikan
dan layanan perizinan di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung.
Ada pun lembaga mitra lokal yang dipilih oleh Kemitraan, Direktorat Hukum dan
HAM Bappenas dan Pemerintah Kota Bandung untuk melaksanakan Survey CRC ini
adalah Lembaga Advokasi Kerakyatan (LAK), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) yang memfokuskan diri pada upaya mendorong perbaikan tata pemerintahan
di daerah, terutama dalam hal perbaikan pelayanan publik, pencegahan korupsi dan
pemenuhan hak-hak dasar warga/masyarakat.
Pelaksanaan Survey CRC di Dinas Pendidikan Kota Bandung, difokuskan pada
layanan program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, sebagaimana
terlampir dalam Matriks Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD PK) Kota
Bandung. Sedangkan Survey CRC di BPPT Kota Bandung difokuskan pada layanan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB).
Survey CRC terhadap pelaksanaan atau penyaluran dana dari program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, dilakukan kepada dua kelompok
responden, yaitu: pihak sekolah yang mendapatkan dana bantuan pendidikan dari
program ini, sekaligus sebagai pengelola dana program dan orang tua siswa miskin
yang putra-putrinya sebagai penerima dana bantuan pendidikan dari program ini.
Secara umum, responden pihak sekolah maupun orang tua siswa miskin yang
putra-putrinya mendapatakan dana bantuan pendidikan dari program Bantuan Siswa
Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, menyatakan puas terhadap layanan program
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
bantuan pendidikan ini. Meski pun begitu masih terdapat beberapa catatan untuk
perbaikan kualitas layanan ke depan. Catatan pertama, berkenaan dengan proses
sosialisasi kebijakan atau program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
yang dinilai masih belum optimal. Oleh karena itu, diusulkan sosialisasi yang lebih
intensif dengan pilihan metode dan media yang lebih variatif dan aplikatif, serta
dapat diakses warga/masyarakat Kota Bandung dengan lebih mudah.
Catatan penting lainnya yang direkomendasikan untuk perbaikan kualitas
layanan ke depan antara lain, adalah:
Mengenai metode verifikasi dan validasi data siswa miskin sebagai penerima
dana bantuan pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah. Hal ini harus diawali dengan adanya kebijakan yang
mengatur koordinasi antara Dinas Pendidikan Kota Bandung, pihak sekolah
pada jenjang pendidikan menengah (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta) dan level
pemerintahan paling bawah di Kota Bandung (mulai dari tingkat RT/RW,
kelurahan dan kecamatan). Juga diperlukan adanya metode standar verifikasi
yang berlaku umum di setiap sekolah jenjang pendidikan menengah
(SMA/MA/SMK Negeri dan Swata) yang ada di Kota Bandung.
Terkait dengan penentuan kuota siswa miskin penerima dana bantuan
pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah,
masing-masing pihak sekolah jenjang pendidikan menengah yang ada di Kota
Bandung perlu dilibatkan sejak awal. Selain itu Dinas Pendidikan Kota
Bandung diharapkan membuat proyeksi jumlah siswa miskin berdasarkan
data yang lebih terpadu dan bekerjasama dengan instansi terkait (BPS Kota
Bandung, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandung, BPPKB Kota
Bandung, masing-masing pihak jenjang pendidikan wajib belajar Sembilan (9)
tahun (SMP/MTs) yang ada di Kota Bandung, dan masing-masing pihak
jenjang pendidikan menengah (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta) yang ada di
Kota Bandung) dan elemen warga/masyarakat pendidikan di Kota Bandung
Pengelolaan dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah,
dinilai masih kurang transparan. Untuk itu diperlukan perbaikan khususnya
pada penjadwalan pencairan dan keseluruhan proses pengelolaan dana
bantuan pendidikan dari program ini.
Survey CRC terhadap layanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dilakukan pada
para pemohon IMB di Tahun 2009. Sebagian besar dari responden yang mengurus
IMB di Tahun 2009 mengurus IMB untuk jenis rumah tinggal.
Berdasarkan hasil survey CRC ini, terungkap bahwa sesungguhnya
warga/masyarakat belum memahami secara utuh kebijakan layanan IMB. Hal ini
dapat dilihat dari besarnya prosentase responden survey (representasi
warga/masyarakat Kota Bandung) yang tidak mengetahui syarat, prosedur dan biaya
pengurusan IMB dikarenakan banyaknya responden (representasi warga/masyarakat
Kota Bandung) yang tidak pernah mendapatkan sosialisasi tentang kebijakan dan
layanan IMB.
Hal lain yang perlu menjadi catatan untuk dibahas lebih lanjut adalah
kenyataan yang menunjukkan bahwa lebih dari 89% responden survey (sebagai
representasi warga/masyarakat) memilih menggunakan jasa penghubung dalam
mengurus IMB. Bahkan pihak penghubung yang paling banyak digunakan oleh
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
responden adalah pegawai BPPT Kota Bandung dan Dinas Cipta Karya (Distarcip) Kota
Bandung. Sementara di pihak lain, pemohon (responden survey) yang mengurus IMB
secara langsung menyatakan masih ada pungutan tidak resmi (liar) di hampir semua
tahapan pengurusan IMB.
Atas berbagai penilaian tentang layanan IMB yang diperoleh melalui survey
ini, diusulkan beberapa agenda perbaikan sebagai berikut :
Perlu adanya peningkatan intensitas sosialisasi dengan pilihan metode dan
media yang mudah diakses warga/masyarakat Kota Bandung secara
keseluruhan.
Masih dibutuhkan peningkatan kompetensi petugas (front office) BPPT Kota
Bandung, agar dapat memberikan penjelasan yang detail tentang layanan
IMB.
Perlu dikembangkan mekanisme pemantuan yang efektif terhadap berbagai
praktek pungutan tidak resmi (liar) dan percaloan, serta penindakan tegas
terhadap pegawai/aparat yang melakukan praktek pungutan liar dan
percaloan pada layanan IMB.
Dalam rangka meningkatan pemahaman sekaligus partisipasi
warga/masyarakat untuk perbaikan layanan IMB maka diusulkan untuk
mengembangkan mekanisme pengaduan dan konsultasi. Melalui mekanisme
pengaduan, kontrol atau pengawasan warga/masyarakat akan berjalan efektif.
Sementara melalui proses konsultasi, diharapkan mampu meningkatkan pemahaman
warga/masyarakat secara lengkap tentang perizinan dan manfaatnya bagi penataan
ruang yang pro warga/masyarakat di Kota Bandung. Dengan demikian, pada
gilirannya baik pihak penyelenggara maupun pemohon secara bersama-sama dapat
mendorong pelaksanaan kebijakan publik secara lebih baik.
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sumber; Tabloid Lesung, III/04 November 2004. FPPM-Bandung
2
5 pokok masalah pelayanan publik di Indonesia dalam kertas Posisi Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3)
–Yappika. 2006
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Sedangkan hasil yang diharapkan dari pelaksanaan Survey CRC atas Layanan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di BPPT Kota Bandung, adalah:
Tingkat pemahaman warga/masyarakat Kota Bandung yang pernah
mengurus IMB tentang kebijakan Izin Mendirikan Bangunan
Tingkat pemahaman dan penilaian warga/masyarakat Kota Bandung
yang pernah mengurus IMB, tentang syarat, prosedur dan mekanisme
pelaksanaan layanan IMB di BPPT Kota Bandung
Tanggapan dan atau penilaian warga/masyarakat Kota Bandung yang
pernah mengurus IMB tentang proses penyelenggaraan layanan,
khususnya perilaku petugas pemberi layanan di BPPT Kota Bandung
Tanggapan dan penilaian warga/masyarakat Kota Bandung yang
pernah mengurus IMB tentang proses sosialisasi kebijakan dan tingkat
transparansi
Tanggapan dan penilaian warga/masyarakat Kota Bandung yang
pernah mengurus IMB tentang mekanisme pengaduan dan proses
konsultasi dari pelayanan IMB di BPPT Kota Bandung
efisiensi dan permasalahan yang dihadapi ketika mengurus atau pun menerima suatu
layanan dari penyelenggara layanan publik. Secara umum survey dengan Metode
CRC di Kota Bandung yang dilakukan oleh BIGS Tahun 2002 dan 2005, memberikan
gambaran tentang kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap layanan publik
yang mereka terima).
Citizen Report Card (CRC) sendiri bukanlah berbentuk opini, melainkan
kenyataan atau fakta yang dihadapi warga dalam memenuhi kebutuhan dasar atau
mendapatkan hak dasarnya melalui layanan jasa publik yang diberikan pemerintah,
baik itu pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Karena bukan opini,
kepuasan dan keluhan yang diungkapkan warga sebagai konsumen perlu
mendapatkan perhatian demi perbaikan layanan
Dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan, Metode CRC dapat digunakan
sebagai salah satu alat dalam memonitoring akuntabilitas. Oleh karena itu, CRC
wajibnya dibuat secara berkala oleh institusi atau lembaga pemerintah agar dapat
memperoleh umpan-balik dari masyarakat terhadap layanan yang mereka
selenggarakan. Metode CRC ini dapat dijadikan baseline untuk mengukur kemajuan
atau kemunduruan akuntabilitas layanan dari sisi konsumen. Selain itu hasil dari
Metode CRC juga dapat digunakan sebagai alat perbandingan (bencmarking) kualitas
layanan antara satu kota/kabupaten dengan kota/kabupaten lainnya.
3
Hal. 3 - 4, Buku Pelayanan Publik Dalam Persepsi Masyarakat, Hasil Survey Persepsi Masyarakat Dengan
Metode citizen Report Card di Lima Daerah Di Indonesia (Kota Denpasar, Kabupaten Jembrana, Kabupaten
Pemalang, Kota Magelang dan Kabupaten Indramayu) Tahun 2008
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
4
Hal. 39, Buku Membangun Sistem Integritas Dalam Pemberantasan Korupsi Di Daerah (Catatan Atas
Pengalaman Pengawalan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD PK) dan Pelaksanaan Citizen
Report Card (CRC) di Lima Daerah. Bappenas-Kemitraan.Desember 2008
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
pakar atau ahli yang lebih banyak menggambarkan dan menganalisis kualitas layanan
dari sudut pandang yang sifatnya normatif. Sementara itu masih belum banyak
dilakukan penelitian yang dapat menggambarkan fakta langsung yang diberikan oleh
masyarakat sebagai pengguna langsung dari layanan publik secara empiris. Dengan
kata lain, sebagian besar hasil penelitian tentang penyelenggaraan pelayanan publik
merupakan persepsi responden terhadap layanan publik. Di sini penentuan indikator
dan instrumen yang digunakan didasarkan atas teori, bukan fakta atau kebutuhan
masyarakat. Sehingga hasil yang dirumuskannya pun didasarkan pada interpretasi
seorang ahli dengan menggunakan bahasa ilmiah yang seringkali sulit dipahami dan
sulit diimplementasikan untuk mempengaruhi kebijakan atau memperbaiki kualitas
penyelenggaraan pelayanan publik. Sementara itu dalam prosesnya, penelitian
tersebut tidak banyak melibatkan masyarakat secara partisipatif, khususnya yang
mendapatkan atau merasakan langsung dari layanan publik yang disediakan oleh
badan publik atau penyelenggara layanan publik. Oleh karena itu, dapat dimengerti
apabila hasil penelitian tersebut kurang memberikan dampak secara langsung
kepada masyarakat.
Pada Metode CRC, penentuan indikator dan perumusan instrumen penelitian
didasarkan atas kebutuhan masyarakat yang dilakukan melalui focus group
discussion (FGD) atau survey pendahuluan terhadap layanan publik yang akan diteliti.
Mengapa dilakukan hal demikian? Argumentasi sederhananya adalah bahwa layanan
publik yang diberikan kepada masyarakat atau konsumen seharusnya mampu
memberikan layanan terbaik sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai
konsumen. Dengan demikian, kebutuhan masyarakat atau konsumen didasarkan atas
prinsip partisipasi. Partisipasi ini mencakup keseluruhan proses pemanfaatan jasa
layanan publik mulai dari informasi yang didapat (sosialisasi dan transparansi),
prosedur yang harus dilakukan, persyaratan yang harus dipenuhi dan juga waktu
serta biaya yang dibutuhkan. Oleh karenanya, hasil Survey CRC tidak hanya berupa
persepsi dan interpretasi yang didasarkan pada teori, akan tetapi berupa gambaran
atau fakta empiris yang diberikan oleh masyarakat sebagai konsumen langsung dari
jasa layanan publik.
5
Hal. 40, Buku Membangun Sistem Integritas Dalam Pemberantasan Korupsi Di Daerah (Catatan Atas
Pengalaman Pengawalan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD PK) dan Pelaksanaan Citizen
Report Card (CRC) di Lima Daerah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
masyarakat dengan keinginan dari pemerintah. Selain itu FGD dalam CRC
ditujukan juga untuk mengidentifikasikan dan merumuskan indicator
instrument penelitian yang akan digunakan dalam survey. Untuk itu FGD
dapat dilakukan dengan 2 tahap, pertama FGD khusus untuk provider
(penyedia jasa layanan) dan FGD khusus untuk customer (masyarakat
pengguna jasa layanan). Pemisahan pelaksanaan FGD CRC ini
dimaksudkan agar eksploitasi kebutuhan atau harapan dari masing-
masing stakeholders dapat diakomodasikan secara maksimal
FGD CRC dengan provider, dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
jenis jasa layanan yang diberikan, karateristik pelayanan, karateristik
pelanggan atau konsumen jasa layanan, cakupan layanan, mekanisme
serta tata laksana pelayanan. Sedangkan FGD dengan pelanggan atau
konsumen, berfungsi untuk mengidentifikasi kebutuhan atau harapan
konsumen, masalah yang sering dialami konsumen dan lain-lain
2. Tahap pelaksanaan
Keluaran yang diperoleh dari tahap pelaksanaan survey secara
keseluruhan adalah:
Data tingkat penggunaan
Data tingkat kepuasan
Data peringkat tingkat penggunaan dan tingkat kepuasan
Masalah-masalah atau keluhan
Pemetaan data pada masing-masing wilayah survey
3.417
n= = 221,354 = 221
15,437
Berdasarkan perhitungan sampel di atas, jumlah sampel yang dibutuhkan
sebanyak 221 responden, namun dalam pelaksanaannya jumlah sampel yang
digunakan sebanyak 250 responden. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kualitas
hasil survey, terutama dalam mengantisipasi kekurangan data lapangan. Berdasarkan
penetapan total sampel 250 responden, maka dilakukan perhitungan proporsi
sampel pada masing-masing daerah yang disurvey. Hasil perhitungan proporsi
sampel ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
BAB II
SASARAN PELAKSANAAN CITIZEN REPORT CARD
SURVEY DI KOTA BANDUNG
TAHUN 2010
Citizen report card (CRC) yang dilaksanakan di Kota Bandung pada Tahun
2010, mengambil locus penelitian di dua SKPD (Badan Publik) yang memberikan
layanan publik bagi warga/masyarakat Kota Bandung. Kedua SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah) tersebut adalah: Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) dan
Dinas Pendidikan Kota Bandung. Berikut adalah gambaran mengenai kedua SKPD
yang menjadi locus pelaksanaan Survey CRC di Kota Bandung Tahun 2010.
6
Hal. 1, Buku Selayang Pandang Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Pada Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bandung
7
Hal. 3, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota
Bandung Tahun 2010
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
8
Hal. 3 dan 4, Buku Selayang Pandang Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Pada Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bandung
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Gambar. 2.1. Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Sesuai
Dengan Perda Kota Bandung No. 12 Tahun 2009
Kepala Badan
Bagian Tata
Usaha
Adapun penjelasan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing jabatan atau
posisi yang ada pada struktur oraganisasi dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu,
adalah sebagai berikut:
1. Kepala Badan
Tugas pokok dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, adalah
melaksanakan sebagian kewenangan daerah di bidang pelayanan perizinan.
Oleh karena itu, untuk melaksanakan tugas pokok dari Badan, maka fungsi
dari Kepala Badan adalah:
a) Perumusan kebijakan teknis di bidang pelayanan perizinan
terpadu
b) Perencanaan, penyusunan, pengkoordinasian, pelaksanaan
dan penyelenggaraan program dan kegiatan pelayanan dan
pendaftaran perizinan
c) Pelaksanaan pelayanan teknis dan ketatausahaan badan
d) Pembinaan dalam upaya peningkatan kinerja sumber daya
manusia di lingkungan BPPT9
2. Kepala Bagian Tata Usaha
Tugas pokok dari Kepala Bagian Tata Usaha, adalah: melaksanakan
sebagian tugas Badan Pelayanan Perizinan Terpadu di bidang
ketatausahaan. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, maka Bagian Tata
Usaha memiliki fungsi sebagai berikut:
a) Pengkoordinasian tugas-tugas pelayanan admnistrasi tiap-tiap
bidang beserta seluruh komponen yang ada di lingkungan
Badan
b) Melaksanakan dan menyusun rencana pengelolaan
ketatausahaan Badan
9
Hal. 5, Dokumen Rencana Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung Tahun 2011
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
11
Hal. 7, Dokumen Rencana Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung Tahun 2011
12
Hal. 8, Dokumen Rencana Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung Tahun 2011
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
8. Kepala Bidang III (Urusan Penataan Ruang, Sub Bidang Bangunan, Sub Bidang
Konstruksi dan Urusan Pertanahan)
Tugas pokok dari Bidang III adalah: melaksanakan sebagian tugas
BPPT dalam pelayanan, pendaftaran serta pengolahan dan penerbitan
perizinan bidang penataan ruang, pekerjaan umum sub bidang bangunan,
sub bidang konstruksi dan pertanahan. Untuk melaksanakan tugas pokok
tersebut.
Bidang III mempunyai fungsi adalah sebagai berikut:
a) Merencanakan dan menyusun program di bidang penataan
ruang, pekerjaan umum sub bidang bangunan, sub bidang
konstruksi dan pertanahan
b) Menyusun petunjuk teknis bidang penataan ruang, pekerjaan
umum sub bidang bangunan, sub bidang konstruksi dan
pertanahan
c) Pengkoordinasian penyelenggaraan tugas-tugas di bidang
penataan ruang, pekerjaan umum sub bidang bangunan, sub
bidang konstruksi dan pertanahan
d) Melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan
bidang penataan ruang, pekerjaan umum sub bidang
bangunan, sub bidang konstruksi dan pertanahan 13
9. Kepala Bidang IV (Urusan Perhubungan, Komunikasi dan Informatika)
Tugas pokok dari Bidang IV adalah: melaksanakan sebagian tugas
BPPT di bidang pelayanan perizinan perhubungan, komunikasi dan
informasi. Adapun fungsi dari Bidang IV, dalam melaksanakan tugas pokok
tersebut, adalah:
a) Merencanakan dan menyusun program di bidang pelayanan
perizinan perhubungan, komunikasi dan informasi
b) Menyusun petunjuk teknis bidang pelayanan perizinan
perhubungan, komunikasi dan informasi
c) Melakukan pengkoordinasian penyelenggaraan tugas-tugas di
pelayanan perizinan perhubungan, komunikasi dan informasi
d) Melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan
pelayanan perizinan perhubungan, komunikasi dan informasi14
Ruang lingkup dari pelayanan perizinan yang disediakan oleh Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu ini adalah:
1) Pemberian perizinan baru
2) Perubahan perizinan
3) Perpanjangan/herregistrasi/daftar ulang perizinan
4) Pemberian salinan perizinan
5) Pembatalan perizinan
6) Penolakan perizinan
7) Legalisasi perizinan
13
Hal. 9, Dokumen Rencana Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung Tahun 2011
14
Hal. 10, Dokumen Rencana Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung Tahun 2011
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
pengairan dan lingkungan hidup dan perizinan usaha. Perizinan dalam pemanfaatan
tata ruang terdiri dari:
1) Izin Lokasi
2) Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT)
3) Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Ada pun prosedur atau tahapan pelayanan perizinan pada Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung, adalah:
1. Pendaftaran
1) Pemohon mendapatkan informasi dari petugas pelayanan tentang izin
yang dimohon
2) Pemohon mengisi formulir permohonan yang telah disediakan dan
melengkapi persyaratan yang ditetapkan
3) Petugas di loket pelayanan melakukan pemeriksaan berkas
permohonan dan kelengkapan persyaratan perizinan
4) Berkas permohonan tidak lengkap, maka berkas dikembalikan kepada
pemohon untuk dilengkapi sesuai ketentuan yang berlaku
2. Pengolahan
1) Petugas pelayanan dan pendaftaran melakukan pendataan dan
mencetak tanda terima permohonan
2) Berkas permohonan diteruskan kepada petugas pengolahan dan
penerbitan oleh petugas pendaftaran
3) Petugas pengolahan dan penerbitan berwenang menentukan proses
berkas perizinan yang memerlukan kajian teknis atau dapat
dilanjutkan tanpa melalui kajian teknis
3. Pengkajian Berkas
A. Dalam hal berkas permohonan perizinan melakukan kajian dari Tim
Teknis, ditempuh langkah-langkah operasional sebagai berikut:
1) Petugas pengolahan dan penerbitan menyampaikan
permintaan tertulis kepada Tim Teknis untuk melakukan
pemeriksaan teknis
2) Petugas administrasi Tim Teknis melakukan penjadwalan dan
perencanaan untuk melakukan pemeriksaan lapangan
3) Tim Teknis melakukan pemeriksaan lapangan dan/atau
pembahasan yang dilanjutkan dengan pembuatan berita acara
pemeriksaan
4) Hasil pemeriksaan teknis yang dilakukan oleh Tim Teknis
dituangkan dalam berita acara pemeriksaan dan
direkomendasikan
B. Jika hasil rekomendasi Tim Teknis menyatakan bahwa perizinan
ditolak atau ditangguhkan prosesnya karena memerlukan
penyesuaian persyaratan teknis, maka:
1) Petugas administrasi Tim Teknis menyampaikan kepada
petugas pengolahan dan penerbitan bahwa perizinan yang
domohonkan, ditolak atau ditangguhkan
2) Petugas pengolahan dan penerbitan membuat surat penolakan
atau menangguhkan proses perizinan dan diteruskan kepada
Sekretariat Badan untuk dilakukan penomoran dan
pengarsipan
3) Sekretariat Badan meneruskan surat penolakan atau
penangguhan proses perizinan kepada petugas pengambilan
berkas untuk disampaikan kepada pemohon
4. Penerbitan Izin
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
secara lisan, tulisan dan media lain yang disediakan BPPT di loket. Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu Kota Bandung, akan menindaklanjuti pengaduan tersebut
selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak pengaduan diterima.
Selain itu Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung juga
menyediakan papan informasi yang berisikan rincian biaya, persyaratan dan
prosedur yang harus ditempuh warga dalam mengurus perizinan di ruang tunggu
Badan. Informasi biaya pengurusan izin, menjelaskan juga nilai atau nominal yang
harus dibayarkan oleh warga ketika mengurus izin dan tata cara perhitungan dari
biaya yang dikenakan. Untuk informasi persyaratan dan prosedur, selain disediakan
di ruang tunggu, dapat juga di lihat di website BPPT, yaitu: www.boss.go.id,
Di ruang tunggu Badan, selain disediakan papan informasi, juga disediakan
komputer touch screen. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bandung juga
dilengakapi dengan mobile service, yang berfungsi untuk melakukan sosialisasi
keliling terhadap jenis-jenis layanan dan prosedur pengurusan layanan perizinan
yang disediakan
Guna melakukan evaluasi dan control terhadap Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu (PPTSP) yang di selenggarakan BPPT Kota Bandung, maka pihak Badan
menyediakan akses bagi pemohon untuk memantau proses perizinan melalui
website di: www.boss.go.id atau melalui sms gateway.
Selain itu secara berkala BPPT Kota Bandung juga melakukan survey kepuasan
pelanggan secara langsung lewat penyebaran angket/kuestioner, internet maupun
sms gateway.
Mengenai retribusi izin mendirikan bangunan sendiri di Kota Bandung, diatur
oleh Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung No. 24 Tahun 1998
tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang disempurnakan lagi melalui
Peraturan Walikota Bandung No. 550 Tahun 2008 tentang Prosedur
Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP). Dalam Perwal
Bandung No. 550 Tahun 2008, pasal 1 ayat 27, dijelaskan yang dimaksud dengan izin
mendirikan bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah izin yang diterbitkan
untuk kegiatan mendirikan bangunan. Sasaran/objek dari IMB adalah: Setiap
orang/badan hukum yang mendirikan bangunan dan atau bangun bangunan. Yang
termasuk jenis bangun bangunan dari layanan ijin mendirikan bangunan, adalah: 15
Pagar
Menara
Bangunan
Bangunan Reklame
SPBU
Kolam Renang
Lapangan Olahraga Terbuka
Instalasi Pengolahan Air
Perkerasan Halaman
Turap (tembok penahan tanah)
Sumur
Instalasi/Utilitas
Jembatan
15
Hal. 30, Lampiran Peraturan Walikota Bandung No. 550 Tahun 2008 tentang Prosedur Penyelenggaraan
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Reservoar
Sedangkan untuk masa berlaku dari izin mendirikan bangunan (IMB), adalah:
selama bangunan berdiri dan tidak mengalami perubahan. Adapun persyaratan
yang harus dipenuhi ketika akan mengurus izin mendirikan bangunan (IMB), adalah: 16
1. Untuk Bangunan Rumah Tinggal
a. Mengisi dan menandatangani formulir permohonan
b. Photocopy bukti kepemilikan tanah
c. Salinan akta pendirian untuk pemohon Berbadan Hukum
d. Surat pernyataan/perjanjian penggunaan tanah bagi pemohon yang
menggunakan tanah bukan miliknya
e. Surat kuasa pengurusan apabila dikuasakan
f. Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT)
g. Gambar rencana teknis bangunan skala 1 : 100 (4 rangkap)
h. Gambar dan perhitungan konstruksi beton/baja apabila bertingkat (2
rangkap)
i. Gambar instalasi listrik, air minum, air kotor, dan sebagainya
j. Photo copy KTP pemohon izin
k. Bukti pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) terakhir
16
Hal. 30, Lampiran Peraturan Walikota Bandung No. 550 Tahun 2008 tentang Prosedur Penyelenggaraan
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Bangunan dengan bentang atau lebar sampai dengan 18
meter, selama 19 hari
3) Bangunan Bertingkat 2 Lantai Yang Dibebaskan Dari Perhitungan
Konstruksi, selama 36 hari
4) Bangunan Bertingkat atau Tidak Bertingkat Yang Memerlukan
Rencana Konstruksi, selama 36 hari
5) Bangunan Yang Memerlukan Perlengkapan, selama 42 hari
6) Bangunan Bertingkat Diatas 3 Lantai, selama 50 hari
7) Bangunan Khusus/Tertentu, selama 60 hari17
Berikut ini adalah perhitungan besaran tarif retribusi bangunan yang
dikenakan, meliputi:
1) Bangunan satu (1) lantai : Luas x Tarif Dasar x 1%
a. Perbaikan bangunan : Luas x Tarif Dasar x 0,5%
b. Pembongkaran bangunan: Luas x Tarif Ongkos
2) Bangunan vertical (> 5M) dan dianggap dua (2) lantai, dengan
koefisien lantai:
a. Basement : 1,200
b. Lantai Dasar : 1,000
c. Lantai II : 0,090
d. Lantai III : 1,120
e. Lantai IV : 1,135
f. Lantai V : 1,162
g. Lantai VI : 1,197
h. Lantai VII : 1,236
i. Lantai VIII : 1,265
j. Selanjutnya ditambah 0,03 untuk setiap kenaikan satu (1) lantai
17
Hal. 31, Lampiran Peraturan Walikota Bandung No. 550 Tahun 2008 tentang Prosedur Penyelenggaraan
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
18
Hal. 1 dan 2, Dokumen Rencana Strategis Dinas Pendidikan
Kota Bandung Tahun 2009 - 2013
19
Hal. ii, Dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) Dinas Pendidikan Kota Bandung Tahun 2009
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
b. Sekretariat, membawahi:
1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
2. Sub Bagian Program
3. Sub Bagian Keuangan
c. Bidang Pendidikan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar (PTKSD),
membawahi:
1. Seksi Manajemen dan Sarana Prasarana
2. Seksi Kurikulum dan Sistem Pengujian
3. Seksi Pengembangan Tenaga Pendidik dan Kesiswaan
d. Bidang Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (PSMP), membawahi:
1. Seksi Manajemen dan Sarana Prasarana
2. Seksi Kurikulum dan Sistem Pengujian
3. Seksi Pengembangan Tenaga Pendidik dan Kesiswaan
e. Bidang Pendidikan Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan (PSMAK),
membawahi:
1. Seksi Manajemen dan Sarana Prasarana
2. Seksi Kurikulum dan Sistem Pengujian
3. Seksi Pengembangan Tenaga Pendidik dan Kesiswaan
f. Bidang Pendidikan Non Formal dan Informal
1. Seksi Pendidikan Anak Usia Dini dan Kesetaraan
2. Seksi Kursus dan Kelembagaan
3. Seksi Pendidikan Masyarakat dan Seni Budaya
g. Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD)
h. Kelompok Jabatan Fungsional20
20
Hal. 2 dan 3, Dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) Dinas Pendidikan Kota Bandung Tahun 2009
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Sementara pada pasal 3 dari Perwal Bandung No. 177 Tahun 2010,
menerangkan tentang asas penerimaan peserta didik baru, adalah:
a. Obyektivitas, bahwa penerimaan peserta didik, baik peserta didik baru
maupun pindahan harus memenuhi ketentuan umum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Sedangkan sistem penerimaan peserta didik baru Tahun Ajaran 2010 – 2011,
ditentukan dengan sistem kluster yang berbasis rayonisasi (pasal 4 ayat 1). Pasal 4
ayat 2, menerangkan yang dimaksud dengan sistem kluster sekolah berbasis
rayonisasi adalah pengelompokkan sekolah pada SMP/MTs Negeri dan SMA/MA
Negeri berdasarkan passing grade penerimaan peserta didik baru dan/atau hasil UN
tahun sebelumnya, dengan pertimbangan lokasi/rayon sekolah, serta mutu
proses/kinerja sekolah dan/atau pertimbangan lainnya. Untuk penetuan kelompok
kluster, ditetapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan (pasal 4 ayat 3)
Pada pasal 6 ayat 1 Perwal Bandung No. 177 Tahun 2010, menyebutkan
bahwasannya jalur seleksi untuk penerimaan peserta didik baru, meliputi: akademis
dan non akademis. Pasal 6 ayat 2 menerangkan seleksi melalui jalur akademis,
berupa tes tertulis atau pemeringkatan terhadap:
a. Nilai UASBN, yaitu jumlah nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia,
Matematika dan IPA untuk SMP/MTs
b. Nilai UN, yaitu jumlah nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Matematika dan IPA untuk SMA
c. Hasil pembobotan nilai UN dan UAS pada mata pelajaran yang
disesuaikan dengan ciri khas program SMK serta tes khusus yang
ditetapkan oleh Kepala Dinas
Masih pada pasal yang sama, yaitu: pasal 6 ayat 3, menjelaskan mengenai
seleksi melalui jalur non akademis, terbagi dua, yaitu: jalur prestasi/bakat istimewa
dan peserta didik tidak mampu. Seleksi melalui jalur non akademis berdasarkan
prestasi/bakat istimewa, dapat berupa pemeringkatan dan/atau pembobotan
terhadap penghargaan dan sertifikasi peserta didik serta uji kompetensi (pasal 6 ayat
4). Untuk seleksi jalur non akademis, bagi peserta didik tidak mampu, dapat berupa
pendataan terhadap keadaan social ekonomi orangtua peserta didik (pasal 6 ayat 5)
Perwal Bandung No. 177 Tahun 2010, juga mengatur mengenai kuota
penerimaan peserta didik baru, meliputi:
a. Kuota calon peserta didik yang berasal atau berdomisili di luar daerah
(pasal 7, ayat 1, huruf a)
b. Kuota calon peserta didik jalur non akademis yang terdiri atas jalur
prestasi dan jalur khusu bagi yang tidak mampu (pasal 7, ayat 1, huruf b)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Adapun kuota jalur non akademsi untuk penerimaan peserta didik baru
Tahun Pelajaran 2010/2011 tingkat SMA/MA/SMK, adalah 10% dari daya tampung,
dengan ketentuan untuk jalur prestasi dan jalur tidak mampu prosentasenya sesuai
dengan perbandingan jumlah pendaftar, sedangkan untuk SMA RSBI, kuota 10%
tersebut dihitung dari jumlah peserta didik yang mengikuti kelas reguler 21
21
Hal 16 dan 21, Lampiran I Kep. Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung No. 422.1/1209-Sekrt/2010 tentang
Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru Pada TK, Raudhatul Athfal, Sekolah dan Madrasah Tahun
Pelajaran 2010/2011 Di Kota Bandung
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Anggaran 2009
24
Hal. 5 dan 6, Lampiran I dari Perwal Bandung No. 570 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penyaluran/Pemberian Dana Hibah Kependidikan Untuk Siswa dan Warga Belajar di Kota Bandung Tahun
Anggaran 2009
25
Hal. 9, Lampiran I dari Perwal Bandung No. 570 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penyaluran/Pemberian Dana Hibah Kependidikan Untuk Siswa dan Warga Belajar di Kota Bandung Tahun
Anggaran 2009
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
26
Hal. 13 s.d 15, Lampiran I dari Perwal Bandung No. 570 Tahun 2009
tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyaluran/Pemberian Dana Hibah
Kependidikan Untuk Siswa dan Warga Belajar di Kota Bandung Tahun Anggaran 2009
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
BAB III
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Tabel 3.1. Sebaran Sekolah Sebagai Responden Survey CRC Dari Program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Bawaku Sekolah Di 6 Wilayah
NO WILAYAH JUMLAH SEKOLAH JUMLAH RESPONDEN
1 Ujung Berung 9 16
2 Tegalega 12 24
3 Bojonegara 10 19
4 Cibeunying 13 22
5 Karees 14 19
6 Gedebage 8 15
TOTAL 66 115
B. Hasil Survey
1. Identitas Responden
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Total responden yang disurvey berjumlah 115 orang, terdiri dari kepala
sekolah/wakil kepala sekolah/bagian tata usaha sekolah/wali kelas. Adapun
pembagian profil responden secara detail berdasarkan komposisi: jabatan/posisi di
sekolah, tingkat pendidikan responden, dan pangkat/golongan
a) Komposisi Responden Pihak Sekolah Berdasarkan Jabatan/Posisi Di Sekolah
Responden dari pihak sekolah yang diwawancara terdiri dari kepala
sekolah/wakil kepala sekolah/wali kelas/bagian tata usaha sekolah. Keempat unsur
ini dianggap memiliki keterlibatan yang sangat penting dalam pelaksanaan dan
pengelolaan dana dari program/kebijakan Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Bawaku
Sekolah di masing-masing sekolah. Akan tetapi, dari beberapa sekolah yang disurvey,
tidak semua kepala sekolah sebagai penanggung jawab utama dari pelaksanaan
program/kebijakan dan pengelolaan dana Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Bawaku
Sekolah bersedia diwawancara dan memberikan penjelasan yang lengkap
mengenai pelaksanaan dan pengelolaan program/kebijakan ini.
Sebagian kepala sekolah, merasa bukan sebagai penanggung jawab
sehingga tidak memiliki informasi yang cukup untuk dapat menjelaskan mengenai
pelaksanaan dan pengelolaan dana program/kebijakan Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/Bawaku Sekolah.
Tabel 3.2 menjelaskan hasil Survey CRC pada program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/Bawaku Sekolah, dimana dari 115 total sampel yang disurvey, 35% atau sekitar
40 orang responden yang mau diwawancara terkait dengan program/kebijakan ini,
merupakan kepala sekolah. Gambaran lebih lanjut, dapat dilihat pada Tabel 3.2
dibawah ini.
Bagan 3.3 Tahun Ajaran Dimana Pihak Sekolah Menerima Dana Program Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Grafik 3.3 Jenis Media Sosialisasi Yang Digunakan Bagi Program Bantuan Siswa
Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
maupun Swasta) di Kota Bandung, sebelum pelaksanaan Suvey CRC dilakukan. Pada
FGD tersebut, beberapa kepala sekolah mengemukakan ketidakjelasan alasan atau
mekanisme yang digunakan Dinas Pendidikan Kota Bandung dalam menetapkan
kuota siswa miskin yang akan mendapatkan bantuan dana pendidikan di masing-
masing sekolah.
Ini dikarenakan, antara kuota yang diajukan pihak sekolah dengan kuota yang
disetujui oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung seringkali tidak memuaskan pihak
sekolah. Misalnya: SMA Negeri A, mengajukan 100 nama siswa miskin sebagai
penerima program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah di Tahun
Anggaran 2010 – 2011 kepada Dinas Pendidikan Kota Bandung. Akan tetapi ketika
penetapan kuota dan penetapan besaran dana bagi siswa miskin yang bersekolah
di SMA Negeri A, Dinas Pendidikan kota Bandung hanya memberikan untuk 15
anak dan tanpa diiringi dengan penjelasan atau argumen kenapa hal tersebut bisa
terjadi.
Selain permasalahan kuota, ketidakjelasan lain yang dirasakan oleh
responden pihak sekolah pada Survey CRC kali ini, terkait dengan ketidakpastian
dari jadwal pencairan dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah. Seringkali dana tersebut baru dicairkan kerekening sekolah setelah proses
belajar mengajar berjalan lebih dari satu semester, bahkan beberapa sekolah baru
dicairkan dana program tersebut ditahun ajaran berikutnya.
Tabel 3.4 Jawaban Responden Pihak Sekolah Terkait Kejelasan Materi Sosialisasi
Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
NO MATERI SOSIALISASI BAWAKU DARI DIKNAS JELAS PERSENTASE TIDAK JELAS PERSENTASE
A Besaran dana 113 98% 2 2%
B Jadwal pelaksanaan 87 76% 28 24%
C Kriteria penerima program 113 98% 2 2%
D Prasyarat dan syarat penerima program 108 94% 7 6%
E Mekanisme penyaluran dana dari Pemerintah Kota 104 90% 11 10%
F Mekanisme penetapan kuota siswa miskin 66 57% 49 43%
G Jadwal pencairan 61 53% 54 47%
H Peruntukkan atau pemanfaatan dana 113 98% 2 2%
Bagan 3.4 Tingkat Kepuasan Responden Pihak Sekolah Terhadap Informasi dan
Sosialisasi Dari Dinas Pendidikan Kota Bandung Akan Program Bantuan Siswa
Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Bagan 3.5 Pengetahuan Responden Pihak Sekolah Akan Penerapan Kuota 10% Bagi
Penerimaan Siswa Didik Baru Melalui Jalur Non Akedemik (Bagi Siswa Berprestasi
dan Siswa Miskin)
sekolah ditanya tentang ada atau tidak adanya data siswa miskin di sekolah masing-
masing. Sembilan puluh lima persen (95%) responden pihak sekolah mengatakan
bahwa data tersebut tersedia. Meski tidak dapat dipungkiri bahwa data tersebut
masih perlu diverifikasi. Hal ini terungkap juga dalam FGD perumusan indikator,
dimana jumlah siswa yang mendaftar pada saat Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB) dengan menggunakan jalur non akademik (jalur prestasi dan siswa miskin)
melampaui kuota yang ditentukan oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung. Hal inilah
yang oleh pihak sekolah sempat dipertanyakan tentang bagaimana Dinas Pendidikan
Kota Bandung dapat menentukan kuota. Walau demikian, data siswa miskin dapat
diperoleh di tiap-tiap SMA/SMK/MA di Kota Bandung.
Bagan 3.6 Kepemilikan Database Siswa Miskin (Berasal Dari Keluarga Tidak
Mampu/Prasejahtera I dan II)
Bagan 3.7 Jawaban Responden Pihak Sekolah Terkait Pembentukan Tim Pendataan
Siswa Miskin Di Sekolah
Yang membedakan adalah jumlah siswa miskin yang menjadi penerima dana bantuan
di masing-masing sekolah dan berapa frekuensi sekolah menerima dana program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah.
Dalam focus group discussion (FGD) yang dilakukan sebelum pelaksanaan
Survey CRC, terungkap bahwa masih banyak siswa miskin di SMA/MA/SMK di Kota
Bandung yang belum menerima bantuan dana pendidikan melalui program Bantuan
Siswa Miskin/BAWAKU Sekolah, dikarenakan jumlah siswa miskin yang diusulkan
tidak semua disetujui oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung, walaupun Pihak Sekolah
telah melakukan verifikasi data terlebih dahulu.
Bagan 3.8 Hubungan Antara Kuota Siswa Miskin Dengan Penerimaan Program
Bantuan Siswa Miskin/BAWAKU Sekolah
Bagan 3.9 Jawaban Responden Pihak Sekolah Mengenai Penentuan Kuota Siswa
Miskin Yang Akan Menerima Dana Program Bantuan Siswa Miskin/BAWAKU
Sekolah.
d) Jumlah Siswa Miskin Yang Menerima Dana Program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah Di Kaitkan Dengan Jumlah Keseluruhan Siswa
Miskin yang Bersekolah Di SMA/SMK Yang Menjadi Sampel Survey
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Bagan 3.11 Jawaban Responden Pihak Sekolah Mengenai Ada/Tidaknya Biaya Yang
Harus Dikeluarkan Saat Mengajukan/Mengurus Program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah
yang bersekolah disekolah mereka dan tidak menjadi penerima dana program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Bagan 3.12 Tingkat Kepuasan Responden Pihak Sekolah Terhadap Kuota Siswa
Miskin Penerima Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Yang Ditetapkan Oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung
Bagan 3.14 Tingkat Pengetahuan Responden Pihak Sekolah Mengenai Jadwal Tetap
Pencairan Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Bagan 3.16 Tingkat Kepuasan Responden Pihak Sekolah Terhadap Pencairan Dana
Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pada pasal 81, ayat 1 Peraturan Walikota Bandung No. 15 Tahun 2008
tentang penyelenggaraan pendidikan, disebutkan bahwasannya pembiayaan
pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasional dan biaya personal.
Sedangkan komponen dari biaya operasional sekolah itu sendiri (pasal 81,
ayat 7 Peraturan Walikota Bandung No. 15 Tahun 2008), meliputi:
a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang
melekat pada gaji
b. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai
c. Biaya operasional pendidikan tidak langsung, seperti daya listrik, jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebainya
Dari sekian banyak komponen biaya operasional sekolah, bantuan dana
pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, faktanya
tidak mampu menutupi seluruh kebutuhan biaya persiswa setiap tahunnya. Karena
dana yang disediakan bagi program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
persiswa setiap tahunnya berdasarkan Peraturan Walikota Bandung No. 570 Tahun
2009 tentang petunjuk pelaksana penyaluran/pemberian dana hibah kependidikan
untuk warga belajar dan siswa di Kota Bandung Tahun Anggaran 2009, hanyalah:
a. Untuk jenjang pendidikan SMA/MA, dana yang disediakan pada program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah adalah: Rp.
1.000.000/siswa/tahun
b. Untuk jenjang pendidikan SMK, dana yang disediakan pada program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah adalah: Rp.
1.500.000/siswa/tahun
Dengan besaran dana seperti yang telah dijelaskan diatas, maka pengelolaan
dan pemanfaatan dana disesuaikan oleh sekolah masing-masing. Sebagian besar
sekolah mengalokasikan dana dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah untuk Dana Sumbangan Pembangunan (DSP) dan Sumbangan Pelaksanaan
Pendidikan (SPP).
Grafik 3.6 Alokasi Dana Dari Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah Yang Diterapkan Pihak Sekolah (Berdasarkan Jawaban Dari Responden
Pihak Sekolah Pada Survey CRC)
Seluruh responden pihak sekolah yang menjadi sampel dari Survey CRC
memastikan tidak adanya pemotongan terhadap dana program Bantuan Siswa
Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah. Artinya jumlah dana bantuan pendidikan dari
program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah yang ditransfer ke
rekening sekolah atau pengurus yayasan dan sesuai dengan kuota siswa miskin
yang disetujui Dinas Pendidikan Kota Bandung, masuk seluruhnya tanpa ada
pemotongan dari pihak manapun.
Grafik 3.7 Usaha atau Cara yang Dilakukan Sekolah untuk Menutupi Kekurangan
Biaya Operasional Dari Siswa Miskin
5. Kelembagaan
a) Jawaban Responden Pihak Sekolah Tentang Ada/Tidaknya Tim Khusus
untuk Mengelola Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah
Sembilan puluh tiga persen (93%) responden pihak sekolah yang menjadi
sampel dari Survey CRC menyatakan bahwa pihak sekolah mereka membentuk tim
khusus untuk mengelola dana dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah.
Pembentukan tim khusus bagi pengelolaan dana di tingkat sekolah
dimaksudkan untuk mengorganisir kegiatan, mulai dari proses pendataan siswa
miskin, verifikasi data, sosialisasi mengenai program ini kepada siswa dan orang tua,
sampai dengan proses pelaporan akhir pelaksanaan program ke Dinas Pendidikan
Kota Bandung.
Bagan 3.19 Jawaban Responden Pihak Sekolah Tentang Ada/Tidaknya Tim Khusus
untuk Mengelola Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Bagan 3.21 Tingkat Pendidikan Responden Orang Tua Siswa Pada Survey CRC Dana
Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Bagan 3.22 Mata Pencaharian atau Pekerjaan dari Responden Orang Tua Siswa
Miskin
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Grafik 3.9 Tingkat Pengetahuan Responden Orang Tua Siswa Miskin Terhadap
Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah dan Program-Program
Bantuan Pendidikan Lainnya
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Bagan 3.23 Jawaban Responden Orang Tua Siswa Miskin Tentang Pernah/Tidak
Pernahnya Responden Mendapatkan Informasi Lengkap Mengenai Program
Bantuan siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Grafik 3.11 Jawaban Responden Orang Tua Miskin Mengenai Jenis Informasi Yang
mereka terima Terkait Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
d) Tingkat/Kelas Siswa yang Berasal dari Responden Orang Tua Miskin yang
Menerima Dana Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah dimulai sejak Tahun
2007, artinya siswa miskin yang bersekolah di SMA/SMK Negeri/Swasta pada Tahun
Ajaran 2007 – 2008 pada saat ini sudah menamatkan pendidikannya. Akan tetapi
temuan dilapangan dari beberapa surveyor, masih tercatatnya nama siswa yang
sudah lulus sebagai penerima dana dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah di Tahun Ajaran 2010 – 2011. Hal ini perlu diklarifikasi
kembali apakah temuan tersebut hanya disebabkan murni oleh kesalahan
manusia/SDM yang bertugas melakukan pendataan atau memang ada unsur
kesengajaan memanipulasi data.
Sementara hasil Survey CRC menyatakan 44% responden orang tua siswa
miskin menjawab bahwasannya putra/putri mereka menerima dana bantuan
program saat ini duduk di kelas XI (kelas II) SMA/SMK, artinya putra-putri mereka
tersebut tercatat sebagai penerima dana bantuan di Tahun Ajaran 2009 – 2010. Tiga
puluh dua persen (32%) dari responden orang tua miskin menyatakan kalau putra-
putrinya menerima dana bantuan saat ini duduk di kelas XII (kelas III), artinya putra-
putri mereka tercatat sebagai penerima dana bantuan di Tahun Ajaran 2008 – 2009.
Dari seluruh responden orang tua siswa miskin yang diwawancarai sebagai sampel
Survey CRC, hanya 22% saja yang anaknya menerima dana bantuan program pada
Tahun Ajaran 2010 - 2011 (saat ini duduk di elas X/kelas I SMA/SMK).
Grafik 3.12 Tingkat/Kelas Siswa yang Berasal dari Responden Orang Tua Miskin
yang Menerima Dana Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Bagan 3.24 Cara/Proses yang Ditempuh Responden Orang Tua Siswa Untuk
Mendapatkan Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Grafik 3.13 Persyaratan yang Harus Dipenuhi Responden Orang Tua Siswa Miskin
Menjadi Penerima Dana Bantuan dari Program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah
c) Tingkat Kesulitan yang Dialami Responden Orang Tua Siswa Miskin dalam
Memenuhi Persyaratan Sebagai Penerima Dana Bantuan dari Program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Dari sekian banyak persyaratan yang harus dipenuhi orang tua siswa miskin
sebagai penerima dana bantuan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah, secara umum responden menjawab tidak mengalami kesulitan untuk
melengkapinya. Meskipun ada 29% responden menyatakan mengalami kesulitan
mengurus SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dari pemerintahan setempat (RT
sampai dengan Kecamatan).
Grafik 3.14 Tingkat Kesulitan yang Dialami Responden Orang Tua Siswa Miskin
dalam Memenuhi Persyaratan Sebagai Penerima Dana Bantuan dari Program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
detail. Karena sebagian besar dari orang tua tersebut hanya diberitahu sebatas
bahwa anak mereka mendapat bantuan dana pendidikan dari program tersebut,
sementara mengenai proses pencairan dan pengelolaannya sepenuhnya dilakukan
oleh pihak sekolah.
Bagan 3.25 Pengetahuan Orang Tua Siswa Miskin tentang Pencairan Dana Bantuan
Pendidikan Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Grafik 3.16 Pengetahuan Orang Tua Siswa Miskin tentang Peruntukan Dana
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
c) Pernyataan Responden Orang Tua Siswa Miskin tentang Biaya yang Masih
Harus Dikeluarkan Setelah Putra-Putrinya Mendapatkan Dana Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Karena besarnya biaya operasional sekolah yang harus dikeluarkan setiap
siswa per tahunnya, dana bantuan dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah besarannya Rp. 1.000.000/siswa/tahun untuk siswa miskin
yang bersekolah di SMA (negeri/swasta) dan Rp. 1.500.000/siswa/tahun untuk siswa
yang bersekolah di SMK (negeri/swasta), tidak dapat menutupi seluruh kebutuhan.
Delapan puluh satu persen (81%) responden orang tua siswa miskin,
menyatakan bahwa mereka masih harus mengeluarkan biaya meskipun sudah
mendapatkan dana bantuan pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah. Dari hasil Survey CRC, adapun biaya-biaya yang masih
harus dikeluarkan orang tua siswa miskin yang putra-putrinya menerima dana
bantuan dari program tersebut antara lain: biaya daftar ulang, biaya praktikum, biaya
kunjungan/praktik kerja lapangan di pabrik (bagi siswa SMK), biaya seragam, biaya
UAS/UTS, biaya ekstrakurikuler berenang, biaya internet, biaya mata
pelajaran/praktikum komputer dan tabungan.
Bagan 3.27 Pernyataan Responden Orang Tua Siswa Miskin tentang Biaya yang
Masih Harus Dikeluarkan Setelah Putra-Putrinya Mendapatkan Dana Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
5. Masalah dan Pengaduan Orang Tua Siswa Miskin Terkait dengan Program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
a) Pernyataan Responden Orang Tua Siswa Miskin tentang Masalah yang
Dihadapi dalam Pengurusan Dana Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah
Kecilnya keterlibatan orang tua siswa miskin yang putra-putrinya menerima
dana dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, dimana orang tua
siswa hanya sebatas diposisikan sebagai penerima yang pasif, mengakibatkan tidak
banyak orang tua siswa miskin yang mengetahui proses pengelolaannya sehingga
sedikit pula masalah yang mereka hadapi.
Sembilan puluh satu persen (91%) responden orang tua siswa miskin,
menyatakan mereka tidak pernah mengalami masalah dalam proses pengurusan
dana dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah dan hanya 9%
responden saja yang pernah mengalami masalah, seperti: ketidakjelasan persyaratan
yang harus dipenuhi, banyak pertanyaan dari pihak sekolah (dalam proses verifikasi
data), waktu yang disediakan bagi pengurusan persyaratan sebagai calon penerima
dana bantuan yang terlalu pendek.
Selain itu ditemukannya juga pernyataan dari beberapa orang tua siswa
miskin yang menyatakan bahwa dana dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah tidak membantu mengurangi beban biaya SPP putra-putri
mereka, sehingga putra-putri mereka tidak dapat melanjutkan sekolah,
dikarenakan ketidakmampuan membayar biaya sekolah.
Bagan 3.28 Pernyataan Responden Orang Tua Siswa Miskin tentang Masalah yang
Dihadapi dalam Pengurusan Dana Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Bagan 3.29 Pernah/Tidaknya Responden Orang Tua Siswa Miskin Melakukan Pengaduan
Terkait Permasalahan dari Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
langsung. Tiga puluh enam persen (36%) responden lainnya, melakukan pengaduan
permasalahan terkait dengan dana bantuan dari program ini kepada wali kelas
dimana putra-putri mereka bersekolah.
Kecilnya persentase responden orang tua siswa miskin yang anaknya
menerima dana bantuan program melakukan pengaduan, bukan berarti tidak ada
masalah dalam proses penyaluran dan pengelolaan dana dari program ini. Ini
dikarenakan tidak banyak orang tua siswa miskin yang terlibat secara langsung dari
mulai proses awal penyaluran dana sampai dengan pengelolaan dari dana program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah.
Lemahnya posisi dan akses warga/masyarakat terhadap berbagai kebijakan
Pemerintah Kota Bandung, menyebabkan warga/masyarakat sebagai konsumen
langsung dari layanan publik yang disediakan rentan dibodoh-bodohi, ditipu,
dimanfaatkan oleh oknum dari birokrasi di Pemerintahan Kota Bandung.
Bagan 3.30 Ada/Tidaknya Tanggapan yang Diberikan Pihak Sekolah atau Dinas
Pendidikan Kota Bandung Atas Pengaduan Masalah yang Dilakukan Oleh Orang Tua
Siswa Miskin Terhadap Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Tabel 3.6 Populasi dan Sampel Pemohon IMB Tahun 2008 – 2010 di 6 BWK
Bandung
Panyileukan 46
Cibiru 27
Cinambo 31
Cicadas 2
Ujung Berung 52
Cisaranten Kulon 1
Cipadung Kidul 1
Kiara Condong 89
Lengkong 246
Karees Batununggal 80
Regol 141
Cijaura 1
3 Peternak 1 0,4
4 Buruh bangunan 2 0,9
5 Pedagang kecil/Asongan 3 1,3
6 PNS 38 16,5
7 Karyawan/Pegawai swasta 88 38,3
8 Pensiunan tentara/polisi 1 0,4
9 Pengusaha/Pemilik toko 70 30,4
10 Eksportir/pedagang besar 0 0
11 Pemilik 1 0,4
hotel/restoran/wisma/penginapan
12 Pensiunan PNS 1 0,4
13 Polisi/Tentara 1 0,4
14 Ibu rumah tangga 18 7,8
15 Dokter 2 0,9
16 Wiraswasta 1 0,4
17 Kepsek TK 1 0,4
18 Tidak Menjawab 2 0,9
Total 230 100
2. Jenis IMB
Kategori jenis IMB di Kota Bandung hanya diklasifikasikan menjadi dua
jenis yaitu: IMB untuk Rumah Tinggal dan Non Rumah Tinggal. Dalam hal ini,
hampir 90% responden (206 responden) dari total responden yang disurvey,
menguruskan IMB untuk jenis Rumah Tinggal.
Berdasarkan data hasil survey, jika diperbandingkan maka jumlah
pengurusan IMB untuk Bangunan Non Rumah Tinggal dengan Rumah Tinggal
adalah 1 : 9, sebagaimana ditunjukkan pada bagan 3.36
3. Klasifikasi Bangunan
Berdasarkan hasil survey, jenis bangunan yang diuruskan IMB nya oleh
responden survey, terdiri dari Rumah, Kantor, Mini Market, Reklame, Sekolah dan
RSG (Ruang Serba Guna).
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Klasifikasi bangunan yang paling banyak yang diuruskan IMB nya adalah
bangunan rumah dengan luas bangunan antara 100 - 300m 2, sebanyak 136 bangunan
(66,02%). Sedangkan klasifikasi yang paling sedikit adalah bangunan rumah dengan
luas di atas 500m2 (0,49%) .
Tabel 3.8 Klasifikasi Bangunan yang Diuruskan IMB nya Berdasarkan Jenis
Bangunan dan Luas Bangunan
Klasifikasi Bangunan
No. Luas Bangunan Rumah Kantor Mini Market Reklame Sekolah RSG
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
3.1 < 100 m2 37 17,96 0 0 3 12,5 1 4,2 0 0 0 0
8,
3.2 100 – 300 m2 136 66,02 2 8,33 5 20,83 0 0 0 0 2
4
3.3 300 – 500 m2 29 14,08 2 8,33 0 0 0 0 0 0 0 0
3.4 > 500 m2 1 0,49 0 0 1 4,2 0 0 1 4,2 0 0
6. Pengetahuan
Responden
Mengenai Syarat-
Syarat
Pengurusan IMB
Berdasarkan hasil
survey, dapat diketahui tingkat
pengetahuan responden
tentang syarat-syarat
pengurusan IMB. Terdapat
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Bagan 3.43 Waktu Mengurus IMB (bagi responden yang mengurus sendiri)
Grafik 3.21 Komposisi Biaya yang Harus Dikeluarkan Responden Untuk Mengurus
IMB (mengurus sendiri)
Meski hanya 10 orang yang menyatakan bahwa terjadi pungutan tidak resmi,
ternyata ketika ditanya besaran pungutan tidak resmi tersebut, hanya 70%
responden menjawab bahwa besaran biaya pungutan tidak resmi yang harus
dibayarkan berkisar dari Rp.1.000.000 - Rp.5.000.000. Dua puluh persen (20%)
responden menjawab pungutan liar yang harus dibayarkan kurang dari
Rp.1.000.000 dan terdapat 10% responden yang tidak mau memberikan jawaban.
Bagan 3.46 Rata-Rata Pungutan Tidak Resmi yang Harus Dibayarkan Dalam
Pengurusan IMB (mengurus sendiri)
Lebih lanjut lagi, dari 50% responden yang menyatakan tidak puas, 35%
menyatakan ketidakpuasan mereka karena syarat dan proses sulit dipenuhi serta
waktunya lama, 26% tidak puas dikarenakan biaya mahal dan terdapat 4% responden
yang merasa tidak puas karena petugas tidak kompeten dan tidak ramah.
Bagan 3.47.b Alasan Kepuasan dan Ketidakpuasan Responden yang Mengurus IMB
Sendiri Terhadap Semua Tahapan Pengurusan IMB (mengurus sendiri)
Menggunakan Penghubung
1. Jasa Penghubung yang Digunakan
Dalam Pengurusan IMB
Ketika ditanya siapa penghubung yang digunakan, 37,3% responden
menjawab menggunakan Biro Jasa, 24% menggunakan jasa saudara atau teman
disusul jasa Pegawai BPPT sebesar 17,6%, Jasa Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya
sebesar 13,2% dan penghubung lainnya.
Tabel 3.9 Penghubung yang Digunakan Jasanya Oleh Responden IMB (yang bukan
mengurus sendiri)
Hasil survey juga menunjukan bahwa 71% responden yang menggunakan jasa
penghubung tidak tahu rincian biaya yang dikeluarkan dalam mengurus IMB dan
hanya 28% responden yang tahu tentang rincian biaya dalam mengurus IMB, dan ada
1% responden yang tidak memberi jawaban
Survey ini juga mempertanyakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
mendapatkan IMB bagi mereka yang mengurus IMB dengan menggunakan jasa
penghubung.
Dari data responden, tidak ada yang menjawab lebih dari 14 hari, sebaliknya
76% menjawab kurang dari 14 hari, sedangkan yang menjawab pas 14 hari sesuai
dengan aturan BPPT, hanya 21% responden namun ada juga yang tidak memberi
jawaban (3%).
Lebih lanjut, ketika ditanyakan alasan kepuasan 60% menyatakan puas karena
syarat dan proses mudah dipenuhi, 35% menyatakan puas karena tepat atau hemat
waktu. Namun terdapat pula 37% yang menyatakan tidak puas karena biaya mahal.
Bagan 3.51.b Alasan Kepuasan dan Ketidakpuasan ketika menggunakan Jasa Penghubung
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
C. Kapasitas & Prilaku Petugas Menurut Responden yang mengurus IMB secara
Langsung
1. Tanggapan atas keberadaan Petugas yang Memberi Formulir Permohonan
IMB
Sebagaimana diuraikan pada bagian awal bahwa terdapat 26 responden yang
menguruskan IMB secara langsung. Ketika ditanyakan pengalaman dalam mengurus
IMB secara langsung 50% responden menyatakan petugas pemberi formulir selalu
berada di tempat, 38% menyatakan petugas pemberi formulir jarang berada di
tempat, 12% tidak memberikan jawaban.
Bagan 3.54 Tanggapan tentang Kapasitas Petugas Layanan IMB (terutama front
office)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Hasil survey menunjukan pula bahwa dari 45 orang responden yang pernah
mendapatkan informasi tentang IMB, 40,3% responden menyatakan media
sosialisasi informasi tentang IMB yang popular adalah surat edaran. Selain itu juga
23,6% responden menyatakan bahwa media lain yang juga efektif adalah
pengumuman, dan 11,1% responden menyatakan media yang dijadikan sumber
informasi IMB adalah spanduk.
Grafik 3.29 Media yang Menjadi Tempat Untuk Mendapatkan Informasi tentang
IMB
Bagan 3.57.b Alasan Puas dan Tidak Puas Atas Informasi Yang Diberikan BPPT
tentang Layanan IMB
Grafik 3.32 Pendapat Responden Tentang Media Informasi Yang Efektif Untuk
Penyebaran Informasi Tentang Layanan IMB
Grafik 3.33 Pendapat Responden Tentang Tahapan Mana Saja Pengaduaan Layanan
Pengurusan IMB Diajukan
tahapan-tahapan pengurusan IMB lainnya, lebih dari 50% menilai bahwa masalah
yang diadukan tidak terpecahkan.
Bagan 3.61.b Alasan Puas dan Tidak Puas Atas Tanggapan Pengaduan
F.Tambahan
Selain pertanyaan-pertanyaan berdasarkan indikator yang telah dirumuskan
bersama antara provider dan konsumen dalam penyelenggaraan layanan IMB, survey
ini juga menambahkan beberapa pertanyaan seperti perlu - tidaknya persetujuan
tetangga dalam mengurus IMB, perlu - tidaknya jasa konsultasi dalam pengurusan
IMB, tercakup di dalamnya pada tahapan mana sebaiknya konsultasi dilakukan,
bentuk dan tempat konsultasi serta pihak-pihak yang dapat dijadikan narasumber
untuk konsultasi.
konsultasi adalah pada tahap pengambilan dan pengisian formulir maupun pada saat
pengambilan SK IMB (31%). Secara lengkap dapat dilihat pada bagan berikut
BAB IV
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
untuk menerima bantuan dana pendidikan dari program ini. Hal tersebut
khususnya sangat terasa pada saat pendataan siswa miskin yang baru masuk disaat
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) awal Tahun Ajaran. Sementara sesuai
dengan Petunjuk Teknis mengenai Penyaluran Dana Hibah Pendidikan yang di
keluarkan Dinas Pendidikan Kota Bandung (program Bantuan Siswa
Miskin/BAWAKU Sekolah tercantum didalamnya), tiap-tiap sekolah
(SMA/MA/SMK Negeri/Swasta) diwajibkan menerima siswa miskin melalui jalur
PPDB non akademik dan diwajibkan untuk melakukan verifikasi lapangan dari data
siswa miskin yang mendaftar pada saat PPDB atau pun yang telah bersekolah,
sebelum pihak sekolah mengajukan proposal untuk menerima dana bantuan
pendidikan dari program ini.
Ketiga, pada aspek kuota siswa miskin, mekanisme penentuan kuota siswa
miskin merupakan kewenangan “sepihak” dinas pendidikan sehingga tidak
mengherankan jika banyak responden sekolah yang menyatakan
ketidakpuasannya terhadap kuota siswa miskin yang diberikan oleh Dinas
Pendidikan Kota Bandung.
Sebagian besar sekolah menyatakan bahwa hampir separuh dari siswa
miskin yang bersekolah di sekolah mereka, tidak mendapatkan dana bantuan
pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah. Ini
dikarenakan tidak semua data siswa-siswa miskin yang diajukan pihak sekolah
untuk mendapatkan dana bantuan program ini, disetujui oleh Dinas Pendidikan
Kota Bandung.
Sementara ketika pelaksanaan focus group discussion (FGD) dengan pihak
Dinas Pendidikan Kota Bandung, sebelum pelaksanaan Survey CRC ini, terungkap
alasan yang menyebabkan kuota siswa miskin yang mendapat bantuan dana program
ini, tiap tahunnya berbeda-beda, dikarenakan keterlambatan pihak sekolah dalam
mengajukan data siswa miskin dan proposal permohonan sebagai penerima bantuan
dana pendidikan dari program ini, ke Dinas Pendidikan Kota Bandung. Misalnya:
peruntukan program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah bagi siswa-siwa
SMA/MA Tahun Ajaran 2009 – 2010 sebanyak 10.000 siswa, sementara pada Tahun
Ajaran tersebut dana yang terserap hanya kepada 6000 siswa. Maka pada Tahun
Ajaran 2010 – 2011, terjadi pengurangan anggaran dari APBD Kota Bandung di tahun
yang sama untuk alokasi dana bagi program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah.
Tentunya hal tersebut menjadi kontradiktif dengan kondisi sesungguhnya
yang terjadi di setiap sekolah (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta Kota Bandung), di mana
jumlah siswa miskin yang bersekolah di hampr setiap sekolah bertambah dan masih
masih banyaknya siswa miskin yang tidak tercover melalui dana bantuan pendidikan
dari program ini.
Keempat, terkait dengan ketidak jelasan/pastian jadwal pencairan dana dari
program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, setidaknya, ada dua
implikasi yang memberikan peluang kesalahan dalam pengelolaan dana bantuan
pendidikan dari program ini, yaitu:
adalah warga/masyarakat Kota Bandung yang mengajukan IMB pada Tahun 2009.
Secara umum terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan catatan ke depan.
Pertama, mengenai pemahaman warga/masyarakat tentang layanan IMB.
Berdasarkan hasil survey, meski hampir semua responden (97%) mengatakan bahwa
mengurus IMB itu penting, namun pada kenyataaannya alasan terbesar
warga/masyarakat mengurus IMB adalah hanya untuk memenuhi aturan yang
berlaku guna menjamin keamanan bangunan atau karena harus memenuhi salah
satu syarat, ketika ingin meminjam uang ke bank. Hanya sebagian kecil saja yang
mengurus IMB atas kesadaran sendiri. Lebih jauh lagi, terungkap bahwa kebanyakan
responden kurang mengetahui kebijakan layanan IMB, apalagi terkait dengan
kebijakan atau aturan daerah mengenai Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW)
Kota Bandung.
Kurangnya pemahaman warga/masyarakat tentang layanan IMB ini terlihat
dari prosentasi pengetahuan warga/masyarakat tentang syarat dan prosedur
menguruskan IMB. Hampir 60% responden menyatakan tidak tahu tentang syarat
dan prosedur menguruskan IMB. Implikasinya banyak warga/masyarakat (89%),
yang menggunakan jasa penghubung/calo dalam mengurus IMB.
Hal menarik lain yang juga perlu diperhatikan terkait dengan memanfaatkan
jasa penghubung/calo dalam mengurus IMB oleh responden Survey CRC, adalah
mengenai komposisi pihak penghubung/calo yang digunakan. Secara berurutan,
pihak penghubung/calo yang paling banyak dimintakan bantuan oleh
warga/masyarakat dalam mengurus IMB, adalah biro jasa, teman atau saudara,
pegawai Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung, serta pegawai
Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung. Keberadaan pihak
pegawai Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) dan Distarcip Kota Bandung
sebagai penghubung menimbulkan pertanyaan tentang kejelasan tugas pokok dan
fungi kedua lembaga ini.
Kedua. Terkait dengan syarat dan prosedur menguruskan IMB. Penilaian
tentang syarat dan prosedur mengurus IMB ini dibedakan menjadi dua sesuai dengan
cara yang dipilih oleh responden, yakni mengurus sendiri atau menggunakan jasa
penghubung.
BAB V
KERANGKA ADVOKASI UNTUK PERBAIKAN PELAYANAN
PROGRAM BANTUAN SISWA MISKIN (BSM)/BAWAKU
SEKOLAH DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
DI KOTA BANDUNG
5.1. Pokok-Pokok Rekomendasi
5.1.1. Rekomendasi untuk Perbaikan Layanan Program Bantuan Siswa
Miskin (BSM)/Bawaku Sekolah
1. Intensitas dan frekuensi dari sosialisasi program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung kesetiap
jenjang pendidikan menengah (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta) di Kota
Bandung perlu ditingkatkan, agar tidak terjadi perbedaan persepsi dalam
pelaksanaan (implementasi) dan pengelolaan program dana bantuan
pendidikan ini di masing-masing sekolah.
2. Media/cara yang digunakan untuk sosialisasi pun harus lebih variatif dan
menjangkau semua pihak, termasuk warga/masyarakat di Kota Bandung.
Sebaiknya sosialisasi tentang program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah (juga program-program bantuan pendidikan lainnya), bukan hanya
lewat rapat antara Dinas Pendidikan Kota Bandung dengan kepala
sekolah/wakil kepala sekolah/perwakilan dari tiap-tiap jenjang pendidikan
menengah (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta) di Kota Bandung atau hanya
dengan Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung kepada masing-
masing jenjang pendidikan menengah (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta). Akan
tetapi Dinas Pendidikan Kota Bandung, bisa mengadakan pencetakan buku
petunjuk teknis mengenai program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah (termasuk juga program bantuan pendidikan lainnya) dan
mendistribusikannya ke masing-masing jenjang pendidikan menengah
(SMA/MA/SMK Negeri/Swasta) yang ada di Kota Bandung. Selain itu Dinas
Pendidikan Kota Bandung bisa memanfaatkan kerjasama dengan media
massa (cetak maupun elektronik) atau menampilkan penjelasan lengkap
mengenai program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah (termasuk
program bantuan pendidikan lainnya) di website Dinas Pendidikan Kota
Bandung, sehingga informasi keberadaan program, mekanisme penyaluran
dan peruntukkan dari Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
(termasuk program bantuan pendidikan lainnya) dapat diakses atau diketahui
oleh seluruh warga/masyarakat Kota Bandung.
3. Intensitas dan frekuensi sosialisasi dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah (termasuk program bantuan pendidikan lainnya)
wajib dilaksanakan oleh masing-masing pihak sekolah (SMA/MA/SMK
Negeri/Swasta) yang ada di Kota Bandung kepada internal sekolah (wakil
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
kepala sekolah, seluruh wali kelas dari tiap-tiap kelas/rombongan belajar dan
bagian tata usaha sekolah), komite sekolah dan orang tua siswa. Khusus bagi
orang tua siswa sosialisasi atau penjelasan dari pihak sekolah mengenai
program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah (termasuk program
bantuan pendidikan lainnya) harus lengkap dan jelas, mulai dari
prosedur/syarat untuk mendapatkan dana bantuan program, jangka waktu
penyerahan syarat bagi orang tua siswa yang putra-putrinya akan
mendapatkan bantuan dana program, besaran dana dari program,
peruntukkan dana dari program yang nantinya akan dikelola oleh pihak
sekolah dan jadwal pencairan dana program ke rekening sekolah/rekening
yayasan
4. Sekolah wajib melakukan verifikasi dan validitasi data siswa miskin, untuk
menjaga keotentikan data. Sehingga tidak ada kesalahan dalam penyaluran
dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM/BAWAKU Sekolah (termasuk dana
bantuan pendidikan lainnya yang diperuntukkan bagi siswa dari keluarga
miskin atau pra sejahtera I dan II). Verifikasi dan validasi data siswa miskin,
wajib melibatkan kerjasama semua pihak, termasuk dengan RT sampai
dengan kecamatan dimana SMA/MA/SMK Negeri/Swasta tersebut ada,
maupun dimana siswa miskin tersebut berdomisili. Keterlibatan pihak RT
sampai dengan Kecamatan, terkait dengan masalah kemudahan dalam
pengurusan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) bagi siswa miskin
(berasal dari keluarga pra sejahtera I dan II), sampai dengan ketika proses
pengecekan lapangan atas data siswa miskin yang ada dengan kondisi
sebenarnya tingakt perekonomian dari keluarga siswa miskin. Karena dari
hasil Survey CRC yang dilakukan, ditemukan beberapa kasus dimana
responden orang tua siswa penerima dana program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah yang kondisi sosial ekonominya tergolong mampu
(tidak termasuk kriteria keluarga pra sejahtera I dan II).
5. Pihak Dinas Pendidikan Kota Bandung wajib melakukan proyeksi jumlah siswa
yang berasal dari keluarga miskin (pra sejahtera I dan II) yang didasarkan
kepada jumlah penduduk Kota Bandung, tingkat perekonomian
warga/masyarakat Kota Bandung dan data siswa yang berasal dari keluarga
miskin (pra sejahtera I dan II) di tahun sebelumnya. Proyeksi jumlah siswa
miskin ini wajib dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung sebelum
Tahun Ajaran Baru dimulai, agar tidak ada lagi ketimpangan antara kuota
siswa miskin yang ditetapkan oleh Dinas dengan jumlah siswa miskin yang
diajukan oleh tiap-tiap sekolah setiap Tahun Ajaran Baru.
6. Masih terkait dengan penentuan kuota siswa miskin di tiap sekolah, perlu
dibuat dan disepakati kembali mengenai mekanisme penentuan kuota
melalui rapat dan koordinasi yang intensif antara pihak Dinas Pendidikan Kota
Bandung dan tiap-tiap pihak sekolah, agar tidak ada penumpukkan kuota
pada salah satu sekolah atau wilayah saja. Selain itu agar proporsi jumlah
siswa miskin di tiap sekolah dengan siswa miskin penerima dana program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah di tiap sekolah berimbang
atau setidaknya tidak terlalu jauh perbedaannya.
7. Perlu kejelasan jadwal pencairan dana program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah ke rekening sekolah/pengurus yayasan. Karena
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
dan/atau memperbaiki suatu keadaan dari yang tidak baik saat ini/sekarang, menjadi
lebih baik kedepannya/masa mendatang. Sasaran advokasi, umumnya meliputi dua
hal penting yakni:
1. Perubahan pada substansi atau materi kebijakan
2. Perubahan pada perilaku atau kebiasaan yang sudah ada27.
Advokasi, sebagaimana yang telah dijelaskan teori dan praktek yang ada
selama ini, terbagi dalam dua jalur besar yakni:
1. Advokasi Litigasi.
Advokasi litigasi berkaitan dengan proses hukum atau kebijakan
2. Advokasi Non Litigasi.
Advokasi non litigasi berkaitan dengan proses sosial atau politik.
27
Pelayanan Publik dalam Persepsi Masyarakat, Hasil Survey Persepsi Masyarakat dengan Metode CRC di 5
Daerah. Hal 210. Bappenas RI-Kemitraan, 2008
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
DAFTAR PUSTAKA
1. Tabloid Lesung, III/04 November, 2004, FPPM, Bandung
2. Kertas Posisi Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3), 2006, Yappika,
Jakarta
3. Buku Pelayanan Publik Dalam Persepsi Masyarakat, Hasil Survey Persepsi
Masyarakat Dengan Metode Citizen Report Card di Lima Daerah Di Indonesia
(Kota Denpasar, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Pemalang, Kota Magelang
dan Kabupaten Indramayu), 2008, BAPPENAS - Kemitraan, Jakarta
4. Buku Membangun Sistem Integritas Dalam Pemberantasan Korupsi Di Daerah
(Catatan Atas Pengalaman Pengawalan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan
Korupsi (RAD PK) dan Pelaksanaan Citizen Report Card (CRC) di Lima Daerah,
Desember 2008, BAPPENAS – Kemitraan, Jakarta
5. Buku Selayang Pandang Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Pada Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bandung
6. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dari Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bandung, 2010, Bandung
7. Dokumen Rencana Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota
Bandung, 2011, Bandung
8. Lampiran Peraturan Walikota Bandung No. 550 Tahun 2008 tentang Prosedur
Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)
9. Dokumen Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kota Bandung Tahun 2009 –
2013
10. Dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas
Pendidikan Kota Bandung, 2009, Bandung
11. Lampiran I Kep. Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung No. 422.1/1209-
Sekrt/2010 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru Pada TK,
Raudhatul Athfal, Sekolah dan Madrasah Tahun Pelajaran 2010/2011 Di Kota
Bandung, 2010, Bandung
12. Lampiran I dari Perwal Bandung No. 570 Tahun 2009 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penyaluran/Pemberian Dana Hibah Kependidikan Untuk Siswa
dan Warga Belajar di Kota Bandung Tahun Anggaran 2009
13. Pelayanan Publik dalam Persepsi Masyarakat, Hasil Survey Persepsi
Masyarakat dengan Metode CRC di 5 Daerah. Hal 210. Bappenas RI-
Kemitraan, 2008