Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Kurangnya data mengenai komunitas Moluska dan alga periphyton yang
hidup pada ekosistem lamun menyebabkan usaha dalam menjaga kelestarian
sumberdaya hayati pesisir dan perikanan kurang optimal. Karena itu, diperlukan
pengamatan mengenai kondisi komunitas lamun dan perannya bagi komunitas
alga periphyton dan Moluska. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
komunitas alga periphyton dan Moluska dengan adanya tumbuhan lamun di
perairan pantai Bama Taman Nasional Baluran pada bulan Agustus 2007.
Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah survey secara deskriptif
pada 3 stasiun. Hasil pengamatan komunitas diperoleh komposisi lamun ada 8
jenis dari 2 famili yaitu famili Hydrocharitaceae (Enhalus acoroides, Halophila
ovalis, Halophila minor, dan Thalassia hemprichi) dan famili Potamogetonaceae
(Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium, dan
Halodule uninervis) dengan kepadatan lamun tertinggi adalah spesies
Cymodocea rotundata. Komunitas alga periphyton pada daun lamun Enhalus
acoroides diperoleh komposisi 4 filum, yaitu Chlorophyta, Chrysophyta,
Cyanophyta, dan Phaeophyta dengan kepadatan tertinggi adalah phylum
Chlorophyta. Komunitas Moluska diperoleh komposisi 2 kelas yaitu Gastropoda
dan Pelecypoda, dengan kepadatan tertinggi adalah kelas Gastropoda. Kisaran
parameter fisika dan kimia perairan mendukung kehidupan flora dan fauna yang
berada pada ekosistem lamun. Hasil penelitian ini menunjukkan salah satu peran
lamun sebagai habitat alga periphyton dan Moluska, sehingga diperlukan
pelestarian dan pengembangan tumbuhan lamun di lingkungan pesisir melalui
penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya lamun.
1. Penulis Utama
2. Anggota
3. Anggota
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pantai Bama merupakan salah satu ekosistem pantai yang berada di Taman
Nasional Baluran, merupakan kawasan wisata alam yang sering dikunjungi oleh
wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Selain sebagai kawasan wisata
alam, Pantai Bama memiliki fungsi penting sebagai kawasan konservasi bagi
ekosistem kawasan pesisir salah satunya ekosistem lamun, yang membentuk suatu
padang luas yang disebut dengan padang lamun. Di dalamnya hidup berbagai
macam organisme diantaranya alga periphyton dan Moluska.
Lamun merupakan daerah asuhan bagi banyak oganisme, salah satunya
Moluska, dimana lamun merupakan tempat berlindung, tempat asuhan, tempat
mencari makan, maupun tempat tinggal bagi Moluska. Ekosistem padang lamun
adalah salah satu ekosistem yang mempunyai produktivitas sangat tinggi,
memungkinkan untuk menopang kehidupan berbagai jenis organisme yang hidup
di dalamnya (Voss and Voss, 1955., Randall, 1965., dan Kikuchi, 1966 dalam
Peristiwady, 1995). Selain itu, banyak terdapat alga epifit yang menempel pada
daun lamun. Organisme yang termasuk dalam alga ini adalah alga periphyton.
APHA (1985) menemukan bahwa yang dimaksud dengan periphyton adalah
mikroorganisme baik tumbuhan maupun hewan yang hidup menempel, bergerak
bebas atau melekat pada permukaan benda-benda seperti batu, kayu, batang
tumbuhan air dan sebagainya. Alga periphyton ini dapat dijadikan sebagai
parameter biologi kualitas perairan yang mendukung kehidupan di dalam
ekosistem lamun. James (1979) menemukan bahwa tanaman yang berfotosintesis
termasuk mikroalga dapat dijadikan indikator kualitas dari suatu perairan karena
daya tahannya terhadap kualitas perairan.
Kurangnya data mengenai komunitas Moluska dan alga periphyton yang
hidup pada ekosistem lamun menyebabkan usaha dalam menjaga kelestarian
sumberdaya hayati pesisir dan perikanan kurang optimal. Untuk itu, diperlukan
pengamatan mengenai kondisi komunitas lamun dan perannya bagi komunitas
alga periphyton dan Moluska. Pertumbuhan flora dan fauna menjadi optimal
apabila kondisi fisika-kimia perairan sesuai. Maka, pengukuran terhadap kondisi
fisika-kimia perairan juga diperlukan sehingga usaha konservasi sumberdaya
3
hayati laut di kawasan pantai Bama Taman Nasional Baluran Situbondo menjadi
optimal.
Tujuan
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah mengetahui komunitas alga
periphyton dan Moluska yang ada pada ekosistem lamun di perairan pantai Bama
Taman Nasional Baluran.
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dasar
mengenai pentingnya tumbuhan lamun sebagai habitat alga periphyton dan
Moluska, serta sebagai masukan bagi pemerintah daerah dalam menentukan
kebijakan yang berwawasan lingkungan.
Materi Penelitian
Materi yang diteliti adalah komunitas lamun, alga periphyton, dan Moluska
dilihat dari aspek kepadatan dan komposisinya, parameter fisika dan kimia air
(derajat keasaman (pH), salinitas, CO2, dan ortofosfat, turbiditas (kekeruhan),
kecepatan arus dan suhu), parameter kimia sedimen (nitrat, ortofosfat, dan bahan
organik sedimen), serta tekstur tanah pantai Bama Taman Nasional Baluran.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan
dengan analisis data secara deskriptif. Metode ini bertujuan untuk membuat
penggambaran secara sistematis, nyata dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-
sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 1989). Penentuan stasiun
pengamatan dan lokasi pengambilan sampel yaitu dengan penjelajahan untuk
mengetahui keadaan dan lokasi lapang secara umum. Dengan mengetahui keadaan
4
dan lokasi ini, maka, dapat ditentukan letak setiap petak ukur berdasarkan atas
perbedaan tata guna lahan. Adapun stasiun yang diambil pada penelitian ini dibagi
menjadi 3 stasiun, dimana stasiun 1 dekat dengan mangrove, stasiun 2 dan stasiun
3 merupakan tempat aktivitas pariwisata dan aktivitas nelayan pancing. Pada
masing-masing stasiun dibuat transek (transek line) yang tegak lurus dengan garis
pantai, yang panjangnya mulai dari titik pasang tertinggi sampai tubir (reef edge)
atau sampai tidak ditemukan lamun. Dari tiap garis transek dibuat frame dengan
luas 50 x 50 cm dan jarak tiap titik 10 m.
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Hydrocharitaceae Potamogetonaceae
Pelecypoda Gastropoda
Suhu air di perairan Indonesia umumnya berkisar antara 28-38 ºC, kecepatan
arus normal 0.5 m/s dan nilai optimum toleransi terhadap salinitas di air laut
adalah 35 ‰ (Dahuri et al, 2001), sedangkan nilai pH di lingkungan laut relatif
lebih stabil dan biasanya berada dalam kisaran antara 7,5-8,4 (Nybakken, 1988).
Peningkatan kekeruhan perairan yang mencapai 25 NTU (Nephelometric
Turbidity Unit) akan dapat mengurangi aktifitas fotosintesis dan menyebabkan
terhambatnya pembentukan hormon auxin bagi alga (Effendi, 2003). Perairan
yang layak bagi organisme memiliki kadar CO2 bebas kurang dari 10 mg/lt,
sedangkan kadar nitrat lebih dari 5 mg/lt menggambarkan terjadinya pencemaran
anthropogenik (pencemaran yang diakibatkan oleh aktifitas manusia dan tinja
hewan). Arfiati (2001) menemukan bahwa konsentrasi fosfat di perairan berkisar
antara 0,01 mg/l sampai lebih besar dari 20 mg/l. Hasil pengukuran dan
pengamatan kualitas air menunjukkan bahwa kondisi perairan pantai Bama layak
bagi kehidupan flora dan fauna.
Kesimpulan
Hasil pengamatan komunitas diperoleh komposisi lamun ada 8 jenis dari 2
famili yaitu famili Hydrocharitaceae (Enhalus acoroides, Halophila ovalis,
Halophila minor, dan Thalassia hemprichi) dan famili Potamogetonaceae
(Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium, dan
Halodule uninervis) dengan kepadatan lamun tertinggi adalah spesies Cymodocea
rotundata. Komunitas alga periphyton pada daun lamun Enhalus acoroides
diperoleh komposisi 4 filum, yaitu Chlorophyta, Chrysophyta, Cyanophyta, dan
Phaeophyta dengan kepadatan tertinggi adalah phylum Chlorophyta. Sedangkan,
pada komunitas Moluska diperoleh komposisi 2 kelas yaitu Gastropoda dan
Pelecypoda, dengan kepadatan tertinggi adalah kelas Gastropoda. Keberadaan
lamun di pesisir pantai Bama menyebabkan meningkatnya keragaman flora dan
fauna
Dari analisa kualitas air diketahui bahwa suhu 32ºC, kecepatan arus berkisar
antara 0,05-0,0943 m/s, salinitas 30 ‰, turbiditas berkisar antara 2-4 NTU, pH 9,
CO2 berkisar 0-9,08 mg/l, nitrat berkisar 0,0607-0,0696 ppm, ortophospat berkisar
0,196-0,474 ppm,. Sedangkan dari analisa sedimen antara lain nitrat berkisar 6,18
-12,88 ppm, phospat berkisar 11,16-19,80 ppm, bahan organik berkisar 3,47-6,35
%. Tekstur tanah lempung berpasir, pasir berlempung dan pasir. Kisaran
parameter fisika dan kimia perairan mendukung kehidupan flora dan fauna yang
berada pada ekosistem lamun.
10
Saran
Diperlukan adanya upaya pelestarian dan pengembangan tumbuhan lamun di
lingkungan pesisir melalui penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya
lamun.
DAFTAR PUSTAKA
APHA. (1985). Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater,
American Public Health Assosiation, American Water Work Assosiation and
Water Environtment Federation 16th Edition, Washington DC.
Azkab, M. Huzni dan Indra Aswandy. (2000). Hubungan Fauna Dengan Padang
Lamun. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.
Dharma, B. (1992). Siput dan Kerang Indonesia II. Indonesian Shells, Penerbit
Sarana Graha, Jakarta.
Dono, Tomie dan Bayu Dwi Mardana. (2003). Fakta dan Data Baluran,
http//www.sinarharapan.com/baluran/wis02.html, Diakses pada tanggal 14
November 2007.
Effendi, Hefni. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan, Kanisius, Yogyakarta.
Fitriyah, Nurul. (2007). Studi Komunitas Alga Periphyton Pada Daun Lamun
Enhalus Acoroides di Pantai Bama Kecamatan Banyuputih Kabupaten
Situbondo Jawa Timur, Praktek Kerja Lapang, Fakultas Perikanan,
Universitas Brawijaya Malang. Malang.
James. (1979). Biological Indicators Water Quality. John Wilwy dan Sons, Ltd,
Toronto, USA.
Patria, Ibi. (2007). Studi Komunitas Padang Lamun di Pantai Bama Taman
Nasional Baluran Kabupaten Situbondo Jawa Timur, Praktek Kerja Lapang,
Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya Malang, Malang.
Peristiwady, T. (1995). Padang Lamun di Pulau Osi dan Marsegu, Seram Barat :
Sumberdaya Hayati dan Pemanfaatannya dalam F. Cholik, Rosmiati, H.
Pramono (EDS), Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I, Buku II, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta.
Rombang, M. William dan Rudyanto. (1999). Daerah Penting Bagi Burung Jawa
dan Bali, PKA/BirdLife International-Indonesia Programme, Bogor.