You are on page 1of 12

1

TINJAUAN KEBERADAAN LAMUN TERHADAP KOMUNITAS ALGA


PERYPHYTON DAN MOLUSKA DI PERAIRAN PANTAI BAMA
TAMAN NASIONAL BALURAN KABUPATEN SITUBONDO JAWA
TIMUR

FORSEP MALIKI 1, NURUL FITRIYAH2, IBI PATRIA3


MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS PERIKANAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ABSTRAK
Kurangnya data mengenai komunitas Moluska dan alga periphyton yang
hidup pada ekosistem lamun menyebabkan usaha dalam menjaga kelestarian
sumberdaya hayati pesisir dan perikanan kurang optimal. Karena itu, diperlukan
pengamatan mengenai kondisi komunitas lamun dan perannya bagi komunitas
alga periphyton dan Moluska. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
komunitas alga periphyton dan Moluska dengan adanya tumbuhan lamun di
perairan pantai Bama Taman Nasional Baluran pada bulan Agustus 2007.
Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah survey secara deskriptif
pada 3 stasiun. Hasil pengamatan komunitas diperoleh komposisi lamun ada 8
jenis dari 2 famili yaitu famili Hydrocharitaceae (Enhalus acoroides, Halophila
ovalis, Halophila minor, dan Thalassia hemprichi) dan famili Potamogetonaceae
(Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium, dan
Halodule uninervis) dengan kepadatan lamun tertinggi adalah spesies
Cymodocea rotundata. Komunitas alga periphyton pada daun lamun Enhalus
acoroides diperoleh komposisi 4 filum, yaitu Chlorophyta, Chrysophyta,
Cyanophyta, dan Phaeophyta dengan kepadatan tertinggi adalah phylum
Chlorophyta. Komunitas Moluska diperoleh komposisi 2 kelas yaitu Gastropoda
dan Pelecypoda, dengan kepadatan tertinggi adalah kelas Gastropoda. Kisaran
parameter fisika dan kimia perairan mendukung kehidupan flora dan fauna yang
berada pada ekosistem lamun. Hasil penelitian ini menunjukkan salah satu peran
lamun sebagai habitat alga periphyton dan Moluska, sehingga diperlukan
pelestarian dan pengembangan tumbuhan lamun di lingkungan pesisir melalui
penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya lamun.

Kata kunci : Alga periphyton, Moluska, lamun, pesisir pantai Bama.

1. Penulis Utama
2. Anggota
3. Anggota
2

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pantai Bama merupakan salah satu ekosistem pantai yang berada di Taman
Nasional Baluran, merupakan kawasan wisata alam yang sering dikunjungi oleh
wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Selain sebagai kawasan wisata
alam, Pantai Bama memiliki fungsi penting sebagai kawasan konservasi bagi
ekosistem kawasan pesisir salah satunya ekosistem lamun, yang membentuk suatu
padang luas yang disebut dengan padang lamun. Di dalamnya hidup berbagai
macam organisme diantaranya alga periphyton dan Moluska.
Lamun merupakan daerah asuhan bagi banyak oganisme, salah satunya
Moluska, dimana lamun merupakan tempat berlindung, tempat asuhan, tempat
mencari makan, maupun tempat tinggal bagi Moluska. Ekosistem padang lamun
adalah salah satu ekosistem yang mempunyai produktivitas sangat tinggi,
memungkinkan untuk menopang kehidupan berbagai jenis organisme yang hidup
di dalamnya (Voss and Voss, 1955., Randall, 1965., dan Kikuchi, 1966 dalam
Peristiwady, 1995). Selain itu, banyak terdapat alga epifit yang menempel pada
daun lamun. Organisme yang termasuk dalam alga ini adalah alga periphyton.
APHA (1985) menemukan bahwa yang dimaksud dengan periphyton adalah
mikroorganisme baik tumbuhan maupun hewan yang hidup menempel, bergerak
bebas atau melekat pada permukaan benda-benda seperti batu, kayu, batang
tumbuhan air dan sebagainya. Alga periphyton ini dapat dijadikan sebagai
parameter biologi kualitas perairan yang mendukung kehidupan di dalam
ekosistem lamun. James (1979) menemukan bahwa tanaman yang berfotosintesis
termasuk mikroalga dapat dijadikan indikator kualitas dari suatu perairan karena
daya tahannya terhadap kualitas perairan.
Kurangnya data mengenai komunitas Moluska dan alga periphyton yang
hidup pada ekosistem lamun menyebabkan usaha dalam menjaga kelestarian
sumberdaya hayati pesisir dan perikanan kurang optimal. Untuk itu, diperlukan
pengamatan mengenai kondisi komunitas lamun dan perannya bagi komunitas
alga periphyton dan Moluska. Pertumbuhan flora dan fauna menjadi optimal
apabila kondisi fisika-kimia perairan sesuai. Maka, pengukuran terhadap kondisi
fisika-kimia perairan juga diperlukan sehingga usaha konservasi sumberdaya
3

hayati laut di kawasan pantai Bama Taman Nasional Baluran Situbondo menjadi
optimal.

Tujuan
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah mengetahui komunitas alga
periphyton dan Moluska yang ada pada ekosistem lamun di perairan pantai Bama
Taman Nasional Baluran.

Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dasar
mengenai pentingnya tumbuhan lamun sebagai habitat alga periphyton dan
Moluska, serta sebagai masukan bagi pemerintah daerah dalam menentukan
kebijakan yang berwawasan lingkungan.

Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan di perairan pantai Bama Taman Nasional
Baluran Kabupaten Situbondo Jawa Timur pada bulan Agustus 2007.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Materi Penelitian
Materi yang diteliti adalah komunitas lamun, alga periphyton, dan Moluska
dilihat dari aspek kepadatan dan komposisinya, parameter fisika dan kimia air
(derajat keasaman (pH), salinitas, CO2, dan ortofosfat, turbiditas (kekeruhan),
kecepatan arus dan suhu), parameter kimia sedimen (nitrat, ortofosfat, dan bahan
organik sedimen), serta tekstur tanah pantai Bama Taman Nasional Baluran.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan
dengan analisis data secara deskriptif. Metode ini bertujuan untuk membuat
penggambaran secara sistematis, nyata dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-
sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 1989). Penentuan stasiun
pengamatan dan lokasi pengambilan sampel yaitu dengan penjelajahan untuk
mengetahui keadaan dan lokasi lapang secara umum. Dengan mengetahui keadaan
4

dan lokasi ini, maka, dapat ditentukan letak setiap petak ukur berdasarkan atas
perbedaan tata guna lahan. Adapun stasiun yang diambil pada penelitian ini dibagi
menjadi 3 stasiun, dimana stasiun 1 dekat dengan mangrove, stasiun 2 dan stasiun
3 merupakan tempat aktivitas pariwisata dan aktivitas nelayan pancing. Pada
masing-masing stasiun dibuat transek (transek line) yang tegak lurus dengan garis
pantai, yang panjangnya mulai dari titik pasang tertinggi sampai tubir (reef edge)
atau sampai tidak ditemukan lamun. Dari tiap garis transek dibuat frame dengan
luas 50 x 50 cm dan jarak tiap titik 10 m.

Prosedur Pengambilan dan Identifikasi Sampel


Sampel yang diambil antara lain jenis lamun, alga periphyton, Moluska, air
dan sedimen dari tiap stasiun diamati dan dicatat. Sampel yang didapatkan
dimasukkan ke dalam kantong plastik yang diberi tanda (label). Untuk identifikasi
lamun, digunakan kunci identifikasi lamun Indonesia (McKenzie, 2003). Untuk
analisa alga periphyton, yaitu dengan mengambil satu helai daun lamun jenis
Enhalus acoroides kemudian dipotong sepanjang 2 cm. Hasil kikisan dicuci atau
disemprot aquadest dan ditampung dalam botol film. Sampel alga periphyton
diidentifikasi di laboratorium dengan menggunakan mikroskop untuk dianalisa
secara kualitatif dengan buku acuan dari Prescott (1970). Sampel Moluska yang
telah dikumpulkan dari seluruh stasiun langsung difoto menggunakan kamera
digital. Moluska yang masih hidup dikembalikan ke habitatnya. Identifikasi
sampel Moluska dengan cara mencocokkan bentuk cangkang menggunakan buku
acuan Dharma (1992), selebihnya dari internet. Sampel air diambil sebanyak 1
titik pada tiap stasiun. Sedangkan sampel sedimen diambil sebanyak 3 titik.
Identifikasi tekstur tanah berdasarkan buku acuan Suin (1989). Analisa sampel
dilakukan di Laboratorium Ilmu Perikanan Fakultas Perikanan Universitas
Brawijaya Malang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Lokasi Penelitian


Taman Nasional Baluran terletak di ujung Timur pulau Jawa, sebelah Utara
dibatasi Selat Madura, sebelah Timur oleh Selat Bali, dan bagian Selatan sampai
5

Barat berturut-turut dibatasi Dusun Pandean Desa Wonorejo, sungai Bajulmati,


Sungai Klokoran, Dusun Karangtekok dan Desa Sumberanyar. Secara
administrasi pemerintahan Taman Nasional Baluran berada di kecamatan
Banyuputih, Kabupaten Situbondo, sedangkan secara geografis terletak antara
7°29’ LS - 7°55’ LS, dan 114°17’ BT - 114°28’ BT (Rombang et al., 1999).
Pantai Bama terletak disebelah Timur kawasan Taman Nasional Baluran,
Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur. Kita dapat
menyaksikan pantai yang masih alami dengan adanya hutan bakau, mata air
Bama, dan mata air Matingan. Satu yang menarik dari Pantai Bama, di sana ada
monyet berekor panjang (Macaca faseicularis) (Dono et al., 2003).
Stasiun 1 terletak dekat dengan ekosistem mangrove sepanjang 10-15 m
yang menjorok ke pantai. Panjang komunitas lamun di stasiun 1 adalah 200 m
dimulai dari pasang tertinggi sampai rataan terumbu karang dengan jumlah 20
titik pengamatan. Stasiun 2 terletak 70 meter ke arah Barat dari stasiun 1 yang
letaknya jauh dari mangrove. Panjang komunitas lamun di stasiun 2 adalah 150 m
dimulai dari pasang tertinggi sampai rataan terumbu karang sehingga diambil
sebanyak 15 titik pengamatan. Stasiun 3 merupakan daerah yang berbatasan
dengan garis pantai dan mangrove. Terletak paling Barat dari kedua stasiun
sebelumnya, yaitu 70 meter dari stasiun 2, serta dekat dengan bagian tanjung dari
pantai Bama. Panjang komunitas lamun di stasiun ini adalah 250 m di mulai dari
garis pantai (pasang tertinggi) sampai tidak diketemukan lamun lagi dan diperoleh
25 titik pengamatan.

Komposisi dan Kepadatan Lamun, Periphyton dan Moluska


Jenis lamun yang ditemukan selama penelitian terdiri dari 8 spesies yang
termasuk dalam 2 famili, yaitu famili Hydrocharitaceae terdiri dari jenis Enhalus
acoroides, Halophila ovalis, Halophila minor, dan Thalassia hemprichii.
Sedangkan dari famili Potamogetonaceae terdiri dari jenis Cymodocea rotundata,
Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium, Halodule uninervis. Komposisi
dari spesies lamun dari setiap stasiun hampir selalu ditemukan 8 spesies lamun
kecuali pada stasiun 1 tidak ditemukan jenis Thalassia hemprichii dan pada
stasiun 2 tidak ditemukan jenis Halophila ovalis (Patria, 2007). Komposisi alga
periphyton pada daun lamun Enhalus acoroides yang ditemukan selama penelitian
6

terdiri atas 4 filum, yaitu Chlorophyta, Chrysophyta, Cyanophyta, dan


Phaeophyta. Komposisi alga periphyton dari setiap stasiun hampir selalu
ditemukan 4 filum, kecuali pada stasiun 1 tidak ditemukan filum Phaeophyta
(Fitriyah, 2007). Komposisi Moluska yang ditemukan pada komunitas lamun
terdiri dari 18 spesies Moluska yang dimasukkan ke dalam 2 kelas, yaitu
Gastropoda dan Pelecypoda. Komposisi tertinggi (18 spesies) ditemukan pada
stasiun 3. Sedangkan, komposisi terendah (16 spesies) ditemukan pada stasiun 2
(Maliki, 2007). Kepadatan lamun, alga periphyton dan Moluska berturut-turut
dapat dilihat pada gambar 1.

12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Lamun Alga Periphyton (10^3) Moluska

Gambar 1. Kepadatan Lamun, Alga Periphyton dan Moluska di Pesisir


Pantai Bama
Dari grafik kepadatan diatas diketahui bahwa keberadaan lamun diikuti
dengan munculnya populasi alga periphyton dan Moluska. Dimana, lamun
berfungsi sebagai habitat. Azkab (2000) melaporkan bahwa lamun berfungsi
sebagai substrat bagi epifit makroalgae yang tumbuh pada daun lamun, dan
seringkali alga epfit ini menutupi permukaan daun. Bagi epifauna, detritus,
maupun juvenil, tumbuhan lamun berfungsi sebagai habitat dan tempat
berlindung. Adanya pembagian yang jelas pada lamun tentang daun, batang, dan
rimpang menyebabkan meningkatnya keragaman mikrohabitat dan keragaman
fauna yang tinggi, dimana mereka tidak memakan lamun secara langsung.
Keragaman mikrohabitat dan fauna yang tinggi ini ditunjukkan dengan
adanya komunitas alga periphyton dan Moluska yang memanfaatkan tumbuhan
lamun sebagai habitat maupun tempat berlindung. Komposisi dan nilai kepadatan
masing-masing famili lamun, filum alga periphyton, dan kelas Moluska pada tiap
stasiun dapat dilihat pada gambar 2, 3, dan 4.
7

3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Hydrocharitaceae Potamogetonaceae

Gambar 2. Kepadatan Famili Lamun di Pesisir Pantai Bama


6000000
5000000
4000000
3000000
2000000
1000000
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Phaeophyta Chrysophyta Cyanophyta Phaeophyta

Gambar 3. Kepadatan Filum Periphyton pada Daun Lamun Enhalus acoroides


1400
1200
1000
800
600
400
200
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Pelecypoda Gastropoda

Gambar 4. Kepadatan Kelas Moluska di Padang Lamun

Parameter Fisika dan Kimia Air


Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia air dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Parameter Fisika dan Kimia air
Sifat Fisika dan Kimia air Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Suhu (ºC) 32 32 32
Kecepatan Arus (m/s) 0,0505 0,0943 0,06024
Salinitas (‰) 30 30 30
Turbiditas (Kekeruhan) (NTU) 4 3 2
pH 9 9 9
CO2 (mg/lt) 9,08 0 0
Nitrat (ppm) 0,0607 0,0625 0,0696
Ortophospat (ppm) 0,474 0,299 0,196
8

Suhu air di perairan Indonesia umumnya berkisar antara 28-38 ºC, kecepatan
arus normal 0.5 m/s dan nilai optimum toleransi terhadap salinitas di air laut
adalah 35 ‰ (Dahuri et al, 2001), sedangkan nilai pH di lingkungan laut relatif
lebih stabil dan biasanya berada dalam kisaran antara 7,5-8,4 (Nybakken, 1988).
Peningkatan kekeruhan perairan yang mencapai 25 NTU (Nephelometric
Turbidity Unit) akan dapat mengurangi aktifitas fotosintesis dan menyebabkan
terhambatnya pembentukan hormon auxin bagi alga (Effendi, 2003). Perairan
yang layak bagi organisme memiliki kadar CO2 bebas kurang dari 10 mg/lt,
sedangkan kadar nitrat lebih dari 5 mg/lt menggambarkan terjadinya pencemaran
anthropogenik (pencemaran yang diakibatkan oleh aktifitas manusia dan tinja
hewan). Arfiati (2001) menemukan bahwa konsentrasi fosfat di perairan berkisar
antara 0,01 mg/l sampai lebih besar dari 20 mg/l. Hasil pengukuran dan
pengamatan kualitas air menunjukkan bahwa kondisi perairan pantai Bama layak
bagi kehidupan flora dan fauna.

Parameter Kimia Sedimen dan Tekstur Tanah


Hasil pengukuran parameter kimia sedimen dan tekstur tanah dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2. Parameter Kimia Sedimen dan Tekstur Tanah
Sifat Kimia Sedimen Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Nitrat (ppm) 6,18-12,86 7,91-8,97 8,26-12,88
Phospat (ppm) 17,28-18,87 11,16-11,96 19,14-19,67
Bahan Organik (%) 3,47-6,35 4,37-6,15 3,78-5,25
Lempung Pasir Pasir
berpasir berlempung berlempung
Tekstur Tanah Pasir Pasir
Pasir
berlempung berlempung
Pasir Pasir Pasir

Tipe substrat merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan


lamun, karena tipe substrat juga akan mempengaruhi kondisi perairan. Tipe
substrat lumpur cenderung mengakibatkan perairan keruh sedangkan tipe substrat
pasir cenderung mengakibatkan perairan menjadi jernih (Kiswara, 1992). Lamun
9

dapat memproduksi 65-85 % bahan organik dalam bentuk detritus dan


disumbangkan ke perairan adalah sebanyak 10-20% (Keough, et al. 1995 dalam
Fahruddin, 2002). Sedangkan jumlah nitrat yang diperlukan oleh tumbuhan
tingkat tinggi sebesar 15 mg/liter larutan hara, unsur ini berperan dalam
penyusunan asam amino, protein, asam nukleat, dan lain sebagainya (Loveless,
1987). Kandungan normal fosfat di sedimen berada pada kisaran 0,06-10 mg/l
(Arfiati, 2001). Hasil pengukuran kualitas sedimen dan tekstur tanah
menunjukkan bahwa kondisi substrat sedimen pantai Bama masih layak bagi
kehidupan flora dan fauna.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Hasil pengamatan komunitas diperoleh komposisi lamun ada 8 jenis dari 2
famili yaitu famili Hydrocharitaceae (Enhalus acoroides, Halophila ovalis,
Halophila minor, dan Thalassia hemprichi) dan famili Potamogetonaceae
(Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium, dan
Halodule uninervis) dengan kepadatan lamun tertinggi adalah spesies Cymodocea
rotundata. Komunitas alga periphyton pada daun lamun Enhalus acoroides
diperoleh komposisi 4 filum, yaitu Chlorophyta, Chrysophyta, Cyanophyta, dan
Phaeophyta dengan kepadatan tertinggi adalah phylum Chlorophyta. Sedangkan,
pada komunitas Moluska diperoleh komposisi 2 kelas yaitu Gastropoda dan
Pelecypoda, dengan kepadatan tertinggi adalah kelas Gastropoda. Keberadaan
lamun di pesisir pantai Bama menyebabkan meningkatnya keragaman flora dan
fauna
Dari analisa kualitas air diketahui bahwa suhu 32ºC, kecepatan arus berkisar
antara 0,05-0,0943 m/s, salinitas 30 ‰, turbiditas berkisar antara 2-4 NTU, pH 9,
CO2 berkisar 0-9,08 mg/l, nitrat berkisar 0,0607-0,0696 ppm, ortophospat berkisar
0,196-0,474 ppm,. Sedangkan dari analisa sedimen antara lain nitrat berkisar 6,18
-12,88 ppm, phospat berkisar 11,16-19,80 ppm, bahan organik berkisar 3,47-6,35
%. Tekstur tanah lempung berpasir, pasir berlempung dan pasir. Kisaran
parameter fisika dan kimia perairan mendukung kehidupan flora dan fauna yang
berada pada ekosistem lamun.
10

Saran
Diperlukan adanya upaya pelestarian dan pengembangan tumbuhan lamun di
lingkungan pesisir melalui penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya
lamun.

DAFTAR PUSTAKA

APHA. (1985). Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater,
American Public Health Assosiation, American Water Work Assosiation and
Water Environtment Federation 16th Edition, Washington DC.

Azkab, M. Huzni dan Indra Aswandy. (2000). Hubungan Fauna Dengan Padang
Lamun. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.

Dahuri, R., Rais, S. P. Ginting, M. J. Sitepu. (2001). Pengelolaan Sumberdaya


Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Edisi Revisi, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.

Dharma, B. (1992). Siput dan Kerang Indonesia II. Indonesian Shells, Penerbit
Sarana Graha, Jakarta.

Dono, Tomie dan Bayu Dwi Mardana. (2003). Fakta dan Data Baluran,
http//www.sinarharapan.com/baluran/wis02.html, Diakses pada tanggal 14
November 2007.

Effendi, Hefni. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan, Kanisius, Yogyakarta.

Fahruddin. (2002). Pemanfaatan, Ancaman, dan Isu-isu Pengelolaan Ekosistem


Padang Lamun, Makalah Falsafah Sains (PPS 702) Program Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fitriyah, Nurul. (2007). Studi Komunitas Alga Periphyton Pada Daun Lamun
Enhalus Acoroides di Pantai Bama Kecamatan Banyuputih Kabupaten
Situbondo Jawa Timur, Praktek Kerja Lapang, Fakultas Perikanan,
Universitas Brawijaya Malang. Malang.

James. (1979). Biological Indicators Water Quality. John Wilwy dan Sons, Ltd,
Toronto, USA.

Kiswara, W. (1992). Vegetasi lamun (Seagrass) di Rataan Terumbu Karang Pulau


Pari, Lombok dalam S. Soemodihardjo, O. H. Arinardi, I. Aswandy (EDS),
Dinamika Komunitas Biologi pada Ekosistem Lamun di Pulau Lombok,
Indonesia, Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta. Hal 11-25.
11

Loveless, A. R. (1987). Prinsip-Prinsip Tumbuhan untuk Daerah Tropik 1, Alih


Bahasa Oleh : Kuswata, K., Sarkat, D., Usep, S., PT. Gramedia, Jakarta.

Maliki, Forsep. (2007). Studi Komunitas Moluska Pada Ekosistem Lamun di


Kawasan Pesisir Pantai Bama Taman Nasional Baluran Kabupaten Situbondo
Jawa Timur, Praktek Kerja Lapang, Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya
Malang, Malang.

McKenzie, L. J. (2003). Guidelines for The Rapid Assessment of Seagrass


HabitatsinTheWesternPacific,http//www.seagrasswatch.org/SeagrassWatch_R
apid_Assessment_Manual_pdf.

Nybakken, J. W. (1988). Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis, PT.


Gramedia, Jakarta.

Patria, Ibi. (2007). Studi Komunitas Padang Lamun di Pantai Bama Taman
Nasional Baluran Kabupaten Situbondo Jawa Timur, Praktek Kerja Lapang,
Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya Malang, Malang.

Peristiwady, T. (1995). Padang Lamun di Pulau Osi dan Marsegu, Seram Barat :
Sumberdaya Hayati dan Pemanfaatannya dalam F. Cholik, Rosmiati, H.
Pramono (EDS), Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I, Buku II, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta.

Rombang, M. William dan Rudyanto. (1999). Daerah Penting Bagi Burung Jawa
dan Bali, PKA/BirdLife International-Indonesia Programme, Bogor.

Suin, N. M. (1989). Ekologi Hewan Tanah, Bumi Aksara, Jakarta.

Suryabrata, S. (1989). Metodologi Penelitian, CV. Rajawali, Jakarta.


12

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

You might also like