You are on page 1of 10

PEMBAGIAN HADIST

DARI SEGI KUALITAS DAN KUANTITAS

Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan


ajaran Islam, tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya. Al-Qur’an sebagai
sumber pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global, sedangkan
hadist sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan keumuman isi Al-
Qur’an tersebut.
Allah SWT menurunkan Adz-Dzikr, yaitu Al-Qur’an bagi umat manusia.
Agar Al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia, maka Allah SWT
memerintahkan Rasullullah SAW untuk menjelaskannya.
Hadist sebagai penjelasn Al-Qur’an itu memiliki bermacam-macam
fungsi. Salah satunya yaitu macam-macam hadist dilihat dari segi kualitas dan
kuantitas. Disini kami akan membahas tentang kualitas dan kuantitas hadist serta
ciri-ciri dan contoh dari hadist shahih, hadist hasan, dan hadist dhaif.

A. Pembagian Hadist dari Segi Kualitas dan Kuantitas


Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadist bergantung kepada tiga
hal, yaitu jumlah rawi, keadaan (kualitas) rawi, dan keadaan matan. Ketiga hal
tersebut menetukan tinggi-rendahnya suatu hadist. Bila dua buah hadis
menentukan keadaan rawi dan keadaan matan yang sama, maka hadist yang
diriwayatkan oleh dua orang rawi lebih tinggi tingkatannya dari hadist yang
diriwayatkan oleh satu orang rawi; dan hadist yang diriwayatkan oleh tiga orang
rawi lebih tinggi tingkatannya daripada hadist yang diriwayatkan dua perawi.1
Jika dua buah hadist memiliki keadaan matan jumlah rawi (sanad) yang
sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang kuat ingatannya, lebih tinggi
tingkatannya daripada hadist yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah
tingkatannya, dan hadist yang diriwayatkan oleh rawi yang jujur lebih tinggi
tingkatannya dari pada hadist yang diriwayatkan oleh rawi pendusta.

1
Drs. H. Mudasir. Ilmu Hadist. CV. Pustaka Setia: Bandung, 2005
Artinya :
"Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon tobat
kepada kami) pada waktu yang telah kami tentukan." 2

Pendapat lain membatasi jumlah mereka empat puluh orang, bahkan ada
yang membatasi cukup dengan empat orang pertimbangan bahwa saksi zina itu
ada empat orang.

Kata-kata (dari sejumlah rawi yang semisal dan


seterusnya sampai akhir sanad) mengecualikan hadist ahad yang pada sebagian
tingkatannya terkadang diriwayatkan oleh sejumlah rawi mutawatir.

Contoh hadist :

Artinya :
"Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya."

Awal hadist tersebut adalah ahad, namun pada pertengahan sanadnya


menjadi mutawatir. Maka hadist yang demikian bukan termsuk hadist mutawatir.

Kata-kata (dan sandaran mereka adalah


pancaindera) seperti sikap dan perkataan beliau yang dapat dilihat atau didengar
sabdanya. Misalnya para sahabat menyatakan; "kami melihat Nabi SAW berbuat
begini". Dengan demikian mengecualikan masalah-masalah keyakinan yang
disandarkan pada akal, seperti pernyataan tentang keesaan firman Allah dan
mengecualikan pernyataan-pernyataan rasional murni, seperti pernyataan bahwa
satu itu separuhnya dua. Hal ini dikarenakan bahwa yang menjadi pertimbangan
adalah akal bukan berita.

2
www.almanhaj.or.id
Bila dua hadis memiliki rawi yang sama keadaan dan jumlahnya, maka
hadis yang matannya seiring atau tidak bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran,
lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang matannya buruk atau bertentangan
dengan ayat-ayat Al-quran. Tingkatan{martabat) hadis ialah taraf kepastian atau
taraf dugaan tentang benar atau palsunya hadis berasal dari Rasulullah.3

Hadis yang tinggi tingkatannya berarti hadis yang tinggi taraf


kepastiannya atau tinggi taraf dugaan tentang benarnya hadis itu berasal
Rasulullah SAW. Hadis yang rendah tingkatannya berarti hadis yang rehdah taraf
kepastiannya atau taraf dugaan tentang benarnya ia berasal dari Rasulullah SAW.
Tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis menentukan tinggi rendahnya kedudukan
hadis sebagai sumber hukum atau sumber Islam

B. Hadist ditinjau dari kuantitas


1. Mutawatir
a. Mutawatir Lafdzi
Yang dimaksud dengan mutawatir lafdzi adalah yang mutawatir,
baik dari segi lafalna maupun maknanya.
b. Mutawatir ma’nawi
Mutawatir Ma’nawi adalah hadist yang mutawatir namun ari segi
maknannya saja, dan terdapat perbedaan pada lafalnya. Seperti
hadist yang menyatakan bahwa Rasullullah SAW mengangkat
kedua tangannya ketika bedoa. Terdapat seratus hadist yang
menyatakan hal ini, meskipun dalam permasalahan yang berbeda-
beda.4
2. Ahad
a. Hadist Masyhur
Dari segi bahasa, masyhur berarti idzhar yaitu tampak atau terlihat.
Sedangkan dari segi istilah, masyhur adalah hadist yang diriwayatkan

3
H.M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, Jakarta : Bulan Bintang, 1995

4
tarbiyah@isnet.org
oleh tiga orang perawi atau lebih pada tiap tingkatan perawinya
(thabaqah), namun tidak samapai pada derajat mutawatir.
b. Hadist Aziz
Dari segi bahasa aziz memilki dua pengertian, pertama qalla wa
nadara yaitu sedikit dan jarang, kemudian yang kedua, qowiya wa
istadda, yaitu kuat dan keras. Adapaun dari segi istilahnya, hadist aziz
adalah hadist yang diriwayatkan tidak kurang dari dua perawi pada
setiap thabaqah sanadnya.
c. Hadist Gharib
Dari segi bahasa, gharib bermakna “munfarid” yaitu menyendiri,
atau “al-ba’id an aqaribihl” Yaitu jauh dari saudara-saudaranya.
Sedangkan dari segi istilahnya, gharib adalah hadist yang diriwayatkan
hanya oleh satu orang perawi saja, baik pada seluruh ataupun salah satu
thabaqatnya.5

C. Hadist ditinjau dari kualitasnya


Dilihat dari kualitasnya, hadist terbagi menjadi tiga, yaitu Shahih, Hasan
dan Dhaif. Dari ketiga hadist ini terbagi-bagi lagi menjadi bagian-bagiannya
masing-masing:
1. Hadist Shahih
Dari segi bahasa Shahih berarti dhiddus saqim, yaitu lawan kata dari sakit.
Sedangkan dari segi istilahnya, hadist shahih adalah hadist yang sanadnya
bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari sejak awal
hingga akhir sanad, tanpa adanya syadz dan illat.

5
Mustafa Amin, Ibrahim al-Tazi, Muhadarat fi ‘Ulu al-Hadits, jami’ah al-azhar, 1971, jilid I
Artinya :
"Hadis sahih adalah hadis yng susunan lafadnya tidak cacat dan maknanya tidak
menyalahi ayat (al-Quran), hadis mutawatir, atau ijimak serta para rawinya adil
dan dabit." 6

Penjelasan definisi:

a. Sanadnya bersambung: yaitu bahwa setiap perwi dari seluruh


perawinya meriwayatkan hadist tersebut secara langsung dari
syeknya. Kondisi dari awal hingga akhir sanad hadist.
b. Perawi yang adil, yaitu bahwa seluruh perawinya harus memiliki
sifat-sifat seperti Islam, baligh, berakal, tidak fasiq dan tidak
memilki cacat yang menghilangkan muru’ahnya.
c. Dhabit, yaitu bahwa seluruh perawi yang ada harus memilki
ketepatan, baik dalam hafalan hadist, maupun dari tulisan atau
catatn hadist.
d. Tidak syadz. Yang dimaksud dengan syadz adalah bertentangannya
hadist perawi yang tsiqah dengan riwayat perawi lain yang lebi
tsiqah darinya.
e. Tidak ada illat. Sedangkan illat adalah sebab-sebab yang tidak
terlihat, yang dapat merusak kesahihan suatu hadist, meskipun
secara dzahir terlihat shahih.7
Pembagian Hadist Shahih:
Hadist shahih terbagi menjadi dua, yaitu shahih lidzatihi dan shahih
lighairihi.
a. Shahih Lidzatihi
Shahih Lidzatihi adalah hadist yang secara mandiri telah
memliki syarat-syarat keshahihan sebagaimana disebut di
atas. Atau dengan kata lain, bahwa shahih lidzatihi adalah
hadist shahih itu sendiri.

6
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1

7
media.isnet.org/Islam/Quraish/index.htm
b. Shahih Lighairihi
Shahih lighairihi adalah hadist hasan lidzatihi, apabila
terdapat hadist dari jalur sanad lain yang menguatkannya,
baik yang serupa atau yang lebih kuat darinya.8
2. Hadist Hasan
Dari segi bahasa hasan berarti jamal (indah atau elok). Adapun dari segi
istilah, hadist hasan adalah hadist yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
perawi yang adil namun tidak memiliki hafalan sekuat perawi hadist shahih, dari
awal hingga akhir sanad tanpa adanya syad dan i

Artinya :
"yang kami sebut hadis hasan dalam kitab kami adalah hadis yng sannadnya baik
menurut kami, yaitu setiap hadis yang diriwayatkan melalui sanad di dalamnya
tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta, matan hadisnya, tidak janggal
diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang sederajat. Hadis yang demikian
kami sebut hadis hasan."

Pembagian Hadist Hasan:


a. Hasan Lidzatihi
Hasan lidzatihi adalah hadist hasan itu sendiri, yaitu hadst yang
sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil namun

8
Al-Naisaburi, Kitab Ma’rifat Ulum al-Hadis, Kairo : Maktabah al-Mutanabbi, tt., 22-24
tidak memiliki hafalan sekuat perawi hadist shahih, dari awal
hingga akhir sanad tanpa adanya syadz dan illat.
b. Hasan Lighairi
Hasan lighairihi adalah hadist dhaif apabila dikuatkan dengan
hadist melalui jalur sanad lain, dan penyebab kedhaifannya bukan
karena kefasikan atau kedustaan perawinya.9
3. Hadist Dha’if
Dari segi bahasa dhaif adalah lawan kata kuat. Adapun dari segi istilah
dhaif adalah hadist yang tidak memiliki sifat hadist shahih dan hasan, dengan
hilangnya salah satu syarat-syaratnya.

Artinya :
"Hadis daif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih, dan juga
tidak menghimpun sifat-sifat hadis hasan." 10

Pembagian hadist Dha’if


Secara garis besar hadist dhaif dapat diklasifikasikan menjadi dua
klasifikasi besar; yaitu dhaif yang disebabkan karena sanadnya tidak bersambung
dan dhaif yang disebabkan karena sebab-sebab lain.
a. Dhaif yang disebabkan karena sanadnya tidak bersambung.
1. Mu’allaq, yaitu hadist yang pada permulaan sanadnya gugur
seorang perawi atau lebih secara berturut-turut

9
H.M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, Jakarta : Bulan Bintang, 1995

10
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang : Pustaka Rizki Putra,
1999
2. Mursal, Hadist yang pada sanadnya tidak disebutkan nama
sahabat yang meriwayatkan langsung dari Rasullullah SAW,
namun tabi’innya langsung menyebutkan dari Rasullullah SAW.
3. Mu’dhal, Hadist yang pada pertengahan sanadnya gugur dua
orang rawi atau lebih secara berturut-turut.
4. Munqalt, Hadist yang pada pertengahan sanadnya gugur, seorang
perawi atau lebih yang tidak berturut-turut.
5. Mudallas
a. Tadlis Isnad. Hadist yang perawinya meriwayatkan hadist
dari orang yang semasa dengannya namun sesungguhnya ia
tidak pernah mendengarkan hadist darinya, dengan
menggunakan lafal seolah-olah ia mendengarkan darinya.
b. Tadlis Suyukh. Hadist yang dalam sanadnya perawi
menyebut syekh yang ia dengar sebutan atau sifat yang tidak
dikenal, dengan tujuan supaya keadaan syekhnya yang
sebenarnya tidak diketahui orang. Hal ini bias karena
syekhnya tersebut dhaif atau karena sebab lainnya.
b. Dhaif yang disebabkan karena sebab-sebab lain yang bukan karena
ketidaktersambungan sanad.11
1. Maudhu: Sesuatu yang diada-ada dan bukan berasala dari
Rasullullah SAW, diatasnamakan bahwa ini berasal dari
Rasullullah SAW, baik sengaja ataupun tidak sengaja.
2. Matruk: Hadist yang diriwayatkan dari perawi yang tertuduh
berdusta serta tidak diketahui melainkan dari jaur sanadnya saja.
3. Munkar: Hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang dhaif, yang
bertentangan dengan perawi tsiqah.
4. Mu’allat: Hadist yang seca dhazhirnya (permukaannya) terlihat
shahih, namun ternyata memiliki aib/cacat tersembunyi.
5. Syadz: hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah, namun
ternyata bertentangan dengan riwayat perawi lain yang lebih
tsiqah darinya.

11
Drs. H. Mudasir. Ilmu Hadist. CV. Pustaka Setia: Bandung, 2005.
6. Mudraj: Hadist yang bercampur baik pada sanad atau matannya
dengan sesuatu yang bukan merupakan bagian dari hadist tersebut.
7. Maqlub: Hadist yang pada sanadnya atau matannya ada
pertukaran, dengan mengakhirkan yang awal atau mengawalkan
yang akhir atau dengan hadist yang lainnya.
8. Mudhtarib: Hadist-hadist yang diriwayatkan dari berbagai jalur
sanad yang sama-sama kuat dan saling bertentangan satu dengan
yang lainnya, dan tidak dapat diputuskan mana yang lebih kuat.

D. Kesimpulan

Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadist bergantung kepada tiga


hal, yaitu jumlah rawi, keadaan (kualitas) rawi, dan keadaan matan. Ketiga hal
tersebut menetukan tinggi-rendahnya suatu hadist. Ditinjau dari segi jumlah
perawinya, hadist dibagi menjadi dua Mutawatir dan Ahad. Dan Dilihat dari
kualitasnya, hadist terbagi menjadi tiga, yaitu Shahih, Hasan dan Dhaif.
• Hadist Shahih ialah hadist yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
perawi yang adil dan dhabit dari sejak awal hingga akhir sanad, tanpa adanya
syadz dan illat.
• Hadist Hasan ialah hadist yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
perawi yang adil namun tidak memiliki hafalan sekuat perawi hadist shahih,
dari awal hingga akhir sanad tanpa adanya syad dan illat.
• Hadist Dhaif ialah hadist yang tidak memiliki sifat hadist shahih dan hasan,
dengan hilangnya salah satu syarat-syaratnya.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Mudasir. Ilmu Hadist. CV. Pustaka Setia: Bandung, 2005

an-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, Mesir : al-Mathba’at al-


Mishriyah, 1924, juz I

H.M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, Jakarta : Bulan Bintang,
1995

Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang : Pustaka


Rizki Putra, 1999

Jalaluddin Rakhmat, “Dari Sunnah ke Hadis, Atau Sebaliknya?”, dalam Budhy


Munawar-Rachman (Ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah,
Jakarta : Paramadina, 1994

M. Abdurrahman, Pergeseran Pemikiran Hadis, Ijtihad al-Hakim dalam


Menentukan Status Hadis, Jakarta : Paramadina, 2000

Mustafa Amin, Ibrahim al-Tazi, Muhadarat fi ‘Ulu al-Hadits, jami’ah al-azhar,


1971, jilid I

Shubhi Shalih, ‘Ulum al-Hadis wa Mushthalahuhu, Beirut : Dar al-Ilm li al-


Malayin, 1960

Sharafuddin al-Musawi, Menggugat Abu Hurairah, Menelusuri Jejak Langkah


dan Hadis-Hadisnya, Jakarta : Pustaka Zahra, 2002

Al-Naisaburi, Kitab Ma’rifat Ulum al-Hadis, Kairo : Maktabah al-Mutanabbi, tt.,


hlm. 22-24

www.almanhaj.or.id
www.CyberMQ.com
media.isnet.org/Islam/Quraish/index.htm
tarbiyah@isnet.org

You might also like