You are on page 1of 15

RINGKASAN

Berdasarkan kondisi masyarakat China Benteng di Kampung


Cukang Galih tersebut, peneliti melihat terdapat suatu permasalahan
berkaitan dengan dampak perubahan sosial yang terjadi dengan
perubahan tradisi yang diperlihatkan oleh pergeseran nilai dalam tradisi
perkawinan tradisional Masyarakat China Benteng di Kampung Cukang
Galih.
Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh gambaran mengenai
dampak perubahan sosial pada masyarakat China Benteng di Kampung
Cukang Galih melalui analisa pergeseran nilai dalam perubahan yang
terjadi pada tradisi tersebut. Skripsi ini juga ditujukan untuk
menjelaskan relevansi dari teori perubahan sosial dalam praktek
kehidupan China Benteng di Kampung Cukang Galih. Selain itu, skripsi
ini juga bertujuan untuk menjelaskan dampak perubahan sosial yang
terjadi pada masyarakat China Benteng di Kampung Cukang Galih dalam
kehidupan sosial – budaya.

1. Masyarakat, Kebudayaan dan Perubahan Sosial


Masyarakat, menurut Prof. Koentjaraningrat adalah kesatuan
hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem
adat – istiadat tertentu yang bersifat berkelanjutan, dan yang
terikat oleh suatu rasa identitas bersama.1 Pada sisi lain,
kebudayaan, yang merupakan kata “Kebudayaan” dan “Culture”
berasal dari kata Sansekerta budhhayah, yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-
budaya-an dapat diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan

1
Prof. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke delapan. Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2002. Hal 146-147

1
akal”.2 Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar.3
Salah satu bentuk tradisi kebudayaan dalam masyarkat
adalah perkawinan. Menurut Prof. Hilman Hadikusuma
perkawinan menurut hukum adat adalah aturan-aturan hukum
adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan, cara-
cara pelamaran, upacara perkawinan dan putusnya perkawinan di
Indonesia atau perkawinan yang mempunyai akibat hukum
terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat
bersangkutan.4 Penjelasan tersebut memberikan gambaran
bahwa hukum adat yang berlaku dalam masyarakat mempunyai
peran yang penting dalam pelaksanaan dan tata cara
perkawinan.
Seiring dengan perubahan dalam kondisi dan kehidupan
masyarakat, praktek tradisi yang merek miliki pun mengalami
perubahan. Seperti yang dijelaskan oleh Soerjono Soekanto,
bahwa sebab terjadinya suatu perubahan mungkin dikarenakan
adanya sesuatu yang sudah tidak lagi memuaskan dan mungkin
juga masyarakat mengadakan perubahan karena terpaksa demi
untuk menyesuaikan suatu faktor dengan faktor-faktor lain yang
sudah mengalami perubahan terlebih dahulu.5

2
Prof. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke delapan. Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2002. Hal : 181.
3
Prof. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke delapan. Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2002. Hal : 180.
4
Prof. Hilman Hadikusuma. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. CV Mondar Maju. Bandar
Lampung : 1992. Hlm. 182.
5
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Hlm. 275.

2
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat dilihat bahwa
perubahan sosial secara langsung mempengaruhi pola hidup
masyarakat, meliputi gagasan, ide, tindakan, kebiasaan dan
sebagainya. Oleh karena itu, perubahan sosial juga dapat
mempengaruhi perubahan tradisi masyarakat. Menurut pakar
sosiologi Selo Soemardjan juga mengatakan bahwa perubahan
sosial dan kebudayaan mempunyai satu aspek yang sama, yaitu
keduanya berkaitan dengan suatu penerimaan cara – cara baru
atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi
kebutuhan – kebutuhannya.6

2. Perubahan Perkawinan Tradisional (Cio Tao) Akibat


Perubahan Sosial Masyarakat China Benteng di Kampung
Cukang Galih
2.1. Perubahan Sosial dalam Kehidupan Masyarakat China Benteng di
Kampung Cukang Galih
Selama 7 generasi mendiami wilayah Kampung Cukang Galih,
masyarakat China Benteng di Kampung Cukang Galih memiliki
mata pencaharian utama sebagai petani. Seorang anggota
masyarakat China Benteng di Kampung Cukang Galih yang
bernama Kong Coan menjelaskan bahwa:
“…. anak-anak saya juga petani, saya ngga mau ganti
profesi, nggak mampu, ngga ada pendidikan, pengalaman juga
ngga ada, SD saja ngga lulus. Tapi disini anak-anaknya sudah
banyak yang sampai perguruan tinggi, tapi anak saya ngga.”
Perubahan sosial mulai nampak terjadi di Kampung Cukang
Galih sekitar 1990-an ketika terjadi peristiwa pembebasan tanah.
Dalam peristiwa tersebut masyarakat China Benteng di Kampung
6
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Hlm 267.

3
Cukang Galih menjual lahan sawah mereka untuk dijadikan
sebagai komplek perumahan Citra Raya:
“Iya ada. Itu sekitar tahun 1990an, 1994 atau 1995. Banyak
yang kena pembebasan tanah di sini. Saya sendiri juga kena.
Tanahnya di jual kira-kira 2 hektar, akibatnya penghasilan saya
jadi menurun.”
Berdasarkan pernyataan narasumber tersebut, perubahan
fungsi lahan pertanian masyarakat China Benteng di Kampung
Cukang Galih menjadi lahan pemukiman Citra Raya tersebut
secara langsung mempengaruhi kondisi ekonomi masyarakat
China Benteng di Kampung Cukang Galih. Selain perubahan sosial
dalam bentuk penurunan ekonomi, perubahan sosial di Kampung
Cukang Galih juga terjadi dalam bidang pendidikan. Seperti
dikatakan oleh Cong Pin :
“Yah.. walaupun memang keadaan ekonomi masyarakat
China Benteng di Kampung Cukang Galih pas-pasan, kebanyakan
orang tua disini enggak pengen anak- anaknya cuma lulusan SD
seperti orang tuanya. Saya sih tetap usaha biar anak – anak saya
sekolah, paling enggak sampe SMA lah. Kalau saya sih, sudahlah
cukup jadi petani saja. Tapi anak yang penting pendidikan, biar
ada perubahan. Anak saya kuliah, 1 orang sudah s2, itu juga
karena kemauan anak saya mencari beasiswa.“
Selain pendidikan formal, faktor lain yang juga mendorong
terjadinya perubahan sosial pada masyarakat China Benteng di
Kampung Cukang Galih adalah keterbukaan mereka terhadap
unsur budaya lain. Contoh keterbukaan tersebut tampak ketika
terjadi dalam perayaan perkawinan tradisional masyarakat China
Benteng di Kampung Cukang Galih. Contohnya terlihat dari

4
kesenian Gambang Kromong, kesenian Gambang Kromong saat
ini telah mendapat pengaruh unsur budaya lokal, yaitu musik
dangdut.

2.2 Perubahan Tradisi Perkawinan Tradisional (Cio Tao) Akibat


Perubahan Sosial Masyarakat China Benteng di Kampung Cukang
Galih
Perubahan sosial yang dialami oleh masyarakat China
Benteng di Kampung Cukang Galih dapat dilihat jelas dalam
perubahan tradisi dalam perkawinan tradisional ( Cio Tao)
mereka. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan
langsung, masyarakat China Benteng di Kampung Cukang Galih
telah mengalami suatu perubahan sosial karena adanya akses
pendidikan yang formal, keterbatasan kondisi ekonomi dan
keterbukaan terhadap unsur budaya lain tersebut telah
mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat China Benteng
Lainnya.
a. Melamar
David Kwa, seorang ahli budaya China menyebutkan
bahwa,“Di masa lalu, pihak perempuan tidak memiliki
wewenang untuk mengambil keputusan dalam proses
pelamaran. Anak perempuan tersebut tidak memiliki akses
untuk menemui pihak laki-laki yang mengajukan lamaran dan
hanya bisa mengikuti pilihan yang dibuat oleh orang tuanya,
terutama keputusan sang Ayah.”
b. Bertunangan
Seorang warga masyarakat China Benteng di Kampung Galih
yang menolak untuk menyebutkan namanya menyatakan

5
bahwa, “…kalau sekarang mah udah gak ada istilah
tunangan, kalau anaknya udah pengen nikah ya nikah aja,
masa ditahan-tahan mau nikah mah..”
c. Sang Djit
Sang Djit merupakan tradisi untuk menentukan hari
pernikahan. Tradisi tersebut saat ini telah mengalami
perubahan sebagaimana disebut oleh Kwe Goan, yaitu, “…
kalau sekarang mah, Sang Djit sama hari Antar Pandjer
sudah disatuin harinya. Soalnya kalo dipisah-pisah ntar
keluar duit lagi.” Seorang masyarakat lain juga menyebutkan
bahwa “Sang Djit itu lebih praktis kalo digabung sama hari
Anter Pandjer. Jadi lebih irit juga, sekalian hemat biaya.”
d. Kee Ceng dan An Cheng,
Perubahan tradisi juga terjadi pada tradisi Kee Ceng dan An
Cheng. Erih, masyarakat China Benteng di Kampung Cukang
Galih, menyebutkan bahwa, “ Hari kee-ceng sama hari An-
cheng sekarang dibarengin. Maksutnya habis Kee Ceng baru
lanjut ke An Cheng, abis ngasi seserahan lanjut ke kamar
pengantin. Hemat biaya ‘sih…” Lebih lanjut lagi, The Hoa,
menceritakan bahwa, “…(karena Kee Ceng dan An Cheng
digabungan) jadi gak perlu ngeluarin biaya lagi buat di hari
yang lain lagi.”
e. Rias Bakal,
Nilai penting yang menyertai praktek tradisi ini berkaitan
dengan kepercayaan apakah mempelai wanita tersebut masih
perawan atau tidak. Seiring dengan terjadinya perubahan
sosial dalam masyarakat China Benteng di Kampung Cukang
Galih maka terjadi pergeseran dalam tradisi ini. The Hoa

6
menceritakan bahwa, “Jaman dulu pas rias bakal tuh jidat
perempuan ditempelin sama kertas merah. Katanya sih,
menurut kepercayaan, kalau itu kertas jatoh berarti dia udah
gak perawan tapi kalau sekarang kita udah ‘gak pake deh
gitu-gituan”.
f. Cio Tao
Salah satu ketentuan yang harus dilaksanakan pada tata
laksana Cio Tao adalah materi upacara Cio Tao dalam
menyediakan kompas dan pedang. Oey Tjin Eng
menyebutkan bahwa, “.. pedang sama kompas sekarang
udah ‘gak dipake soalnya itu barang udah susah dicari..”
David Kwa juga menyatakan bahwa, “…kalaupun ada
sekarang (pedang dan kompas) harganya mahal”.
g. Tradisi Main Kartu
Awalnya tradisi ini adalah sebagai sumbangan masyarakat
Cukang Galih terhadap tuan rumah pesta dan untuk
meramaikan suasana. Namun saat ini, kondisi tersebut telah
mengalami pergeseran, sebagaimana yang diceritakan oleh
Cong Pin, “dulu main kartu, pake taruhan uang, untuk
membantu tuan rumah pesta balik modal, kalau sekarang
makin susah, jadi ttp main kartu tp untuk hiburan.”
h. Kesenian Tari Cokek dan Gambang Kromong pada perayaan
perkawinan tradisional
Sebagai hiburan, dihadirkan kelompok musik gambang
kromong lengkap dengan penarinya, yang disebut Wayang
Cokek. Seiring dengan pergeseran nilai masyarakat China
Benteng di Kampung Cukang Galih, Kwe Goan, menyebutkan,
“…sekarang gambang kromong musiknya udah pake

7
dangdut, udah campur sekarang, ‘gak asli lagi kaya dulu,
waktu cuma pake lagu klasik”.

3. Analisa Pergeseran Nilai Pada Perkawinan Tradisional


(Cio Tao) Sebagai Dampak Perubahan Sosial Masyarakat
China Benteng di Kampung Cukang Galih

3.1. Bentuk dan Alasan Perubahan Perkawinan Tradisional China


Benteng Di Kampung Cukang Galih
a. Melamar
Pada jaman dulu, kedua calon pengantin tidak
diperbolehkan untuk bertemu sebelum terjadi keputusan sang
ayah dari anak perempuan namun pada jaman sekarang
keadaan tersebut sudah tidak diberlakukan lagi di masyarakat
Cukang Galih. Saat ini sang anak sudah bebas menentukan
pilihan calon pengantinnya, dan orang tua mereka juga
menyerahkan sepenuhnya pilihan tersebut kepada anaknya.
Alasan perubahan prosesi melamar dalam tradisi pra
upacara perkawinan tradisional China Benteng di Kampung
Cukang Galih ini dikarenakan jaman dulu kedudukan sosial
pria diatas kedudukan sosial wanita. Peran dan tanggung
jawab ayah sangat dominan saat menikahkan anak wanitanya
tersebut, sehingga ayah bukan sekedar pemberi restu tetapi
pihak yang mengijinkan anak wanita tersebut diikat dalam
ritual Cio Tao.
Saat ini keadaan tersebut sudah tidak sesuai dengan
masyarakat Cukang Galih, mereka yang mendapat pengaruh
dari sistem pendidikan formal telah mengubah pola pikir yang

8
lebih terbuka dengan sistem lapisan masyarakatnya yaitu
adanya persamaan kedudukan sosial diantara wanita dan
pria. Karena pengaruh unsur budaya setempat tersebutlah
masyarakat China Benteng di Kampung Cukang Galih pada
jaman sekarang yang sudah lebih terbuka dan para orang tua
juga sudah membebaskan anaknya untuk mencari
pasangannya sendiri.
b. Tunangan
Pada jaman dahulu, tunangan biasanya membutuhkan
proses waktu yang sangat lama, sekitar 3-6 bulan. Saat ini,
proses tunangan pada masyarakat China Benteng di
Kampung Cukang Galih tersebut tidak sudah tidak dilakukan,
hanya saja persiapan untuk pesta perkawinan itu tetap
dilakukan namun tidak memakan waktu yang sangat lama
seperti pada proses tunangan jaman dulu.
Alasan perubahan prosesi tunangan pada pra – upacara
perkawinan tradisional masyarakat China Benteng di
Kampung Cukang Galih. Hal ini dikarenakan selain
menunggu persetujuan ayah dari pihak calon mempelai
wanita juga untuk menyiapkan segala persiapan perkawinan
yang akan dilaksanakan. Saat ini, sesuai dengan pernyataan
narasumber, tradisi tunangan ini dipersingkat
c. Sang Djit
Dalam proses Sang Djit, orang tua dari pihak mempelai
pria dengan orang tua pihak mempelai perempuan juga
menentukan hari Antar Pandjer, hari An Cheng, dan hari
kawin. Pihak pria juga menyerahkan uang pesta dan uang
susu. Hal ini masih tetap dilakukan di Kampung Cukang Galih.

9
Namun saat ini terjadi perubahan dalam waktu
pelaksanaannya, yaitu di hari Sang Djit dilangsungkan juga
hari mengantar barang-barang yang akan diberikan kepada
pengantin perempuan dan keluarga, yang disebut Antar
Pandjer. Pada hari tersebut Pihak pria/keluarga pria dan
kerabat dekat mengantar seperangkat lengkap pakaian
mempelai wanita dan mas kawin.
Alasan perubahan hari Sangdjit dengan hari Antar
Pandjer digabung menjadi satu hari pada pra upacara
perkawinan tradisional masyarakat China Benteng di
Kampung Cukang Galih dikarenakan oleh keadaan ekonomi
mereka yang terbatas. Masyarakat China Benteng di
Kampung Cukang Galih yang sebagian besar berprofesi
sebagai petani tersebut, bergantung pada hasil panen
mereka yang tidak menentu. Oleh karena itu masyarakat
tersebut telah berpikir tentang masalah efisiensi waktu dan
biaya. Dengan menyesuaikan keadaan ekonomi, Mereka
akhirnya mengubah waktu pelaksanaan Hari Sang Djit
dengan Hari Antar Pandjer digabung menjadi satu hari.
d. Kee Ceng dan An Cheng
Hari khusus dimana pemberian barang - barang untuk
pemakaian si pengantin wanita dari sang ibu sebagai bekal
calon pengantin perempuan pada saat menikah dan berumah
tangga. Pada jaman dulu pemberian bekal ini dilakukan
disatu hari khusus sebagai pemberian hadiah serta guna
melindungi anak perempuan mereka dari gunjingan keluarga
pihak pengantin. Saat ini pada prosesi Kee Ceng di Kampung
Cukang Galih berubah, yaitu pada waktu pelaksanaan prosesi

10
Kee Ceng yang digabung menjadi satu hari dengan hari An
Cheng. Prosesi pelaksanaan kee-ceng tetap dilakukan oleh
masyarakat China Benteng Di Kampung Cukang Galih, namun
mereka lebih menggunakan istilah Hari An Cheng.
Alasan prosesi Hari Kee Ceng dengan Hari An Cheng
digabung menjadi satu hari dikarenakan pertimbangan
masyarakat China Benteng di Kampung Cukang Galih
terhadap masalah waktu dan biaya sesuai dengan pemaparan
yang disampaikan oleh masyarakat China Benteng di
Kampung Cukang Galih.
e. Rias Bakal
Tradisi Rias Bakal merupakan tradisi merias calon
mempelai wanita. Pada masa lalu, tradisi ini merupakan salah
satu tradisi yang dianggap penting karena melalui tradisi ini
dapat ditentukan apakah calon mempelai perempuan masih
perawan atau tidak. Metode yang digunakan untuk
menentukan hal tersebut adalah dengan menempelkan
semacam kertas merah di dahi calon mempelai wanita. Jika
kertas tersebut menempel dan bertahan di dahi calon
mempelai wanita maka diyakini masih perawan. Sebaliknya,
jika kertas tersebut terjatuh makan calon mempelai wanita
akan dianggap sudah tidak perawan lagi. Seiring dengan
akses pendidikan formal di Kampung Cukang Galih, pola pikir
dan logika masyarakat China Benteng di Kampung Cukan
Galih mengenai tradisi tersebut mengalami perubahan.
Narasumber masyarakat China Benteng di Kampung Cukang
Galih menjelaskan bahwa saat ini metode pengujian
keperawanan melalui kertas merah tersebut sudah tidak

11
digunakan lagi, metode tersebut dapat dikatakan tidak logis
karena tidak memiliki alasan keilmuan yang rasional. Menurut
mereka, untuk mengetahui apakah seseorang masih perawan
atau tidak dapat melalui cara-cara lain yang lebih akurat.
f. Materi Upacara pada ritual Cio Tao dalam perkawinan
tradisional Cio Tao
Pada jaman dulu, di atas gantang (takaran beras)
terdapat beberapa benda yang menyimbolkan makna
tertentu pada masing-masing benda, seperti buku Lah-jit,
gunting, timbangan obat Tiong Hoa, penggaris Tiong Hoa,
cermin, benang sutra, pelita minyak, sisir, pedang, dan
kompas. Tetapi sekarang, tidak semuanya ada atau kurang
lengkap. Jaman sekarang kompas dan pedang sudah tidak di
pakai lagi. Keadaan ini terjadi karena tidak semua
masyarakat China Benteng di Kampung Cukang Galih mampu
menyediakan barang-barang tersebut. Sesuai dengan kondisi
yang dipaparkan oleh anggota masyarakat China Benteng di
Kampung Cukang Galih, kondisi barang yang sudah langka
serta keterbatasan ekonomi menyebabkan masyarakat China
Benteng di Kampung Cukang Galih hanya menggunakan
materi upacara yang mudah ditemukan pada jaman
sekarang.
g. Tradisi Main Kartu
Pada masa lalu, permainan kartu di rumah Tuan Pesta,
permainan kartu ini menggunakan uang merupakan bentuk
sumbangan masyarakat terhadap Tuan Pesta. Saat ini kondisi
tersebut sudah berubah, permainan kartu tidak lagi
menggunakan uang taruhan. Menurut masyarakat China

12
Benteng di Kampung Cukang Galih, keterbatasan ekonomi
menyebabkan mereka tidak mempunyai uang lebih untuk
dipertaruhkan dalam permainan kartu ini.
h. Kesenian Tari Cokek dan Gambang Kromong pada perayaan
perkawinan tradisional
Saat ini, Kesenian Gambang Kromong mengalami
perubahan pada lagu – lagu yang dibawakan. Perubahan
tersebut dikarenakan masyarakat China Benteng di Kampung
Cukang Galih yang merasa tidak sesuai dengan keadaan saat
ini dan tidak puas dengan hiburan lagu – lagu klasik tersebut
akhirnya melakukan perubahan pada pada lagu – lagu yang
dibawakan oleh kesenian Gambang Kromong. Lagu – lagu
yang dibawakan pun telah mendapat pengaruh budaya lokal
setempat, dalam hal ini lagu – lagu dangdut yang lebih
diminati oleh masyarakat tersebut. Selain gambang kromong,
kesenian yang ditampilkan adalah lenong, yaitu suatu bentuk
seni budaya lokal betawi yang telah beradaptasi dengan
masyarakat di Kampung Cukang Galih.

3.2. Pengaruh Pergeseran Nilai Pada Perkawinan Tradisional


(Cio Tao )Terhadap Masyarakat China Benteng di Kampung
Cukang Galih
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung
berikut ini pergeseran nilai yang ditemukan pada perkawinan
tradisional masyarakat China Benteng di Kampung Cukang Galih :
a. Pergeseran nilai tradisi
Perubahan dalam tata cara, pelaksanaan dan materi
dalam Cio Tao memperlihatkan adanya pergeseran nilai

13
tradisi dalam upacara perkawinan tradisional tersebut.
Pergeseran nilai tradisi dalam Cio Tao menyebabkan terjadi
perubahan dalam Cio Tao itu sendiri dimana pelaksanaan
perkawinan tradisional Cio Tao di Kampung Cukang Galih
saat ini berbeda dengan ketentuan Riwayat 40 Taon Tiong
Hoa Hwe Koan dalam hal merayakan perkawinan yang
dilaksanaan pada masa lalu.
b. Pergeseran nilai seni
Perubahan sosial masyarakat China Benteng di Kampung
Cukang Galih yang didorong oleh faktor keterbukaan mereka
terhadap unsur budaya lain, telah mempengaruhi nilai seni
yang terdapat dalam perayaan tradisi perkawinan tradisional
mereka. Pergeseran nilai seni tersebut terlihat pada
lagu – lagu yang dibawakan oleh kesenian gambang kromong
dalam perayaan tradisi perkawinan tradisional tersebut.
Pada jaman dulu, lagu – lagu yang dibawakan
merupakan lagu – lagu klasik berhaluan nada selendro yang
masih kental dengan budaya nenek moyang mereka. Namun
pada saat ini, keterbukaan masyarakat China Benteng di
Kampung Cukang Galih terhadap unsur budaya lain telah
mengubah lagu – lagu yang dibawakan oleh kesenian
gambang kromong, yaitu lagu – lagu dangdut yang
merupakan pengaruh unsur budaya lokal. Mereka tetap
membawakan lagu – lagu tersebut dengan alat musik yang
terdapat pada kesenian gambang kromong. Pergeseran nilai
seni tersebut telah mempengaruhi pengetahuan mereka
terhadap budaya asli masyarakat China Benteng di Kampung
Cukang Galih. Saat ini, pengetahuan masyarakat China

14
Benteng di Cukang Galih mengenai lagu-lagu klasik tersebut
sangat minim dibandingkan dulu saat lagu-lagu tersebut
masih dimainkan dalam seni Gambang Kromong

4. SIMPULAN
Perubahan sosial yang dialami oleh masyarakat China
Benteng di Kampung Cukang Galih telah mempengaruhi tata nilai
yang terdapat di dalam masyarakat tersebut. Sejalan dengan
yang dikatakan oleh oleh Soerjono Soekanto, bahwa sebab
terjadinya suatu perubahan mungkin dikarenakan adanya sesuatu
yang sudah tidak lagi memuaskan dan mungkin juga masyarakat
mengadakan perubahan karena terpaksa demi untuk
menyesuaikan suatu faktor dengan faktor-faktor lain yang sudah
mengalami perubahan terlebih dahulu.
Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat China
Benteng di Kampung Cukang Galih yaitu perubahan di bidang
ekonomi, pendidikan dan keterbukaan budaya. Perubahan sosial
di bidang-bidang tersebut secara langsung menyebabkan
terjadinya perubahan dalam tradisi Cio Tao atau perkawinan
tradisional masyarakat China Benteng di Kampung Cukang Galih.
Perubahan dalam tradisi Cio Tao tampak dalam pergeseran nilai-
nilai dalam tata cara, pelaksanaan dan materi yang terdapat
dalam Cio Tao. Berdasarkan wawancara dan pengamatan Cio Tao
secara langsung, nilai-nilai yang berubah adalah nilai tradisi dan
nilai seni. Perubahan dalam nilai tradisi dan seni tersebut adalah
bentuk penyesuaian dari Masyarakat China Benteng di Kampung
Cukang Galih terhadap tradisi perkawinan Cio Tao sesuai dengan
kondisi ekonomi, pendidikan dan budaya mereka saat ini.

15

You might also like