You are on page 1of 19

GAGASAN ALTERNATIF

PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
PENGELOLAAN TEKNOLOGI
MASYARAKAT DI DAERAH
Tatang A Taufik dan Ign Subagjo*)

1. PENDAHULUAN

A. Isu Pokok
Salah satu langkah penting dan strategis dalam pengelolaan aset intelektual
bangsa adalah inovasi dan perlindungan hukum bagi teknologi
masyarakat/indigenous technology (selanjutnya disingkat “tekmas”). Tentu saja
perlu ada upaya-upaya tertentu agar tekmas dapat memenuhi
persyaratan/ketentuan perundangan regim HKI yang berlaku.
Siapa yang “seharusnya” mewakili kepentingan “kelompok masyarakat pemilik
tekmas atau pengetahuan tradisional tertentu,” mempunyai atensi dan empati
untuk memperjuangkan pengembangan/inovasinya dan secara hukum “berhak
atas kepemilikannya”? Sejauh ini belum ada ketentuan yang mengatur hal
demikian. Sehubungan dengan hal tersebut, setting kelembagaan merupakan
salah satu isu penting yang perlu ditelaah.
Sampai saat ini, hampir keseluruhan proses pengelolaan Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) masih ditangani secara terpusat di Kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual – Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
yang berlokasi di Jalan Daan Mogot Km. 24 Tangerang, Banten. Harus diakui
bahwa hal ini sering dianggap menjadi hambatan signifikan sebagian besar
masyarakat. Keterbatasan akses karena jarak fisik, walaupun sering diungkap oleh
masyarakat yang tinggal di daerah luar Jabotabek, sebenarnya relatif mudah
diatasi oleh kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi saat ini. Tetapi
keterbatasan akses karena mekanisme prosedural, tidaklah semudah itu. Alternatif
yang rasional adalah dengan perbaikan kelembagaan, yang “mendekatkan”
dengan sumber kekayaan intelektual bangsa Indonesia.
B. Dasar Pemikiran
* )
Dr. Tatang A Taufik, MSc. dan Ir. Ign Subagjo, MSCE bekerja di Pusat Pengkajian Kebijakan
Teknologi Pengembangan Unggulan Daerah dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat (P2KT
PUDPKM) – BPPT.

109
PENGETAHUAN/TEKNOLOGI MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF MULTIDIMENSI

Aksesibilitas dalam arti “kedekatan” jarak fisik dan kemudahan yang dipersepsikan
oleh mereka yang membutuhkan pelayanan informasi, pendaftaran, dan
penyelesaian persoalan lain yang terkait dengan HKI sangat penting dalam
mendorong meningkatnya perolehan HKI dan kesadaran hukum tentang HKI di
masyarakat. Dalam hal tertentu, ini sebenarnya analog dengan kesehatan
masyarakat dan keluarga berencana (KB) serta pembangunan pertanian. Adanya
Puskesmas, Posyandu atau tenaga penyuluh pertanian (di bidang pertanian)
banyak membantu masyarakat memperoleh layanan yang sangat dibutuhkan
karena “kedekatannya.” Mekanisme kelembagaan yang lebih “membumi” bagi
masyarakat menjadi kunci. Kesehatan keluarga, perencanaan anak yang lebih baik
atau praktek bertani yang baik secara perlahan tak lagi menjadi “barang mewah.”
Hal demikianlah yang sebenarnya perlu diupayakan dengan pengelolaan HKI bagi
tekmas. Tentu saja sesuai ketentuan yang berlaku, keputusan perolehan HKI tetap
menjadi kewenangan Depkeh dan HAM. Namun “siapa yang, dan bagaimana”
menjembatani antara masyarakat di daerah dengan penentu regulasi (dalam hal ini
HKI) sejauh ini belum ada.1
Masyarakat umumnya mempunyai persepsi tipikal birokrasi dengan citra yang
kurang positif dan acapkali sinisme. Birokrasi bertele-tele, panjang/lama, berbelit-
belit, dengan kualitas layanan yang rendah, sementara biayanya mahal, tidak
efisien dan sebagainya. Gagasan yang ditawarkan oleh Osborne dan Gaebler
(1996) sangat menarik dan relevan untuk Indonesia. Indonesia pada dasarnya juga
menghadapi masalah yang sama seperti halnya Amerika. Semangat perbaikan
paradigma Osborne dan Gaebler ini yang juga tampaknya perlu diadopsi dalam
pengembangan kelembagaan tekmas dan HKI di daerah.
Rancangan kelembagaan sebagai salah satu sarana (baik dalam pengertian
organisasi dan pengorganisasian koordinasi, tata kerja dan sekaligus mekanisme
kerja) yang sesuai sangatlah diperlukan agar tujuan yang dikehendaki dapat
diwujudkan dengan efektif dan efisien. Dalam kaitan ini, beberapa pokok pemikiran
tentang aspek kelembagaan disusun sebagai bahan pertimbangan untuk
pengembangan “lembaga pengelola aset intelektual lokal/daerah,” khususnya
teknologi masyarakat (untuk memudahkan, dalam makalah ini selanjutnya
disingkat PASINDA).2
Pengembangan PASINDA diajukan dengan semangat pemberdayaan produsen
dan pengguna karya intelektual di daerah, baik dunia usaha sebagai pengguna
sekaligus penghasil potensial karya intelektual, maupun peneliti/perekayasa di
1
Beberapa konsultan hukum dan program insentif pemerintah (misalnya dari Deperindag
dan Kantor Riset dan Teknologi) di antaranya memang menawarkan pengurusan paten. Namun
selain jasa konsultan hukum masih dinilai mahal bagi masyarakat umum, program insentif dari
pemerintah pun jangkauannya masih relatif terbatas. Karenanya kelembagaan di daerah
(khususnya peran pemerintah daerah dan stakeholder kunci lainnya di setiap daerah) menjadi kunci
tanpa selalu harus bergantung pada program “instansi pusat.”
2
Singkatan ini sekedar memudahkan saja. Penamaan lembaga yang sebenarnya
sepenuhnya ditentukan oleh masing-masing stakeholder daerah.

110 MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DAN


PERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA
GAGASAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
PENGELOLAAN TEKNOLOGI MASYARAKAT DI DAERAH
Tatang A Taufik dan Ign Subagjo
perguruan tinggi, lembaga penelitian dan rekayasa (litbangyasa), dan lainnya
sebagai sumber penghasil karya intelektual.
Suatu gagasan ataupun instrumen kebijakan yang baik secara konseptual acapkali
tidak dapat mencapai hasil yang diinginkan hanya karena implementasi
operasionalisasi dari rencana tindakan (action plan)-nya tidak tepat. Karena itu,
keberhasilan PASINDA pada akhirnya ditentukan oleh kemampuan para pelaku
dalam mengimplementasikannya.

2. KERANGKA INISIATIF

Tugas dan fungsi utama PASINDA adalah


 Mewakili kepentingan “kelompok masyarakat pemilik tekmas dan/atau
pengetahuan tradisional tertentu di daerah tertentu.”
 Melaksanakan/mengorganisasikan dan mengkoordinasikan secara
sistematis pengembangan/inovasi dan perlindungan HKI tekmas di daerah
tertentu.
 Memberikan pelayanan kepada masyarakat penghasil dan pengguna karya
intelektual, khususnya teknologi masyarakat, berupa sosialisasi, konsultasi
dan advokasi HKI.

Dengan demikian diharapkan bahwa “masyarakat pemilik” karya intelektual


(tekmas dan/atau pengetahuan tradisional), inovator, dan pengguna memperoleh
nilai/keuntungan ekonomi secara adil. Selain itu, kehadiran PASINDA dan
pelayanannya diharapkan dapat memberikan manfaat berikut:
 Penghasil dan pengguna karya intelektual difasilitasi untuk mengembangkan
(berinovasi) dan memanfaatkan teknologi masyarakat secara optimal
sehingga dapat meningkatkan nilai tambah.
 Penghasil dan pengguna karya intelektual dapat memperoleh kemudahan
dan bantuan teknis dalam hal pengajuan perolehan HKI.

PASINDA dikembangkan atas dasar kompetensi dan merupakan lembaga


independen, swadana dan nirlaba namun tetap harus mampu menghasilkan
revenue agar operasionalisasinya dapat tetap berlanjut. Artinya, model/format
bisnis lembaga harus jelas. Bentuk kemitraan publik-swasta (public-private
partnership) mungkin merupakan alternatif bentuk yang sesuai untuk PASINDA.

P2KT PUDPKM 111


DB PKT
PENGETAHUAN/TEKNOLOGI MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF MULTIDIMENSI

Jika dinilai lebih baik, terutama efektif bagi implementasi operasionalnya, maka
alternatif bentuk “forum” juga bisa dipilih.
Secara garis besar, organisasi/lembaga (atau forum) tersebut dapat dikembangkan
atas beberapa bidang yang sesuai dengan kebutuhan yang dipimpin oleh seorang
pimpinan/ketua lembaga. Dalam hal ini bidang-bidang yang diperlukan adalah
Bidang Teknologi, Bidang HKI dan Bidang Pendukung serta mungkin sebuah Unit
Pelayanan Teknis.
Bidang Teknologi berperan dalam hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan
teknologi masyarakat dan pemberian jasa pelayanan teknologi-bisnis. Bidang HKI
berperan dalam hal peningkatan kesadaran masyarakat tentang HKI, peningkatan
perolehan HKI dan pemberian perlindungan/advokasi permasalahan HKI. Bidang
Pendukung berperan mendukung kelancaran pelaksanaan tugas Bidang Teknologi
dan Bidang HKI dalam hal administrasi dan penyediaan fasilitas kerja.
Pembiayaan untuk operasionalisasi lembaga tersebut dapat berasal dari subsidi
pemerintah, sponsorship, keanggotaan, sumbangan, kemitraan pendanaan dan
imbalan jasa pelayanan, dan/atau sumber-sumber pendanaan lain yang legal.

3. TINJAUAN SINGKAT KETENTUAN PERUNDANGAN

Sejak tahun 1977 Indonesia telah meratifikasi “Convention Establishing the World
Trade Organization (Konvensi WTO) yang di dalamnya termuat pula tentang
Agreement on the Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights
(Persetujuan TRIPs) yang mulai diberlakukan 1 Januari 2000 (dalam
pelaksanaannya ditunda sampai Juni 2000). Sebagai konsekuensi, Indonesia
harus menyesuaikan undang-undang di bidang HKI, yaitu:
1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta (dan sedang dalam
perbaikan lagi);
2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-
undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten;
3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-
undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek;
4. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman;
5. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
6. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;

112 MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DAN


PERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA
GAGASAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
PENGELOLAAN TEKNOLOGI MASYARAKAT DI DAERAH
Tatang A Taufik dan Ign Subagjo
7. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu.

Selain itu, sejalan dengan persetujuan TRIPs, Indonesia juga masih harus
mengakomodasi jenis HKI lainnya, yaitu tentang Indikasi Geografis. Beberapa
perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, yaitu:
1. Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention
Establishing the World Intelectual Property Organization (melalui Keputusan
Presiden RI Nomor 15 Tahun 1997);
2. Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation under the PCT (melalui
Keputusan Presiden RI Nomor 16 Tahun 1997);
3. Trademarks Law Treaty (melalui Keputusan Presiden RI Nomor 17 Tahun
1997);
4. Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic Work (melalui
Keputusan Presiden RI Nomor 18 Tahun 1997);
5. WIPO Copyright Treaty (melalui Keputusan Presiden RI Nomor 19 Tahun
1997).

Perundangan/peraturan lain yang terkait dengan masalah manajemen HKI di


daerah adalah:
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah;
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom.

Implikasi dari pelaksanaan Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 1999 pasal 65


yang berbunyi “Di Daerah dapat dibentuk lembaga teknis sesuai dengan
kebutuhan Daerah” memungkinkan bagi pemerintah daerah untuk membentuk
sebuah lembaga yang berfungsi untuk melakukan manajemen HKI dari segi
pendaftaran dan pengelolaan. Sedangkan untuk pengesahan kepemilikan HKI
masih tetap menjadi wewenang Pemerintah Pusat yang dalam hal ini adalah
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan HAM,
sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 2000 pasal 2 ayat 3 butir
24 (c).

P2KT PUDPKM 113


DB PKT
PENGETAHUAN/TEKNOLOGI MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF MULTIDIMENSI

4. KONSEP ALTERNATIF KELEMBAGAAN

A. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi


Kedudukan
1. PASINDA adalah lembaga non-pemerintah (atau bentuk kemitraan
publik-swasta) atau forum yang dibentuk atas prakarsa bersama dari
masyarakat, dunia usaha, perguruan tinggi dan pemerintah;
2. PASINDA dipimpin oleh seorang Ketua atau Koordinator.

Tugas Pokok
PASINDA mempunyai tugas pokok:
1. Mewakili kepentingan “kelompok masyarakat pemilik tekmas dan/atau
pengetahuan tradisional tertentu di daerah;”
2. Melaksanakan/mengorganisasikan dan mengkoordinasikan secara
sistematis pengembangan/ inovasi dan perlindungan HKI tekmas di
daerah;
3. Memberikan pelayanan kepada masyarakat penghasil dan pengguna
karya intelektual, khususnya teknologi masyarakat, berupa sosialisasi,
konsultasi dan advokasi HKI;
4. Membantu pemerintah daerah dalam bidang pengembangan teknologi
dan pengelolaan HKI tekmas di daerah.

Fungsi
Dalam melaksanakan tugas pokok, PASINDA menyelenggarakan fungsi-
fungsi sebagai berikut:
1. Perwakilan stakeholder tekmas setiap daerah;
2. Pelaksanaan/pengorganisasian secara sistematis pengkajian,
pemanfaatan, pemasyarakatan dan pengembangan/inovasi teknologi
masyarakat dan yang bermanfaat bagi pengembangan potensi daerah
untuk mendukung pembangunan daerah;
3. Pengkoordinasian pengkajian, pemanfaatan, pemasyarakatan dan
pengembangan/inovasi teknologi masyarakat dan yang bermanfaat
bagi pengembangan potensi daerah untuk mendukung pembangunan
daerah;

114 MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DAN


PERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA
GAGASAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
PENGELOLAAN TEKNOLOGI MASYARAKAT DI DAERAH
Tatang A Taufik dan Ign Subagjo
4. Pelayanan pendaftaran dan pengelolaan serta komersialisasi/
pemasaran/difusi produk HKI tekmas setiap daerah;
5. Pelayanan konsultasi, perlindungan, dan advokasi permasalahan HKI
terutama bagi stakeholder tekmas setiap daerah;
6. Peningkatan pemasyarakatan kesadaran, pengetahuan dan
pemahaman HKI bagi stakeholder tekmas setiap daerah;
7. Keperansertaan memberikan masukan kepada pemerintah daerah
dalam bidang teknologi dan HKI di daerah.

B. Indikator Keberhasilan dan Organisasi


Indikator Keberhasilan
Sejalan dengan tugas pokok dan fungsinya, keberhasilan PASINDA diukur
dari:
1. Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan tekmas daerah;
2. Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan tekmas dalam
pengembangan dan pemanfaatan potensi lokal untuk mendukung
pembangunan daerah;
3. Pertumbuhan pemanfaatan teknologi dan akses informasi teknologi
dan HKI tekmas daerah;
4. Berkembangnya minat masyarakat dalam perolehan dan
pemanfaatan produk HKI;
5. Meningkatnya pendaftaran dan perolehan HKI tekmas daerah;
6. Tumbuh-berkembangnya komersialisasi produk HKI tekmas daerah;
7. Kemudahan akses pelayanan, konsultasi, perlindungan, dan advokasi
permasalahan HKI terutama bagi stakeholder tekmas daerah;
8. Keberterimaan dalam keperansertaan PASINDA memberikan
masukan kepada pemerintah daerah dalam bidang teknologi dan HKI
di daerah.

Pengembangan PASINDA perlu memperhatikan faktor-faktor kritis, baik


“faktor keberhasilan” (key/critical success factors) maupun “faktor
penghambat” (berpeluang menjadi penghambat).

P2KT PUDPKM 115


DB PKT
PENGETAHUAN/TEKNOLOGI MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF MULTIDIMENSI

Faktor pendukung keberhasilan pengembangan PASINDA antara lain


adalah:
1. Memahami ‘pengguna’ (user) atau calon pengguna jasa/produk
lembaga dan persoalannya (‘walking in the client’s shoes’, ‘close to
the problem’);
2. ‘Fokus’ pada produk/layanan yang ‘bernilai’ bagi pengguna/kelompok
sasaran;
3. Mampu membangun ‘kepercayaan’ (trust) dan meyakinkan ‘manfaat’
(benefit) yang diperoleh;
4. Komitmen, konsistensi dan integritas untuk memberikan layanan
terbaik;
5. Ketepatan sistem penyampaian/layanan (delivery system), termasuk
cara, kemudahan memperoleh/mengakses layanan dan intensitas
pelayanan;
6. ‘Dukungan’ dan ‘koordinasi’ lembaga/pihak terkait;
7. ‘Sosialisasi’ program;
8. Keberlanjutan sistem (system sustainability).

Sedangkan beberapa faktor yang dinilai dapat menjadi penghambat/


kegagalan adalah:
1. ‘Daya serap/kualitas SDM’ pengguna;
2. Sikap resisten (skeptis, risk averse, apatis, suspicious) pengguna;
3. Rendahnya kemampuan pelayanan dan advocacy SDM pelaksana;
4. Kelemahan reward system;
5. Ketidakmemadaian sumber daya, sistem dan sarana-prasarana yang
diperlukan.

Organisasi
Susunan Organisasi PASINDA terdiri dari:
1. Ketua dan Wakil Ketua.
2. Bidang Teknologi dan Manajemen; Bidang HKI; dan Bidang
Pendukung (Administrasi, Humas, dan Sarana-Prasarana), yang
masing-masing dipimpin oleh Ketua Bidang.

116 MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DAN


PERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA
GAGASAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
PENGELOLAAN TEKNOLOGI MASYARAKAT DI DAERAH
Tatang A Taufik dan Ign Subagjo
3. Unit Pelayanan Teknis (UPT).

Fungsi organisasi terutama adalah membentuk dan melaksanakan


kerjasama operasi antar instansi/berbagai pihak terkait, sebagai stakeholder
tekmas setiap daerah, termasuk “komunitas pemilik,” lembaga litbangyasa,
perguruan tinggi, dan pemerintah daerah, untuk:
1. Mengembangkan dan menerapkan sistem operasi untuk menjamin
kelancaran kerja organisasi;
2. Mengembangkan dan menerapkan sistem pembiayaan untuk
membiayai operasi organisasi;
3. Memantau dan menyediakan dukungan untuk meningkatkan
efektivitas organisasi;
4. Memantau dan mengevaluasi keberhasilan program sesuai dengan
tolok ukur kinerja yang ditentukan.

Lembaga Komunitas Pemerintah Stakeholder


Litbangyasa "Pemilik" Tekmas Daerah Lain

Stakeholder Kunci Tekmas

PASINDA

Masyarakat Pengguna Tekmas

Gambar 1 Kerangka PASINDA.

P2KT PUDPKM 117


DB PKT
PENGETAHUAN/TEKNOLOGI MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF MULTIDIMENSI

Lembaga Komunitas Pemerintah Stakeholder


Litbangyasa "Pemilik" Tekmas Daerah Lain

Stakeholder Kunci Tekmas

Lembaga
Litbangyasa,
Individu
Ditjen HKI Pengembangan/
Depkeh & HAM Inovasi
Tekmas

Pendaftaran, Inventarisasi,
Perlindungan PASINDA Pemutakhiran
HKI Tekmas

Komersialisasi/
Difusi Sumber Lokal
Tekmas

Masyarakat Pengguna Tekmas

Gambar 2 Ilustrasi Kerangka “Mekanisme” Pengelolaan Aset Intelektual.

5. LANGKAH AWAL DAN KEBERLANJUTANNYA

A. Sumber Daya dan Investasi Awal


Beberapa kemungkinan tahapan awal skema pendanaan PASINDA antara lain
meliputi:
1. Subsidi pemerintah (penuh ataupun sebagian);

118 MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DAN


PERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA
GAGASAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
PENGELOLAAN TEKNOLOGI MASYARAKAT DI DAERAH
Tatang A Taufik dan Ign Subagjo
2. Sponsorship;
3. Keanggotaan (membership);
4. Sumbangan (hibah);
5. Kemitraan pendanaan;
6. Imbalan jasa pelayanan yang diberikan (fee).

Upaya resource-sharing, risk and benefit sharing antar pihak yang menilai urgensi
PASINDA sangat penting untuk ditumbuhkembangkan. Oleh karena itu, sosialisasi
PASINDA beserta programnya perlu direncanakan dan dilaksanakan dengan baik.

B. Operasi dan Pemeliharaan


Pada akhirnya, PASINDA perlu diarahkan agar dapat menjadi suatu unit/forum
swadana. Jika tidak, operasionalisasi PASINDA akan cukup membebani
pemerintah daerah itu sendiri dan akan sulit bagi PASINDA untuk dapat
berkelanjutan. Untuk itulah, walaupun PASINDA adalah organisasi nirlaba, tetap
perlu diupayakan agar mampu menjadi value and revenue center (bukan cost
center).
PASINDA pada dasarnya merupakan organisasi/forum nirlaba (not-for-profit
organization). Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa organisasi tersebut tidak boleh
mendapatkan keuntungan finansial. Organisasi nirlaba dalam hal ini mempunyai
pengertian bahwa keuntungan yang diperoleh (yang diukur secara finansial) tidak
dibagikan dalam bentuk deviden seperti dalam perusahaan murni yang
berorientasi keuntungan. Keuntungan tersebut merupakan sumber daya untuk
reinvestasi pengembangan organisasi (peningkatan fasilitas dan sarana yang
diperlukan, penguatan kompetensi, peningkatan mutu pelayanan, dan
sebagainya).
Walaupun begitu, tentu saja peranan pemerintah pada tahap awal pengembangan
sangat diperlukan. Karena PASINDA juga memiliki fungsi sosial yang besar, maka
tidak mudah untuk mengharapkan dunia usaha (non-pemerintah) untuk
memulainya. Tahapan awal dengan dukungan dana pemerintah daerah dapat
dianggap sebagai investasi awal (initial investment) dan pemicu pengembangan
(development trigger). Hal ini diperlukan setidaknya sampai PASINDA mampu
berfungsi sebagai unit swadana dalam waktu tidak lebih dari tiga tahun sejak
pendiriannya. Selanjutnya pola subsidi silang secara bertahap dapat dilaksanakan
hingga PASINDA mampu beroperasi secara mapan. Berbagai
kemungkinan/peluang pendanaan dari instansi tingkat pusat, daerah serta
partisipasi dunia usaha, KADIN, sumber bantuan luar negeri dan sumber
pendanaan lainnya perlu dijajagi.

P2KT PUDPKM 119


DB PKT
PENGETAHUAN/TEKNOLOGI MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF MULTIDIMENSI

C. Penanggung Jawab dan Mitra Kerja


Kejelasan tentang penanggung jawab dan mitra kerja terkait sangat penting agar
gagasan pengembangan PASINDA ini dapat diwujudkan dengan baik. Mengingat
faktor kunci bagi PASINDA adalah efektivitas peran dan fungsinya yang dibangun
atas dasar kompetensinya, maka mereka yang dinilai mempunyai kualifikasi yang
diperlukanlah yang diberi tanggung jawab pengelolaan PASINDA. Untuk tahap
awal, tabel berikut menyajikan suatu kemungkinan matriks kerja PASINDA.
Tabel 1 Kemungkinan Matriks Kerja.

Lembaga Penanggung
Tahap Mitra Kerja
Jawab
Tahap Persiapan Pemerintah Daerah 1. Perguruan Tinggi
dan Tahap (dapat menunjuk 2. Asosiasi Pengusaha dan
Operasional lembaga/perorangan Profesi
dalam 3. LSM setempat
operasionalisasinya) 4. Ditjen HKI – Dep.Kehakiman
dan HAM
5. Lembaga litbangyasa (mis.
BPPT/lembaga litbang lain).
Tahap Operasional Swadana secara penuh3 Lembaga di atas dan/atau
Penuh dan lembaga lain yang dinilai perlu.
Independen

Tabel 2 Tahapan Umum Pengembangan.

Tahap Sumber Daya Mekanisme Operasional


Tahap “Resource sharing”: dengan  Tim formatur persiapan
Persiapan: pemerintah daerah sebagai PASINDA dibentuk oleh
kontributor utama untuk Gubernur/Bupati/Walikota.
6 – 18 bulan
seed capital (dan  Manajemen diusulkan oleh
memberikan kesempatan tim formatur dan diangkat
kepada pelaku usaha dan atas persetujuan Gubernur/
pihak terkait lain yang Bupati/Walikota, dengan wakil
berminat) pemerintah daerah (ditunjuk
oleh Gubernur/
Bupati/Walikota) ada dalam
manajemen.

3
Sekedar contoh jika berbentuk organisasi bisnis sepenuhnya.

120 MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DAN


PERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA
GAGASAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
PENGELOLAAN TEKNOLOGI MASYARAKAT DI DAERAH
Tatang A Taufik dan Ign Subagjo
Tahap Sumber Daya Mekanisme Operasional
 Ketua PASINDA bertanggung
jawab kepada Gubernur/
Bupati/Walikota.
Tahap Penyertaan dana pemerintah  Persiapan proses sebagai unit
Operasional daerah berkurang swadana dilakukan.
Terbatas:  Masyarakat/dunia usaha di
12 – 30 bulan daerah diberi kesempatan
untuk "memiliki" PASINDA
secara bisnis (mis. Melalui
kepemilikan saham), dengan
mengutamakan pelaku UKM
setempat.
 Penawaran luas dapat
dilakukan, jika dinilai
diperlukan.
 Wakil pemerintah daerah
(yang ditunjuk oleh Gubernur/
Bupati/Walikota) dapat berada
dalam manajemen, jika
dikehendaki oleh pemerintah
daerah.
 Tim formatur manajemen
PASINDA dibentuk oleh
Gubernur/Bupati/Walikota.
Manajemen diusulkan oleh
tim formatur dan diangkat
atas persetujuan Gubernur/
Bupati/Walikota.
 Ketua PASINDA masih
bertanggung jawab kepada
Gubernur/Bupati/Walikota.

P2KT PUDPKM 121


DB PKT
PENGETAHUAN/TEKNOLOGI MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF MULTIDIMENSI

Tahap Sumber Daya Mekanisme Operasional


Tahap Swadana secara penuh  Serah terima pengelolaan
Operasional PASINDA dari Pemda
Penuh dan (Gubernur/Bupati/Walikota)
Independen: kepada "pengelola
independen".
± > 24 – 30
bulan  Wakil pemerintah daerah
(yang ditunjuk oleh
Gubernur/Bupati/Walikota)
dapat berada dalam
manajemen, jika dikehendaki
oleh Pemda.
 Pengelolaan independen
dengan manajemen dipilih
oleh anggota.
 Manajemen bertanggung
jawab kepada anggota.
 Perluasan organisasi.

6. SISTEM MANAJEMEN HKI

A. Proses Perolehan HKI


Penelusuran Awal
Sebelum suatu penemuan didaftarkan untuk memperoleh HKI maka
sebaiknya dilakukan penelusuran awal (baik di dalam maupun di luar negeri)
untuk memastikan bahwa yang akan didaftarkan perolehan HKInya benar-
benar sesuatu yang baru dan memenuhi syarat untuk memperoleh HKI.
Penelusuran tersebut dilakukan oleh kelompok yang berkompeten pada
PASINDA (misalnya Kelompok Teknologi – Bidang HKI) melalui berbagai
macam cara yang antara lain dapat dilakukan melalui jaringan internet di
dalam dan di luar negeri dengan alamat web site antara lain:

122 MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DAN


PERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA
GAGASAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
PENGELOLAAN TEKNOLOGI MASYARAKAT DI DAERAH
Tatang A Taufik dan Ign Subagjo
Indonesia : http://www.dgip.go.id/
Amerika : http://www.uspto.gov
Jepang : http://www.jpo-miti.go.jp/
Korea : http://www.kipo.go.kr
Australia : http://www.ipaaustralia.gov.au
Rusia : http://www.rupto.ru/
RRC : http://www.cpo.cn.net/
Malaysia : http://www.kpdnhg.gov.my/
Singapore : http://www.sg/
IBM : http://www.patents.ibm.com/
WIPO : http://www.wipo.org/

Selain melakukan penelusuran, kelompok ini juga bertugas untuk:


 Menilai substansi dari setiap usulan paten;
 Membantu penyusunan permohonan paten;
 Memberikan rekomendasi atas suatu penemuan;
 Menentukan strategi klaim paten.

Penyusunan Dokumen Pendaftaran


Format dokumen pendaftaran HKI telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual – Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia. Untuk menghindari pemborosan energi dan waktu akibat
kekurangcermatan dalam pengisian formulir pendaftaran, maka sebaiknya
dokumen pendaftaran disiapkan oleh pemohon dibantu oleh kelompok yang
berkompeten pada PASINDA (misalnya oleh Kelompok Hukum – Bidang
HKI).
Tugas-tugas lain dari kelompok hukum ini adalah:
 Melakukan pendaftaran permohonan perolehan HKI;
 Mengelola sistem insentif;
 Mengevaluasi persyaratan formal administrasi dari setiap usulan;
 Menangani permasalahan hukum.

P2KT PUDPKM 123


DB PKT
PENGETAHUAN/TEKNOLOGI MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF MULTIDIMENSI

Pendaftaran
Dokumen pendaftaran yang telah disusun sesuai dengan format yang telah
ditetapkan selanjutnya didaftarkan ke Ditjen HKI. Pendaftaran ini dilakukan
oleh Kelompok Hukum – Bidang HKI, PASINDA.

Pemeriksaan Formalitas
Oleh Ditjen HKI, selanjutnya dokumen tersebut diperiksa kelengkapan dan
kebenaran persyaratan formal yang telah ditetapkan. Apabila telah
memenuhi persyaratan, maka permohonan HKI tersebut akan diumumkan
secara terbuka kepada masyarakat selama 6 bulan untuk mendapatkan
tanggapan.

Permohonan Pemeriksaan Substantif


Setelah berakhirnya masa pengumuman, pemohon melalui Kelompok
Hukum PASINDA mengajukan secara tertulis permintaan pemeriksaan
substantif (formulir permohonan telah ditetapkan).

Pemeriksaan Substantif
Pemeriksaan substantif dilakukan dalam waktu paling lama 24 bulan
terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan pemeriksaan
substantif. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan apakah
penemuan yang dimintakan paten tersebut dapat diluluskan atau tidak
dengan mempertimbangkan aspek-aspek sebagai berikut:
1. Aspek kebaruan;
2. Langkah inventif yang terkandung;
3. Dapat atau tidaknya penemuan tersebut diterapkan atau digunakan
dalam industri;
4. Apakah penemuan tersebut termasuk atau tidak dalam kelompok
penemuan yang tidak dapat diberikan paten;
5. Apakah pemohon memang berhak atau tidak atas paten bagi
penemuan tersebut;
6. Apakah penemuan tersebut bertentangan atau tidak dengan
peraturan perundang-undangan, ketertiban umum serta kesusilaan.

124 MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DAN


PERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA
GAGASAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
PENGELOLAAN TEKNOLOGI MASYARAKAT DI DAERAH
Tatang A Taufik dan Ign Subagjo
Pengesahan
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan substantif disimpulkan bahwa
penemuan yang dimintakan paten tersebut dapat dikabulkan, maka Kantor
Ditjen HKI akan memberikan Surat Paten dan memasukkan dalam Daftar
Umum Paten. Sebaliknya apabila disimpulkan penemuan tersebut tidak
dapat dikabulkan permohonan patennya, maka akan diberikan surat
penolakan.

Pengumuman kedua Pemberian HKI


Dengan telah diluluskannya permohonan HKI (misalnya paten), selanjutnya
Direktorat Paten-Ditjen HKI-Departeman Kehakiman dan HAM akan
mengumumkan dalam Berita Resmi Paten.

B. Pembiayaan Perolehan HKI


Segala biaya yang timbul dalam proses permohonan HKI pada awalnya
dibebankan pada anggaran PASINDA. Setelah perolehan HKI tersebut
menghasilkan revenue, maka penerima revenue berkewajiban untuk
mengganti seluruh biaya yang telah dikeluarkan.

C. Komersialisasi/Pemasaran HKI
HKI yang telah didapat harus dipasarkan agar menghasilkan nilai tambah
baik secara ekonomi maupun sosial. Komersialisasi/pemasaran ini
sebaiknya dilakukan oleh bagian tersendiri pada PASINDA yang sangat
kompeten (misalnya oleh Kelompok Pemasaran – Bidang HKI).
Tugas-tugas lain dari Kelompok Pemasaran adalah:
 Melakukan sosialisasi HKI;
 Melakukan estimasi nilai komersial dari setiap usulan paten;
 Memasarkan HKI, khususnya paten dan lisensi;
 Melakukan koordinasi dengan Kelompok Hukum dan Kelompok
Teknologi untuk negosiasi bisnis pemanfaatan paten;
 Mengembangkan Sistem Basis Data HKI dalam dan luar negeri.

P2KT PUDPKM 125


DB PKT
PENGETAHUAN/TEKNOLOGI MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF MULTIDIMENSI

D. Link dengan Instansi Lain


Dalam pengajuan permohonan perolehan HKI, sangat dimungkinkan adanya peran
instansi lain dalam menghasilkan suatu penemuan yang diajukan permohonan HKI
tersebut. Peran tersebut misalnya berupa bantuan teknis dari suatu lembaga
penelitian atau perguruan tinggi. Dalam hal ini maka selama mulai dari proses
pengurusan perolehan HKI sampai dengan pembagian royalti, instansi tersebut
harus dilibatkan yang diatur dalam kesepakatan bersama.

E. Pembagian Royalti
Apabila suatu HKI, khususnya paten, yang telah diluluskan berhasil laku
dipasarkan, maka pembagian royaltinya diatur berdasarkan kesepakatan bersama
antara pihak-pihak yang terkait dalam proses penemuan teknologi dan proses
perolehan HKI. Royalti tersebut, setelah dikurangi biaya perolehan HKI, secara
umum dibagi sebagai berikut:
 40% diberikan kepada penemu;
 20% diberikan kepada unit tempat penemu bekerja hingga menghasilkan
penemuan tersebut;
 40% diberikan kepada Lembaga Tekno-Bisnis dan HKI sebagai pengelola
HKI di daerah.

F. Ketentuan Umum Tentang Royalti


Paten suatu teknologi yang berasal dari hasil modifikasi/peningkatan suatu
teknologi yang telah berkembang di suatu masyarakat, maka kepada kelompok
masyarakat tersebut dibebaskan dari kewajiban membayar royalti bila
menggunakan teknologi yang telah dipatenkan tersebut;
Pembayaran royalti oleh UKM yang membeli suatu paten, dilakukan setelah UKM
tersebut berhasil memperoleh keuntungan finansial dari pemanfaatan teknologi
yang dibeli patennya.

7. PENUTUP

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal HKI - Departeman


Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, pada akhir tahun 2000
jumlah perolehan paten domestik baru sekitar 4% dari seluruh paten yang
didaftarkan di Indonesia. Selebihnya merupakan paten yang didaftarkan oleh

126 MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DAN


PERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA
GAGASAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
PENGELOLAAN TEKNOLOGI MASYARAKAT DI DAERAH
Tatang A Taufik dan Ign Subagjo
negara asing. Salah satu penyebab rendahnya perolehan paten tersebut adalah
karena adanya sistem terpusat dalam pendaftaran perolehan HKI (yaitu di
Tangerang – Banten) yang menyebabkan timbulnya keengganan bagi penghasil
karya intelektual yang berada jauh dari Tangerang untuk memproses pendaftaran
perolehan HKI.
Tanggung jawab pengembangan, pemanfaatan dan perlindungan hukum teknologi
masyarakat dan aset intelektual bangsa umumnya bukanlah semata tanggung
jawab “pemerintah pusat.” Sejalan dengan semangat otonomi daerah, maka
pemerintah daerah dan stakeholder lain di setiap daerah sebenarnya mempunyai
tanggung jawab (dan tentunya kewenangan) lebih dalam pengembangan,
pemanfaatan dan perlindungan hukum teknologi masyarakat dan aset intelektual
lain di daerah masing-masing.
Gagasan pengembangan “Lembaga Pengelola Aset Intelektual Lokal/Daerah”
(PASINDA) di daerah utamanya dimaksudkan sebagai alternatif solusi untuk
pengelolaan aset intelektual bangsa terutama dengan mengatasi hambatan
“jarak/kesulitan” dengan memfasilitasi upaya pengembangan/inovasi teknologi
masyarakat dan perlindungan hukumnya, termasuk pengurusan perolehan HKI di
setiap daerah.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Osborne, David dan Ted Gaebler (Penerjemah Abdul Rosyid). 1996.


Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government). Pustaka Binaman
Pressindo. Jakarta. 1996.
2. Unit Pengelola HKI BPPT. 1999. Panduan Pengajuan HKI BPPT. Jakarta.
3. _____________. 1999. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
4. _____________. 2000. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi
sebagai Daerah Otonom.
5. _____________. 1999. Buku Panduan tentang Hak atas Kekayaan
Intelektual, Departemen Kehakiman dan HAM RI, Ditjen HKI (bekerjasama
dengan JICA).

P2KT PUDPKM 127


DB PKT

You might also like