You are on page 1of 13

Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD

KRIMINOLOGI

Dosen:
Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., L.LM.  Pelanggaran.
Yesmil Anwar, S.H., M.Si.  Criminological/sociological definition : sociological constructed
Lies Sulistiani, S.H., M.H.  Kejahatan menurut persepsi publik;
Widati Wulandari, S.H., M.Crim.  Mala in se vs mala prohibita
 Labelling (of The Criminal Justice System Personel)
MATERI PERKULIAHAN Why people commite crime?
1. Pengantar
 Spritual/ demonological?
2. Persepsi Publik dan Representasi Kejahatan
 Biological?
3. Teori-Teori Kriminologi
a. Individual  Physchological?
1) Classical Criminology  Ecological?
2) Positivism (Biological dan Physchological)  Economic?
b. Situasional  Sociological?
1) Strain Theorie (Anomie, Differential Association) Kriminologi…..
2) Control Theorie  Studies of crime and criminal behavior
3) Labelling Perspectives  What is crime?
c. Social Cultural/ Conflict Theories  Why people commite crime?
1) Marxist Criminology  Who is the criminal?
2) Feminist Perspectives
3) New Right The search for the “criminal man”
4) Left Realism  People committing violation of law;
5) Critical Criminology (Structural, Postmodernism)  People committing violation of social norm;
 People processed in the criminal justice system;
 People punished by the court;
PARADIGMA PERKEMBANGAN KRIMINOLOGI
 People in prison.
Paradigma adalah satu kesepakatan untuk berpikir yang disepakati oleh para
Theorizing…….
ahli dalam menentukan batas-batas, tujuan dan hasil dari ilmu pengetahuan
 Involves a paradigm ( a window for looking at things)
tertentu.
 Highly ideological
What is a crime?  Influenced by intellectual and social heritage
 Legal definition : tindak pidana : politically constructed  May involevs only certain types of crimes
 Kejahatan; Thus…can not explain all kinds of crimes

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 1


Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Klasifikasi Teori yang memperoleh tentangan secara sadar dari negara berupa pemberian
 Sangat bergantung pada ideologi dan subjektifitas orang yang melakukan penderitaan.
teori
 Pada umumnya membuat dikotomi Pendekatan dalam Mempelajari Kriminologi
 Seringkali membuat klasifikasi yang bersifat artifisial  Normatif;
 Tidak satupun klasifikasi yang komprehensif dan ekhaustif  Kriminologis/sosiologis.
Dasar klasifikasi:
SUTHERLAND
 Aliran yang berkembang sejalan dengan waktu
 Ide/ konsep dasar  Proses Pembentukan Hukum
 Isu yang menjadi tema utama  Mengapa suatu perbuatan ditentukan sebagai kejahatan sedangkan
 Teoritisi utama/ dramatis personae perbuatan lain tidak?
 Siapa dalam suatu masyarakat yang menentukan kapan atau dalam
Teori Kejahatan
kondisi seperti apa suatu perbuatan yang dianggap sebagai
C. Lambrosso → Kejahatan= Bakat
penyimpangan tingkah laku harus dianggap sebagai kejahatan, dan oleh
Lacasagne → Kejahatan= Lingkungan Lahir
karenanya itu harus dijatuhi hukuman?
Ferry → Kejahatan= Bakat + Lingkungan Lahir
W. Bonger → Kejahatan= Bakat + Lingkungan Lahir + Lingkungan Untuk menjawab pertanyaan diatas, dikenal dua model yaitu:
Kejahatan Dilakukan 1) Consensus Model
Indonesia → Kejahatan= Kesempatan + Niat  kejahatan→ konsepsi yang disepakati
 kejahatan→ bila dinilai mengancam oleh masyarakat pada umumnya
PENGANTAR KRIMINOLOGI  asumsi: masyarakat memiliki kesepakatan mengenai nilai-nilai baik dan
buruk
 Kriminologi merupakan bagian dari sosiologi  hukum merupakan hasil kesepakatan masyarakat
 Menurut Sutherland, kriminologi adalah kumpulan pengetahuan
mengenai kejahatan sebagai fenomena sosial. 2) Conflict Model
Masuk dalam bahasannya : proses pembentukan hukum, proses  kejahatan→konsepsi yang ditentukan kelompok penguasa
pelanggaran hukum, serta reaksi sosial terhadap pelanggaran hukum.  norma yang berlaku di masyarakat→ norma the ruling class in a society
 Menurut Bonger, kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang  CJS→ sarana untuk mengatur kelompok masyarakat powerless
bertujuan menyelidiki kejahatan yang seluas-luasnya. Yang dimaksud  Proses Pelanggaran Hukum
mempelajari kejahatan seluas-luasnya, termasuk mempelajari penyakit  Kriminologi mempelajari mengapa seseorang melakukan kejahatan
sosial (pelacuran, kemiskinan, gelandangan dan alkoholisme). sedangkan orang lain tidak (criminology genesis)
Bonger memberikan perbedaan deviance (penyimpangan) dan crime  Melahirkan teori-teori kriminologi: individual, situasional, social
(kejahatan) adalah: structural
 Deviance, setiap perbuatan yang melanggar aturan/ norma yang telah
ditetapkan oleh masyarakat atau keompok masyarakat tertentu.  Reaksi Sosial terhadap Pelanggaran Hukum
 Crime, setiap perbuatan yang melanggar hukum pidana dan oleh karenanya Kriminologi juga mempelajari mengenai reaksi masyarakat terhadap
merupakan subjek dari pemidanaan atau perbuatan yang tercela (anti sosial) kejahatan (termasuk kejahatan pemerintah).

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 2


Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Representasi Kejahatan seorangpun merasa aman karena semua orang hanya memikirkan
 Media; kepentingannya;
 Official Crime Statistic  Manusia cukup rasional, maka lahir “social contract” dimana setiap orang
Official crime statisctic dapat memberikan gambaran yang terdistorsi: setuju untuk merelakan sebagian haknya supaya orang lain melakukan hal
 Error in data collector; yang sama, dan juga menyerahkan kepada negara untuk menggunakan
 Error in presentation of crime statistic; kekuasaannya untuk melaksanakan kontrak tersebut (upaya penegakan
 Error in interpretation. hukum a.l. melalui punishment).
Hal ini dapat menyebabkan dark number. Kejahatan dengan dark number
tinggi yaitu child sexual abuse/other child abuse, domestic violence, rape, Cessare Beccaria (1738-1794)
other sexual offences, abortion, driving offences, fraud dan corporate offences.  Dalam bukunya “On Crimes and Punishment”
 Bagaimana membuat CJS yang adil dan efektif?
 Peran legislator harus meliputi penetapan kejahatan dan penentuan
CLASSICAL CRIMINOLOGY THEORY hukuman secara khusus bagi masing-masing kejahatan;
 Peran hakim hanya menentukan kesalahan, setelah penentuan kesalahan
Berkembang pada pertengahan abad ke-18 dimana masa transisi dari dilakukan selanjutnya hakim terikat untuk mengikuti undang-undang
feodalisme ke kapitalisme di Eropa. Teori ini merupakan bentuk reaksi/protes dalam menjatuhkan hukuman;
terhadap kebijakan yang sewenang-wenang (barbaric) pada masa sebelum  Tingkat keseriusan kejahatan ditetapkan berdasarkan kerugian;
Revolusi Prancis (1789).  Hukuman yang dijatuhkan harus proporsional dan ditujukan untuk
Latar Belakang mencegah kejahatan di masa yang akan datang;
 Hukum→ God given natural law;  Hukuman menjadi tidak adil ketika melebihi dari apa yang diperlukan
 Kejahatan→ pelanggaran terhadap ajaran agama dan perbuatan- untuk mencapai tujuan pencegahan;
perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan gereja→ perbuatan  Hukuman berlebihan→gagal mencegah kejahatan dan dapat juga
melawan aturan-aturan aristrokrasi (kerajaan dan bangsawan); meningkatkan angka dan kualitas kejahatan;
 Spritualistic arguments (St. Thomas Aquinas)→kejahatan=dosa, oleh  Penjatuhan hukuman oleh negara, harus pasti dan harus diumumkan;
karenanya negara berwenang secara moral untuk menghukum atas nama  Penyiksaan dan secret accusation harus dihapuskan;
(mewakili) Tuhan.  Pidana mati harus diganti dengan pidana penjara;
 Kejahatan dan bentuk-bentuk penghukuman ditentukan secara individual,  Penjara harus lebih manusiawi;
tidak limitatif→negara dapat melakukan penahanan/penghukuman tanpa  Semua orang harus diperlakukan sama;
batas, negara amat royal dalam menjatuhkan hukuman mati dan  Tindakan pemerintah harus didasarkan konsep utilitarian.
menggunakan kekuasaan yang berlebihan (draconian).  Pemikiran Beccaria→landasan pembentukan French Code
Pemikir Aliran Classical Criminology Jeremy Bentham (1748-1832)
 Manusia→individu rasional, memiliki kehendak bebas (free will), sebagai
Thomas Hobbes (1588-1678) rights holders;
 Pada dasarnya manusia cenderung untuk meraih kepentingan tanpa peduli  Manusia yang melakukan kejahatan→berbuat berdasarkan kehendak
apakah perbuatannya merugikan orang lain atau tidak sehingga tidak bebasnya karena ia mempunyai pilihan untuk berbuat baik/jahat
 Kejahatan adalah pilihan yang salah;
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 3
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
 Manusia harus bertanggung jawab atas pilihannya;  Teori ini dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu Biological
 Punishment harus berdasarkan pleasure and pain principle (keuntungan Positivism dan Pshychologi Positivism.
karena kejahatan tidak boleh lebih besar dari kerugian karena hukuman).
Cesare Lombrosso (1911)
Pengaruh Teori Klasik pada Praktik Kebijakan Hukum Modern Dalam bukunya: l’uomo delinquente
 Kodifikasi dan asas legalitas;  Menggunakan teori Evolusi;
 Just desert principle:  Membagi manusia ke dalam beberapa type dari klasifikasi berdasarkan ras
 Hanya orang yang bersalah yang dapat dihukum; dan perbedaan biologis (atavistic approach);
 Orang yang terbukti bersalah harus dihukum atas dasar kesalahan yang  Teori kejahatan dapat dikembangkan berdasarkan pengamatan perbedaan
dilakukan; fisik antara kriminal dan non-kriminal;
 Hukuman tidak boleh melebihi besarnya kerugian yang ditimbulkan  Physiognomy (bentuk wajah) dan Phrenology (mind knowledge-skull)
oleh kejahatan;  Masing-masing bagian pada otak berfungsi mengatur perilaku tertentu
 Hukuman tidak boleh kurang dari besarnya kerugian yang ditimbulkan (activity, mood, sentiment, intellectual);
oleh kejahatan.  Bentuk dan ukuran tengkorak mempengaruhi tingkah laku seseorang, gizi
mempengaruhi fungsi, perkembangan dan kemampuan otak;
Kritik terhadap teori ini yaitu a.l.  Bentuk kepala berbeda (misalnya lebih kecil), perbedaan ciri-ciri fisik
 Penjatuhan pidana yang tidak membedakan antara first offender dan lainnya: bentuk tubuh yang tidak simetris, tatoo, bulu yang berlebihan, dll.
recedive, anak-anak dan dewasa, sehat mental atau tidak.  Penjahat dilahirkan, bukan dibentuk;
Reformasi (Neo Classical Era)  Sehingga tidak dapat diobati, harus dicegah kelahirannya.
 Tidak semua manusia dapat dipersamakan dalam hal pertanggungjawaban William Sheldon (1940)
pidana  Teori yang didasarkan pada bentuk tubuh;
 Angka kejahatan tidak berkurang;  Somatotype dibagi menjadi 3 jenis yaitu endomorphis, mesomorphis
 Kritik→ tidak mampu menjelaskan sebab-sebab orang melakukan (penjahat), dan ectomorphis.
kejahatan;
 Melahirkan Teori Kriminologi Positive yang terfokus pada hal tentang Ernest Krechschner
sebab-sebab kejahatan.  Meneliti 4000 kriminal;
 Membagi menjadi beberapa bentuk tubuh, yaitu:
1) leptosome asthenic→tall and thin→theft and fraud
POSITIVISM CRIMINOLOGY THEORY 2) athletic→well develop muscles→violence criminal
 Tokoh pelopor yaitu Cesare Lombrosso, Enrico Ferri, Raffaele Grafolo, 3) pyknic→short and fat→fraud
William Sheldon. Teori XYY Chromosome
 Menyangkal Teori Klasik→ crime as individual choice  faktor genetik berpengaruh pada tingkah laku;
 Menerapkan metodologi dan pendekatan ilmu alam/ ilmu pasti  manusia yang memiliki kromosom XYY memiliki kecenderungan
(scientific/positivistic) berperilaku aggressive dan violence.
 Fokus analisis→karakteristik pelaku kejahatan
 Penyimpangan tingkah laku→pathology/dieficiency

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 4


Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Conclusion:
Durkheim - Anomie Theory
 manusia dilahirkan dengan kondisi biologis tertentu yang tidak dapat
Division of Labour in Society (1893)
diubah;
 Different societes give rise to different structures, belief and behavioral
 tidak ada upaya preventif bagi kejahatan
patterns
 Society: - mechanical society
TEORI POSITIVISME MODERN
- organic society
1. Teori Biologi Modern  Crimes is a normal and integral part of any society
 Karakter biologis tertentu meningkatkan probabilitas orang bertingkah  Impossible to have a society totally devoid of crimes
tertentu.  A society without crime would be pathologically over controlled
2. Biological Theory  Anomie → the breakdown of social norms or rules/ normlesness arising of
 Karakter biologis tertentu memiliki damapk yang kecil terhadap a corrupt change → the state of inadequate regulation
penyimpangan tingkah laku pada situasi tertentu, namun dapat  Unhealthy division of labour, unhealthy regulation of the collective
berdampak besar pada situasi yang lain. conscience→ greater likehood of crime
 Suicide (bunuh diri) rate as well as crime increased during time of sudden
3. Pschycological Positivism economic change.
 Kejahatan merupakan faktor psikologis; Shaw and Mac Kay - Social Disorganization Theory
 Faktor eksternal→pengalaman psikologis/trauma; (Chicago School/ Ecological)
 Faktor internal→mental illness, IQ, dsb.  Links between a particular kind of urban environment and the extent of
 Pelaku kejahatan dianggap orang yang sakit secara mental, memiliki crime associated with it.
gradasi yang berbeda dan dapat disembuhkan.  Delinquence can be viewed as part of the natural process of migrant
Penggunaan pada CJS Modern settlement→social disorganization.
 Penggunaan ahli dalam menentukan faktor yang mempengaruhi perilaku  Crime related differentially distibuted
seseorang;  Human behavior is a product of their environment
 Konsep treatment bagi pelaku kejahatan yang terbukti memiliki kelainan  Urbanization and industrialization breakdown and more cohesive patterns
mental. of values, thus creating communities with competing norms and values
systems→culture conflict→social disorganization.
 As values become fragmented, opposing definitions about proper behavior
STRAIN THEORY arise and come into distance from the center
 High delinquency areas were characterized by high percentage of
 Mid 19th Century, 1920-WW II, post WW II-1950 immigrants, non-whites and low income families.
 Kejahatan → fenomena sosial
 Kejahatan → segala bentuk pelanggaran terhadap kesepakatan atas nilai- Robert K. Merton – Oppurtunity Theory
nilai dan norma-norma dalam masyarakat  Individuals desires/goals are largely defined by society
 Pelaku kriminal → manifestasi dari patologi sosial (the outcome of  All individuals basically share the same cultural goals, but they have
something wrong in the structures of the society generally) - strain different institutional mean available to them
generated by society

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 5


Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
 Strain Theory→ everyone is pressured to succeed, but those into are 
The conduct norms of one group may conflict with those of another;
unable or least likely to succeed by legitimate means are under more strain 
Individuals may commit crimes by conformity to the norms of their
(tekanan psikologis) to use illegitimate or illegal oppurtinities. own group if that group if that group norms conflict with those of the
 Crimes→ disjunctive between the cultural goals and institutional means dominant society.
 More crimes committed by the lower class than any other strata in society  Dalam Edisi 4 (1947), Sutherland mengatakan:
 Individual reactions to the society in wihich they live:  Semua tingkah laku itu dipelajari;
a. Conformity; those who accept both societal goals and institutional  Mengganti pengertian istilah social disorganization dengan differential
means of achieving the goals; social organization;
b. Innovation; those who accept socials goals, but who lack the  Apa alasannya?
institutional means of achieving them, therefore turning to innovative  Social disorganization menggambarkan bahwa tidak ada keteraturan,
means to attain the goals;  Padahal Sutherland menyatakan bahwa terdapat beberapa kelompok
c. Ritualism; those who accept the societal goals, but who know that the yang terorganisir dengan perbedaan kepentingan dan tujuan. Dan
can attain them. Neverthless they continuing persuing institutional dalam kondisi ini tidak dapat dihindari bahwa beberapa kelompok
means regardless of the outcome; akan mengikuti pola tingkah laku kriminal, yang lainnya akan netral
d. Retreatism; those who reject with social defined goals and means of dan yang lainnya anti kriminal atau taat hukum.
achieving them. They retreat from society in varying ways.  Bahwa dalam situasi disorganization, perbedaan perilaku termasuk ke
e. Rebellion; those who rejects both socially defined goals and means, and dalamnya perilaku kriminal karena differential associstion.
substitute them with their own goals and means.  Selain itu, Sutherland mengetengahkan sembilan pernyataan berikut:
E.H. Sutherland - Differential Association Theory 1. Tingkah laku kriminal dipelajari.
 Dikemukakan pertama kali oleh ahli Sosiologi Amerika Serikat, E.H. 2. Tingkah laku kriminal dipelajari dalam hubungan interaksi dengan
Sutherland→terutama fokus pada masalah pengangguran; orang lain melalui suatu proses komunikasi.
3. Bagian penting dari mempelajari tingkah laku kriminal terjadi dalam
 Dikemukakan dalam bukunya: kelompok intim.
1924→Criminology (1st ed.) 4. Mempelajari tingkah laku kriminal, termasuk di dalamnya teknik
1934→2nd ed. melakukan kejahatan dan motivasi/dorongan atau alasan pembenar.
1939→3rd ed. 5. Dorongan tertentu ini dipelajari melalui penghayatan atas peraturan
1947→4th ed. perundang-undangan: menyukai atau tidak menyukai.
 Dalam edisi kedua (1934) menegaskan 3 hal sebagai berikut: 6. Seseorang menjadi delinquent karena penghayatannya terhadap
1. Any person can be trained to adopt any pattern of behavior which he is peraturan perundang-undangan: lebih suka melanggar daripada
able to execute; menaatinya.
2. Failure to folllow a prescribed pattern of behavior is due to the 7. Asosiasi differential ini bervariasi bergantung pada frekuensi, durasi,
inconsistencies and lack of harmony in the influences which direct to prioritas dan intensitas.
individual; 8. Proses mempelajari tingkah laku kriminal melaui pergaulan dengan
3. The conflict of cultures is therefore the fundamental principle in the pola kriminal dan anti kriminal melibatkan semua mekanisme yang
explanation crime. berlaku dalam setiap proses belajar.
 Culture conflict theory (Thorsten Sellin)
 Differents groups have different conduct norms;
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 6
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
9. Sekalipun tingkah laku merupakan pencerminan dari kebutuhan-
kebutuhan umum dan nilai-nilai, tetapi tingkah laku kriminal tersebut Personal Control - Reiss (1951)
tidak dapat dijelaskan melalui kebutuhan umum dan nilai-nilai tadi  Personal control→ seberapa kuat seseorang untuk mengendalikan dirinya
karena tingkah laku nonkriminal pun merupakan pencerminan dari agar tidak melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat
kebutuhan umum dan nilai-nilai yang sama.  conformity→ individual accepts the rules and norms as his or her own,
 Definisi Sutherland tentang kejahatan dari George Herbert Mead: or submits to them as a rational control of behavior in a social setting
Crimes is human beings act toward things on the basis of the meanings (healthy super ego)
that he things have for them.  delinquency→ denote the opposite
 Tanggapan/kritik terhadap Differential Association (DA):  social control is the ability of social groups or institution to makes
Pernyataan DA yang kurang memperhatikan berbagai variasi dalam norms rules effective.
kejahatan dan deliquent:
 Tidak setiap orang yang berhubungan dengan kejahatan akan meniru Containment Theorie – Reckless (1973)
atau memilih atau mengakui pola-pola kriminal;  adanya dorongan-dorongan yang membuat seseorang melakukan kejahatan
 Pernyataan seseorang menjadi penjahat karena pergaulan yang intim  dibutuhkan pencegahan agar orang tersebut tidak melakukan kejahatan
dengan penjahat tidak memperdulikan karakter orang-orang yang baik dari dalam dirinya sendiri maupun dari orang lain.
terlibat dalam pergaulan tersebut.  drive, pulls, and insulation could all arise either within the individual or
 Awalnya DA (1939) lebih menitikberatkan pada systematic criminal outside him
behavior dan tidak merupakan penggolongan yang umum tentang  push factors→pschological desires such as agression (internal) and social
tingkah laku kriminal. Perkembangannya DA ditujukan pada semua pressure such as poverty (kemiskinan), family conflict and lack of
tingkah laku kriminal. oppurtinity (external).
 DA tidak memberikan penjelasan mengapa seseorang lebih suka  pull factors (external)→ availibility of illegitimate oppurtunities, criminal
melanggar daripada menaatinya peer groups, media images.
 Manfaat teori DA:  Faktor-faktor penahan (Insulators):
 Dapat digunakan untuk menilai penyebaran tingkah laku kriminal dan a. External (seperti peran yang cukup berarti di masyarakat, rasa memiliki
tingkah laku non kriminal, baik dalam kehidupan individu maupun dan identitas, hubungan-hubungan yang baik dalam masyarakat,
dalam statistik disiplin yang dibentuk oleh institusi).
 Dapat memprediksi parole secara efisien. b. Internal (seperti pengendalian ego, kemampuan untuk mencapai tujuan
dengan cara legal, dan komitmen pada norma-norma).

Individual Control – Gattfredson and Hirschi (1990)


CONTROL THEORY  aspects of criminality→lack of self control of the individual and the
 Criminality is natural, conformity (orang taat) needs explain (not oppurtunity for coming crimes
natural)→result of special circumstances (keadaan-keadaan tertentu)  self control formed by early childhood socialization, especially in the
 Each society makes rules and tries to restrict it‟s member to partalie only family (externally shaped→internal)
in activities which are accpetive to the social order  family→important peer progessive→conforming school→reinforce
 Control theorie explain how societies persuade people to live within these  teaching self control→essential pre condition for law ability
rules.  lack of self control without oppurtunity would not lead to criminality

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 7


Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
 oppurtunity→maximaze immediate pleasure; involve simple mental and 4. condemnation of the condemners→suatu anggapan bahwa polisi
phsycal task; involve law level of risk and detection. sebagai hipokrit sebagai pelaku yang melakukan kesalahan atau
 to prevent crime→remove oppurtunity (besides early childhood memiliki perasaan tidak senang pada mereka.
socialization→monitoring and behavior, recognizing deviat behaviors and 5. appeal to higher loyalities→suatu anggapan di kalangan remaja nakal
punishing them). bahwa mereka terperangkap di antara tuntutan masyarakat, hukum, dan
kehendak kelompok mereka (Hagan, 1987)
Sociological Control - Hirschi (1969)
 human beings are born with freedom to break the law and will only be
stopped by preventing any oppurtunity arising (imposible) or controlling LABELLING PERSPECTIVES
their behavior.
 at birth people knew nothing about acceptable and acceptable  Berkembang pada 1960s-1970s di United Kingdom dan USA.
behavior→follow actual desires  Perbedaan kedudukan dalam masyarakat (kulit hitam, perempuan,
 in community people is socialized in to the activities which community masyarakat miskin).
finds acceptable by use reward and punishment  Menolak teori-teori yang memandang kejahatan dari karakterisitik pelaku
 law abiding (dipatuhi) people are seem to have: maupun struktur sosial kemasyarakatan, tapi kejahatan diakui sebagai
 attachment (ikatan yang kuat dengan orang lain ataupun institusi) proses sosial.
 commitment (dan tanggung jawab terhadap keluarga dan pekerjaan)  Self image terbentuk terutama melalui proses interaksi
 Reaksi sosial terhadap tingkah laku seseorang mempengaruhi orang
 involvement (keterlibatan dalam aktivitas-aktivitas konvensional)
tersebut selanjutnya bertingkah laku.
 beliefs (keyakinan pada aturan)
 four elements interrelate and are given equal weight, each helps to prevent
Tanenbaum: “the person becomes the things he is describe as being”.
criminality in most people.
Pygmalion Experiment:
 Proses: - Negative labelling
Social Control and Drift – Matza & Sykes (1960)
- Stigmazitation
 individual drifting at will between – abiding and delinquent
- New identity formed in response to negatif labelling
 how they justifies their delinquent act?
- Commitment to new identity based on available roles and
 technique of neutralization:
relationships.
1. denial of responsibility→anggapan di kalangan remaja nakal yang
 Lebih menekankan pada reaksi sosial terhadap terhadap penyimpangan
menyatakan bahwa dirinya merupakan korban dari orang tua yang tidak
tingkah laku dibandingkan pada perbuatan pelakunya.
mengasihi, lingkungan pergaulan yang buruk, atau berasal dari tempat
tinggal yang kumuh.
Howard Becker (1973)
2. denial of injury→suatu alasan dikalangan remaja nakal bahwa tingkah
 Tidak ada perbuatan yang merupakan penyimpangan tingkah
laku mereka sebenarnya tidak merupakan suatu bahaya besar/ berarti.
laku/crime sampai dinyatakan menyimpang oleh sekelompok orang
3. denial of the victim→suau keyakinan diri pada remaja nakal bahwa
atau masyarakat
mereka adalah pahlawan sedangkan korban justru dipandang sebagai
 Sekelompok masyarakat menciptakan konsep crime/penyimpangan
mereka yang melakukan kejahatan.
tingkah laku membuat aturan terhadap mana pelakunya dinyatakan

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 8


Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
menyimpang/ jahat, menerapkan aturan tersebut pada orang-orang  Bebas dari intimidasi ancaman kekerasan dan pemaksaan seksual
tertentu dan melabel mereka sebagai outsiders.  Tidak ada lagi aturan-aturan, asumsi-asumsi, dan institusi-institusi yang
 Alasan orang-orang tersebut ditempatkan sebagai outsiders→tingkah memberikan dominasi pada laki-laki serta membiarkan terjadinya “mens‟s
laku mereka dinilai, dianggap menyimpang oleh sekelompok orang agression towards woman”.
yang berkuasa dalam masyarakat.
Perspective dalam Feminisme
Lemert (1951)
 Primary deviation dan secondary deviation 1. Liberal Feminism
 Juvenile rentan terhadap proses labelling  Setiap individu adalah bagian penting dalam masyarkat dan masing-
 Cause of crime→stigmatization and negative effect of labelling. Crime masing individu memiliki hak, harga diri, dan kemerdekaan.
ditentukan oleh aktivitas sistem peradilan pidana dan penegak  Masing-masing tidak boleh mendiskriminasikan yang lainnya
hukumnya (kriminalisasi, dll)→by those who have power.  Hukum harus dapat menjamin persamaan hak perempuan dalam
 Responses to crime→diversion from formal system e.g. Restorative masyarakat, penting untuk mengubah peraturan yang tidak memberikan
Justice perlakuan/hak yang sama.

Kritik: 2. Marxist Feminism


 Tidak menjelaskan sebab kejahatan secara langsung  Mempermasalahkan posisi struktural perempuan dalam masyarakat,
 Ada kejahatan-kejahatan yang tidak dapat dipandang hanya sebagai terkait dengan issue “paid and unpaid labor”.
reaksi sekelompok masyarakat  Kategori pekerjaan bagi perempuan adalah pekerjaan rumah tangga,
 Tidak dapat menjelaskan mengapa ada orang-orang yang mampu yang tidak dibayar→exploitative
menolak label (kebal terhadap label).  Apabila perempuan bekerja, mereka cenderung memperoleh upah yang
lebih kecil, dan mendapati posisi yang tidak aman seperti pekerjaan
FEMINIST PERSPECTIVES “part time” dan “casual work”.
 Dibutuhkan perubahan mendasar dalam struktur masyarakat misalnya
 Berkaitan dengan isu kekuasaan, distribusi sumber daya ekonomi dan kapitalisme yang mengekploitasi pekerja perempuan.
sosial, dan perbedaan posisi/ kedudukan di dalam masyarakat

Social Context 3. Radical Feminism


 Berkembang pada akhir tahun 1960an-1970an  Seluruh aspek dalam kehidupan perempuan berada dalam relasi
 Mempermasalahkan posisi struktural perempuan di dalam masyarakat patriarkhal
 Sejarah menunjukkan bahwa perempuan telah demikian lama merupakan  Perempuan dipandang sebagai kelas yang tertekan, semua perempuan
kelompok yang tereksploitasi, hak-haknya diabaikan, dan menjadi korban merupakan korban dari struktur dominasi laki-laki
kekerasan.  Kaum laki-laki untuk satu dan lain hal mendapatkan keuntungan dari
 Women‟s Liberation Movemen Agenda→perubahan sosial yang radikal, situasi tersebut.
a.l.:  Telah lama terjadi peminggiran kaum perempuan dalam wilayah politik,
 Persamaan upah sosial, dan ekonomi.
 Persamaan kesempatan pendidikan dan pekerjaan
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 9
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
4. Socialist Feminism  Kejahatan terhadap dan yang dilakukan oleh perempuan→merupakan
 Baik dalam wilayah privat maupun publik perempuan adalah kelas yang hasil dari dari tekanan social dan ketergantungan ekonomi tinggi pada
tertekan dan tereksploitasi oleh kelompok kapitalis laki-laki.
 Tubuh perempuan adalah objek kaum kapitalis e.g. pornography  Perempuan sebagai pelaku→perempuan yang melakukan pembunuhan
industry. kerap merupakan korban dari kekerasan, kejahatan seperti pencurian,
penipuan dan pengutilan, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
5. Cultural Feminism keluarga.
 Perempuan dipandang berbeda dengan laki-laki  Perempuan sebagai korban→domestic violence, sexual harrasment, etc.
 Perempuan dipandang memiliki “gender spesifik trait‟s” (memiliki sifat
yang caring and sharing→ Positive Feminisme Features) membuatnya Solusi:
mereka secara moral lebih superior dibandingkan laki-laki.  Pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi, sosial, politik
 Sifat laki-laki seperti violence/ egoism→bahaya yang bersifat konstan  Menentang dominasi kaum laki-laki di dalam masyarakat
bagi perempuan
 Pelatihan anti sexist bagi para hakim dan sektor lain dalam CJS.
 Solusi→sedapat mungkin memisahkan perempuan dari kelompok laki-
laki sehingga kehidupan perempuan tidak di dominasi oleh laki-laki. Kritik:
 Feminist criminology seharusnya mampu memberikan kajian yang lebih
FEMINIST CRIMINOLOGY
dari sekedar analisis yang woman centered
 Membahas: kejahatan perempuan, perempuan sebagai korban kejahatan,
 Penelitian menunjukkan bahwa emansipasi perempuan cenderung
dan perempuan dalam CJS.
memperbesar peluang bagi perempuan untuk melakukan kejahatan
 Kritik terhadap pengabaian perempuan dalam disiplin kriminologi,
berkaitan dengan masalah dominasi kaum laki-laki, termasuk dalam CJS  Kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh perempuan oleh perempuan juga
(praktisi). dilakukan oleh laki-laki.
 Angka kriminalitas laik-laki lebih tinggi dari perempuan→perlu penjelasan.
Basic Concepts CONFLICT/ MARXIST THEORY
 Terdapat perbedaan kedudukan dan peran perempuan dalam masyarakat
 Perempuan secara struktural berada dalam posisi yang tidak  Conflict/ Critical/ Marxist Theory→ kritik terhadap konsensus (state
menguntungkan di dalam masyarakat termasuk juga dalam CJS doesn‟t represent common interests, instead represents interests of those
 Perempuan berbeda dengan laki-laki i.e. less risk-taking, less aggressive, with sufficient power)
less violent→di didik sejak dini untuk lebih patuh, perempuan mendapa  Early conflict theory→ Thorsten Sellin (1938)→ cultural conflict→
kontrol lebih (domestikasi). hukum mencerminkan norma perilaku kultur yang dominan
 Pemberlakuan “standard ganda” dalam hal moralitas dan power perempuan  Marxist Criminology→ Teori kriminologi yang menggunakan pemikiran
dalam CJS→perempuan diberlakukan berbeda dalam dan oleh CJS karena Karl Marx mengenai pemisahan kekuasaan dalam masyarakat (Bonger,
adanya ekspektasi berbeda gender mengenai kepantasan dan femininitas Taylor, Walton, Young, Chambliss, dll)
perempuan.  Kritik terhadap masyarakat kapitalis
 Masyarakat bukan satu kesatuan homogen
 Masyarakat terbagi ke dalam kelas-kelas→ konflik kepentingan

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 10


Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
 Masyarakat terbagi dalam capitalist class/ruling class dan working  Kejahatan kaum kapitalis memiliki dampak sosial dan ekonomi lebih
class→ powerful dan less powerful buruk (lebih merugikan) dibandingkan dengan street crimes.
 Kekuasaan cenderung untuk semakin terpusat pada sekelompok kecil  Kaum kapitalis dengan powernya memiliki pengaruh yang besar dalam
orang yaitu kaum kapitalis proses kriminalisasi sementara banyak socialist injuries behavior yang
 Kelompok yang berkuasa terdiri dari those who own the means of tidak dikriminalisasi karena oleh the powerful agaist the powerless.
production  Hukum adalah alat negara untuk melindungi kaum kapitalis
 Pemerintah tidak netral Quinney→ solusi bagi masalah kejahatan masyarakat hanya dapat
 Kejahatan→ refleksi dari adanya perbedaan kelas di dalam diperoleh melalui kehancuran kaum kapitalis dan dengan terbentuknya
masyarakat suatu tatanan masyarakat baru berdasarkan prinsip-prinsip sosialis
 Marx→ crime bukan “willful violation of common good” melainkan “the  Untuk mencegah terjadinya kejahatan harus dilakukan pemerataan
struggle of the isolated individual against the prevaling conditions”→ kekuasaan, kepemilikan modal, pemberdayaan akuntabilitas publik,
primitive rebellion thesis reformasi hukum yang berpihak pada working class

 Letak/posisi individu dalam struktur kelas di masyarakat akan Kritik:


mempengaruhi atau menentukan jenis kejahatan yang akan dilakukannya.  Terlalu menitikberatan pada “harmful effect” dari kejahatan kelas kapitalis,
 Crimes of the powerful (penipuan/penyuapan, pelanggaran aturan melupakan harmful effect dari kejahatan kelas bawah
tentang kerja/keselamatan kerja, perusakan lingkungan, korupsi,  Membuat simplikasi dengan membedakan kejahatan kelas bawah dan kelas
monopoli, pelanggaran HAM, kejahatan politik) atas
 Crimes of the less powerful (pencurian, vandalism, mengganggu  Ada kejahatan yang tidak dapat dibagi dalam kelas-kelas.
ketertiban umum, penganiayaan, pembunuhan).
CRITICAL CRIMINOLOGY
Bonger – Criminality and Economic Condition, 1916  Pelaksanaan CJS tidak adil, bias dan menguntungkan sekelompok
 Working class crime→ atas dasar kebutuhan hidup, capitalis crime→ orang/golongan
karena keserakahan, untuk melindungi kepentingannya, mempertahankan → critical criminology hendak mengungkap relasi kekuasaan yang
kekuasaannya (karena kekuasaan yang dimilikinya memberikan menentukan bagaimana masing-masing kelompok di perlakukan oleh
kesempatan dan kekebalan pada mereka untuk melakukan hal tersebut). CJS
 Kejahatan terkonsentrasi pada lower class karena Sistem Peradilan Pidana  Dibagi dua yaitu Structuralism dan Post Modernisme
(SPP) mengkriminalisasikan “the hunger of the poor” sementara membuka
kesempatan legal bagi orang-orang kaya untuk mencapai “their selfis h STRUCTURALIST CRIMINOLOGY
desire”
 Working class crime lebih visible, mereka lebih mudah terjangkau hukum  Perbedaan distribusi kekuasaan dalam masyarakat berpengaruh pada
 1920→ criminals were engaged in crime as an unconscius form of masalah kejahatan
rebellion against the capitalist economy system  Kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat adalah kelompok yang
 1970-1980→ criminals behavior are the result of social learning by normal sangat rentan tekanan dan pada gilirannya melakukan kejahatan yaitu kelas
individual in situasional structured by the social relations of capitalism pekerja perempuan, ethnic minority group, indigenous people

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 11


Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
 Memandang kejahatan dikaitkan dengan proses-proses politik ekonomi  Bahasa resmi yang mendominasi peserta dalam proses CJS sering
secara luas yang memberi pengaruh berbeda pada kelompok powerful & memarginalkan, mengalienasi, dan menekan→ pencocokan rumusan
less powerful delik terhadap kejahatan
 Crime of the powerful→ untuk mempertahankan kekuasaan dan  Metode untuk mengurangi kejahatan→ membangun/ menggantikan
kepentingan wacana atau bahasa yang dipergunakan yang sifatnya inklusif dan dapt
 Crime of the less powerful→ terkait marjinalisasi, kriminalisasi, dan diterima, tujuannya untuk menetralisir power/ kekuasaan bahasa yang
rasisme dalam kebijakan penegakan hukum e.x. kelompok tertentu lebih dominan yang mengatur kehidupan mereka yang diasingkan.
disorot oleh media dan polisi→ police target

Respons: REPUBLICAN THEORY


 Social empowerment (direct participation democracy) pendistribusian
sumber daya kepada masyarakat berdasrkan kebutuhan sosial & keadilan  Kejahatan adalah “denial of personal dominion” (pengabaian atau
 Akuntabilitas penyelenggaraan negara pelanggaran atas wilayah/ otoritas personal)
 Kejahatan tidak hanya mengancam individu tapi juga mengancam
 Propoganda anti rasist dan sexist
masyarakat secara keseluruhan
 Karena setiap kejahatan dianggap sebagai ancaman terhadap dominion
POSTMODERNISME
maka penghukuman (sebagai reaksi atas kejahatan) harus ditujukan untuk
 Premodernism→ spiritualistic approach memulihkan kerusakan/kerugian yang ditimbulkan akibat kejahatan
 Modernisme→ suatu pandangan dalam kriminologi yang melakukan  Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penjatuhan hukuman:
pendekatan bahwa science merupakan proses yang objektif dalam  Pelaku harus mengetahui personal liberty korban dalam rangka
menemukan suatu masalah→ naturalistic approach memperbaiki status/ kondisi korban
Pendekatan sains→ melihat hubungan sebab akibat  Untuk memulihkan kondisi korban harus ada bentuk-bentuk ganti
 Postmodernisme→ mempelajari hubungan antara manusia dan bahasa kerugian
dalam menciptakan arti, identitas, kebenaran, keadilan, kekuasaan, dan  Harus ada jaminan bagi masyarakat luas
pengetahuan.  Equilibrium model of criminal justice→ CJ bertujuan untuk memperbaiki/
 Seluruh pemikiran dan pengetahuan difasilitasi oleh bahasa dan bahasa memulihkan otoritas korban sehingga korban sebagai bagian dari
itu sendiri tidak pernah netral masyarakat dapat kembali menikmati wilayah/ otoritas personalnya
 Bahasa dapat mendukung/ menguntungkan satu sudut pandang dan  Sebab-sebab kejahatan adalah terletak pada faktor-faktor sosial dan
tidak menguntungkan bagi yang lain psikologis, antara ketiadaan self sanctionary conscience (kesadaran untuk
 Tidak ada kebenaran yang objektif, hanya perbedaan cara mengungkap menghukum diri sendiri).
dan menggambarkan realitas sosial
 Bahasa amat relatif dan ditentukan oleh perspektif tertentu Restorative Justice – John Braithwite
 Kejahatan merupakan produk linguistik dan hubungan kekuasaan  Respons terhadap kejahatan oleh karenanya harus didasarkan pada
yang merupakan faktor yang menentukan. reintrogative shaming
Contoh: Kasus Raju, yang bermula dari perkelahian→ penganiayaan  Pelaku dipermalukan atas tindakannya tapi tidak dibuang/diasingkan,
 Mereka yang mempunyai sarana untuk mengekspresikan dialah yang melainkan dikembalikan lagi kepada masyarakat (korban dilibatkan dalam
mempunyai kekuasaan proses ini sehingga merasa status otoritasnya terpulihkan)

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 12


Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
 Tujuannya agar pelaku memperbaiki kesalahannya sehingga dapat  Kritik:
menumbuhkan/ memulihkan kepercayaan korban dan masyarakat luas  Tidak menjelaskan sebab-sebab kejahatan
 Restorative Justice Model:  Tingkat communitarism tidak akan berdaya dalam menghadapi pelaku
 Victim-offender mediation yang termarginalisasi di dalam
 Family group conferences masyarakat dan tidak menyesali perbuatannya
 Circle  Kesulitan membedakan reintegrative shaming dan stigmatization.
 Reparative board – korban dilibatkan dalam penentuan hukuman
 Persamaan:
 Fokus pada korban, pelaku dan masyarakat Terimakasih Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat Dunia, karena
 Dimaksudkan untuk merespon kerugian yang ditimbulkan oleh memberkati anak-Mu ini.
kejahatan Terima kasih Papaku, N. Tumangger, dan Ibuku, R. Nainggolan dan
 Republican perspective→ to maximize personal dominionl seluruh keluarga atas dukungan dan doa kalian sehingga aku bisa kuliah
 Tujuan Penghukuman: di Fakultas Hukum UNPAD seperti sekarang ini.
 Retributivist: pembalasan
 Republican theorist: pemulihan otoritas korban
 Focus:
 Retributivist→ menghukum pelaku proporsional dengan kejahatan
 Republican Theory→ pemulihan (to put harm right), memberikan efek
positif bagi semua pihak
 Reintrogative Shaming vs Stigmatization:
 Stigmatization→ shaming yang negatif, pelaku memperoleh label
sebagai penjahat sehingga terasing dari masyarakat;
 Reintegrative Shaming→ shaming yang positif, terbatas secukupnya,
pelaku diberi kesempatan untuk kembali ke masyarakat dengan cara
mengakui kesalahannya, meminta maaf dan bertobat untuk mencegah
kejahatan.
 Budaya „self sanctionary conscience‟ (pelaku akan malu untuk
melakukan perbuata yang bertentangan dengan norma yang berlaku di
masyarakat)
 External process of shaming (official institutional intervention)
 Internal „self sanctionary conscience‟ forms of shaming (control theory)
 Communitarism:
 Ikatan kuat antar individu dalam masyarakat
 Saling percaya yang melahirkan tanggung jawab dan komitmen
 Kesetiaan pada kelompok bukan semata untuk kenyamanan individu.

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 13

You might also like