Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
YUHANA NUHANANING K. (083654215)
Ditinjau dari aspek ekonomi, korupsi selalu dilakukan dengan cara-cara tidak
sah dalam mendapatkan sesuatu melalui pola dan modus yang memanfaatkan
kedudukan. Dampaknya, terjadi pemusatan ekonomi pada elit kekuasaan. Yang
dimaksud kekuasaan disini adalah kekuasaan dalam arti pengambil kebijakan (DPRD
dan Bupati/Walikota) dan kekuasaan modal (pengusaha) untuk melakukan aktifitas
ekonomi. Disini MCW memberi catatan sebagai berikut, “Apabila aliran dana ekonomi
berputar pada ketiga kelompok tersebut maka kelompok lain yaitu masyarakat yang
tidak cukup punya modal dan kemampuan untuk menembus birokrasi pemerintahan
akan tetap mengais rejeki dari sisa-sisa kelompok pemodal.
Dalam aspek agama korupsi muncul akibat sikap tamak dan serakah. Sikap ini
amat dikecam dalam Al-Qur`an: "Orang-orang tidak memenuhi seruan-Nya, sekiranya
mereka mempunyai semua (kekayaan) yang ada di bumi dan ditambah sebanyak isi
bumi itu lagi besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan
itu…." (Q.S. ar-Ra`d, 13: 18).
Korupsi terjadi karena manusia terjerat pola hidup materialistik, kapitalistik dan
hedonistik. Manusia berlomba-lomba memenuhi selera biologisnya yang tidak pernah
puas. Punya satu mobil ingin mobil kedua, ketiga dan seterusnya. Setiap muncul merek
mobil terbaru, pikirannya lalu tidak bisa tenang sebelum mendapatkannya. Demikian
halnya dengan rumah, pakaian, dan asesoris lainnya. Pendek kata manusia seperti ini
menjadi budak bagi dirinya sendiri, budak bagi hasrat badaninya sendiri, dan budak bagi
materi yang selalu didambakannya. Batinnya tidak pernah merasa puas, melainkan
selalu dahaga dan gersang, meskipun hidupnya penuh dibalut dengan kemegahan dan
kemewahan harta yang bergelimpangan. Keadaan ini persis seperti gambaran dalam
hadis Nabi saw:"Rasullullah saw bersabda: "Celakalah hamba dinar dan hamba dirham,
hamba permadani, dan hamba baju. Apabila ia diberi ia puas dan apabila tidak diberi ia
menggerutu kesal. (HR. Bukhari melalui Abu Hurairah). Mengantisipasi hal ini,
hendaknya secara dini menanamkan nilai-nilai kesederhanaan, kebersahajaan, dan
keikhlasan. Dan yang tidak kurang pentingnya adalah menanamkan kesadaran kepada
diri sendiri dan orang lain bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, sedangkan
kehidupan yang abadi tersedia di akhirat nanti. Karena itu, kehidupan dunia yang cuma
sementara ini harus diisi secara maksimal dengan amal-amal saleh yang akan menjadi
bekal bagi kehidupan kelak. Selain itu, kita juga harus menanamkan kesadaran bahwa
semua yang kita miliki berupa harta benda apapun akan dipertanggungjawabkan kelak
di hadapan Sang Pencipta. Kita akan ditanyai dari mana asal-usul harta tersebut dan
bagaimana kita menggunakannya.
Melalui mekanisme kontrol yang ketat inilah diharapkan kita berfungsi menjadi
benteng bagi tumbuhnya budaya korupsi di masyarakat. Jika setiap orang mampu
melakukan kontrol yang efektif terhadap setiap anggotanya maka dapat diprediksikan
bahwa generasi mendatang akan bebas dari perilaku korupsi. Ketika itulah negara dan
bangsa kita akan menikmati ketenteraman dan kejayaan di bawah limpahan karunia
Tuhan.
Sumber :
http://korananakindonesia.wordpress.com/2010/04/17/budaya-korupsi-dan-budaya-
moral/