You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia
merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan negara – negara ASEAN lainnya. Berbagai
faktor yang terkait dengan resiko terjadinya komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan
dan cara pencegahannya telah diketahui, namun demikian jumlah kematian ibu dan bayi
masih tetap tinggi (Depkes RI, 2001). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2006, AKI
Indonesia adalah 307/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002, sedangkan AKB di
Indonesia sebesar 35/1000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian maternal yang
paling umum di Indonesia adalah perdarahan 28%, eklamsi 24%, dan infeksi 11%.
Salah satu upaya yang dilakukan Departemen Kesehatan dalam mempercepat
penurunan AKI adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang
membutuhkannya. Penempatan bidan di desa adalah upaya untuk menurunkan AKI, bayi dan
anak balita. Masih tingginya AKB dan AKI menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan masih
belum memadai dan belum menjangkau masyarakat banyak, khususnya dipedesaan. Namun
bidan di desa yang sudah ditempatkan belum didayagunakan secara optimal dalam upaya
menurunkan AKI dan AKB. Asuhan persalinan normal dengan paradigma baru (aktif) yaitu
dari sikap menunggu dan menangani komplikasi menjadi mencegah komplikasi yang
mungkin terjadi, terbukti dapat memberi manfaat membantu upaya penurunan AKI dan AKB.
Sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan
dasar. Tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas, maka paradigma
aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada tingkat tersebut. Tujuan dari asuhan
persalinan normal adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan
yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta
intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada
tingkat yang optimal. Hal ini berarti bahwa upaya asuhan persalinan normal harus didukung
oleh adanya alasan yang kuat dan berbagai bukti ilmiah yang dapat menunjukkan adanya
manfaat apabila diaplikasikan pada setiap proses persalinan. Kajian kinerja petugas pelaksana
pertolongan persalinan (bidan) di jenjang pelayanan dasar, mengindikasikan adanya
kesenjangan kinerja yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan bagi ibu hamil dan
bersalin. Hal ini terbukti dari masih tingginya angka kematian ibu dan bayi.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu tujuan yang sudah
dirancang sedemikian rupa, dan yang paling sering disebut adalah faktor sumber daya
1
manusia (tenaga kerja), serta faktor sarana dan prasarana pendukung atau fasilitas kerja. Dari
kedua faktor tersebut sumber daya manusia atau tenaga kerja lebih penting daripada sarana
dan prasarana pendukung karena, secanggih dan selengkap apa pun fasilitas pendukung yang
dimiliki suatu organisasi kerja, tanpa sumber daya yang memadai, baik kuantitas (jumlah)
maupun kualitas (kemampuannya), maka niscaya organisasi tersebut dapat berhasil
mewujudkan tujuan organisasinya.
Di berbagai negara di dunia, upaya menurunkan angka kematian ibu telah
menunjukkan banyak keberhasilan. Negara-negara tersebut berhasil menekan angka kematian
ibu sedemikian rupa, karena adany kebijakan yang dilakukan secara intensif, misalnya
menambah subsidi masyarakat untuk pencegahan penyakit, perbaikan kesejahteraan, dan
pemeriksaan kesehatan ibu. Beberapa masalah khusus, seperti tromboemboli, perdarahan,
preeklampsia dan eklampsia, dan sebab-sebab mayor lainnya mendapat prioritas utama,
karena persentase kematian ibu akibat masalah-masalah tersebut begitu tinggi. Sistem
administrasi klinis juga perlu dibina, yang meliputi akreditasi pelayanan, manajemen risiko,
peningkatan profesionalitas, dan pengaduan pasien.
Dengan mengenali berbagai masalah utama terkait angka kematian ibu dan upaya-
upaya potensial yang efektif dalam menurunkannya, maka secara keseluruhan tidak hanya
mengurangi jumlah kematian, tetapi juga menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan
bayi. Meskipun intervensi kesehatan yang dilakukan hanya meliputi aspek yang terbatas,
seperti pengadaan tenaga terampil dalam pertolongan persalinan, tatalaksana gawat darurat
obstetri yang memadai, dan keluarga berencana. Namun, keberhasilan dalam upaya perbaikan
kesehatan maternal ini secara tidak langsung akan meningkatkan derajat kesehatan bangsa.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Kematian Ibu
Kematian ibu menurut International Classification of Diseases (ICD) adalah kematian
wanita dalam kehamilan atau 42 hari pascaterminasi kehamilan, tanpa memandang usia
kehamilan dan kelainan kehamilan, yang disebabkan baik oleh kehamilannya maupun
tatalaksana, namun bukan akibat kecelakaan. Kematian ini terbagi dua, yaitu kematian
langsung dan tidak langsung. Kematian yang bersifat koinsidental, terjadi selama masa
kehamilan atau 42 hari pascaterminasi kehamilan, namun tidak terkait dengan kehamilannya.
Saat ini, WHO telah menetapkan sistem klasifikasi kematian ibu. Sistem klasifikasi
kematian ibu bertujuan:
 Mengembangkan sistem klasifikasi standar guna identifikasi kausa kematian ibu yang
akurat, diperlukan perbandingan berbagai studi penelitian
 Menjamin sistem tersebut dapat diterapkan secara luas
 Mengembangkan sistem klasifikasi paralel terhadap morbiditas maternal berat

Hal-hal yang mendasari sebab kematian ibu, dapat diklasifikasikan berdasarkan


sejumlah variabel, yaitu sebab/kondisi yang secara langsung mendasari kematian,
gejala/tanda dari penyakit yang menyebabkan kematian, misalnya perdarahan pascapartum,
dan kondisi lain yang memperberat sebab kematian, misalnya HIV dan Anemia. Prinsip
sistem klasifikasi kematian ibu menurut WHO, yaitu:
 Harus dapat diterapkan dan dipahami dalam penggunaannya, baik oleh dokter, ahli
epidemiologi, dan pihak-pihak lain yang terkait.
 Kondisi/penyakit spesifik dengan sebab yang belum jelas harus dipisah dari kondisi
lainnya.
 Sistem klasifikasi baru harus sesuai dengan International Classification of Diseases
(ICD).
Penyebab kematian ibu di berbagai belahan dunia dapat dilihat pada gambar berikut:

3
II. Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)
Angka kematian ibu merupakan angka yang didapat dari jumlah kematian ibu untuk
setiap 100.000 kelahiran hidup, sehingga berkaitan langsung dengan kematian ibu. Penyebab
kematian tersebut dapat berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kehamilan,
dan umumnya terdapat sebab utama yang mendasari. Dalam upaya memudahkan identifikasi
kematian ibu, WHO telah menetapkan sejumlah sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan
adanya sistem ini, diharapkan akan meningkatkan kewaspadaan, perencanaan tindakan, dan
pada akhirnya akan menurunkan angka kematian ibu.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat
kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah
ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan
kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai
¾ resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan
penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan
pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus
menerus.

4
Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 1994-2015
(Dalam 100.000 Kelahiran Hidup)

Gambar diatas menunjukkan trend AKI Indonesia secara Nasional dari tahun 1994
sampai dengan tahun 2007, dimana menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke
tahun. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000
Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Sementara
target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per
100.000 Kelahiran Hidup.

III. Penyebab Kematian Ibu Melahirkan


Sejumlah kondisi mayor terkait dengan angka mortalitas maternal. Penyebab mayor
dari kematian ibu ternyata berkontribusi besar terhadap kematian bayi.

5
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi factor penentu
angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani
masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni
pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata
masih ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak
begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan
politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif
dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain
masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai
budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan
melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa
alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat.
Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta,
maupun masyarakat terutama suami.

Grafik diatas menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian ibu melahirkan,


berdasarkan data tersebut bahwa tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan yakni ,
pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Pendarahan menempati
persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28 persen) , anemia dan kekurangan energi
kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi
yang merupakan faktor kematian utama ibu. Di berbagai negara paling sedikit seperempat

6
dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang
dari 10 persen sampai hampir 60 persen. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup
setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan
darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang
berkepanjangan.
Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia (24 persen),
kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang tidak terkontrol
saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan kembali normal bila
kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali normal setelah bayi lahir.
Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil.
Sedangkan persentase tertinggi ketiga penyebab kematian ibu melahirkan adalah infeksi (11
persen).

4T (Terlambat)
1. Terlambat deteksi dini adanya resiko tinggi pada ibu hamil di tingkat keluarga
2. Terlambat untuk memutuskan mencari pertolongan pada tenaga kesehatan
3. Terlambat untuk datang di fasilitas pelayanan kesehatan
4. Terlambat untuk mendapatkan pertolongan pelayanan kesehatan yang cepat dan
berkualitas di fasilitas pelayanan kesehatan

4T (Terlalu), yang mempunyai resiko tinggi:


1. Terlalu muda
2. Terlalu tua
3. Terlalu sering
4. Terlalu banyak

IV. Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Bidan atau Tenaga Kesehatan


Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih
rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan
target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan
dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional
meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007.
Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura,
Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan hampir
7
mencapai 90%. Apabila dilihat dari proyeksi angka pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan nampak bahwa ada pelencengan dari tahun 2004 dimana angka pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan dibawah dari angka proyeksi, apabila hal ini tidak menjadi
perhatian kita semua maka diperkirakan angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
sebesar 90 % pada tahun 2010 tidak akan tercapai, konsekuensi lebih lanjut bisa berimbas
pada resiko angka kematian ibu meningkat. Kondisi geografis, persebaran penduduk dan
sosial budaya merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas antar daerah akan
berbeda satu sama lain.

Tempat Persalinan dan Penolong Persalinan dengan Kualifikasi Terendah

Distribusi Persentase Anak Lahir Hidup Terakhir Dalam Lima Tahun

8
Sementara dilihat dari latar belakang pendidikan, ibu dengan status tidak sekolah
lebih banyak ditolong oleh Dukun bayi.

Apabila dilihat dari tren pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan dari
tahun 2000-2007 menunjukkan bahwa pertolongan persalinan oleh dokter dari tahun trendnya
meningkat baik di desa maupun di kota. Bahkan di daerah perkotaan angka pertolongan
persalinan oleh dokter pada tahun 2007 telah lebih dari 20%. Sedangkan cakupan pertolongan
persalinan oleh bidan relatif tidak banyak bergerak bahkan apabila dibandingkan antara tahun
2007 dan 2004 secara total pertolongan persalinan oleh bidan kecenderunganya menjadi
turun.

V. Upaya Menurunkan AKI


1. Peningkatan pelayanan kesehatan primer menurunkan AKI 20%
2. Sistem rujukan yang efektif menurunkan sampai 80%

VI. Mempercepat Penurunan AKI


1. Peningkatan deteksi dan penanganan RISTI
2. Peningkatan cakupan pertolongan/pendampingan
3. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan maternal
4. Peningkatan pembinaan teknis bidan
5. Pemantapan kerja Dinkes dan RS
6. Pemantapan kemampuan pengelolaan KIA

9
7. Peningkatan peran serta lintas program

VII. Indikator Keberhasilan


1. Jumlah kematian maternal menurun
2. Cakupan akses dan pelayanan ANC
3. Cakupan persalinan yang ditolong/didampingi
4. Adanya fasilitas POED dan POEK
5. Proporsi RISTI yang ditangani adekuat
6. Case fatality rate RISTI per tahun dibagi jumlah RISTI yang ditangani kali 100%
7. Presentasi bedah sesar terhadap seluruh persalinan

VIII. Program Dari Puskesmas


Standar minimal ANC:
1. Medical record
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan fisik 7K
4. Pemeriksaan penunjang K1: golongan darah, Hb, AL, urine (protein, reduksi)
5. Pemeriksaan pada minggu 12: Hb, AL, urine, konsultasi gizi
6. Pemeriksaan pada minggu ke 36: Hb, AL, CT, BT, urine
7. Konsultasi dokter ahli pada minggu 12, 28, 36, 40
8. USG:
 Minggu 12: kondisi janin
 Minggu 28: presentasi, kelainan plasenta
 Minggu 36: presentasi, rencana persalinan

IX. Penanganan Pre Eklampsia dan Eklampsia


Definisi
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam kehamilan, persalinan
atau nifas, yang ditandai kejang atau koma yang sebelumnya menunjukkan gejala
preeklampsia.

Faktor predisposisi (faktor pencetus):


1. Primigravida (muda/<20thn, tua/>30thn)

10
2. Mempunyai riwayat hipertensi
3. Obesitas
4. Diabetes melitus
5. Gangguan ginjal
6. Kehamilan overdistended (khmln ganda, janin besar, hidramnion)

Etiologi
The disease of theory, Beberapa teori yang dianggap berkaitan dengan terjadinya
Preeklampsia dan Eklampsia antara lain;
1. kerusakan sel endothelial
2. perubahan aktivitas vaskuler
3. ketidak-seimbangan antara prostasiklin dan tromboksan
4. regangan otot uterus (iskemi),
5. faktor diet,
6. faktor genetik. dll

Gambaran Klinis
1. Kejang
Kejang klonik dan kejang tonik
Kejang pada Eklampsia terbagi dalam 4 tingkat :
1. Tingkat Awal atau aura
2. Tingkat kejangan tonik
3. Tingkat kejangan klonik
4. Tingkat koma.
2. Respirasi
setelah kejang respirasi naik  diafragma terfiksasi  respirasi berhenti
3. Suhu badan meningkat
4. Diuresis Berkurang
5. Edema
 Edema ekstremitas atau edema paru
6. Proteinuria berat

11
Patofisiologi

Diagnosis
 Untuk mendiagnosa  gejala-gejala sda.
 Dan juga harus dikesampingkan keadaan–keadaan lain dengan kejang dan koma
seperti;
 Gangguan metabolik
 Infeksi (intracerebral atau ekstracerebral)
 Epilepsi
 Histeria, dll

Komplikasi
- Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin.
- Komplikasi lain yang biasa terjadi antara lain :
 Solusio Plasenta, Hipofibrinogenemia, Hemolisis, Perdarahan otak
 Edema paru-paru.
 Nekrosis hati, Sindroma HELLP

12
 Kelainan ginjal.
 Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang –
kejang
 Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

Penatalaksanaan
Penanganan Preeclampsia Ringan
Dalam Kehamilan
1. Rawat Jalan (ambulatoir) :
 banyak istirahat
 diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein)
 diet Rendah : garam,lemak,karbohidrat
 mulitvitamineral : sayuran & buah
 sedatif ringan : diazepam 3x2 mg atau luminal 3x30 mg selama 7 hari
 periksa laboratorium :
 darah rutin (Hb,Al,Ct,Bt,GolDrh,trombosit)
 darah kimia (alb,glb,gds,ureum,kreatinin,got,gpt)
 urine rutin;uji faal hati;uji faal ginjal;Estrial & HPL
 kontrol tiap minggu
2. Rawat Inap
 dalam 2 minggu rawat jalan tidak menunjukkan perubahan
 kenaikan berat badan >/1kg/minggu
 timbul salah satu gejala preeklampsia berat

Penanganan Preeklampsia Berat


1. Penderita dirawat diruang yg tenang, tidur miring ke kiri
2. Diet cukup protein, 100gr/hari & kurang garam yakni sampai 0,5 gr/hari
3. Infus ringer laktat 60-125ml/jam (20tetes/menit)
4. Drug Of Choice (Magnesium Sulfat/MgSO4), dgn alasan:
 antihipertensi ringan  diuretik ringan
 antikejang ringan  memperbaiki sirkulasi
 sedatif ringan uteroplasenter

13
Syarat pemberian MgSO4:
 Refleksi patela (+)
 Respirasi >/16 per menit
 Produksi urine 25cc/jam
 Tersedia antidotum,yakni kalsium glukonat
Bila syarat diatas tidak terpenuhi, akan terjadi:
keracunan MgSO4 dengan tanda: refleksi patela (-), respirasi <16kali, oligo/anuria,
cardiac arrest kemudian segera diberikan antidotumnya (kalsium glukonat)

Dosis awal :
8gr lar.40%(20ml) masing2 10ml di boka & boki
Dosis pemeliharaan :
- 4gr setiap 6 jam kemudian.
- injeksi dexamethason 5mg(1 ampul) setiap 8 jam
- Pemberian magnesium sulfat dihentikan setelah :
* diagnose mjd preeclampsia ringan
* 24 jam pasca persalinan.
5. Anti Hipertensi
- diberikan bila T.≥170/110mmHg
- nipedipin 2-3 kali 10mg/hari
6. Diuretika
- Indikasi : edema paru & kegagalan jantung
- Obat dan dosis
7. Tindakan Obstetrik
a. Konservatif : kehamilan dipertahankan, sehingga ditunggu sampai persalinan
spontan
b. aktif :
indikasi : bila terdapat 1 atau lebih keadaan di bawah ini :
- UK ≥ 37 minggu
- terdapat gejala impending eclampsia
- tidak ada respon pengobatan (terjadi kenaikan tekanan darah setelah 6 jam,
tidak ada perbaikan setelah 48 jam, index gestosis > 6)
- adanya foetal compromised/F.C atau foetal distress/F.D

14
- adanya IUGR
- munculnya HELLP syndrome

Cara Terminasi / Pengakhiran Kehamilan


- belum dalam persalinan/BDP – induksi ; perlu dipertimbangkan dengan
bishop score dan adanya penekanan terhadap kondisi janin (foetal well beeing
yaitu F.C & F.D)
- mengingat risiko tinggi preeclampsia/eclampsia pd ibu hami; cenderung utk
dilakukan bedah caesar.
- dlm persalinan/DP
 kala I fase laten---seksio caesarea
 kala I fase aktif---amniotomi, bila 6 jam setelah amniotomi tidak tercapai
pembukaan lengkapseksio caesarea
 kala II : *ekstraksi vakum
*ekstraksi forsipal

Eklampsi
1. Prinsip pengobatan sama dengan preeklampsi berat, termasuk pemberian MgSO4
2. Bila masih terjaid kejang, berikan tambahan MgSO4 2gr larutan 20% dalam waktu 2
menit, bila masih kejang berikan amobarbital sampai 250 mg intravena pelan
3. Sebagai alternatif dapat diberikan diazepam 10mg intravena sebelum terapi dengan
MgSO4
4. Pemberian MgSO4 dihentikan setelah 24jam persalinan, atau bila eklampsia timbul
setelah persalinan MgSO4 diberikan sampai 24jam setelah serangan kejang terakhir
5. Persalinan diusahakan pervaginam, 4-8 jam setelah serangan kejang terakhir &
penderita sudah sadar
6. Bila diperlukan tindakan seksio caesarea, ini dikerjakan sekurangnya 12 jam bebas
kejang
7. Tindakan lain disesuaikan dengan keadaan

PENCEGAHAN
Usaha pencegahan preeklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan, telah banyak
penelitian dilakukan untuk menilai manfaat berbagai kelompok bahan-bahan non-
farmakologi dan baban farmakologi seperti: diet rendah garam, vitamin C, a tocopherol (Vit.
15
E), beta karoten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink, magnesium, diuretik,
antihipertensi, aspirin dosis rendah dan kalsium uutuk mencegah terjadinya preeklampsia dan
eklampsia.
Sayangnya berbagai cara di atas belum mewujudkan hasil yang menggembirakan.
Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-oxidant seperti N. Acetyl cystein yang
diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya (Rumiris
D. dkk., 2005) yang nampaknya dapat menurunkan angka kejadian preeklampsia pada kasus
risiko tinggi. Pada pasien dengan risiko tinggi terjadinya preeklampsia, pemeriksaan antenatal
trimester I1 harus dilakukan secara teratur untuk menilai keadaan ibu dan kesejahteraan jauin.
Pemeriksaan klinis pada ibu hamil yang mempunyai keluhan seperti gangguan visus, nyeri
kepala, rasa panas di muka, uyeri epigastrium, mual, muntah ataupun kejang harus dilakukan.
Di samping itu pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan proteinuria, menentukan tinggi
fundus uteri untuk menilai pertumbuhan janin harus dilakukan secara teratur. Di samping itu
juga harus dilakukan pemeriksaan biometri janin, kesejahteraan janin dengan NST (Non
Stress Test) dan bioprojile janin.
Pemeriksaan Doppler arteri uterina pada kehamilan 18-24 rninggu pada pasien dengan
risiko tinggi, juga dapat digunakan sebagai seleksi untuk terjadinya preeklampsia dan
eklampsia jika dijumpai peningkatan RI > 0,5 8 atau dijumpai takik diastolic (Coleman Mag.
dkk., 2000). Masalah yang sering dihadapi pada penderita preeklampsia dan eklampsia
adalah: penderita tidak melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur dan sering datang
terlambat ke rumah sakit: 40% serangan kejang pada penderita eklampsia biasanya terjadi
sebelum pepderita masuk ke rumah sakit.

16
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : Ny. M.I.
Umur : 37 th
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Katholik
Alamat : Tlogo RT 05 Tamantirto Kasihan
Pendidikan : SMA

PELACAKAN KEMATIAN
Ny. M.I., 37 th.
Jarak rumah ke puskesmas atau bidan terdekat 3 km.
Jarak RS terdekat 11 km.
HPHT : 01-03-2009
HPL : 08-12-2009

RPD:
 Sebelum hamil: t.a.k
 Saat hamil:
G2P1A0 anak pertama usia 5 th.
Kontrol rutin ke dr. Andang, Sp.OG di RS Amanda sampai umur kehamilan 38
minggu, di tenaga kesehatan s.d. 39 minggu. TD 160/100 mmHg disarankan untuk
SC, di rujuk ke Happy Land, dr. Anestesi menyarankan rujuk ke RS Sardjito. Di sana
operasi SC, hari ke 5 BLPL. Di rumah mendadak sesak nafas kemudian masuk ICU.
TD 220/160 mmHg, kemudian meninggal dunia.
 Riwayat anemia selama kehamilan (+)
Riwayat Obstetri:
 G2P1A0, anak pertama lahir secara spontan
 Komplikasi terdahulu (-)

17
 Perdarahan sebelum melahirkan, perdarahan banyak setelah melahirkan, retensio
plasenta, partus macet, pre eklampsia, kejang karena eklampsia, operasi SC, perkiraan
janin besar, dan lain-lain tidak ada.

Keadaan anak yang dilahirkan:


 Hidup 1, umur 5 th.
 Lahir mati, lahir hidup kemudian mati, prematur, BB< 2500gr, BB>4000gr tidak ada.
Riwayat ANC sekarang:
 Umur kehamilan saat ANC pertama 6 minggu
 Jumlah pemeriksaan kehamilan 12 kali
 Trimester 1: 7 kali; trimester 2: 4 kali; Trimester 3: 1 kali
 Pemberi pelayanan ANC dokter spesialis obsgyn
Pelayanan yang diterima saat ANC:
 Pemeriksaan kehamilan
 Tablet besi
 Imunisasi TT
 USG 4 kali
Resiko tinggi saat antenatal:
 Hb <8gr% saat UK 23 minggu, rujuk ke RSPS (Hb: 8,8gr%; protein: (-), Reduksi (-),
GDS: 105mg%)
 Perdarahan jalan lahir, letak lintang pada UK >32 minggu, letak sungsang pada
kehamilan pertama, gemeli, perkiraan janin besar, edema muka dan tangan, TD
>140/90 mmHg, sakit kepala yang tak hilang, penyakit kronis tidak ada.

- Saat persalinan ibu mengalami komplikasi (+), jenis komplikasi: pre eklampsia TD
235/135 mmHg.
- Cara persalinan SC di RS Sardjito.
- Petugas penolong: dokter, dokter Sp.OG, anggota keluarga (dokter anestesi).
- Rujukan ke RS Sardjito tgl. 30-11-2009

Riwayat pemeriksaan:
25/09/2009
BB: 60kg TD: 100/60

18
Nyeri perut kiri.
Px: TFU: 27cm; presbo, DJJ(+)

28/09/2009
BB: 60Kg TD: 110/80 UK: 31 minggu
USG: presbo

12/10/2009
BB: 60kg TD: 110/70 UK: 32+2 minggu
USG: presbo (UK: 34 minggu)

19/10/2009
BB: 61kg TD: 120/70 Hb: 11gr% protein urun(+)
USG: lintang edema kaki kiri (+)

16/11/2009
BB: 61kg TD: 110/80 USG: PLR

23/11/2009
BB: 64kg TD:120/80 USG: preskep UK: 39+1mgg

19
DAFTAR PUSTAKA

Roeshadi, R.H.. 2007. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu pada
Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Bagian KSMF Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

Rahmawan, Ahmad. 2009. Upaya menurunkan angka kematian ibu. Bagian/smf ilmu
kebidanan dan penyakit kandungan FK Unlam RSUD Ulin Banjarmasin

Ashari, M.A. 2009. Preeclampsia dan Eklampsia. RSUD Panembahan Senopati Bantul

20

You might also like