You are on page 1of 6

MAKALAH SEMINAR

Penerapan Algoritma Quickprop pada Jaringan Syaraf Tiruan


untuk Mendeteksi Wajah Manusia

diajukan untuk

The 6th Seminar on Intelligent Technology and Its Applications


( SITIA 2005 )
Jurusan Teknik Elektro
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

oleh:

Setyo Nugroho
Jurusan Teknik Informatika
STMIK STIKOM Balikpapan

Alamat kontak:
STMIK STIKOM Balikpapan
Jl Kapten P. Tendean 2A, Balikpapan 76121
Email 1: setyo@stikom-bpp.ac.id
Email 2: setyo_n@yahoo.com
1

Penerapan Algoritma Quickprop pada Jaringan Syaraf Tiruan


untuk Mendeteksi Wajah Manusia
Setyo Nugroho
Jurusan Teknik Informatika, STMIK STIKOM Balikpapan 76121, email: setyo@stikom-bpp.ac.id

Abstract - Face detection is one of the most important sembarang, maka sistem akan mendeteksi apakah ada
preprocessing step in face recognition systems used in wajah manusia atau tidak di dalam citra tersebut. Jika
biometric identification. Face detection can also be ada maka sistem akan memberitahu berapa jumlah
used in searching and indexing still image or video wajah yang ditemukan dan dimana lokasi wajah-wajah
containing faces in various size, position, and tersebut di dalam citra. Keluaran dari sistem adalah
background. This paper describes a face detection posisi subcitra berisi wajah-wajah yang berhasil
system using multi-layer perceptron and Quickprop dideteksi.
algorithm for training. The system achieves its ability
by means of learning by examples. The training is Deteksi wajah juga dapat dipandang sebagai masalah
performed using active learning method to minimize klasifikasi pola dimana inputnya adalah suatu citra dan
the amount of data used in training. Experimental outputnya adalah label kelas dari citra tersebut. Dalam
results show that Quickprop algorithm and active hal ini terdapat dua label kelas, yaitu wajah dan non-
learning method can improve the training speed wajah [4].
significantly.
Teknik-teknik pengenalan wajah yang dilakukan
Keywords: Quickprop, neural networks, face selama ini banyak yang menggunakan asumsi bahwa
detection, active learning data wajah yang tersedia memiliki ukuran yang sama
dan latar belakang yang seragam. Di dunia nyata,
asumsi ini tidak selalu berlaku karena wajah dapat
Abstrak – Deteksi wajah adalah salah satu tahap muncul di dalam citra dengan berbagai ukuran,
praproses yang sangat penting di dalam sistem berbagai posisi, dan latar belakang yang bervariasi [2].
pengenalan wajah yang digunakan untuk sistem
biometrik. Deteksi wajah juga dapat digunakan untuk 1.1. Supervised Learning
pencarian dan pengindeksan citra atau video yang di
dalamnya terdapat wajah manusia dalam berbagai Tujuan pada pembelajaran supervised learning adalah
ukuran, posisi, dan latar belakang. Makalah ini untuk menentukan nilai bobot-bobot koneksi di dalam
menjelaskan tentang sebuah sistem pendeteksi wajah jaringan sehingga jaringan dapat melakukan pemetaan
yang menggunakan multi-layer perceptron dan dilatih (mapping) dari input ke output sesuai dengan yang
dengan algoritma Quickprop. Sistem ini mendapatkan diinginkan. Pemetaan ini ditentukan melalui satu set
kemampuannya dengan cara belajar dari contoh yang pola contoh atau data pelatihan (training data set).
diberikan. Training dilakukan dengan menggunakan
metode active learning untuk meminimalkan jumlah Setiap pasangan pola p terdiri dari vektor input xp dan
data yang digunakan dalam training. Hasil vektor target tp. Setelah selesai pelatihan, jika
eksperimen menunjukkan bahwa algoritma Quickprop diberikan masukan xp seharusnya jaringan
dan metode active learning dapat meningkatkan menghasilkan nilai output tp. Besarnya perbedaan
kecepatan training. antara nilai vektor target dengan output aktual diukur
dengan nilai error yang disebut juga dengan cost
Kata Kunci : Quickprop, jaringan syaraf tiruan, function:
deteksi wajah, active learning
1
1. PENDAHULUAN
E= ∑∑
2 p∈P n
(t np − s np ) 2

(1)
Teknologi pengenalan wajah semakin banyak
diaplikasikan dalam sistem pengenalan biometrik, di mana n adalah banyaknya unit pada output layer.
pencarian dan pengindeksan database citra dan video Tujuan dari training ini pada dasarnya sama dengan
digital, sistem keamanan, konferensi video, dan mencari suatu nilai minimum global dari E.
interaksi manusia dengan komputer. Pendeteksian
wajah (face detection) merupakan salah satu tahap 1.2. Algoritma Quickprop
awal yang sangat penting sebelum dilakukan proses
pengenalan wajah (face recognition). Algoritma Quickprop merupakan hasil pengembangan
dari algoritma backpropagation standar. Pada
Masalah deteksi wajah dapat dirumuskan sebagai algoritma Quickprop dilakukan pendekatan dengan
berikut: diberikan masukan sebuah citra digital asumsi bahwa kurva fungsi error terhadap masing-
2
masing bobot penghubung berbentuk parabola yang Lapisan tersembunyi (hidden layer) terdiri dari total
terbuka ke atas, dan gradien dari kurva error untuk 25+16=41 unit. Bagian pertama terhubung dengan
suatu bobot tidak terpengaruh oleh bobot-bobot yang lapisan input yang membentuk 25 area berukuran 4x4
lain [1]. Dengan demikian perhitungan perubahan pixel. Bagian kedua terhubung dengan lapisan input
bobot hanya menggunakan informasi lokal pada yang membentuk 16 area berukuran 5x5 pixel.
masing-masing bobot.
Secara keseluruhan jaringan ini memiliki 883 bobot
Perubahan bobot pada algoritma Quickprop penghubung, sudah termasuk bias. Pada sistem
dirumuskan sebagai berikut: Rowley dkk. [3] yang lebih kompleks, jumlah bobot
penghubungnya mencapai 4357.
∂E
(t ) 2.1. Teknik Active Learning
∂E ∂ w
∆w(t ) = −ε (t ) +
∂w ∂E ∂E Dengan teknik active learning [4], training dilakukan
(t − 1) − (t )
∂w ∂w secara bertahap. Pada tahap pertama training dimulai
dengan menggunakan sedikit data non-wajah. Pada
* ∆w(t − 1) (2) tahap berikutnya, data training non-wajah ditambah
sedikit demi sedikit. Namun data tambahan tersebut
diseleksi hanya untuk data tertentu saja, yaitu data
di mana: yang yang dideteksi sebagai wajah (false positive)
∆w(t ) : perubahan bobot pada hasil training tahap sebelumnya. Dengan
∆w(t − 1) : perubahan bobot pada epoch demikian jumlah data training yang digunakan untuk
sebelumnya jaringan syaraf tiruan akan lebih sedikit. Karena data
ε : adalah learning rate training yang digunakan lebih sedikit, waktu yang
diperlukan untuk proses training juga akan lebih
∂E singkat. Gambar 1 menunjukkan penerapan teknik
(t ) : derivatif error
∂w active learning untuk sistem pendeteksi wajah.
∂E
(t − 1) : derivatif error pada epoch Koleksi Contoh Koleksi Contoh
∂w Data Non-Wajah Data Wajah
sebelumnya

Pada eksperimen dengan masalah XOR dan Pilih Data Training


encoder/decoder [1], terbukti bahwa algoritma random
Quickprop dapat meningkatkan kecepatan training.
Training
2. CARA PENELITIAN JST

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari


sekumpulan citra untuk pelatihan (training data set) Bobot JST
dan sekumpulan citra untuk pengujian (testing data Hasil Training
set). Jumlah citra wajah yang digunakan sebanyak
3000 buah dengan ukuran 20x20 pixel. Sedangkan
citra non-wajah diambil dari file-file citra yang tidak Deteksi
Wajah
terdapat wajah di dalamnya.

Jaringan syaraf tiruan (JST) yang digunakan pada


sistem ini menggunakan jenis multi-layer perceptron. False Positive
Arsitektur yang digunakan diadaptasi dari hasil Hasil Deteksi
penelitian Rowley dkk. [3], namun lebih
disederhanakan.
Gambar 1: Teknik Active Learning untuk Sistem Pendeteksi
Lapisan input terdiri dari 400 unit input, yang Wajah
menerima masukan dari nilai grayscale pixel 20x20
dari subcitra yang akan dideteksi. Sebelum dijadikan 2.2. Detektor Wajah
input untuk JST, nilai grayscale yang berkisar dari 0
sampai 255 dinormalisasi menjadi antara –1 dan 1. Bagian detektor wajah ini menggunakan arsitektur
jaringan syaraf yang sama dengan yang digunakan
Lapisan output terdiri dari sebuah unit dengan nilai untuk training. Bobot penghubung yang digunakan
keluaran berkisar antara –1 dan 1. Pada training data diambil dari bobot terakhir yang dihasilkan pada
set didefinisikan nilai 1 untuk data wajah dan –1 untuk proses training. Hasil deteksi akan diputuskan sebagai
data non-wajah. wajah jika output dari JST lebih dari 0, dan diputuskan
3
sebagai non-wajah jika output JST kurang dari atau detection rate dan false positive rate [6]. Detection
sama dengan 0. rate adalah perbandingan antara jumlah wajah yang
berhasil dideteksi dengan jumlah seluruh wajah yang
2.3. Ekstraksi Subcitra ada. Sedangkan false positive rate adalah banyaknya
subcitra non-wajah yang dideteksi sebagai wajah.
Pada citra yang akan dideteksi, posisi wajah bisa
berada di mana saja. Pengklasifikasi jaringan syaraf Gambar 3 menunjukkan contoh hasil deteksi yang
tiruan pada detektor wajah memerlukan input citra dilakukan pada beberapa citra pengujian. Pengujian
20x20 pixel. Karena itu digunakan window 20x20 dilakukan dengan data uji citra yang berasal dari
pixel yang digeser melalui seluruh daerah citra. Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang
Detektor akan memeriksa satu persatu subcitra yang terdiri dari 23 file citra yang secara keseluruhan berisi
dilalui oleh window tersebut. 149 wajah (data uji MIT-23). Kumpulan citra ini
pertama kali dipublikasikan pada [5]. Pada data uji ini
Pada citra yang dideteksi, wajah bisa memiliki ukuran diperoleh hasil detection rate sebesar 71,14% dan
yang bervariasi. Karena itu citra akan diperkecil false positives sebanyak 62. Hasil ini diperoleh dari
secara bertahap dengan skala perbandingan 1:1,2 training yang menggunakan 3000 data wajah dan 5200
sebagaimana dilakukan pada [3]. Pada setiap ukuran data non-wajah yang diperoleh melalui metode active
citra yang diperkecil, window 20x20 pixel akan learning.
digeser melalui seluruh area citra.

2.4. Preprocessing

Citra yang akan digunakan sebagai training data set


akan mengalami tahap-tahap preprocessing berikut:
• Histogram Equalization, untuk memperbaiki
kontras citra.
• Masking, yaitu menghilangkan bagian sudut-
sudut citra untuk mengurangi variasi citra
sehingga memperkecil dimensi data.
• Normalisasi, yaitu mengkonversi nilai
intensitas grayscale citra sehingga memiliki
range dari –1 sampai dengan 1.
Tahap-tahap preprocessing yang sama juga dilakukan
pada saat proses pendeteksian wajah.

Gambar 3: Contoh hasil deteksi wajah pada beberapa citra


uji yang juga digunakan pada [5]

Tabel 1 menunjukkan hasil deteksi yang pernah


Gambar 2: Contoh data wajah yang telah mengalami dilakukan oleh para peneliti lain dengan menggunakan
preprocessing data uji MIT-23. Perbandingan ini tidak bisa dijadikan
patokan mutlak untuk menyimpulkan bahwa satu
metode lebih baik dari metode yang lain, karena
2.5. Merging
faktor-faktor berikut [2]:
• data set yang digunakan untuk training tidak
Pada saat dilakukan deteksi wajah pada citra, biasanya
sama
sebuah wajah akan terdeteksi pada beberapa lokasi
• jumlah data yang digunakan untuk training
yang berdekatan. Lokasi-lokasi ini disebut dengan
tidak sama
kandidat wajah. Untuk itu perlu dilakukan proses
penggabungan (merging), yaitu menyatukan lokasi
3.1. Pengaruh Jumlah Data Training yang
kandidat-kandidat wajah yang berdekatan.
Digunakan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2 menunjukkan pengaruh jumlah data training
Untuk mengukur evaluasi unjuk kerja dari detektor yang digunakan terhadap hasil deteksi. Tabel ini
wajah, pada umumnya digunakan dua parameter, yaitu berdasarkan hasil deteksi pada suatu citra berisi 15
4
wajah dan memiliki total 790.797 window. Terlihat memberikan hasil yang lebih baik. Ini berarti bahwa
bahwa semakin banyak data training non-wajah yang teknik active learning dapat memilih data yang benar-
digunakan, semakin kecil angka false positive yang benar perlu, sehingga dapat meminimalkan jumlah
dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan data data training yang digunakan.
yang semakin lengkap, hasil belajar sistem akan
semakin baik. Tabel 2. Pengaruh Jumlah Data Training
pada Unjuk Kerja Deteksi Wajah
Tabel 1. Beberapa hasil deteksi wajah
pada data uji MIT-23 Jumlah data training Detection False
non- Rate Positive
Detection False Wajah total
Metode wajah
Rate Positive 1000 1000 2000 15/15 42
Support vector machines
74,2% 20 1000 1200 2200 15/15 32
(SVM) (Osuna, 1997)
1000 1400 2400 15/15 31
Distribution-based dan
clustering (Sung, Poggio, 79,9% 5 1000 1600 2600 15/15 24
1994) 1000 1800 2800 15/15 23
Neural Networks (Rowley, 1000 2000 3000 15/15 19
84,5% 8
1998) 1000 2200 3200 15/15 10
Kullback relative 1000 2400 3400 15/15 5
information (Lew, 94,1% 64 1000 2600 3600 15/15 4
Huijsmans, 1996) 1000 2800 3800 15/15 2
1000 3000 4000 15/15 2
3.2. Pengaruh Algoritma Quickprop pada 1000 3200 4200 15/15 2
Kecepatan Training 1000 3400 4400 15/15 2
1000 3600 4600 15/15 1
Tabel 3 menunjukkan perbandingan waktu training 1000 3800 4800 15/15 1
yang diperlukan antara training yang menggunakan
algoritma backpropagation standar dengan training 1000 4000 5000 15/15 1
yang menggunakan algoritma Quickprop. Terlihat
bahwa dengan jumlah data training yang semakin
besar, algoritma Quickprop memberikan peningkatan Tabel 3. Pengaruh Algoritma Quickprop
kecepatan yang signifikan. pada Kecepatan Training

3.3. Pengaruh Metode Active Learning Jumlah Waktu training (detik)


Data Error
Tabel 4 menunjukkan perbandingan antara hasil Backprop
training Quickprop
training yang menggunakan metode active learning, standar
dengan hasil training yang menggunakan data yang 2000 0.05 49 12
dipilih secara random. Jumlah data yang digunakan 3000 0.05 649 96
adalah sama. Terlihat bahwa teknik active learning 4000 0.05 4664 867

Tabel 4. Pengaruh Active Learning


pada Unjuk Kerja Deteksi Wajah

Jumlah Data
Random Data Active Learning
Training
non- Detection False Detection False
wajah total
wajah Rate Positive Rate Positive
3000 5200 8200 63,76% 732 71,14% 62
3000 3000 6000 62,42% 1160 71,14% 201
2
4. KESIMPULAN

Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut:
1. Jaringan syaraf tiruan dapat dimanfaatkan
untuk melakukan deteksi wajah pada citra
digital.
2. Pada sistem deteksi wajah yang berbasis
contoh, hasil yang diperoleh sangat tergantung
dari kualitas dan banyaknya contoh yang
diberikan.
3. Pada training dengan jumlah data yang besar,
algoritma Quickprop dapat memberikan
peningkatan kecepatan training yang
signifikan.
4. Metode active learning dapat digunakan untuk
meminimalkan jumlah data training yang
digunakan, sehingga mempercepat proses
training.

REFERENSI

[1] Fahlman, S.E., 1988, “An Empirical Study of


Learning Speed in Back-Propagation
Networks”, Technical Report CMU-CS-88-
162, Carnegie Mellon University, USA.
[2] Hjelmas, E., Low, B.K., 2001, “Face
Detection: A Survey”, Computer Vision and
Image Understanding. 83, pp. 236-274.
[3] Rowley, H., Baluja, S., Kanade, T., 1998,
“Neural Network-Based Face Detection”, IEEE
Trans. Pattern Analysis and Machine
Intelligence, vol. 20, no. 1.
[4] Sung, K.K., 1996, “Learning and Example
Selection for Object and Pattern Detection”,
AITR 1572, Massachusetts Institute of
Technology AI Lab.
[5] Sung, K.K., Poggio, T., 1994, “Example-Based
Learning for View-Based Human Face
Detection”, Technical Report AI Memo 1521,
Massachusetts Institute of Technology AI Lab.
[6] Yang, M.H., Kriegman, D., Ahuja, N., 2002,
“Detecting Faces in Images: A Survey”, IEEE
Trans. Pattern Analysis and Machine
Intelligence, vol. 24, no. 1.

You might also like