Professional Documents
Culture Documents
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2011
i
SKRIPSI
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2011
i
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil
karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah dinyatakan benar. Bila dikemudian hari ternyata pernyataan saya terbukti
tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang telah ditetapkan oleh
NIM : 061104058
iii
PERSETUJUAN PUBLIKASI UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIK
Sebagai civitas akademika UNM Makassar, maka saya bertanda tangan di bawah
ini:
Dibuat di : Makassar
Menyetujui,
Pembimbing I Yang menyatakan,
iv
Motto dan Persembahan
Teruntuk…
v
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
viii
7. Ibu Hj. Marsiah, S.Pd., Kepala SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar
beserta stafnya yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian di sekolah tersebut, serta siswa–siswa kelas Vb SD Inpres
Mallengkeri Bertingkat I Makassar atas partisipasi aktifnya selama penulis
melaksanakan penelitian,
8. para murabbiyahku: Kak Mutahharah, Kak Menuk Widiastuti, Kak Risna
Rina, dan Ummu Salman atas segala ilmu yang telah diberikan kepada
penulis,
9. teman-teman tarbiyahku di KKI Ummu Sulaim 2, Annisa 2 dan Mu’minaat 4,
10. akhawaat Azzam: Andien, Sakinah, Nurul, Rahmah, Darma, Misry, Murni,
Risna, Nabila, atas kebersamaan, pengertian, dorongan, dan bantuannya
kepada penulis, serta para observerku: Muthmainnah, Aliyah, dan Lathifah
yang siap siaga, jazaakumullahu khairan,
11. saudara dan saudariku fillah di barisan perjuangan SCMM BEM FMIPA
UNM dan seluruh akhawaat FMUI,
12. seluruh mahasiswa Matematika Kelas C Angkatan 2006 atas kebersamaan dan
kerjasamanya dalam suka dan duka selama mengikuti perkuliahan di
Universitas Negeri Makassar, serta
13. semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang besar dan istimewa kepada
Ibunda Kebo, yang dengan penuh kesabaran dalam membesarkan, mendidik, dan
mendo’akan keberhasilan penulis. Sungguh penulis tidak dapat membalas apa
yang telah Ibunda berikan, hanya Allah sebaik-baik Pemberi Balasan.
Penulis menyadari sebagai manusia yang tak luput dari kekurangan,
demikian pula skripsi ini tentunya jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi perbaikan ke
depan. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Allahumma amin.
Makassar, Januari 2011
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
x
DAFTAR TABEL
Halaman
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM)
yang mampu bersaing di era global. Upaya yang tepat untuk menyiapkan SDM
yang berkualitas dan satu-satunya wadah yang dapat dipandang dan seyogyanya
berfungsi sebagi alat ukur untuk membangun SDM yang bermutu tinggi adalah
pendidikan.
Isu yang masih menjadi pembicaraan hangat dalam masalah mutu pendidikan
dewasa ini adalah hasil belajar siswa dalam suatu bidang ilmu tertentu. Hal ini
nampak pada hasil belajar rata-rata peserta didik yang senantiasa masih sangat
pelajaran serta metode pembelajaran untuk bidang studi tertentu misalnya IPA,
merupakan salah satu mata pelajaran yang banyak menimbulkan kesulitan belajar
bagi siswa, namun belum menampakkan hasil yang memuaskan, baik ditinjau dari
1
2
logis, sistematis dan konsisten. Oleh karenanya semua masalah kehidupan yang
membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti selalu harus merujuk pada
Namun dibalik semua itu, yang terjadi selama ini adalah masih banyak siswa
yang menganggap bahwa matematika tidaklah lebih dari sekedar berhitung dan
bermain dengan rumus dan angka-angka. Saat ini banyak siswa yang hanya
mengapa dan untuk apa matematika harus diajarkan. Tidak jarang muncul keluhan
bahwa matematika cuma membuat pusing siswa dan dianggap sebagai momok
yang menakutkan bagi siswa. Begitu beratnya gelar yang disandang matematika
berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak melakukan pengajaran bermakna,
metode yang digunakan kurang bervariasi, dan sebagai akibatnya motivasi belajar
siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghafal dan
siswa merasa bosan sehingga tidak tertarik lagi untuk mengikuti pelajaran
karena itu, dibutuhkan ketekunan, keuletan, perhatian, dan motivasi yang tinggi
dan memahami matematika tanpa penalaran. Selain itu interaksi antara siswa
didik yang dalam kondisi fun dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan fun
konstruksi dari seseorang yang sedang belajar (Soffa: 2005). Dalam pendekatan
matematika.
sekitar siswa dan berbasis pengetahuan yang telah dimiliki siswa, dan
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
tidak sesuai dengan materi yang akan dibawakan ketika guru membawakan
5
yang dipaparkan oleh guru. Siswa kurang menyukai soal-soal berbentuk cerita
yang banyak terdapat pada pokok bahasan Volume Kubus dan Balok yang pernah
mereka dapatkan di kelas IV, dan ini mempengaruhi hasil belajar yang diperoleh
siswa.
Pokok bahasan Volume Kubus dan Balok adalah salah satu pokok bahasan
kontekstual dalam bentuk soal cerita. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan sebuah
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan, siswa tidak terbiasa dengan
pengaitan materi pelajaran yang mereka terima baik terhadap kehidupan sehari-
2. Rumusan Masalah
sehari-hari/ soal kontekstual yang realistik. Soal realistik ini mengarahkan siswa
C. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil dan
Makassar pada pokok bahasan Volume Kubus dan Balok melalui penerapan
D. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang dapat diambil dalam penelitian yang akan dilakukan ini
a) Bagi siswa
dalam long term memory sehingga dapat bertahan lama dalam ingatan
siswa.
b) Bagi guru
matematika.
c) Bagi peneliti.
d) Bagi sekolah.
matematika di sekolah,
sekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Belajar
disebabkan belajar.
memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, atau berubah tingkah laku atau
diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang
mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Kegiatan dan usaha untuk mencapai
perubahan tingkah laku itu merupakan proses belajar sedang perubahan tingkah
laku itu sendiri merupakan hasil belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar
merupakan suatu usaha yang berupa kegiatan hingga terjadi perubahan tingkah
9
10
Definisi lain dikemukakan oleh Trianto (2008: 12) bahwa belajar pada
hakikatnya adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat diindikasikan dalam
pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya
pengalaman. Pendapat senada dikemukakan pula oleh Kimble dan Garmezi dalam
Trianto (2008: 12), belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif
Dengan demikian inti dari belajar adalah adanya perubahan tingkah laku
karena adanya suatu pengalaman. Perubahan tingkah laku tersebut dapat berupa
apresiasi. Adapun pengalaman dalam proses belajar ialah bentuk interaksi antara
pertama, prinsip belajar adalah perubahan prilaku. Perubahan prilaku sebagai hasil
f) permanen atau tetap, sebagaimana yang dikatakan oleh Wittig, belajar sebagai
dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis,
pada dasarnya adalah hasil interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.
and varied series of learning experiences unified around a vigorous purpose and
2. Matematika Sekolah
struktur.
berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan
a. matematika adalah ilmu dasar sebagai pelayan sekaligus raja dari ilmu-ilmu
lain,
b. matematika adalah bahasa universal, bahasa simbol yang memuat istilah yang
c. matematika sebagai pola pikir yang rasional, sistematis, runut, dan bebas dari
tahayul,
e. bahkan matematika adalah ilmu seni kreatif yang menghasilkan pola, struktur,
f. matematika; dulu, sekarang dan akan datang merupakan ilmu bantu untuk
sistematik,
dengan bilangan,
(1) penyajiannya,
pendidikan formal.
keruangan, dan
menantang.
Menurut Liebeck dalam Abdurrahman (1999: 253) ada dua macam hasil
belajar matematika yang harus dikuasai oleh siswa yakni perhitungan matematis
suatu masalah yang dimulai dari masalah-masalah yang dapat dibayangkan oleh
16
siswa, siswa diberi kebebasan menemukan strategi sendiri, dan secara perlahan-
Belanda, dan dikenal dengan nama Realistic Mathematics Education. Teori ini
insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Pembelajaran matematika tidak dapat
dalam kutipan yang sama Freudenthal berpendapat bahwa siswa tidak dapat
Dalam PMR, dunia nyata digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan
ide dan konsep matematika. Menurut Blum & Niss, dunia nyata adalah segala
sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau
mendefinisikan dunia nyata sebagai suatu dunia nyata yang konkrit, yang
disampaikan kepada siswa melalui aplikasi matematika. (Hadi dalam Supinah dan
Agus, 2009: 76). Sementara itu, Treffers membedakan dua macam matematisasi,
yaitu vertikal dan horisontal (Hadi dalam Supinah dan Agus, 2009: 76).
17
Diselesaikan
Diuraikan
Soal-soal Kontekstual
mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat sendiri, kemudian
menyelesaikan soal tersebut. Dalam proses ini, setiap orang dapat menggunakan
cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan orang lain. Dalam
matematisasi vertikal, kita juga mulai dari soal-soal kontekstual, tetapi dalam
jangka panjang kita dapat menyusun prosedur tertentu yang dapat digunakan
berhubungan dengan dunia nyata saja, tetapi juga menekankan pada masalah
nyata yang dapat dibayangkan (to imagine). Kata “to imagine” sama dengan “zich
masalah itu menjadi nyata dalam pikiran siswa. Dengan demikian konsep-konsep
18
yang abstrak (formal) dapat saja sesuai dan menjadi masalah siswa, selama
dihadapi atau dialami oleh siswa merupakan bagian yang sangat penting,
bimbingan guru,
5) terjadi interaksi antara murid dan guru, yaitu aktivitas belajar meliputi
b. Prinsip-prinsip PMR
masalah kontekstual yang realistik bagi siswa dengan bantuan dari guru.
Siswa didorong atau ditantang untuk aktif bekerja bahkan diharapkan dapat
diharapkan dapat ditemukan sifat, definisi, teorema, ataupun aturan oleh siswa
sendiri.
formal. Dalam hal ini, siswa diharapkan dalam memecahkan masalah dapat
mulai dibiasakan untuk bebas berpikir dan berani berpendapat, karena cara
yang digunakan siswa satu dengan yang lain berbeda atau bahkan berbeda
dengan pemikiran guru tetapi cara itu benar dan hasilnya juga benar. Ini suatu
dalam kelas, maka akan terbentuk proses pembelajaran matematika yang tidak
lagi berorientasi pada guru, tetapi diubah atau beralih kepada pembelajaran
21
suatu model. Model ini diharapkan dibangun sendiri oleh siswa, baik dalam
disebut ”bottom up” dan merupakan prinsip RME yang disebut ”Self-
Lange (Suryanto dan Sugiman dalam Supinah dan Agus, 2009:80) ada beberapa
1) Titik awal pembelajaran harus benar-benar hal yang realistik, sesuai dengan
pengalaman siswa, termasuk cara matematis yang sudah dimiliki oleh siswa,
bermakna.
2) Di samping harus realistik bagi siswa, titik awal itu harus dapat
informalnya.
temannya, menjelaskan dalam diskusi kelas sikapnya setuju atau tidak setuju
4. Pembelajaran Kooperatif
yang memiliki aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa
tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajar sisw yang
kurang pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar dalam
agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya (Prianto dalam Wena, 2010:187)
23
elemen-elemen yang saling terkait. Menurut Nurhadi & Senduk (2003) dan Lie
(2002) ada berbagai elemen dan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif,
yaitu:
Interaksi tatap muka menuntut siswa dalam kelompok saling bertatap muka
agar mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tapi juga
teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, mandiri, dan berbagai
sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antarpribadi yang tidak
terhadap nilai, konsep, atau prinsip, serta masalah-masalah aktual yang terjadi di
banyak sekali hal-hal maupun benda-benda yang dapat dikaitkan dengan materi
ini sehingga dapat digunakan untuk memancing kegiatan bernalar realistis pada
25
siswa. Semua itu menuntut pemahaman yang tinggi terhadap nilai-nilai sosial,
mengantar mereka untuk menerapkan kembali apa yang telah mereka pelajari
1. Satuan Volume
Jika satuan volume m3, artinya panjang rusuk satuan adalah 1 m. Sehingga
Satuan volume selain kubik adalah liter. Cara mengubah kedua satuan volume
kubik dan liter tersebut menurut tingkat atau urutan kedua satuan adalah
sisi itu adalah ABCD, AEHD, DHGC, AEFB, BFGC, EFGH. Kubus
mempunyai 12 rusuk yang sama panjangnya, yaitu: AB, BC, CD, DA, AE,
atas 3 pasang sisi yang sama. Sisi KLMN = PQRS; sisi KPSN = LQRM;
sisi KPQL = NSRM. Banyak rusuknya ada 12, terbagi atas 3 kelompok
bangun ruang. Jika kubus dan balok diletakkan di atas meja, maka tidak
a. Volume Kubus
satuan.
Kubus mempunyai panjang rusuk yang sama. AD, DC, dan AE adalah
b. Volume Balok
B. Hipotesis Tindakan
berikut:
Inpres Mallengkeri Bertingkat I pada pokok bahasan Volume Kubus dan Balok
akan meningkat”
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Realistik Setting Kooperatif, yang dibagi dalam 2 (dua) siklus dengan 4 (empat)
tahapan, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan (observasi dan
evaluasi), dan (4) refleksi. Langkah penelitian yang ditempuh pada setiap siklus
Perencanaan
Refleksi
Perencanaan
Pengamatan
B. Rencana Penelitian
1. Setting Penelitian
penelitian adalah seluruh siswa kelas Vb pada semester ganjil tahun pelajaran
2010/2011.
29
30
beberapa faktor yang diselidiki dalam penelitian ini. Faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut:
a. faktor input, yaitu kondisi siswa yang menjadi objek penelitian. Adapun
penyelidikan terhadap faktor siswa ini telah dilakukan pada saat observasi
b. faktor proses, yaitu melihat aktivitas siswa dalam proses pembelajaran melalui
3. Tindakan
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 (dua) siklus. Tiap siklus
dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti dengan apa
a) Perencanaan
berikut:
sebagai berikut:
bahasan Volume Kubus dan Balok dapat diajarkan dalam 6 kali pertemuan
merancang dan membuat soal, baik soal untuk latihan di kelas maupun soal
membuat tes hasil belajar untuk mengukur hasil belajar matematika siswa
b) Pelaksanaan
dipelajari, sebagai hasil dari proses konstruksi siswa terhadap konsep yang
dipahaminya,
siswa,
c) Observasi
observasi yang dibuat serta melaksanakan evaluasi berupa tes hasil belajar
d) Refleksi
selesai. Refleksi siklus I meliputi hasil observasi dan hasil tes evaluasi siklus I.
Dari hasil yang diperoleh peneliti melihat sejauh mana hal-hal yang diselidiki
telah tercapai, dan yang belum berhasil ditindaklanjuti dan hal-hal yang baik
pelaksanaan siklus 2.
a) Perencanaan
Namun perencanaan pada siklus II ini lebih menekankan kepada arah perbaikan
Materi yang diajarkan pada sikus II disesuaikan atau dengan kata lain, materi
b) Pelaksanaan
34
c) Observasi
yang dibuat serta melaksanakan evaluasi berupa tes hasil belajar Siklus II
(ulangan Harian).
d) Refleksi
selesai. Refleksi siklus II meliputi hasil observasi dan hasil tes evaluasi siklus II.
Dari hasil yang didapatkan, peneliti menarik kesimpulan apakah penelitian yang
1. Sumber Data
Sumber data pada penelitian yang ini adalah siswa kelas V SD Inpres
2. Jenis Data
Jenis data yang diperoleh adalah kuantitatif dan kualitatif yang terdiri dari:
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan oleh 3 orang observer secara
a) Data tentang hasil belajar matematika siswa diperoleh dari tes hasil belajar
pembelajaran berlangsung.
analisis statistik deskriptif. Skor hasil belajar rata-rata yang diperoleh dari tes
kategorisasi:
E. Indikator Kinerja
Bertingkat I Makassar pada pokok bahasana Volume Kubus dan Balok dari siklus
diperoleh dari hasil observasi aktivitas siswa pada setiap pertemuan dilengkapi
sedangkan skor hasil belajar yang diperoleh dari tes siklus I dan tes siklus II
rata-rata, standar deviasi, modus, nilai terendah dan nilai tertinggi yang dicapai
siswa.
1. Pelaksanaan Tindakan
dilakukan dalam siklus II ini hampir sama dengan siklus I, tetapi dikembangkan
37
38
a) Siklus I
Aktivitas siswa pada siklus I dapat dilihat pada hasil observasi yang
3 Interaktif:
Siswa yang bertanya akan
kesulitan dalam pemecahan 15 20 20 55 45.08
masalah
Siswa merespon aktif pertanyaan
23 20 15 58 47.54
lisan dari guru
Siswa yang mengajukan diri
sebagai wakil kelompok untuk 8 7 6 21 17.21
presentasi hasil diskusi
Siswa berdiskusi dengan siswa
21 40 34 95 77.87
yang lain
Siswa yang berkomentar
terhadap hasil presentasi teman 2 0 10 12 9.84
kelasnya
4 Intertwinning(pengaitan
materi):
Siswa yang berkomentar tentang
kaitan materi yang sedang
diajarkan dengan materi lain
0 0 0 0 0
dalam mata pelajaran
matematika atau mata pelajaran
lain
5 Siswa yang menyelesaikan tugas
40 37 31 108 88.52
individu (kuis)
Persentase (%) 52.93 50.61 59.62
Persentase rata-rata (%) 54.38
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa sekitar 88,41% siswa hadir
pada siklus I. Dari siswa yang hadir sekitar 16,39% siswa yang mampu
pemecahan masalah, 47,54% siswa merespon aktif pertanyaan lisan dari guru,
17,21% siswa mengajukan diri sebagai wakil kelompok untuk presentasi hasil
diskusi, 77,87% siswa berdiskusi dengan siswa yang lain, 9,84% siswa
belum ada siswa (0%) yang berkomentar tentang kaitan materi yang sedang
diajarkan dengan materi lain dalam mata pelajaran matematika atau mata
b) Siklus II
Aktivitas siswa pada siklus II dapat dilihat pada hasil observasi yang
1 Menggunakan masalah
kontekstual yang realistik:
Siswa yang menyebutkan
contoh dalam kehidupan
15 14 2 31 26.96
sehari-hari berkaitan dengan
materi
41
2 Pembelajaran konstruktif:
Siswa yang aktif dalam
mengerjakan aktivitas dalam
memodelkan masalah yang 31 38 35 104 90.43
sedang dipecahkan dalam
kelompoknya.
Kelompok yang berhasil
mengkonstruksikan
7 7 7 21 100
penyelesaian masalah secara
formal
3 Interaktif:
Siswa yang bertanya tentang
kesulitan dalam pemecahan 24 30 33 87 75.65
masalah
Siswa merespon aktif
34 25 17 76 66.09
pertanyaan lisan dari guru
Siswa yang mengajukan diri
sebagai wakil kelompok 17 19 10 46 40.00
untuk presentasi hasil diskusi
Siswa berdiskusi dengan
13 8 9 30 26.09
siswa yang lain
Siswa yang berkomentar
terhadap hasil presentasi 9 0 20 29 25.22
teman kelasnya
4 Intertwining(pengaitan
materi):
Siswa yang berkomentar
tentang kaitan materi yang
sedang diajarkan dengan
32 0 0 32 28
materi lain dalam mata
pelajaran matematika atau
mata pelajaran lain
5 Siswa yang mengerjakan
40 40 27 107 93.04
tugas individu (kuis)
68.7 60.3 63.7
Persentase (%)
5 8 0
Persentase rata-rata (%) 64.28
Berdasarkan Tabel 4.2, dapat dilihat bahwa sekitar 83,33% siswa hadir
pada siklus II. Dari siswa yang hadir sekitar 26,96% siswa yang mampu
yang realistik dan konstruktif sudah cukup berhasil diterapkan. Sementara itu,
siswa merespon aktif pertanyaan lisan dari guru, 40% siswa mengajukan diri
berdiskusi dengan siswa yang lain, 25,22% siswa berkomentar terhadap hasil
presentasi teman kelasnya, dan 28% siswa berkomentar tentang kaitan materi
yang sedang diajarkan dengan materi lain dalam mata pelajaran matematika
atau mata pelajaran lain. Di samping itu, 93,04% siswa menyelesaikan tugas
64,28%.
bahwa terjadi peningkatan aktivitas siswa yang cukup signifikan dari siklus I
c. interaksi siswa dengan guru pada tiap siklus meningkat, dapat dilihat dari
merespon aktif pertanyaan lisan guru dari 47,54% menjadi 66,09%, jumlah
hasil diskusi dari 17,21% menjadi 26,09%, dan jumlah siswa yang
25,22%,
Tabel 4.3. Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I
Makassar setelah Penerapan PMR Setting Kooperatif Siklus I
Statistik Nilai Statistik
Subjek 41
Skor Ideal 100
Skor Tertinggi 100
Skor Terendah 10
Rentang Skor 90
Skor Rata-rata 50,83
Modus 65
Standar deviasi 20,80
Dari Tabel 4.3, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil belajar matematika
siswa setelah dilakukan tindakan pada siklus I adalah 50,83 dari skor ideal 100, dan
skor dengan frekuensi terbanyak adalah 65. Skor tertinggi adalah 100 dan skor
terendah adalah 10 dengan standar deviasi 20,80 dan rentang skor 90 yang berarti
bahwa hasil belajar matematika yang dicapai siswa sangat bervariasi yakni antara
acuan kriteria, maka diperoleh distribusi frekuensi skor yang ditunjukkan pada
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Vb SD Inpres
Mallengkeri Bertingkat I setelah Penerapan PMR Setting Kooperatif Makassar
Siklus I
No Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. 0 – 59 Sangat rendah 24 52,17
2. 60 – 69 Rendah 13 28,26
3. 70 – 79 Sedang 2 4,35
4. 80 – 89 Tinggi - 0
5. 90 – 100 Sangat Tinggi 2 4,35
Jumlah 41 89,13
45
52,17% siswa yang tingkat hasil belajar matematikanya pada kategori sangat
rendah, 13 orang atau 28,26% pada kategori rendah, pada kategori sedang ada
2 orang atau sekitar 4,35%, pada kategori sangat tinggi sebanyak 2 orang atau
4,35%, dan 5 orang atau 10,87% lainnya tidak mengikuti tes hasil belajar.
Tabel 4.5. Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Vb SD Inpres Mallengkeri Bertingkat I
Makassar setelah Penerapan PMR Setting Kooperatif Siklus II
Statistik Nilai Statistik
Subjek 35
Skor Ideal 100
Skor Tertinggi 90
Skor Terendah 15
Rentang Skor 75
Skor rata-rata 52.46
Modus 65 dan 85
Standar Deviasi 24.204
Dari Tabel 4.5 di atas, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil belajar
matematika siswa setelah dilakukan tindakan pada siklus II adalah 52,46 dari skor
ideal 100, dan skor dengan frekuensi terbanyak adalah 65 dan 85. Skor tertinggi 90
dan skor terendah adalah 15 dengan standar deviasi 24,20 dan rentang skor 75
yang berarti bahwa hasil belajar matematika yang dicapai siswa kelas Vb SD Inpres
dengan 90.
46
acuan kriteria, maka diperoleh distribusi frekuensi skor yang ditunjukkan pada
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Vb SD
Inpres Mallengkeri Bertingkat I Setting Kooperatif dalam Pembelajaran
Kooperatif Makassar Siklus II
Persentase
No Interval Skor Kategori Frekuensi
(%)
1. 0 – 59 Sangat rendah 19 41,30
2. 60 – 69 Rendah 6 13,04
3. 70 – 79 Sedang 2 4,35
4. 80 – 89 Tinggi 7 15,22
5. 90 – 100 Sangat tinggi 1 2,17
Jumlah 35 76,09
41,30% siswa yang tingkat hasil belajar matematikanya pada kategori sangat
rendah, 6 orang atau 13,04% pada kategori rendah, pada kategori sedang ada 2
orang atau sekitar 4,35%, pada kategori tinggi 7 orang atau sekitar 15,22%,
pada kategori sangat tinggi sebanyak 1 orang atau 2,17%, dan 11 orang atau
Secara keseluruhan, hasil analisis skor hasil belajar yang diperoleh dari
tes akhir siklus I dan tes akhir siklus II menunjukkan bahwa skor rata-rata
yang diperoleh siswa meningkat hanya sebesar 1,63 yakni dari 50,83 menjadi
meningkat dari 29,27% menjadi 40%, namun masih belum mencapai target
1. Refleksi Siklus I
pembelajaran ini masih asing bagi siswa mengingat selama ini pembelajaran yang
dibagikan lembar kerja dengan pendekatan PMR Setting Kooperatif, yang harus
siswa belum bisa mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan materi lain
berpartisipasi dalam aktivitas diskusi pada setiap pertemuan dan siswa yang aktif
mengerjakan lembar kerja hanya siswa yang pandai saja; 4) Siswa terlalu asyik
dengan alat peraga sehingga aktivitas dalam kelompok memakan waktu terlalu
48
lama dan menyita waktu pelaksanaan fase pembelajaran lainnya; 5) respon siswa
terhadap pertanyaan lisan dari guru semakin berkurang; 6) banyak siswa yang
Pelaksanaan pendekatan PMR Setting Kooperatif merupakan hal yang baru bagi
siswa. Siswa juga terlihat terlalu senang dengan adanya alat peraga yang
bermain bagi siswa, sehingga saat guru mengambil alih fokus mereka, antusiasme
siswa jadi berkurang. Oleh karena itu agar siswa dapat belajar dengan penerapan
Pada akhir pertemuan siklus I, siswa diberi tes tentang materi yang telah
dibahas pada pertemuan siklus I sebelumnya. Hasil tes siklus I ini memperlihatkan
bahwa hasil belajar siswa sangat rendah sehingga perlu dilanjutkan perbaikan
tindakan pada siklus II. Persentase siswa yang memperoleh skor tuntas (minimal
2. Refleksi Siklus II
tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus II ini. Mengingat hasil yang
diperoleh pada siklus I sangat rendah, maka tindakan yang dilakukan pada siklus
dilakukan pada siklus I dengan sedikit perubahan dan perbaikan pada beberapa
2) mempertegas batasan waktu diskusi bagi siswa agar aktivitas kelompok dapat
yang tidak bermanfaat di dalam kelas seperti ribut, bercanda, bermain dengan alat
provokatif.
Pada siklus II ini, guru betul-betul dihadapkan pada perbaikan terhadap masalah
utama yang selama ini dihadapi siswa yakni ketidakmampuan untuk menerapkan
sebaliknya.
dibandingkan dengan siklus I. Pada siklus II ini siswa sudah mulai aktif menyebutkan
contoh-contoh penerapan konsep materi dalam kehidupan sehatri- hari. Rasa ingin tahu
siswa bagaimana cara penyelesaian soal yang diberikan sudah mulai tumbuh ditandai
menyelesaikan lembar kerja dalam kelompok, disamping karena soal-soal yang mereka
hadapi berbentuk cerita yang sulit menurut sebagian besar siswa. Siswa mulai terbiasa
bekerjasama dengan teman sekelompoknya dan merespon aktif pertanyaan lisan guru
50
sehingga pembelajaran semakin interaktif. Selain itu, Siswa sudah mulai bisa
mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan materi lain dalam matematika,
meskipun masih belum bisa mengaitkannya dengan mata pelajaran lain mengingat
Pada akhir siklus II, siswa kembali diberi tes untuk mengukur kemampuan siswa.
yang diperoleh pada tes akhir siklus I, disamping bertambahnya jumlah siswa yang
mencapai standar ketuntasan minimal. Persentase siswa yang memperoleh skor tuntas
(minimal 65) meningkat menjadi 40% , namun masih belum bisa mencapai target yang
memperoleh perbaikan hasil belajar dan memecahkan masalah aktual yang dihadapi di
kelas, namun karena alokasi waktu pelaksanaan penelitian yang telah ditentukan
sedemikian rupa oleh guru dan pihak sekolah yang bersangkutan, maka penelitian ini
A. Simpulan
disimpulkan bahwa:
1. keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar mengalami peningkatan dalam hal:
a. Hasil belajar siswa pada siklus I berada pada kategori sangat rendah dengan
skor rata-rata 50,83 dari skor ideal 100, standar deviasi 20,80, dan persentase
b. Hasil belajar siswa pada siklus II berada pada kategori sangat rendah dengan
skor rata-rata 52,46 dari skor ideal 100, standar deviasi 24, dan persentase
51
52
B. Saran
siswa lebih signifikan jika dilanjutkan ke siklus berikutnya karena siswa tidak lagi
asing dengan pendekatan tersebut dan respon yang baik telah mereka tunjukkan.
yang disesuaikan.
pengembangan pada sekolah yang berbeda atau pokok bahasan yang lain sehingga
53
54