You are on page 1of 4

Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010

ISBN No. 979-545-0270-1

Pengaruh Pola Operasional Tempat Pembuangan Akhir


Terhadap Timbulan Lindi
(Landfill Skala Laboratorium)

Samin1, Enri Damanhuri2, Suprihanto Notodarmodjo), Kuntjoro Adji Sidarta 3

1*
Mahasiswa Pascasarjana Program Sudi Teknik Lingkungan ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung, 40132
email : samin.itbs3@gmail.com
Program Studi Teknik Lingkungan ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung, 401322
Program Studi Matematika ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung, 401323

Abstrak

Mengacu pada UU No 18 Tahun 2008, bahwa Tempat pembuangan Akhir type open dumping harus
segera dilakukan penutupan sebelum 5 tahun sejak peraturan ini. Tempat Pembuangan Akhir sampah
kota, banyak menimbulkan masalah lingkungan dan sosial akibat adanya lindi yang keluar dari landfill.
Permasalahan lain adalah penanganan pembuangan sampah di TPA atau opersional harian, terutama
pengaturan tinggi timbunan sampah. Penelitian yang telah dilakukan adalah melalui pengaturan cara
operasional pembuangan sampah dengan membuat dua model pola operasional Tempat Pembuangan
Akhir skala laboratorium. Dalam hal ini adalah membuat variasi ketinggian timbunan sampah untuk Type
SL-3 sanitary landfill dengan tinggi timbunan sampah 2.5 meter dan Type SL-2 sanitary landfill dengan
tinggi timbunan sampah 1.5 meter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa timbulan lindi pada kedua model
landfill cenderung mengikuti pola curah hujan yang terjadi. Akumulasi timbulan lindi pada model sanitary
landfill Type SL-2 adalah 42% sedangkan pada model sanitary landfill Type SL-2 sebesar 35% dari
akumulasi curah hujan. Pada model sanitary landfill Type SL-3 presentase lindi yang terbentuk lebih kecil
karena sampah yang ada jumlahnya lebih banyak sehingga air yang keluar dalam timbunan sampah
menjadi lebih sedikit karena sampah ini dapat berfungsi sebagai media penampungan air. Oleh karena itu
pada model sanitary landfill Type-3, pola operasional ini dapat mereduksi timbulan lindi sebesar 7%.
Sementara itu pada sanitary landfill Type SL-2, timbulan lindi relatif lebih besar karena air yang tertahan
dalam timbunan sampah ketika air hujan yang masuk kedalam timbunan sampah menjadi lebih sedikit.
Dengan demikian pembuangan sampah di TPA menggunakan pola timbunan vertikal lebih
menguntungkan selain bisa meminimalkan kebutuhan lahan TPA.
Kata kunci: TPA, lindi, sanitary landfill, keseimbangan air, pola operasional

1. Pendahuluan mendasar adalah, bagaimana aplikasi dan


Hampir seluruh kota di Indonesia telah konsekuensinya (teknis, ekonomi dan finansial)
menyediakan Tempat Pemerosesan Akhir (TPA) bila diterapkan di Indonesia. Dibutuhkan
sampahnya. Pada kenyataannya banyak TPA kesiapan Pemerintah Indonesia untuk
mendatangkan masalah lingkungan, yang mengantisipasi hal tersebut [Damanhuri, 2008b].
berakibat pada timbulnya permasalahan sosial, Beberapa penelitian terkait dengan proses
khususnya akibat penolakan masyarakat atas terjadinya air lindi atau leachate terutama terkait
sarana tersebut. Dibutuhkan cara penanganan dengan pengaruh tanah penutup dan cara
sampah di TPA yang lebih baik, lebih higienes operasional TPA terhadap jumlah air lindi antara
dan berwawasan lingkungan [Damanhuri, 2008a]. lain : Poulsen et al., (2005) membahas faktor-
UU 18/2008 mengamanatkan bahwa seluruh faktor yang mempengaruhi keseimbangan dan
Pemerintah Kota/Kabupaten yang masih produksi perkolasi di suatu landfill. Produksi dan
menggunakan TPA cara open-dumping tersebut akumulasi perkolasi tahunan selama periode
harus merencanakan penutupannya paling lama 1991-2003 hasilnya selalu berbeda tergantung
setahun sejak diberlakukannya UU tersebut, dan jenis penutup akhir, dimana jenis penutup akhir
harus menutup TPA jenis tersebut serta yang ada tanaman pohon dapat mengurangi
menggantinya dengan landfill yang lebih baik, jumlah perkolasi hingga 47%. Model penutup
yaitu yang dikenal sebagai sanitary landfill, paling sampah infiltrate–stabilize–evapotranspire (ISE)
lama 5 (lima) tahun sejak berlakunya UU tersebut merupakan model yang baik untuk kondisi musim
diundangkan. Indonesia belum mempunyai kering maupun basah (Geoffery et al., 2005).
pengalaman menerapkan model landfill yang Adapun sampah dan tanah penutup karena sifat-
sesuai dengan persyaratan lingkungan. Contoh sifat dan proses yang terjadi, air dapat tertahan
model sanitrary landfill ini dapat dengan mudah atau tersimpan dengan jumlah sesuai dengan
dijumpai di lapangan di negara lain, seperti di kemampuan materialnya atau moisture storage.
Malaysia. Namun yang menjadi pertanyaan Setelah kapasitas tampungan terlampaui dan
Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010
ISBN No. 979-545-0270-1

akibat gaya gravitasi maka air tersebut akan Februari 2010. untuk mengetahui akumulasi
mengalir dan keluar dari landfill menjadi leachate leachate (l/hari).
(Damanhuri, 2008c).
Hasil penelitian tentang kemampuan landfill
menyimpan sejumlah air ketika ada air yang
masuk dalam landfill atau moisture retention,
antara lain: Dollar L.H., (2005) melalui
eksperimen laboratorium dan experimental
lapangan dengan membuat landfill ukuran kecil.
Samin, dkk. (2010) menyimpulkan bahwa tanah
penutup pada landfill berpengaruh terhadap
timbulan lindi. Sementara Capelo et al. (2006)
dalam penelitiannya yang berjudul measuring
transient water flow in unsaturated unicipal solid
waste-a new experimental approach.

2. Metode Penelitian
2.1 Sumber Sampah Gambar 1. Model Landfill
Sampah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sampah yang berasal dari tempat
pembuangan sampah sementara di tempat
3. Pembahasan Hasil
3.1 Pola Curah Hujan
pembuangan sampah sementara (TPS) kebun
Hasil pengukuran curah hujan selama
binatang Bandung. Sampah segar yang telah
pengamatan, diplot dalam garfik dimana sumbu X
dikumpulkan, kemudian dilakukan analisa
adalah waktu pengamatan (hari) dan sumbu Y
komposisi dan karakteristik sampah.
adalah tinggi curah hujan (mm/hari). Pada awal
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa
musim hujan yakni bulan Oktober 2009, tinggi
komposisi sampah didominasi oleh sampah
curah hujan harian berkisar antara 0 hingga 25
organic 68.5%, plastic 9.4%, kertas 20.4%.
mm/hari yang menggambarkan bahwa curah
hujannya sangat kecil. Sementara mulai bulan
2.2 Model Landfill
Nopember dan Desember 2009, curah hujan
Membutuhkan dua kolom landfill yang
terjadi relatife berfluktuasi antara 0 hingga 60
menggambarkan model landfill yang
mm per hari. Pada bulan Januari 2010 curah
menggambarkan pola operasional harian di
hujannya mulai tinggi, dimana tinggi maksimum
Tempat Pembuangan Akhir, seperti dijelaskan
curah hujan adalah 108 mm per hari dan hampir
pada Gambar 1. Kolom landfill menggunakan
terjadi hujan setiap hari (Gambar 2).
buis beton dengan diamater 80 cm yang disusun
sesuai dengan ketinggian timbunan yang
direncanakan 1,5 meter dan 2,5 meter dan
ditempatkan dibagian luar bangunan. Sehingga
ketika terjadi hujan, maka hujan tersebut akan
masuk kedalam lysimeter dan proses
keseimbangan air bisa diamati sesuai dengan
waktu yang diinginkan. Sampah yang sudah
diketahui karakteristiknya, kemudian dimasukkan
ke dalam lysimeter secara bertahap dengan
kepadatan berkisar 400 kg/m3 hingga mencapai
ketinggian timbunan sampah yang direncanakan.
Model menggambarkan kondisi sanitary landfill
dengan tinggi timbunan berbeda. Pada bagian
atas timbunan sampah ditutup dengan tanah
penutup yang dianggap sebagai tanah penutup
harian dengan setebal 20 cm. Produksi leachate
atau lindi (liter/hari) diukur dengan cara Gambar 2. Pola Curah Hujan
menampung air yang keluar dari model landfill
melalui pipa outlet dan ditampung selama sehari
(24 jam) dengan bak penampung. 3.2 Pola Timbulan Lindi
Adapun untuk mengetahui tinggi timbulan lindi Hasil pengukuran timbulan lindi selama
dan curah hujan (mm/hari), volume lindi atau pengamatan, diplot dalam garfik dimana sumbu X
curah hujan yang terukur dibagi dengan luas adalah waktu pengamatan (hari) dan sumbu Y
model landfill/alat ukur curah hujan. debit dapat adalah tinggi timbulan (mm/hari). Sesuai dengan
diketahui dengan menampung leachate hasil pengamatan, secara umum bahwa pola
sebanyak volume tertentu selama waktu yang timbulan lindi cenderung sesuai dengan pola
dibutuhkan untuk mendapatkan volume tersebut. curah hujan yang terjadi. Selanjutnya pola
Pengukuran dilakukan setiap hari selama periode timbulan lindi, yang terjadi pada landfill model
pengamatan mulai bulan Oktober 2009 hingga sanitary landfill dengan tinggi timbunan (lift) yang
berbeda, ditunjukkan pada Gambar 3.
Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010
ISBN No. 979-545-0270-1

Gambar 5. Pola Timbulan Lindi pada Bulan


Gambar 3. Pola Timbulan Lindi pada Nopember 2009
Sanitary Landfill (SL2 dan SL3)
Sedangkan pada Gambar 6, tampak bahwa
Berdasarkan gambar di atas, tampak bahwa Walaupun sudah terjadi hujan, namun tinggi
selain dipengaruhi curah hujan timbulan lindi juga hujannya relative kecil sehingga lindi yang ada
dipengaruhi oleh pola operasional harian juga masih sangat kecil. Tinggi curah hujan
penimbunan sampah. Pada model sanitary kurang dari 20 mm/hari, tidak terdapat timbulan
landfill SL-2, tinggi timbulan lindi lebih besar lindi atau lindinya sangat kecil. Hal ini, karena air
dibandingkan pada sanitary landfill SL-3. hujan yang masuk dalam landfill bisa ditampung
Timbulan lindi pada kedua model landfill di saat atau ditahan oleh timbunan sampah disamping
awal musim hujan (Oktober), relative kecil bila air kembali menguap.
dibandingkan dengan curah hujan yang terjadi,
seperti tampak pada Gambar 4. Hal ini akibat
daya tampung air pada tumpukan sampah dalam
landfill masih belum terlampaui kapasitasnya,
disamping itu karena sebagian besar air hujan
masih akan menjadi uap melalui proses
epavorasi. Demikian juga ketika terjadi hujan
dengan intensitas yang tinggi lebih dari 30
mm/hari selama dua atau tiga hari, maka
timbulan lindi juga tampak meningkat secara
signifikan.

Gambar 6. Pola Timbulan Lindi pada Bulan


Desember 2010

Pada saat tinggi curah hujan lebih dari 20


mm/hari dan terjadi dalam kurun waktu beberapa
hari secara terus menerus pada bulan Januari
2010, maka timbulan lindinya adalah berkisar
45% dari tinggi curah hujan yang terjadi
(80mm/hari), seperti tampak pada Gambar 7.

Gambar 4. Pola Timbulan Lindi pada


Awal Musim Hujan

Walaupun sudah terjadi hujan, namun tinggi


hujan masih relative kecil sehingga lindi yang ada
juga masih sangat kecil.. Sedangkan timbulan
lindi akan terjadi atau keluar dari landfill, ketika
kemampuan daya tampung sampah terlapui
seperti dijelaskan pada Gambar 5. Setelah hujan
terjadi beberapa hari secara berturut-turut, lindi
dengan tinggi lebih besar dari 20 mm/hari, lindi
akan muncul dengan ketinggian berkisar 45 %
dari tinggi curah hujan yang terjadi pada periode
pengamatan hari ke 71. Gambar 7. Pola Timbulan Lindi pada Bulan
Januari 2010
Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010
ISBN No. 979-545-0270-1

Bahkan ketika curah hujan mencapai 100 model Sanitary landfill SL-2 adalah 42%
mm/hari, timbulan lindinya hampir 50% dari tinggi sedangkan pada model sanitary landfill SL-3
curah hujannya.Setelah terjadi hujan dengan sebesar 35% dari akumulasi curah hujan. Pada
intensitas hujan yang tinggi, walaupun pada model sanitary landfill SL-3 presentase lindi yang
periode berikutnya hujan yang terjadi relative terbentuk lebih kecil karena tinggi timbunan
kecil atau tidak ada hujan pun ternyata masih ada sampah atau pola operasional dapat berfungsi
timbulan lindinya. sebagai media penahan air sehingga air yang
masuk dalam timbunan sampah menjadi lebih
sedikit. Oleh karena itu tinggi timbunan (lift) pada
model sanitary landfill SL-3 dapat mereduksi
timbulan lindi sebesar 5%. Sementara itu pada
landfill SL-2, timbulan lindi yang terjadi relatif
lebih besar karena air hujan akan masuk
kedalam timbunan sampah dan jumlah air yang
diserap lebih sedikit.

5. Penghargaan
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Universitas Muhammadiyah Malang dan
Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian
Pendidikan Nasional Indonesia yang telah
Gambar 8. Pola Timbulan Lindi pada Bulan memberikan dana Tahun Anggaran 2010.
Februari 2010

Sedangkan pada bulan Februari atau pada saat 6. Pustaka


puncak musim hujan terjadi, dimana hujan Capelo, J., de Castro, M.A.H., 2006, Measuring
hampir terjadi setiap hari maka timbulan lindi transient water flow in unsaturated municipal
akan tampak seperti pada Gambar 8. Disamping solid waste a new experimental approach,
itu tampak bahwa pada waktu tertentu, walaupun Waste management 27 : 811-819. http://
tidak ada hujan lindi akan keluar dari kedua www.Sciencederect.com, diakses 19
model landfill. Hal lainnya tampak bahwa pada Februari 2009.
model sanitari landfill SL-2, timbulan lindinya Damanhuri, E., 2008a. A Future prospect of
relative lebih banyak dibanding pada landfill municipal solid waste management in
model sanitary landfill SL-3. Indonesia, Keynote Speech, the 5th Asian-
Pasific Landfill Symposium in Sapporo,
3.3 Akumulasi Timbulan Lindi Japan, October 22-24.
Data hasil pengukuran akumulasi curah hujan Damanhuri, E., 2008b. Challenges of municipal
dan timbulan lindi seperti tampak pada Gambar solid waste management in Indonesia –
9. Tampak bahwa pola akumulasi curah hujan implication of the Solid Waste Act 18/2008,
dan timbulan lindi relative sama namun pada Keynote Lecture, the International
akhir pengamatan ternyata perbedaan akumulasi Conference 2008 – International Conference
curah hujan dengan timbulan lindi semakin besar. on the Sustainable Environmental
Technology and Sanitation for Tropical
Region, ITS Surabaya, Nov 18-19.
Damanhuri, 2008c, Landfilling limbah, Fakultas
Teknik Sipil dan Lingkungan –Institut
Teknologi Bandung.
Dollar, L.H., 2005, Moisture retention of municipal
solid waste mixed with sewage sludge and
ash in a semi-arid climate, Waste
Management & Reseach.
http://wmr.sagepub.com, diakses 5 Maret
2009.
Poulsen Tjalfe G, Moldrup Per, 2005, Factors
affecting water balance and percolate
production for a landfill in operation, Waste
management & Research 23, 72-78.
Gambar 9. Akumulasi Timbulan Lindi
http://wmr.sagepub.com, diakses 5 Maret
2009.
Samin, Damanhuri, E, Notodarmodjo, S.,
4. Kesimpulan Sidarta,K.A., Pengaruh Pola Curah Hujan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap Timbulan Lindi pada Open
sebagaimana diuaraikan di atas, maka dapat Dumping dan Sanitary Landfill skala
disimpulkan bahwa timbulan lindi pada kedua laboratorium, Seminar Nasional Pengelolaan
model landfill cenderung mengikuti pola curah Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro
hujan yang terjadi. Akumulasi timbulan lindi pada Semarang 2010, hal 109-115.

You might also like