You are on page 1of 49

PENGARUH PERKEMBANGAN DAN PENGGUNAAN

TEKNOLOGI BAGI PELAJAR

OLEH:
MARWA BURHAN

XI IPA 1 / 28017

SMA NEGERI 2 TINGGIMONCONG


(SMA ANDALAN SULAWESI SELATAN)
TAHUN AJARAN 2009/2010
PENGARUH PERKEMBANGAN DAN PENGGUNAAN
TEKNOLOGI BAGI PELAJAR
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti Pelajaran Bahasa Indonesia

oleh:

Nama : Marwa Burhan

Kelas : XI IPA 1

NIS : 28017

SMA NEGERI 2 TINGGIMONCONG

(SMA ANDALAN SULAWESI SELATAN)

2010
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Perkembangan dan Penggunaan Teknologi Bagi


Pelajar

Nama Penulis : Marwa Burhan

Kelas/NIS : XI IPA 1/28017

Tinggimoncong, Maret 2010


Disetujui,
Guru bahasa Indonesia,

Rusdiyadi, S.Pd
NIP 132160905
Motto:

1. Ilmu itu sangatlah panjang, dan umur itu sangatlah pendek maka utamakanlah

yang lebih penting dari yang penting.

2. Cintailah orang-orang yang ada di bumi, niscaya yang dilangit lebih

mencintaimu.

3. Bersabarlah dalam berbuat kebaikan meski tidak ada seorang pun yang

membalas kebaikanmu.

Kupersembahkan untuk:

1. Orang tua yang telah membimbing dan membesarkanku.

2. Guru-guru yang telah mengajarkanku banyak hal .

3. Sahabat-sahabat yang tulus membantu.


KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

kuasa-Nya sehingga karya ilmiah dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan karya ilmiah ini bertujuan sebagai syarat untuk mengikuti pelajaran

bahasa Indonesia dengan tema teknologi. Selain sebagai prasyarat, tujuan penulis

dalam penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memaparkan dampak yang

ditimbulkan perkembangan dan penggunaan teknologi di kalangan pelajar masa kini.

Dalam penyelesaian karya ilmiah ini, penulis banyak mengalami kesulitan,

terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat bimbingan

dari berbagai pihak, akhirnya karya ilmiah ini dapat diselesaikan, walaupun masih

banyak kekurangannya. Karena itu, sepantasnya jika penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Ayah dan Ibu yang banyak memberikan dorongan dan bantuan baik secara moral

maupun spiritual.

2. Bapak Rusdiyadi, S. Pd selaku guru bidang studi bahasa Indonesia.

3. Teman-teman angkatan XIII yang telah membantu dan memberikan semangat.

4. Kakak-kakak angkatan XII yang telah membantu.

5. Adik-adik angkatan XIV.

6. Dan semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.


Penulis menyadari, sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya sangat

terbatas dan masih perlu banyak belajar dalam penulisan karya ilmiah, bahwa karya

ilmiah ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun agar karya ilmiah ini

menjadi lebih baik dan bermanfaat bag semua orang di masa yang akan datang.

Harapan penulis, mudah-mudahan karya ilmiah yang sederhana ini benar-

benar dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari dan bermanfaat bagi pembaca.

Amin.

Tinggimoncong, Maret 2010

PENULIS
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ....................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii

ABSTRAK ......................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1


B. Identifikasi Masalah .................................................................... 8
C. Pembatasan Masalah ................................................................... 9
D. Rumusan Masalah ....................................................................... 10
E. Tujuan Penulisan ......................................................................... 11
F. Manfaat Penulisan ....................................................................... 12

BAB II LANDASAN TEORI

A. Definisi Konsep .......................................................................... 13


B. Kerangka Pikir ............................................................................ 20
C. Hipotesis ..................................................................................... 20

BAB III METODOLOGI PENULISAN

A. Waktu dan Tempat ...................................................................... 22


B. Jenis Penelitian ............................................................................ 22
C. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 22
D. Teknik Analisis Data ................................................................... 23
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................ 24

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 39
B. Saran ............................................................................................. 40

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ x

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... xii


ABSTRAK

Karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Perkembangan dan Penggunaan


Teknologi bagi Pelajar ini membahas tentang pengaruh apa saja yang ditimbulkan
akibat perkembangan dan penggunaan teknologi dikalangan pelajar serta dampaknya
bagi prestasi pelajar.
Tujuan penulisan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui sejauh
mana pengaruh perkembangan dan penggunaan teknologi dikalangan pelajar serta
dampak-dampak apa saja yang telah ditimbulkannya bagi pelajar.
Metode yang dipergunakan adalah dengan melakukan tinjauan pustaka yang
bersumber dari beberapa buku referensi yang berkaitan dengan masalah ini serta
menggunakan tekhnik wawancara dengan beberapa sampel dari pelajar.
Berdasarkan hasil tinjauan pustaka, para penerus bangsa kurang peduli
terhadap pentingnya menjaga kelestarian bahasa Indonesia yang merupakan bahasa
persatuan dalam dunia pendidikan. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya
pembinaan dan pengembangan kebudayaan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan
benar.
DAFTAR PUSTAKA

Crystal, David. 1997. The Cambridge Encyclopedia of Language. Second edition.

Fasold, Ralp. 1984. The Sociolinguistics of Society. Oxford: Basil Blackwell.

__________. 1990 The Sociolinguistic of Language. Cambridge: Basil Blackwell.

Fishman, Joshua, A. 1975. Sociolinguistics. Rowbury House Publ.

Makagiansar, M. 1990. "Dimensi dan Tantangan Pendidikan dalam Era Globalisasi"

dalam Mimbar Pendidikan. Th. IX/4. Bandung: University Press IKIP

Bandung.

Moeliono, Anton. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif

di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.

_________. 1991. "Aspek Pembakuan dalam Perencanaan Bahasa". Makalah Munas

V dan Semloknas I HPBI. Padang: Panitia Penyelenggara.

Muslich, Masnur dan Suparno. 1988. Bahasa Indonesia: Pembinaan dan

Pengembangannya. Banung: Jemmars.

Newmeyer, Frederick, J. 1988. Language: The Sociocultural Context. Cambridge:

Cambridge University Press.

Noss, Richard B. 1994. "The Unique Context of Language Planning in Southeast

Asia." Dalam Hassan, Abdullah. Ed. Language Planning in Southeast Asia.

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Hlm. 1-51.


Pateda, Mansoer. 1990. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.

__________. 1991. "Pengaruh Arus Globalisasi terhadap Pembinaan Bahasa di

Indonesia". Makalah Munas V dan Semloknas I HPBI: Padang: Panitia

Penyelenggara.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Seminar Politik Bahasa Nasional.

Jakarta: Pusat Bahasa

Salim, Emil, 1990. "Pembekalan Kemampuan Intelektual untuk Menjinakkan

Gelombang Globalisasi"
RIWAYAT HIDUP

Marwa Burhan lahir di

Soppeng tanggal 15 Mei 1993, anak pertama dari pasangan

Burhan dan Hasnawati. Penulis yang akrab dipanggil Marwa ini,

memulai pendidikannya pada tahun 1998 di TK Darmawanita

Salotungo. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di SD 7

Salotungo. Setelah lulus pada tahun 2005, penulis melanjutkan di

Mts. As’adiyah Putri II Sengkang. Selama di Mts. As’adiyah Putri II, penulis aktif di

berbagai organisasi, diantaranya sebagai ketua II OSIS masa bakti 2006/2007, ketua

umum OSIS masa bakti 2007/2008, ketua asrama 2007/2008, anggota Pramuka,

anggota PMR, dan lain-lain.

Setelah tiga tahun menempuh pendidikan, pada tahun 2008 penulis berhasil

melalui seleksi penerimaan siswa baru di SMA Negeri 2 Tinggimoncong sekaligus

menjadi salah satu siswa angkatan XIII. Selama di SMA Negeri 2 Tinggimoncong,

penulis aktif dalam beberapa organisasi, diantaranya sebagai anggota Organisasi Intra

Sekolah (OSIS) masa bakti 2009/2010, wakil sekretaris Remaja Mesjid Jabal Nur

masa bakti 2008/2009, ketua asrama putri 2009/2010, bendahara Perpustakaan

Anakkukang, anggota PMR WIRA, dan lain-lain.


Saat pembuatan KIR ini, penulis duduk di kelas XI IPA 1 dan sedang

mempersiapkan diri untuk menghadapi Pagelaran ke-13 angkatan XIV serta ujian

penaikan kelas XII.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari mulai dari interaksi intrapersonal, interpersonal,

maupun yang meluas pada kehidupan berbangsa dan bertanah air, bahasa memegang

peran utama. Peran tersebut meliputi bagaimana proses mulai dari tingkat individu

hingga suatu masyarakat yang luas memahami diri dan lingkungannya. Sehingga pada

saat inilah fungsi bahasa secara umum, yaitu sebagai alat untuk berekspresi,

berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, memberikan

perannya.

Dalam mengembangkan diri, seorang individu akan berusaha untuk

beradaptasi dengan bahasa yang ada di lingkungannya. Penelitian Chomsky tentang

gen dan bahasa mengungkapkan bahwa seorang individu memiliki kemampuan alami

untuk memahami bahasa secara umum yang akan beradaptasi untuk lebih spesifik

memahami bahasa yang digunakan di lingkungannya. Proses adaptasi bahasa dalam

seorang individu memandunya untuk mengidentifikasikan dirinya pada kelompok

yang memiliki bahasa yang sama dengan dirinya. Maka dari itu proses alamiah
tersebut perlahan membentuk ikatan sosial antara individu dengan individu yang lain

dalam sebuah kelompok masyarakat.

Proses pengidentifikasian kelompok yang terus berjalan dalam individu

membentuk suatu bentuk warna kepribadian. Hal tersebut sesuai dengan kesimpulan

Prof. Anthony melalui kajian semantik dan etimologi kata mengenai bahasa yang

merupakan cerminan dari watak, sifat, perangai, dan budi pekerti penggunanya.

Berbeda dengan proses adaptasi bahasa pada individu, dalam tingkatan

masyarakat proses adaptasi berjalan lebih kompleks, dengan waktu yang lebih

panjang pula. Masyarakat yang merupakan sekumpulan dari individu-individu dalam

suatu wilayah tertentu pada awalnya akan membuat kesepakatan-kesepakatan dalam

mengungkapkan makna serta berkomunikasi. Selanjutnya proses ini secara terus

menerus mengalami perubahan sehingga membentuk suatu sistem, atau yang disebut

Hugo Warami sebagai sistem kesepakatan-kesepakatan. Sistem kesepakatan dalam

masyarakat ini bukanlah suatu hasil akhir melainkan terus mengalami perubahan

sesuai dengan kealamiahan dari berdinamikanya masyarakat beserta individu dalam

merespon rangsangan dari luar. Proses yang berlangsung dalam masyarakat tersebut

akan membentuk karakteristik masyarakat seperti warna kepribadian dalam individu.

Salah satu bahasa yang digunakan oleh sebagian masyarakat di dunia adalah

bahasa Melayu. Dalam perkembangannya bahasa Melayu berhasil menjadi bahasa

yang paling berpengaruh di Asia Tenggara dan satu dari lima bahasa dunia yang

mempunyai jumlah penutur terbesar. Melayu merupakan bahasa nasional satu-satunya

dari empat negara: Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.


Di Indonesia, bahasa Melayu telah menjadi bahasa yang penting. Peran bahasa

Melayu meliputi bahasa persatuan, bahasa nasional, dan bahasa pengantar dalam

pendidikan.

Menurut Koentjaraningrat, pemilihan bahasa Melayu menjadi bahasa


Indonesia secara historis dikarenakan enam hal. Pertama, berkem-
bangnya suasana kesetiakawanan yang mencapai momentum puncak
yang menjiwai pertemuan antara pemuda cendekiawan Indonesia yang
penuh idealisme pada tanggal 28 Oktober 1928. Kedua, adanya
anggapan bahwa bahasa Melayu sejak lama merupakan lingua franca,
bahasa perdagangan, bahasa komunikasi antarorang Indonesia yang
melintas batas sukubangsa, dan bahasa yang digunakan untuk pe-
nyiaran agama. Ketiga, adanya pengaruh media massa dalam bahasa
Melayu. Keempat, berkembangnya kebiasaan penggunaan bahasa Me-
layu dalam rapat-rapat organisasi gerakan nasional. Kelima, tidak
adanya rasa khawatir dalam diri warga suku non-Jawa terhadap risiko
terjadinya dominasi kebudayaan dari sukubangsa mayoritas. Keenam,
karena para cendekiawan Jawa sendiri mengecam struktur bahasanya
sendiri.

Disepakatinya bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan bangsa Indonesia

menjadi landasan kokoh bagi terbentuknya integrasi dan identifikasi sosial/nasional.

Sebagai salah satu bentuk fisik dari identitas nasional, bahasa Indonesia memiliki

potensi untuk mempersatukan rakyat Indonesia. Potensi tersebut dikarenakan bahasa

Indonesia memiliki fungsi sebagai bahasa nasional, yaitu sebagai lambang identitas

nasional, alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda kebudayaan, adat

istiadat, dan bahasanya; serta sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.

Tantangan pembentukan identitas nasional melalui bahasa di Indonesia terdiri

dari tantangan internal dan eksternal. Secara internal bahasa persatuan ini harus

menghadapi realita bahwa Indonesia terdiri dari berbagai bahasa dan budaya.

Sehingga dalam proses sosialisasinya bahasa Indonesia harus menuntaskan


kegamangan antara menampilkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dapat

digunakan seluruh masyarakat tanpa melenyapkan bahasa daerah. Hal ini diperumit

dengan suatu kondisi dimana beberapa bahasa daerah terancam punah diakibatkan

sosialisasi bahasa Indonesia yang tidak mengindahkan perawatan bahasa daerah

sebagai bahasa ibu yang harus dilestarikan. Sehingga pada daerah yang masih

tertinggal, bahasa ibu ditinggalkan karena tidak lebih prestise dibandingkan bahasa

Indonesia. Di satu sisi bahasa Indonesia juga harus menghadapi realita bahwa

penuturnya sendiri sangat sedikit yang mau mempelajari kaidah bahasa yang baik dan

benar. Menurut pendapat Amran Halim (1995) setelah 67 tahun BI dikukuhkan

sebagai bahasa persatuan, situasi kebahasaan ditandai oleh dua tantangan. Tantangan

pertama, yakni perkembangan bahasa Indonesia yang dinamis, tetapi tidak

menimbulkan pertentangan di antara masyarakat. Pada saat bersamaan bangsa

Indonesia sudah mencapai kedewasaan berbahasa. Sekarang tumbuh kesadaraan

secara emosional bahwa perilaku berbahasa tidak terkait dengan masalah

nasionalisme. Buktinya, banyak orang yang lebih suka memakai bahasa Asing,

demikian Amran Halim.

Tantangan kedua, yakni persoalan tata istilah dan ungkapan ilmiah. Tantangan

kedua ini yang menimbulkan prasangka yang tetap diidap ilmuwan kita yang

mengatakan bahwa bahasa Indonesia miskin, bahkan kita dituduh belum mampu

menyediakan sepenuhnya padanan istilah yang terdapat dalam banyak disiplin ilmu,

teknologi, dan seni.


Menurut Moeliono (1991: 15) menjelaskan bahwa prasangka itu

bertumpu pada pendirian apa yang tidak dikenal atau diketahui, tidak

ada dalam bahasa Indonesia.

Selain tantangan internal seperti di atas, bahasa Indonesia juga harus

menghadapi gempuran dari bahasa asing. Hal yang serupa dengan tantangan internal

mengenai bahasa daerah, bahasa Indonesia oleh sebagian masyarakat dipandang tidak

lebih prestise dibandingkan dengan bahasa asing. Hasilnya penggunaan kaidah bahasa

Indonesia tidak banyak menjadi sorotan penting. Percampuran antara bahasa

Indonesia dan bahasa asing menjadi sesuatu yang lumrah. Bahasa gaul mulai merebak

di masyarakat, bahkan yang berpendidikan tinggi hingga pejabat dan media massa.

Jika hal ini terus dibiarkan maka bahasa Indonesia akan menjadi minoritas dan punya

istilah “tamu di rumahnya sendiri”.

Saat ini tantangan terhadap bahasa Indonesia, baik internal maupun eksternal,

merupakan hal yang tidak hanya mengancam eksistensi bahasa Indonesia.

Konsekuensi ancaman tersebut tidak hanya sebatas mengancam eksistensi bahasa

Indonesia, namun menjadi sangat penting karena berkaitan dengan bahasa sebagai

identitas dan kepribadian bangsa. Jika dihayati dari prosesnya, awalnya masyarakat

merubah gaya bahasanya lalu mempengaruhi tingkah lakunya sehingga akan

mengalami kegamangan norma dan kepribadian berkaitan dengan identitas sosial.

Verhaar (1980:11) menjelaskan bahwa fenomena tingginya angka


kriminalitas dan kenakalan remaja menjadi sebuah bukti dari
kegamangan tersebut. Hal itu tidak terlepas dari pandangan manusia
sebagai substansi dan manusia sebagai makhluk yang mempunyai
identitas.
Kemudian kegamangan kepribadian tersebut membuat kesadaran bersatu

meluntur. Tantangan disintegrasi bangsa semakin tinggi. Fenomena tawuran antar

desa hingga antar suku merupakan salah satu jawaban yang dapat menyingkap kurang

mengakarnya peran bahasa Indonesia sebagai penyatu bangsa. Dalam konteks

kesadaran bersatu inilah kita dapat belajar dari kepemimpinan Orde Baru dalam

mengopinikan “persatuan” meskipun caranya yang represif harus dievaluasi.

Selama ini usaha untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa

persatuan sudah banyak dilakukan. Hal ini terlihat dari mulai membaiknya badan

perencanaan bahasa yang ada di Indonesia. Bahkan badan tersebut berjejaring dengan

badan perencanaan di Malaysia dan Brunei, karena sama-sama berbahasa Melayu,

yang sudah melakukan berbagai penelitian dan melakukan perencanaan internasional.

Namun usaha tersebut masih dalam tataran struktural dan politis, belum merambah

“akar rumput” yang merupakan basis kultural dan mengakar. Kesadaran dari

pemerintah, media, dan masyarakat terhadap konsep bahasa persatuan masih rendah.

Usaha para budayawan dan ahli bahasa Indonesia belum didukung penuh oleh

kebijakan strategis dan merakyat dari pemerintah. Ditambah lagi peran media yang

semakin luas tidak diimbangi oleh usaha sosialisasi bahasa Indonesia yang baik dan

benar membuat masyarakat kini lebih merespon stimulasi dari asing serta semakin

jauh dari kaidah berbahasa yang benar. Bukannya masyarakat harus tertutup dari

pengaruh asing, namun kemampuan untuk menyaring informasi, gaya bahasa, dan

perilaku inilah yang menjadi pokok masalah terjadinya kegamangan identitas.


Dinamika antara potensi dan tantangan atau realita yang dialami bahasa

Indonesia saat ini merupakan suatu data yang dapat dijadikan sumber prediksi bagi

eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan di masa depan. Dalam konteks

bahasa Melayu, Collins menyatakan bahwa peran bahasa Melayu akan semakin

berkembang, baik di kawasan Asia Tenggara maupun di belahan bumi yang lain. Di

luar Asia Tenggara bahasa Melayu dipelajari di delapan Negara Eropa dan dua

Negara di Amerika. Jumlah penutur bahasa Melayu dalam waktu dekat ini akan terus

meningkat. Hal ini akan meningkatkan prestise di kalangan para penuturnya yang

kemudian akan mempengaruhi sikapnya untuk lebih positif terhadap bahasa Melayu.

Terlebih menurut prediksi dari Collins, pengaruh bahasa Inggris belum begitu jelas di

Asia Tenggara pada masa depan.

Pengaruh secara global bahasa Melayu tersebut tentunya akan juga

berpengaruh di Indonesia meskipun akan membutuhkan proses yang sangat lama.

Pengaruh tersebut berkaitan juga tingkat kesadaran pemerintah, media, dan

masyarakat Indonesia tentang pentingnya bahasa Indonesia sebagai pemersatu.

Kesadaran ini tidak hanya pada bagian luar pemahaman saja, namun selayaknya

menjadi penghayatan dan pengidentifikasian seluruh masyarakat sebagai satu bangsa.

B. Identifikasi Masalah

1. Apa dampak dari kebiasaan menggunakan bahasa daerah dalam pergaulan

sehari-hari?

2. Apa saja peran bahasa Indonesia dalam dunia pendidikan?


3. Apakah pengaruh era globalisasi terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang

baik dan benar?

4. Apa pengaruh bahasa Melayu terhadap penggunaan bahasa Indonesia?

5. Apakah setiap bangsa Indonesia sudah bangga berbahasa Indonesia sebagai

bahasa nasional?

6. Apakah setiap bangsa Indonesia sudah mencintai dan menghormati bahasa

Indonesia?

7. Adakah rasa kebanggan itu timbul dari hati nurani setiap orang yang mengaku

berbangsa Indonesia?

8. Bagaimana pengaruh bahasa asing terhadap penggunaan bahasa Indonesia?

9. Adakah pemakai bahasa Indonesia itu sudah memathui kaidah-kaidah bahasa

Indonesia yang benar?

10. Apakah yang menyebabkan kurangnya penggunaan bahasa Indonesia yang

baik dan benar?

11. Mengapa banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga

kemahirannya menggunakan bahasa Inggris, walaupun mereka tidak

menguasai bahasa Indonesia dengan baik?

12. Mengapa banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai

bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila

tidak menguasai bahasa Indonesia?


13. Mengapa banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asing dengan

baik tetapi menguasai bahasa Indonesia apa adanya?

C. Pembatasan Masalah

1. Apa pengaruh bahasa melayu terhadap penggunaan bahasa Indonesia?

2. Apa dampak dari kebiasaan menggunakan bahasa daerah dalam pergaulan

sehari-hari?

3. Apakah setiap bangsa Indonesia sudah mencintai dan menghormati bahasa

Indonesia?

4. Adakah rasa kebanggan itu timbul dari hati nurani setiap orang yang mengaku

berbangsa Indonesia?

5. Apabila setiap bangsa Indonesia sudah mencintai, menghormati, dan bangga

berbahasa Indonesia, apakah mereka sudah membina bahasa Indonesia dengan

baik?

6. Mengapa banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga

kemahirannya menggunakan bahasa Inggris, walaupun mereka tidak

menguasai bahasa Indonesia dengan baik?

7. Mengapa banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai

bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila

tidak menguasai bahasa Indonesia?


8. Mengapa banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asing dengan

baik tetapi menguasai bahasa Indonesia apa adanya?

9. Apakah setiap orang yang mengaku berbangsa Indonesia itu sudah

mempergunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar?

D. Rumusan Masalah

1. Apa pengaruh bahasa Melayu terhadap penggunaan bahasa Indonesia?

2. Apa dampak dari kebiasaan menggunakan bahasa daerah dalam pergaulan

sehari-hari?

3. Mengapa banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga

kemahirannya menggunakan bahasa Inggris, walaupun mereka tidak

menguasai bahasa Indonesia dengan baik?

4. Mengapa banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asing dengan

baik tetapi menguasai bahasa Indonesia apa adanya?

5. Mengapa banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai

bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila

tidak menguasai bahasa Indonesia?

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh perkembangan dan penggunaan teknologi bagi

pelajar.
2. Untuk mengetahui dampak dari perkembangan dan penggunaan teknologi

bagi prestasi pelajar.

F. Manfaat Penelitian

1. Sebagai penunjang dalam proses mengetahui pentingnya penggunaan bahasa

Indonesia dalam kehidupan berbangsa.

2. Sebagai sumber dalam memperlancar kegiatan belajar mengajar di Sekolah.

3. Sebagai bahan untuk mengetahui pengaruh era globalisasi terhadap

penggunaan bahasa Indonesia.

4. Sebagai sumber mengetahui pentingnya penggunaan bahasa Indonesia sebagai

bahasa Persatuan.

5. Sebagai panduan dan Sumber mengetahui peran Bahasa Indonesia dalam

menyatukan beberapa etnis,suku,dan budaya yang berbeda-beda di tanah air.


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi Konsep

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana

disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan

bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda

28 Oktober 1928. Meski demikian, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia

yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan

sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa

daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa

Jawa, bahasa Sunda, dan lain sebagainya. Untuk sebagian besar masyarakat Indonesia

lainnya, bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa

Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa

Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik Indonesia.

Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia tahun 1945.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus

menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari

bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu

yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar

Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah,

yang dinamakan 'Bahasa Indonesia' yaitu bahasa Melayu yang soenggoehpoen


pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah

ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe

laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa

Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli

jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia". atau sebagaimana

diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara,

"...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah

bahasa jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia".

Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari

bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau

mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan

bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa

Indonesia baru dianggap "lahir" atau diterima keberadaannya pada tanggal 28

Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara

resmi diakui keberadaannya.

Setiap warga negara Indonesia, sebagai warga masyarakat, pada dasarnya

adalah pembina bahasa Indonesia. Hal ini tidak berlebihan karena tujuan utama

pembinaan bahasa Indonesia ialah menumbuhkan dan membina sikap positif terhadap

bahasa Indonesia. Untuk menyatakan sikap positif ini dapat dilakukan dengan (1)

sikap kesetiaan berbahasa Indonesia dan (2) sikap kebanggaan berbahasa Indonesia.

Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia teruangkap jika bangsa Indonesia lebih suka

memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan bersedia menjaga agar
pengaruh asing tidak terlalu berlebihan. Sikap kebanggan berbahasa Indonesia

terungkap melalui kesadaran bahwa bahasa Indonesia pun mampu mengungkapkan

konsep yang rumit secara cermat dan dapat mengungkapkan isi hati yang sehalus-

halusnya. Yang perlu dipahami adalah sikap positif terhadap bahasa Indonesia ini

tidak berarti sikap berbahasa yang tertutup dan kaku. Bangsa Indonesia tidak

mungkin menuntut kemurnian bahasa Indonesia (sebagaimana aliran purisme) dan

menutup diri dari saling pengaruh dengan bahasa daerah dan bahasa asing. Oleh

karena itu, bangsa Indonesia harus bisa membedakan mana pengaruh yang positif dan

mana pengaruh yang negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Sikap positif

seperti inilah yang bisa menanamkan percaya diri bangsa Indonesia bahwa bahasa

Indonesia itu tidak ada bedanya dengan bahasa asing lain. Masing-masing bahasa

mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Sikap positif terhadap bahasa Indonesia

memberikan sumbangan yang signifikan bagi terciptanya disiplin berbahasa

Indonesia. Selanjutnya, disiplin berbahasa Indonesia akan membantu bangsa

Indonesia untuk mempertahankan dirinya dari pengaruh negatif asing atas

kepribadiannya sendiri. Hal ini sangat diperlukan untuk menghadapi pergaulan

antarbangsa dan era globalisasi ini.

Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat

mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit.

Untuk itu, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik dan penuh

perhitungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah jati diri bangsa
yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa. Jati diri bahasa Indonesia memperlihatkan

bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sederhana, Tatabahasanya mempunyai

sistem sederhana, mudah dipelajari, dan tidak rumit. Kesederhanaan dan

ketidakrumitan inilah salah satu hal yang mempermudah bangsa asing ketika

mempelajari bahasa Indonesia. Setiap bangsa asing yang mempelajari bahasa

Indonesia dapat menguasai dalam waktu yang cukup singkat. Namun, kesederhaan

dan ketidakrumitan tersebut tidak mengurangi kedudukan dan fungsi bahasa

Indonesia dalam pergaulan dan dunia kehidupan bangsa Indonesia di tengah-tengah

pergaulan antarbangsa. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri dapat dipergunakan

untuk menyampaikan pikiran-pikiran yang rumit dalam ilmu pengetahuan dengan

jernih, jelas, teratur, dan tepat. Bahasa Indonesia menjadi ciri budaya bangsa

Indonesia yang dapat diandalkan di tengah-tengah pergaulan antarbangsa pada era

globalisasi ini. Bahkan, bahasa Indonesia pun saat ini menjadi bahan pembelajaran di

negara-negara asing seperti Australia, Belanda, Jepang, Amerika Serikat, Inggris,

Cina, dan Korea Selatan.

Menurut pendapat Amran Halim (lihat Kompas, 8 Maret 1995,


halaman 16) setelah 67 tahun BI dikukuhkan sebagai bahasa persatuan,
situasi kebahasaan ditandai oleh dua tantangan. Tantangan pertama,
yakni perkembangan bahasa Indonesia yang dinamis, tetapi tidak
menimbulkan pertentangan di antara masyarakat. Pada saat bersamaan
bangsa Indonesia sudah mencapai kedewasaan berbahasa. Sekarang
tumbuh kesadaraan secara emosional bahwa perilaku berbahasa tidak
terkait dengan masalah nasionalisme. Buktinya, banyak orang yang
lebih suka memakai bahasa Asing, demikian Amran Halim.
Tantangan kedua, yakni persoalan tata istilah dan ungkapan ilmiah. Tantangan

kedua ini yang menimbulkan prasangka yang tetap diidap ilmuwan kita yang

mengatakan bahwa bahasa Indonesia miskin, bahkan kita dituduh belum mampu

menyediakan sepenuhnya padanan istilah yang terdapat dalam banyak disiplin ilmu,

teknologi, dan seni.

Menurut Moeliono (1991: 15) prasangka itu bertumpu pada pendirian

apa yang tidak dikenal atau diketahui, tidak ada dalam bahasa

Indonesia.

Selain tantangan internal seperti di atas, bahasa Indonesia juga harus

menghadapi gempuran dari bahasa asing. Hal yang serupa dengan tantangan internal

mengenai bahasa daerah, bahasa Indonesia oleh sebagian masyarakat dipandang tidak

lebih prestise dibandingkan dengan bahasa asing. Hasilnya penggunaan kaidah bahasa

Indonesia tidak banyak menjadi sorotan penting. Percampuran antara bahasa

Indonesia dan bahasa asing menjadi sesuatu yang lumrah. Bahasa gaul mulai merebak

di masyarakat, bahkan yang berpendidikan tinggi hingga pejabat dan media massa.

Jika hal ini terus dibiarkan maka bahasa Indonesia akan menjadi minoritas dan punya

istilah “tamu di rumahnya sendiri”.

Menurut Drs. Masnur Muslich, M.Si Dosen Universitas Negeri


Malang, dalam hubungannya sebagai alat untuk menyatukan berbagai
suku yang mempunyai latar belakang budaya dan bahasa masing-
masing , bahasa Indonesia justru dapat menyerasikan hidup sebagai
bangsa yang bersatu tanpa meinggalkan identitas kesukuan dan
kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa
etnik yang bersangkutan . Bahkan , lebih dari itu, dengan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan ini , kepentingan nasional
diletakkan jauh di atas kepentingan daerah dan golongan.
Latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda berpotensi untuk

menghambat perhubungan antardaerah antarbudaya. Tetapi, berkat bahasa Indonesia,

etnis yang satu bisa berhubungan dengan etnis yang lain sedemikian rupa sehingga

tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap orang Indonesia apa pun latar belakang

etnisnya dapat bepergian ke pelosok-pelosok tanah air dengan memanfaatkan bahasa

Indonesia sebagai alat komunikasi. Kenyataan ini membuat adanya peningkatan

dalam penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia dalamn fungsinya sebagai alat

perhubungan antardaerah antarbudaya. Semuanya terjadi karena bertambah baiknya

sarana perhubungan, bertambah luasnya pemakaian alat perhubungan umum,

bertambah banyaknya jumlah perkawinan antarsuku, dan bertambah banyaknya

perpindahan pegawai negeri atau karyawan swasta dari daerah satu ke daerah yang

lain karena mutasi tugas atau inisiatif sendiri.

Menurut Moeliono (1991: 15) mengungkapkan tantangan kedua, yakni


persoalan tata istilah dan ungkapan ilmiah. Tantangan kedua ini yang
menimbulkan prasangka yang tetap diidap ilmuwan kita yang
mengatakan bahwa bahasa Indonesia miskin, bahkan kita dituduh belum
mampu menyediakan sepenuhnya padanan istilah yang terdapat dalam
banyak disiplin ilmu, teknologi, dan seni. Prasangka itu bertumpu pada
pendirian apa yang tidak dikenal atau diketahui, tidak ada dalam bahasa
Indonesia.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa situasi

kebahasaan ditandai oleh dua tantangan. Tantangan pertama, yakni perkembangan

bahasa Indonesia yang dinamis, tetapi tidak menimbulkan pertentangan di antara

masyarakat. Tantangan kedua, yakni persoalan tata istilah dan ungkapan ilmiah. Hal
yang serupa dengan tantangan tersebut mengenai bahasa daerah, bahasa Indonesia

oleh sebagian masyarakat dipandang tidak lebih prestise dibandingkan dengan bahasa

asing. Hasilnya penggunaan kaidah bahasa Indonesia tidak banyak menjadi sorotan

penting. Selain itu, bahasa Indonesia juga digunakan sebagai alat untuk menyatukan

berbagai suku yang mempunyai latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-

beda.

B. Kerangka Pikir

Bahasa Indonesia
memiliki

Fungsi
dipengaruhi oleh

Era globalisasi Bahasa daerah

Pengaruh buruk terhadap

dunia pendidikan dan

menghambat fungsi bahasa

C. Hipotesis Indonesia

Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat

mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. Jati

diri bahasa Indonesia memperlihatkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang

sederhana, tata bahasanya mempunyai sistem sederhana, mudah dipelajari, dan tidak

rumit. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri dapat dipergunakan untuk

menyampaikan pikiran-pikiran yang rumit dalam ilmu pengetahuan dengan jernih,

jelas, teratur, dan tepat. Bahasa Indonesia menjadi ciri budaya bangsa Indonesia yang

dapat diandalkan di tengah-tengah pergaulan antarbangsa pada era globalisasi ini.


BAB III

METEDOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu pembuatan karya tulis ini dari tahap persiapan hingga pelaporan

membutuhkan waktu satu bulan, penelitian ini bersifat studi pustaka sehingga tidak

mengadakan observasi lapangan (tempat penelitian).

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam pembuatan karya ilmiah ini

adalah studi pustaka. Dimana penulis mendapatkan informasi-informasi dan bahan

pembuatan karya ilmiah melalui buku-buku yang didapatkan dari perpustakaan dan

dijadikan referensi untuk mencari bahan dan informasi yang berhubungan dengan

tema dan judul.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan oleh penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini

adalah dengan menggunakan data sekunder yakni data yang dikumpulkan secara acak

dari buku-buku yang relevan dan menjadi sampel penelitian dengan cara menelaah

ketidakcermatan penggunaan ejaan, penyusunan kalimat, dan sebagainya.

D. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah teknik

analisis deskriptif dimana penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber literatur,

dan selanjutnya mengkaji data tersebut.


BAB IV

PEMBAHASAN

Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia mempunyai empat kedudukan,

yaitu sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi.

Dalam perkembangannya lebih lanjut, bahasa Indonesia berhasil mendudukkan diri

sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Keenam kedudukan ini mempunyai fungsi

yang berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat saja muncul secara bersama-sama

dalam satu peristiwa, atau hanya muncul satu atau dua fungsi saja.

Bahasa Indonesia dikenal secara luas sejak "Soempah Pemoeda", 28 Oktober

1928, yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Pada saat itu para

pemuda sepakat untuk mengangkat bahasa Melayu-Riau sebagai bahasa Indonesia.

Para pemuda melihat bahwa bahasa Indonesialah yang berpotensi dapat

mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri atas ratusan suku vangsa atau etnik.

Pengangkatan status ini ternyata bukan hanya isapan jempol. Bahasa Indonesia bisa

menjalankan fungsi sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Dengan menggunakan

bahasa Indonesia rasa kesatuan dan persatuan bangsa yang berbagai etnis terpupuk.

Kehadiran bahasaIndonesia di tengah-tengah ratusan bahasa daerah tidak

menimbulkan sentimen negatif bagi etnis yang menggunakannya. Sebaliknya, justru

kehadiran bahasa Indonesia dianggap sebagai pelindung sentimen kedaerahan dan

sebagai penengah ego kesukuan


Dalam hubungannya sebagai alat untuk menyatukan berbagai suku yang

mempunyai latar belakang budaya dan bahasa masing-masing, bahasa Indonesia

justru dapat menyerasikan hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa meinggalkan

identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang

bahasa etnik yang bersangkutan. Bahkan, lebih dari itu, dengan bahasa Indonesia

sebagai bahasa persatuan ini, kepentingan nasional diletakkan jauh di atas

kepentingan daerah dan golongan.

Latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda berpotensi untuk

menghambat perhubungan antardaerah antarbudaya. Tetapi, berkat bahasa Indonesia,

etnis yang satu bisa berhubungan dengan etnis yang lain sedemikian rupa sehingga

tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap orang Indonesia apa pun latar belakang

etnisnya dapat bepergian ke pelosok-pelosok tanah air dengan memanfaatkan bahasa

Indonesia sebagai alat komunikasi. Kenyataan ini membuat adanya peningkatan

dalam penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia dalamn fungsinya sebagai alat

perhubungan antardaerah antarbudaya. Semuanya terjadi karena bertambah baiknya

sarana perhubungan, bertambah luasnya pemakaian alat perhubungan umum,

bertambah banyaknya jumlah perkawinan antarsuku, dan bertambah banyaknya

perpindahan pegawai negeri atau karyawan swasta dari daerah satu ke daerah yang

lain karena mutasi tugas atau inisiatif sendiri.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mulau dikenal sejak 17 Agustus

1945 ketika bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Dalam kedudukan


sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan

nasional atau lambang kebangsaan. Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial

budaya yang mendasari rasa kebangsaan. Melalui bahasa nasional, bangsa Indonesia

menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan pegangan hidup.

Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia dipelihara dan dikembangkan oleh

bangsa Indonesia. Rasa kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia ini pun terus

dibina dan dijaga oelh bangsa Indonesia. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa

Indonesia dijunjung tinggi di samping bendera nasional, Merah Putih, dan lagu

nasional bangsa Indonesia, Indonesia Raya. Dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa

Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri sehingga serasi dengan

lambang kebangsaan lainnya. Bahasa Indonesia dapat mewakili identitasnya sendiri

apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa

sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain, yang memang benar-benar tidak

diperlukan, misalnya istilah/kata dari bahasa Inggris yang sering diadopsi, padahal

istilah.kata tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia

Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah dan

antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula menjalankan fungsinya sebagai alat

pengungkapan perasaan. Kalau beberapa tahun yang lalu masih ada orang yang

berpandangan bahwa bahasa Indonesia belum sanggup mengungkapkan nuansa

perasaan yang halus, sekarang dapat dilihat kenyataan bahwa seni sastra dan seni

drama, baik yang dituliskan maupun yang dilisankan, telah berkembang demikian
pesatnya. Hal ini menunjukkan bahwa nuansa perasaan betapa pun halusnya dapat

diungkapkan secara jelas dan sempurna dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Kenyataan ini tentulah dapat menambah tebalnya rasa kesetiaan kepada bahasa

Indonesia dan rasa kebanggaan akan kemampuan bahasa Indonesia.

Dengan berlakunya Undang-undang Dasar 1945, bertambah pula kedudukan

bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam

kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai dalam segala

upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik secara lisan maupun tulis.

Dokumen-dokumen, undang-undang, peraturan-peraturan, dan surat-menyurat yang

dikeluarkan oleh pemerintah dan instansi kenegaraan lainnya ditulis dalam bahasa

Indonesia. Pidato-pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa Indonesia.

Hanya dalam kondisi tertentu saja, demi komunikasi internasional (antarbangsa dan

antarnegara), kadang-kadang pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa

asing, terutama bahasa Inggris. Warga masyarakat pun dalam kegiatan yang

berhubungan dengan upacara dan peristiwa kenegaraan harus menggunakan bahasa

Indonesia. Untuk melaksanakan fungsi sebagai bahasa negara, bahasa perlu

senantiasa dibina dan dikembangkan. Penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan

salah satu faktor yang menentukan dalam pengembangan ketenagaan, baik dalam

penerimaan karyawan atau pagawai baru, kenaikan pangkat, maupun pemberian tugas

atau jabatan tertentu pada seseorang. Fungsi ini harus diperjelas dalam

pelaksanaannya sehingga dapat menambah kewibawaan bahasa Indonesia.


Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia

bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan

masyarakat luas, dan bukan saja dipakai sebagai alat perhubungan antardaerah dan

antarsuku, tetapi juga dipakai sebagai alat perhubungan formal pemerintahan dan

kegiatan atau peristiwa formal lainnya. Misalnya, surat-menyurat antarinstansi

pemerintahan, penataran para pegawai pemerintahan, lokakarya masalah

pembangunan nasional, dan surat dari karyawan atau pagawai ke instansi pemerintah.

Dengan kata lain, apabila pokok persoalan yang dibicarakan menyangkut masalah

nasional dan dalam situasi formal, berkecenderungan menggunakan bahasa Indonesia.

Apalagi, di antara pelaku komunikasi tersebut terdapat jarak sosial yang cukup

jauh,misalnya antara bawahan - atasan, mahasiswa - dosen, kepala dinas - bupati atau

walikota, kepala desa - camat, dan sebagainya

Akibat pencantuman bahasa Indonesia dalam Bab XV, Pasal 36, UUD 1945,

bahasa Indonesia pun kemudian berkedudukan sebagai bahasa budaya dan bahasa

ilmu. Di samping sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam hubungannya

sebagai bahasa budaya, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang

memungkinkan untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional

sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan identitas sendiri,

yang membedakannya dengan kebudayaan daerah. Saat ini bahasa Indonesia

dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan semua nilai sosial budaya nasional. Pada

situasi inilah bahasa Indonesia telah menjalankan kedudukannya sebagai bahasa


budaya. Di samping itu, dalam kedudukannya sebagai bahasa ilmu, bahasa Indonesia

berfungsi sebagai bahasa pendukung ilmu pengetahuna dan teknologi (iptek) untuk

kepentingan pembangunan nasional. Penyebarluasan iptek dan pemanfaatannya

kepada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan negara dilakukan dengan

menggunakan bahasa Indonesia. Penulisan dan penerjemahan buku-buku teks serta

penyajian pelajaran atau perkuliahan di lembaga-lembaga pendidikan untuk

masyarakat umum dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Dengan

demikian, masyarakat Indonesia tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada bahasa-

bahasa asing (bahasa sumber) dalam usaha mengikuti perkembangan dan penerapan

iptek. Pada tahap ini, bahasa Indonesia bertambah perannya sebagai bahasa ilmu.

Bahasa Indonesia oun dipakai bangsa Indonesia sebagai alat untuk mengantar dan

menyampaian ilmu pengetahuan kepada berbagai kalangan dan tingkat pendidikan.

Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di lembaga-

lembaga pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman kanak-kanak)

sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi (perguruan tinggi) di seluruh Indonesia,

kecuali daerah-daerah yang mayoritas masih menggunakan bahasa daerah sebagai

bahasa ibu. Di daerah ini, bahasa daerah boleh dipakai sebagai bahasa pengantar di

dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai dengan tahun ketiga (kelas tiga).

Setelah itu, harus menggunakan bahasa Indonesia. Karya-karya ilmiah di perguruan

tinggi (baik buku rujukan, karya akhir mahasiswa-skripsi, tesis, disertasi, dan hasil

atau laporan penelitian) yang ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia,


menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah mampu sebagai alat penyampaian iptek,

dan sekaligus menepis anggapan bahsa bahasa Indonesia belum mampu mewadahi

konsep-konsep iptek.

Sikap Pemakai Bahasa Indonesia yang Negatif

Bangsa Indonesia, sebagai pemakai bahasa Indonesia, seharusnya bangga

menggunakan bahasa Indonesia sebagai alay komunikasi. Dengan bahasa Indonesia,

mereka bisa menyampaikan perasaan dan pikirannya dengan sempurna dan lengkap

kepada orang lain. Mereka semestinya bangga memiliki bahasa yang demikian itu.

Namun, berbagai kenyataan yang terjadi, tidaklah demikian. Rasa bangga berbahasa

Indonesia belum lagi tertanam pada setiap orang Indonesia. Rasa menghargai bahasa

asing (dahulu bahasa Belanda, sekarang bahasa Inggris) masih terus menampak pada

sebagian besar bangsa Indonesia. Mereka menganggap bahwa bahasa asing lebih

tinggi derajatnya daripada bahasa Indonesia. Bahkan, mereka seolah tidak mau tahu

perkembangan bahasa Indonesia

Fenomena negatif yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia

antara lain:

a. Banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga kemahirannya

menggunakan bahasa Inggris, walaupun mereka tidak menguasai bahasa

Indonesia dengan baik.


b. Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing

(Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai

bahasa Indonesia.

c. Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau

mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan

baik.

d. Banyak orang Indonesia merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena

telah menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih, walaupun penguasaan

bahasa Indonesianya kurang sempurna

Kenyataan-kenyataan tersebut merupakan sikap pemakai bahasa Indonesia

yang negatif dan tidak baik. Hal itu akan berdampak negatif pula pada perkembangan

bahasa Indonesia. Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi pesimis, menganggap

rendah, dan tidak percaya kemampuan bahasa Indonesia dalam mengungkapkan

pikiran dan perasaannya dengan lengkap, jelas, dan sempurna. Akibat lanjut yang

timbul dari kenyataan-kenyataan tersebut antara lain sebagai berikut.

a. Banyak orang Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata, istilah-istilah, dan

ungkapan-ungkapan asing, padahal kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-

ungkapan itu sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia, bahkan sudah

umum dipakai dalam bahasa Indonesia. Misalnya, page, background, reality,

alternatif, airport, masing-masing untuk "halaman", "latar belakang",

"kenyataan", "(kemungkinan) pilihan", dan "lapangan terbang" atau "bandara".


b. Banyak orang Indonesia menghargai bahasa asing secara berlebihan sehingga

ditemukan kata dan istilah asing yang "amat asing", "terlalu asing", atau "hiper

asing". Hal ini terjadi karena salah pengertian dalam menerapkan kata-kata asing

tersebut,misalnya rokh, insyaf, fihak, fatsal, syarat (muatan), (dianggap) syah.

Padahal, kata-kata itu cukup diucapkan dan ditulis roh, insaf, pihak, pasal, sarat

(muatan), sah

c. Banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asing dengan baik tetapi

menguasai bahasa Indonesia apa adanya. Terkait dengan itu, banyak orang

Indonesia yang mempunyai bermacam-mecam kamus bahasa asing tetapi

tidakmempunyai satu pun kamus bahasa Indonesia. Seolah-olah seluruh kosakata

bahasa Indonesia telah dikuasainya dengan baik. Akibatnya,kalau mereka

kesulitan menjelaskan atau menerapkan kata-kata yang sesuai dalam bahasa

Indonesia, mereka akan mencari jalan pintas dengan cara sederhana dan mudah.

Misalnya, pengggunaan kata yang mana yang kurang tepat, pencampuradukan

penggunaan kata tidak dan bukan, pemakaian kata ganti saya, kami, kita yang

tidak jelas.

Kenyataan-kenyataan dan akibat-akibat tersebut kalau tidak diperbaiki akan

berakibat perkembangan bahasa Indonesia terhambat. Sebagai warga negara

Indonesia yang baik, sepantasnyalah bahasa Indonesia itu dicintai dan dijag. Bahasa

Indonesia harus dibina dan dikembangkan dengan baik karena bahasa Indonesia itu

meruoakan salah satu identitas atau jati diri bangsa Indonesia. Setiap orang Indonesia
patutlah bersikap positif terhadap bahasa Indonesia, janganlah menganggap remeh

dan bersikap negatif. Setiap orang Indonesia mestilah berusaha agar selalu cermat dan

teratur menggunakan bahasa Indonesia. Sebagai warga negara Indonesia yang baik,

mestilah dikembangkan budaya malu apabila meraka tidak memperguanakn bahasa

Indonesia dengan baik dan benar. Anggapan bahwa penggunaan bahasa Indonesia

yang dipenuhi oleh kata, istilah, dan ungkapan asing merupakan bahasa Indonesia

yang "canggih" adalah anggapan yang keliru. Begitu juga, penggunaan kalimat yang

berpanjang-panjang dan berbelit-belit, sudah tentu memperlihatkan kekacauan cara

berpikir orang yang menggunakan kalimat itu. Apabila seseorang menggunakan

bahasa dengan kacau-balau, sudah tentu hal itu menggambarkan jalan pikiran yang

kacau-balau pula. Sebaliknya, apabila seseorang menggunakan bahasa dengan teratur,

jelas, dan bersistem, cara berpikir orang itu teratur dan jelas pula. Oleh sebab itu,

sudah seharusnyalah setiap orang Indonesia menggunakan bahasa Indonesia yang

teratur, jelas, bersistem, dan benar agar jalan pikiran orang Indonesia (sebagai pemilik

bahasa Indonesia) juga teratur dan mudah dipahami orang lain.

Jati Diri Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi

Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan

dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa

Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang jelas-jelas tidak

sesuai dan (bahkan) tidak cocok dengan bahasa dan budaya bangsa Indonesia.

Pengaruh dari luar atau pengaruh asing ini sangat besar kemngkinannya terjadi pada
era globalisasi ini. Batas antarnegara yang sudah tidak jelas dan tidak ada lagi, serta

pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus dihadapi dengan

mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri bahasa Indonesia.

Sudah barang tentu, hal ini semua menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa

nasional, yaitu pematuhan aturan-aturan yan berlaku dalam bahasa Indonesia dengan

memperhatikan siatuasi dan kondisi pemakaiannya. Dengan kata lain, pemakai bahasa

Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai bahasa Indonesia yang patuh terhadap

semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi dan

kondisinya.

Setiap warga negara Indonesia, sebagai warga masyarakat, pada dasarnya

adalah pembina bahasa Indonesia. Hal ini tidak berlebihan karena tujuan utama

pembinaan bahasa Indonesia ialah menumbuhkan dan membina sikap positif terhadap

bahasa Indonesia. Untuk menyatakan sikap positif ini dapat dilakukan dengan (1)

sikap kesetiaan berbahasa Indonesia dan (2) sikap kebanggaan berbahasa Indonesia.

Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia teruangkap jika bangsa Indonesia lebih suka

memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan bersedia menjaga agar

pengaruh asing tidak terlalu berlebihan. Sikap kebanggan berbahasa Indonesia

terungkap melalui kesadaran bahwa bahasa Indonesia pun mampu mengungkapkan

konsep yang rumit secara cermat dan dapat mengungkapkan isi hati yang sehalus-

halusnya. Yang perlu dipahami adalah sikap positif terhadap bahasa Indonesia ini

tidak berarti sikap berbahasa yang tertutup dan kaku. Bangsa Indonesia tidak
mungkin menuntut kemurnian bahasa Indonesia (sebagaimana aliran purisme) dan

menutup diri dari saling pengaruh dengan bahasa daerah dan bahasa asing. Oleh

karena itu, bangsa Indonesia harus bisa membedakan mana pengaruh yang positif dan

mana pengaruh yang negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Sikap positif

seperti inilah yang bisa menanamkan percaya diri bangsa Indonesia bahwa bahasa

Indonesia itu tidak ada bedanya dengan bahasa asing lain. Masing-masing bahasa

mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Sikap positif terhadap bahasa Indonesia

memberikan sumbangan yang signifikan bagi terciptanya disiplin berbahasa

Indonesia. Selanjutnya, disiplin berbahasa Indonesia akan membantu bangsa

Indonesia untuk mempertahankan dirinya dari pengaruh negatif asing atas

kepribadiannya sendiri. Hal ini sangat diperlukan untuk menghadapi pergaulan

antarbangsa dan era globalisasi ini.

Di samping itu, disiplin berbahasa nasional juga menunjukkan rasa cinta

kepada bahasa, tanah air, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap warga

negara Indonesia mesti bangga mempunyai bahasa Indonesia dan lalu

menggunakannya dengan baik dan benar. Rasa kebanggaan ini pulalah yang dapat

menimbulkan rasa nasionalisme dan rasa cinta tanah air yang mendalam. Setiap

warga negara yang baik mesti malu apabila tidak dapat menggunakan bahasa

Indonesia dengan baik dan benar. Sikap pemakai bahasa Indonesia demikian ini

merupakan sikap yang positif, baik, dan terpuji. Sebaliknya, apabila yang muncul

adalah sikap yang negatif, tidak baik, dan tidak terpuji, akan berdampak pada
pemakaian bahasa Indonesia yang kurang terbina dengan baik. Mereka menggunakan

bahasa Indonesia "asal orang mengerti". Muncullah pemakaian bahasa Indonesia

sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan, dan bahasa jenis lain yang tidak mendukung

perkembangan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Mereka tidak lagi memperdulikan pembinaan bahasa Indonesia. Padalah,

pemakai bahasa Indonesia mengenal ungkapan "Bahasa menunjukkan bangsa", yang

membaw pengertian bahwa bahasa yang digunakan akan menunjukkan jalan pikiran

si pemakai bahasa itu. Apabila pemakai bahasa kurang berdisiplin dalam berbahasa,

berarti pemakai bahasa itu pun kurang berdisiplin dalam berpikir. Akibat lebih lanjut

bisa diduga bahwa sikap pemakai bahasa itu dalam kehidupan sehari-hari pun akan

kurang berdisiplin. Padahal, kedisiplinan itu sangat diperlukan pada era globalisasi

ini. Lebih jauh, apabila bangsa Indonesia tidak berdisiplin dalam segala segi

kehidupan akan mengakibatkan kekacauan cara berpikir dan tata kehidupan bangsa

Indonesia. Apabila hal ini terjadi, kemajuan bangsa Indonesia pasti terhambat dan

akan kalah bersaing dengan bangsa lain.

Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat

mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit.

Untuk itu, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik dan penuh

perhitungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah jati diri bangsa

yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa. Jati diri bahasa Indonesia memperlihatkan

bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sederhana, tata bahasanya mempunyai
sistem sederhana, mudah dipelajari, dan tidak rumit. Kesederhanaan dan

ketidakrumitan inilah salah satu hal yang mempermudah bangsa asing ketika

mempelajari bahasa Indonesia. Setiap bangsa asing yang mempelajari bahasa

Indonesia dapat menguasai dalam waktu yang cukup singkat. Namun, kesederhaan

dan ketidakrumitan tersebut tidak mengurangi kedudukan dan fungsi bahasa

Indonesia dalam pergaulan dan dunia kehidupan bangsa Indonesia di tengah-tengah

pergaulan antarbangsa. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri dapat dipergunakan

untuk menyampaikan pikiran-pikiran yang rumit dalam ilmu pengetahuan dengan

jernih, jelas, teratur, dan tepat. Bahasa Indonesia menjadi ciri budaya bangsa

Indonesia yang dapat diandalkan di tengah-tengah pergaulan antarbangsa pada era

globalisasi ini. Bahkan, bahasa Indonesia pun saat ini menjadi bahan pembelajaran di

negara-negara asing seperti Australia, Belanda, Jepang, Amerika Serikat, Inggris,

Cina, dan Korea Selatan.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia merupakan ciri bangsa

Indonesia yang perlu terus dipertahankan. Pergaulan antarbangsa memerlukan alat

komunikasi yang sederhana, mudah dipahami, dan mampu menyampaikan pikiran

yang lengkap. Oleh karena itu, bahasa Indonesia harus terus dibina dan

dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia

dalam pergalan antarbangsa pada era globalisasi ini. Apabila kebanggaan berbahasa

Indonesia dengan jati diri yang ada tidak tertanam di sanubari setiap bangsa

Indonesia, bahasa Indonesia akan mati dan ditinggalkan pemakainya karena adanya

kekacauan dalam pengungkapan pikiran. Akibatnya bangsa Indonesia akan

kehilangan salah satu jati dirinya. Kalau sudah demikian, bangsa Indonesia "akan

ditelan" oleh bangsa lain yang selalu melaksanakan tugas dan pekerjaannya dengan

menggunakan bahasa yang teratur dan berdisiplin tinggi. Sudah barang tentu, hal

seperti harus dapat dihindarkan pada era globalisasi ini. Apalagi, keadaan seperti ini

bukan merupakan keinginan bangsa Indonesia.

B. Saran

Hendaknya kita sebagai pelajar penerus bangsa hendaknya terus membiasakan

berbahasa Indonesia mengingat pentingnya bahasa Indonesia terutama dalam


mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari beberapa etnis,suku bangsa dan

budaya di tanah air kita.

You might also like