apakah mereka pernah berfikir untuk hidup bersama ?? dalam satu gerakan yang nyata dalam satu kehidupan yang bersatu dalam satu aliran darah yang begitu menggelora untuk merdeka ?? setidaknya merdeka untuk diri mereka sendiri atau mungkin lebih baik lagi jika mereka bersama bersama bahagia.. tapi manusia-manusia itu… apakah pernah terfikir oleh mereka untuk bahagia bersama…?? karena yang ku tahu.. mereka hanya memikirkan dirinya… dan tidak dengan oranng lain… Malam kuhirup angin membius rasa makna pada waktu kering layu Sejuk air diatas rumah memeras energi sunyi pada kapal senja di samudera Hitungan air hujan meronai singgah kunang diranjau sarang Sisa air minum kuraba tergapai disinggasana bambu yang dingin Cahaya meronai jembatan dalam gubahan puisi yang tak selesai aku baca Siang merana dalam sungai meluka pada singa dalam dekap awan Suram terasa bagi pagi yang cerah di pucuk bulan Pagi mentari yang mencurap aura-aura di tepi lorong kosong Malam bulan terusap kunang di kelopak surga Ketika matahari berdetak di jantung sarang angin mengupas mata Sarang puja pada pohon sekilas rona singgah sekelupas daun menguning Embun lebih baik jadi kenang daripada jadi matahari dalam jiwajiwa Luka yang menimbun airmata derai tertulis di dada, tapi kematian tetap mahal dalam linang, kapankapan? Kapankapan adalah kapankapan yang tak berwaktu ia kosong dalam kekosongan Gelap resah, detak susah semua satu bermuara pada rasa Resah pada setiap rasa susah terus bergerimis diladang kemesraan Sesekali waktu tergerai ombak siang singa menganga dalam lubang kecil Keberlakuanmu mungkin di senja yang ramai tak terbaca reroncean satu Senja kubuat malam pada bulan ke lima belas yang singgah di perbatasan waktu Diam yang berwaktu pada kata yang beku adalah semu biru Reroncean itu pada matamu adalah senja, katamu Kini yang terlihat cuma jiwa yang hancur hingga sungai kering dalam diriku Sungguh menderaslah hujan janji pada matamu yang biru Aku bernafas karena kau sudah teraliri air cinta yang sudah berwaktu Mungkinkah aku dapat bertahan dalam waktu ini? aku cuma diam dalam kediaman yang jauh Dan kau bersinar dalam malam ini tapi mungkinkah aku? yang ada dalam jurang matahari Aku tetap berdiri di tepi sana menunggu malam yang kedua agar puisi ini menjadi cahaya, Pancaran itu, katamu pada detak otak yang bisu melahirkan kata-kata yang lain Pada sebuah ketika orang-orang ramai mengambilnya hanya untuk kertas yang belum terisi Pagi yang lain belum kusapu dalam mimpi mungkin rasa sehabis makan? Air itu mengalir lagi pada detak rasa yang basah disampah kusam Hingga mawar malumalu tersenyum pada buah api yang membara Akhirnya adaku melengkung pada haluan sungai yang sedang dingin dan mati