You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hernia inguinalis adalah salah satu masalah yang paling sering di jumpai
oleh ahli bedah umum. Hernia inguinalis pertama kali di temukan dalam tulisan
pada lebih dari 3.500 tahun yang lalu, dan perawatan bedah di lakukan
sekurangnya pada 2.000 tahun yang lalu. Terdapat banyak teori tentang etiologi
dan jumlah deskripsi anatomi, yang menghasilkan berbagai cara reparasi. Hernia
inguinalis adalah kegagalan dari lantai kanalis inguinalis. Ini diekspresikan
sebagai cincin internal yang berdilatasi pada hernia indirek atau sebagai
kelemahan dan penipisan difus pada hernia direk (Cameron, 1997).

Sebagian besar hernia timbul dalam regio inguinalis dengan sekitar 50


persen dari ini merupakan hernia inguinalis indirek dan 25 persen sebagai hernia
inguinalis direk (Sabiston, 1994).

Hernia inguinalis digambarkan dalam catatan peradaban kuno. Tetapi


terlewatkan beberapa abad, sebelum pemahaman secara jelas tentang anatomi
hernia diberikan. Walaupun ada kemajuan dan gambar anatomi manusia pada
tahun 1800-an, namun penatalaksanaan hernia pada waktu itu terutama dengan
observasi atau terapi penunjang, karena hasil terapi bedah sangat buruk.
Sebagai contoh, pada tahun 1891 Bull melaporkan hasil terapi hernia di amerika
serikat, terjadi kekambuhan 30 sampai 40 persen selama 1 tahun dan 100
persen selama 4 tahun. Pada tahun 1889, Bassini pertama melaporkan hasil
yang terus-menerus berhasil dengan perbaikan bedah pada hernia inguinalis.
Bassini menggunakan prosedur cermat dengan ligasi tinggi kantong hernia dan
pendekatan anatomo cermat bagi conjoined fascia dari muskulus oblikus
internus dan transverses abdominis keligamentum inguinal (poupart). Angka
kekambuhan dintara 251 pasien pertama hanya 3 persen.1

4
Halsted, yang tidak menyadari penemuan Bassini sejak dipublikasi
dalam jurnal Italia yang tak terkenal, secara bebas menggambarkan tindakan
serupa pada tahun 1889. tindakan Halsted juga terdiri dari penjahitan fasia
oblikus internus dan transverses abdominis keligamentum inguinale. Dalam
tidakan pertamanya, halsted mentransplantasi funikulus spermatikus diatas
penutupan fasia oblikus eksternus (Halsted I). Kemudian Halsted melakukan
tindakan yang sama, tetapi memungkinkan funikulus spermatikus tetap dalam
posisi normalnya dibawah fasia oblikus eksternus (Halsted II). Tindakan Bassini
dan Halsted menampilkan kemajuan besar dan zaman penatalaksanaan bedah
yang luas dari hernia inguinalis dimulai. (Sabiston,1994).

Sejak karya peloporan ini, sejumlah variasi tehnik telah diperkenalkan


bersama dengan konsep baru, dalam usaha menurunkan angka kekambuhan
yang telah rendah. Mc Vay mempopularisasikan tehnik perapatan conjoined
tendon muskulus oblikus internus dan rektus abdominis ke ligamentum cooper,
suatu operasi yang pada mulanya digambarkan oleh lotheissen pada tahun
1889. Shouldice mengenalkan konsep membuka lantai inguinalis dan
mengimbrikasi fasia transversalis dengan tehnik jahitan kontinyu. Saat ini
operasi yang diuraikan oleh pelopor ini terutama digunakan dalam mengoreksi
hernia. (Sabiston,1994).

Pada saat ini hampir semua hernia dikoreksi dengan pembedahan,


kecuali bila ada kontraindikasi bermakna yang menolaknya. Hernia timbul dalam
sekitar 1,5 % populasi umum di Amerika Serikat, dan 537.000 hernia diperbaiki
dengan pembedahan pada tahun 1980 ( Sabiston, 1994 ).

Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus


kurang lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada bayi umur 1
tahun sekitar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Tetapi kejadian hernia
pada umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10% anak dengan
prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada anak dengan hernia unilateral
dapat dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral lebih dari separo,
sedangkan insiden tidak melebihi 20%. Umumnya di simpulkan adanya prosesus

5
vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia,
tetapi diperlukan faktor lain seperti anulus inguinalis yang cukup besar, tekanan
intra abdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hypertropi
prostate, konstipasi, dan ascites sering disertai hernia inguinalis.

Dalam kehidupan masyarakat, anggapan terhadap hernia adalah


merupakan kelainan yang biasa, karena pada awal terjadinya tidak merasa sakit
dan tidak mengganggu aktifitas atau pekerjaan sehari- hari, sehingga dalam
perjalanan penyakitnya penderita memerlukan waktu yang cukup untuk periksa
atau konsultasi ke dokter, setelah konsultasi pun masih cukup waktu untuk
menunda tindakan yang dianjurkan. Sebagian penderita menerima tindakan
operasi apabila sudah terjadi keadaan inkarserata atau strangulate. Adanya
keadaan ini penderita atau keluarga baru menyadari resiko dan bahayanya, yang
dapat menyebabkan morbiditas meningkat serta biaya perawatan yang lebih
tinggi.

B. Tujuan penulisan

Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian akhir di Ilmu Bedah.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

Regio inguinalis untuk beberapa struktur merupakan tempat peralihan


dari daerah perut ke organ – organ kelamin luar dan ke tungkai bagian atas.
Garis pemisah anatomis antara kedua daerah tersebut di bentuk oleh
ligamentum inguinale (poupart) yang terletak diantara tuberculum ossis pubikum,
pada sisi medialnya dan spina illiaka anterior superior, pada sisi lateralnya.
Sebenarnya ligamentum inguinale ini merupakan tempat pertemuan fascia yang
menutupi permukaan perut dan fascia yang menutupi permukaan tungkai (fascia
lata)(kuijjer,1991).

Di atas ligamentum inguinale, funikulus spermatikus meninggalkan


rongga perut melalui anulus inguinalis profundus yang terletak di sebelah lateral.
Funikulus spermatikus ini menembus dinding perut melalui kanalis inguinalis
yang terletak sejajar dengan ligamentum inguinale dan berada di bawah kulit
dalam annulus inguinalis superfisialis yang terletak di sebelah medial. Lubang
yang di sebutkan belakangan ini dengan mudah dapat diraba di bawah kulit pada
dinding perut, kalau skrotum didorong ke dalam, serta meraba di atas lipatan
inguinale (kuijjer,1991).

Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh annulus inguinalis internus


yang merupakan bagian terbuka dari facia transversalis dan aponeurosis m.
transversus abdominis. Di medial bawah, diatas tuberkulum pubikum, kanal ini
dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis m.
obliqus eksternus. Atapnya ialah m. obliqus internus dan m. transverses
abdominis, dan didasarnya terdapat ligamentum inguinale, bagian depan
dibatasi oleh aponeorosis m. obliqus abdominis eksternus, belakang m. obliqus

7
abdominis internus. Kanal berisi tali sperma pada pria, dan ligamentum
rotundum pada wanita ( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997 ).

Hernia inguinalis lateralis (indirek), karena keluar dari rongga peritonem


melalui annulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh
epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika
cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia
ini berlanjut , tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis.

Sedangkan hernia inguinalis medialis (direk), menonjol langsung


kedepan melalui trigonum Hesselbach di batasi oleh :
• inferior : ligamentum inguinale

8
• lateral : vasa epigastrica inferior
• medial : tepi lateral musculus rectus abdominis
( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997 ).

B. Fisiologi

Pada laki- laki, penutupan yang berhubungan dengan terjadinya hernia


ini memerlukan pengetahuan embriologis yang berhubungan dengan turunnya
testis. Mula- mula testis tumbuh sebagai suatu struktur di daerah ginjal dalam
abdomen (retroperitoneal). Selama pertumbuhan foetus testis akan turun
(descensus testis) dari dinding belakang abdomen menuju kedalam scrotum.
Selama penurunan ini peritoneum yang terdapat didepannya ikut terbawa serta
sebagai suatu tube, yang melalui kanalis innguinalis masuk kedalam scrotum.
Penonjolan peritoneum ini dikenal sebagai processus vaginalis. Sebelum lahir
processus vaginalis ini akan mengalami obliterasi, kecuali bagian yang
mengelilingi testis yang disebut tunika vaginalis. Jika processus vaginalis tetap
ada, akan didapat hubungan langsung antara cavum peritonei dengan scrotum,
hal ini potensial dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis dikemudian
hari.

C. Hernia inguinalis

a. Sejarah dan insidensi

Hernia inguinalis sudah dikenal sejak 1500 M,dalam bahasa Yunani


hernia mempunyai arti benjolan. Dalam bahasa latin berarti hancur atau
robek. Pada waktu itu untuk mengontrol hernia umum dipakai penyangga
atau plester. Pada tahun 1363, Guy de Chauliac memisahkan antara
hernia inguinalis dan femoralis dan juga menjelaskan teknik reduksi pada
kasus strangulasi. Stromeyer pada tahun 1559 memaparkan secara
lengkap dimana membedakan hernia inguinalis medialis dan lateralis,

9
serta menganjurkan tidak perlu dilakukan pemotongan testis pada
operasi hernia. Awal abad 18 sampai abad 19 dapat diterangkan dan
didefinisikan anatomi regio inguinalis secara tepat dan jelas.

Insidensi hernia inguinalis belum diketahui secara pasti. Menurut


Abrahamson (1997), pada usia anak- anak, ditemukan antara 10- 20 per
1000 kelahiran hidup. Di belahan dunia bagian barat insiden hernia
inguinalis pada usia dewasa bervariasi antara 10 % dan 15 %.
Sedangkan Zimmerson dan Anson cit Schwartz (1994), melaporkan
kejadian hernia adalah 5 % dari populasi laki- laki dewasa. Hernia
inguinalis terjadi lebih banyak pada laki- laki daripada wanita dengan
perbandingan 12 : 1. Pada laki- laki umur 25- 40 tahun insidensinya
bervariasi antara 5- 8 %, sedangkan pada umur lebih dari 75 tahun
mencapai 45 %. Tahun 1993, Lichtenstein telah melaporkan lebih dari
700.000 kasus hernia inguinalis dilakukan operasi di Amerika Serikat.

b. Macam hernia inguinalis

1. Hernia inguinalis medialis.


2. Hernia inguinalis lateralis.

c. Definisi

Hernia inguinalis medialis adalah suatu tonjolan melalui fascia transversa


yang melemah pada trigonum Hasselbach (Philip Thorek,1990). Hernia
inguinalis lateralis adalah tonjolan dari perut di lateral pembuluh
epigastrica inferior, yang keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu
annulus dan canalis inguinalis (Syamsuhidayat dan Wim de Jong,1997).

d. Etiologi

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena


sebab yang didapat. Lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita.

10
Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk
hernia pada annulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui
oleh kantong dan isi hernia. Disamping itu diperlukan pula faktor yang
dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup
lebar tersebut. Pada orang sehat ada tiga mekanisme yang dapat
mencegah terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang
berjalan miring, adanya struktur muskulus oblliqus internus abdominis
yang menutupi annulus inguinalis internus ketika berkontraksi, dan
adanya fascia transversa yang kuat menutupi trigonum hasselbach yang
umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat
menyebabkan hernia. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah
adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam
rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia
( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997 ).
Adapun faktor – faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap insidensi
hernia inguinalis adalah sebagai berikut :
1. Hereditas
Menurut macready (Cit. Watson, 1948) hernia lebih sering terjadi
pada penderita yang mempunyai orang tua, kakak atau nenek
dengan riwayat hernia inguinalis.
2. Jenis kelamin
Hernia inguinalis jauh lebih banyak dijumpai pada laki – laki
dibanding pada wanita (9:1) (Watson, 1948). Hernia pada laki –
laki 95% adalah jenis inguinalis, sedangkan pada wanita 45-50%.
Perbedaan prevalensi ini di sebabkan karena ukuran ligamentum
rotundum, dan prosentase obliterasi dari processus vaginalis
testis lebih kecil dibanding obliterasi kanalis nuck.
3. Umur
Banyak terjadi pada umur di bawah 1 tahun, oleh macready (Cit.
Watson, 1948) disebutkan 17,5% anak laki – laki dan 9,16% anak
perempuan mempunyai hernia. Tendensi hernia meningkat sesuai

11
dengan meningkatnya aktifitas, sekitar umur 26 – 50 tahun
insidensi menurun dan setelah umur diatas 50 tahun insidensi
meningkat lagi oleh karena menurunnya kondisi fisik.
4. Konstitusi atau keadaan badan
Banyaknya lemak preperitoneal akan mendesak dinding abdomen
dan menimbulkan lokus minoris atau kelemahan – kelemahan otot
serta terjadi relaksasi dari anulus.
Bila lemak menginfiltrasi ke omentum dan mesenterium akan
mengurangi volume rongga abdomen sehingga terjadi
peningkatan tekanan intra abdomen (Kendarto Darmokusumo,
1993).
Kelahiran prematur dan berat lahir yang kecil dianggap sebagai
faktor yang memiliki resiko yang besar untuk menyebabkan
hernia. Cacat bawaan, seperti kelainan pelvic atau ekstrosi pada
kandung kemih, dapat menyebabkan kerusakan pada saaluran
inguinal tak langsung. Hal yang jarang terjadi kelainanan bawaan
atau cacat collagen dapat menyebabkan tumbuhnya hernia
inguinal langsung (Sabiston dan Lyerly, 1997).

e. Patofisiologi

Secara patofisiologi, faktor peninggian tekanan intra abdomen kronik dan


kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach, hampir selalu
menyebabkan hernia inguinalis direk atau hernia inguinalis medialis. Oleh
karena itu hernia ini umumnya terjadi bilateral, khususnya pada pria tua.
Hernia ini jarang, hampir tidak pernah mengalami inkarserasi dan
strangulasi. Mungkin terjadi hernia geser yang mengandung sebagian
dinding kantong kemih. Hernia inguinalis lateralis menonjol dari perut
dilateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar
malalui dua pintu dan saluran yaitu anulus dan kanalis inguinalis. Pada
bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa

12
tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses
penurunan testis ke skrotum (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997).

D. Klasifikasi Hernia

a. Hernia secara umum


1. Hernia Internal yakni tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui
suatu lubang dalam rongga perut seperti foramen Winslow,
resesus retrosekalis atau defek dapatan pada mesentrium
umpamanya setelah anastomosis usus
2. Hernia eksternal yakni hernia yang menonjol keluar melalui
dinding perut, pinggang atau peritoneum

b. Hernia berdasarkan terjadinya


1. Hernia bawaan atau kongenital yakni didapat sejak lahir atau
sudah ada semenjak pertama kali lahir.
2. Hernia dapatan atau akuisita yang merupakan bukan bawaan
sejak lahir, tetapi hernia yang didapat setelah tumbuh dan
berkembang setelah lahir

c. Hernia menurut letaknya


1. Obturatorius
Yakni hernia melalui foramen obturatoria. Hernia ini berlangsung
4 tahap. Tahap pertama mula – mula tonjolan lemak
retroperitoneal masuk kedalam kanalis obturatoria. Tahap kedua
disusul oleh tonjolan peritoneum parietal. Tahap ketiga, kantong
hernianya mungkin diisi oleh lekuk usus. Dan tahap keempat
mengalami inkarserasi parsial, sering secara Ritcher atau total.
2. Epigastrika
Hernia ini juga disebut hernia linea alba yang merupakan hernia
yang keluar melalui defek dilinea alba antara umbilicus dan

13
processus xifoideus. Penderita sering mengeluh kurang enak
pada perut dan mual, mirip keluhan kelainan kandung empedu,
tukak peptic atau hernia hiatus esophagus.
3. Ventralis, adalah nama umum untuk semua hernia di dinding
perut bagian antero lateral seperti hernia sikatriks. Hernia sikatriks
merupakan penonjolan peritoneum melalui bekas luka operasi
yang baru maupun yang lama. Factor predisposisinya ialah infeksi
luka operasi, dehisensi luka, teknik penutupan luka operasi yang
kurang baik, jenis insisi, obesitas dan peninggian tekanan intra
abdomen.
4. Lumbalis
Didaerah lumbal antara iga XII dan Krista illiaca, ada dua buah
trigonum yaitu trigonum kostolumbalis superior (Grijnfelt)
berbentuk segitiga terbalik dan trigonum kostolumbalis inferior
atau trigonum illiolumbalis (petit) yang berbentuk segitiga. Pada
pemeriksaan fisik tampak dan teraba benjolan dipinggang tepi
bawah tulang rusuk XII (Grijnfelt) atau ditepi cranial dipanggul
dorsal.
5. Littre, hernia yang sangat jarang dijumpai, merupakan hernia
yang mengandung divertikulum Meckel (1809)
6. Spiegel, hernia interstitial dengan atau tanpa isinya melalui
fascia Spieghel.
7. Perienalis, merupakan tonjolan hernia pada peritoneum
melalui defek dasar panggul yang dapat secara primer pada
perempuan multipara atau sekunder setelah operasi melalui
perineum seperti prostatektomi atau resesi rectum secara
abdominoperienal.
8. Pantalon, merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis dan
medialis pada satu sisi. Kedua kantong hernia dipisah oleh vasa
epigastrika inferior sehingga berbentuk seperti celana.
9. Diafragma

14
10. Inguinalis
11.Umbilical, merupakan penonjolan yang mengandung isi
rongga perut yang masuk melalui cincin umbilicus akibat
peninggian tekanan intraabdomen. Hernia umbilikalis merupakan
hernia congenital pada umbilikus yang hanya tertutup peritoneum
dan kulit
12. Paraumbilical merupakan hernia melalui suatu celah di garis
tengah tepi cranial umbilical, jarang terjadi di tepi kaudalnya.
Penutupan secara spontan jarang terjadi sehingga umumnya
diperlukan operasi koreksi.
13.Femoralis yakni merupakan tonjolan di lipat paha yang muncul
terutama pada waktu melakukan kegiatan yang menaikkan
tekanan intraabdomen seperti mengangkat barang atau ketika
batuk. Pintu masuknya adalah annulus femoralis dan keluar
melalui fossa ovalis dilipatan paha. Batas – batas annulus
femoralis antara lain ligamentum inguinale di anterior, medial
ligamentum lacunare, posterior ramus superior ossis pubi dan
muskulus peknitus beserta fascia dan lateral m.illiopsoas beserta
fascia locus minoris resistennya fascia transversa yang menutupi
annulus femoralis yang disebut septum cloquetti

d. Hernia menurut sifatnya/secara klinik


1. Hernia reponibel
Disebut begitu jika isi Hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika
berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong
masuk, tidak ada keluhan nyeri.
2. Hernia ireponibel
Bila isi kantong tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Hernia
ini disebut juga hernia akreta dan tidak ada keluhan rasa nyeri
atau tanda sumbatan usus.

15
Hernia inkarserata atau hernia strangulate. Hernia inkarserata
berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali kedalam
rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase
atau vaskularisasi. Hernia strangulata terjadi gangguan
vaskularisasi, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari
bendungan sampai nekrosis (Syamsuhidayat dan Wim de Jong,
1997).
3. Hernia Ritcher, bila strangulasi hanya menjepit sebagian
dinding usus.

e. Hernia menurut jumlahnya


1. Hernia unilateral
2. Hernia duplek

f. Hernia menurut letak penonjolanya


1. Hernia inguinalis lateralis/indirek
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia lateralis karena
keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus
yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian
hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang,
menonjol keluar dari anulus inguinlais eksternus. Apabila hernia
ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skortum, ini disebut hernia
skortalis. Kantong hernia berada didalam muskulus kremaster
terletak anteromedial terhadap vas deferent dan struktur lain
dalam tali sperma
2. Hernia inguinalis medialis/direk
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis,
menonjol langsung kedepan melalui segitiga Hesselbach, daerah
yang dibatasi oleh ligamentum inguinale.

16
E. Diagnosis

a. Anamnesis

Anamnesis yang terarah sangat membantu dalam menegakkan


diagnosis. Uraian lebih lanjut tentang keluhan utama, misalnya
bagaimana sifat keluhan, dimana lokasi dan kemana penjalarannya,
bagaimana awal serangan dan urutan kejadiannya, adanya faktor yang
memperberat dan memperingan keluhan, adanya keluhan lain yang
berhubungan perlu ditanyakan dalam diagnosis. Gejala dan tanda klinik
hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia reponibel
keluhan satu- satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul
pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengejan, dan menghilang
setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya
dirasakan didaerah epigastrium atau para umbilical berupa nyeri visceral
karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus
masuk kedalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah
baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau srangulasi karena
nekrosis atau gangren ( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997 ).
Pasien sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada daerah inguinal,
dan dapat dihilangkan dengan reposisi manual kedalam kavitas
peritonealis. Tetapi dengan berdiri atau terutama dengan gerak badan,
maka biasanya hernia muncul lagi ( Sabiston, 1994 ).

b. Pemeriksaan fisik

Semua hernia mempunyai tiga bagian yaitu kantong, isi dan bungkusnya.
Semua ini tergantung pada letak hernia, isi kantong hernia omentum
yang terbanyak ditemukan. Kemudian ileum, jejunum, dan sigmoid.
Appendiks bagian – bagian lain dari kolon, lambung, dan bahkan hepar
pernah dilaporkan terdapat di dalam kantong hernia yang besar.
Omentum teraba relative bersifat plastis dan sedikit noduler. Usus bisa

17
dicurigai apabila kantong teraba halus dan tegang seperti hydrocele,
tetapi tidak tembus cahaya. Kadang – kadang pemeriksa bisa merasakan
gas bergerak didalam lengkung usus atau dengan auskultasi bisa
menunjukkan peristaltik. Lengkung usus yang berisi gas akan tympani
pada perkusi (Dunphy dan Botsford, 1980). Dalam keadaan penderita
berdiri gaya berat akan rnenyebabkan hernia lebih mudah dilihat dan
pemeriksaan pada penderita dalam keadaan berdiri dapat dilakukan
dengan lebih menyeluruh. Dengan kedudukan penderita berbaring akan
lebih mudah melakukan pemeriksaan raba. Andaikata terdapat hernia,
lebih mudah dapat melakukan reposisi dan sisa pemeriksaan (perut dan
tungkai) lebih mudah dilakukan.

1. Inspeksi
Pembengkakan yang timbul mulai dari regio inguinalis dan mencapai
labium majus atau sampai dasar skrotum, selalu merupakan hernia
inguinalis lateralis. Kalau tidak ada pembengkakan yang dapat kila
lihat, penderita disuruh batuk. Kalau pembengkakan yang kemudian
terlihat kemudian berada di atas lipatan inguinal dan berjalan miring
dan lateral atas menuju ke medial bawah, maka pembengkakan
tersebut adalah hernia inguinalis lateralis. Tetapi kalau
pembengkakan itu kelihatannya langsung muncul ke depan, maka
kita berhadapan dengan hernia inguinalis medialis.
2. Palpasi
Dapat untuk menentukan macam hernianya. Untuk memeriksa
pelipatan paha kiri digunakan tangan kiri, pelipatan paha kanan
dipakai tangan kanan. Caranya:
• Zieman’s test : Jari ke 2 diletakkan diatas annulus internus
( terletak diatas ligamentum inguinale pada pertengahan SIAS
dan tuberkulum pubikum ). Jari ke 3 diletakkan diatas annulus
eksternus ( terletak diatas ligamentum inguinale sebelah
lateral tuberkulum pubikum ). Jari ke 4 diletakkan diatas fossa
ovalis ( terletak dibawah ligamentum inguinale disebelah

18
medial dari a. femoralis ). Lalu penderita disuruh batuk atau
mengejan, bila terdapat hernia akan terasa impulse atau
dorongan pada ujung jari pemeriksa. Teknik ini dikerjakan bila
tidak didapatkan benjolan yang jelas.

• Thaab test: Teknik ini dilakukan bila benjolannya jelas.


Benjolan dipegang diantara ibu jari dan jari lain, kemudian cari
batas atas dari benjolan tersebut. Bila batas atas dapat
ditentukan, berarti benjolan berdiri sendiri dan tiak ada
hubungan dengan kanalis inguinalis ( jadi bukan merupakan
suatu kantong hernia). Bila batas atas tidak dapat ditentukan
berarti benjolan itu merupakan kantong yang ada
kelanjutannya dengan kanalis inguinalis), selanjutnya pegang
leher benjolan ini dan suruh penderita batuk untuk merasakan
impulse pada tangan yang memegang benjolan itu.

• Finger test: Gunakan tangan kanan untuk hernia sisi kanan,


pakai tangan kiri untuk hernia sisi kiri. Dengan jari kelingking
kulit scrotum diinvaginasikan, jari tersebut digeser sampai
kuku berada diatas spermatic cord dan permukaan volar jari
menghadap ke dinding ventral scrotum. Dengan menyusuri
spermatic cord kearah proksimal maka akan terasa jari
tersebut masuk melalui annulus eksternus, dengan demikian
dapat dipastikan selanjutnya akan berada dalam kanalis
inguinalis. Bila terdapat hernia inguinalis lateralis, terasa
impulse pada ujung jari, bila hernia inguinalis medialis maka
teraba dorongan pada bagian samping jari.

3. Perkusi
Bila isinya gas pada usus akan terdengar bunyi timpani.

19
4. Auskultasi
Terdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka kemungkinan isi
hernia berupa omentum. Auskultasi juga bisa untuk mengetahui
derajat obstruksi usus (Kendarto Darmokusurno, 1993).

c. Pemeriksaan penunjang
1. Herniografi
Dalam teknik ini, 50—80 ml medium kontras iodin positif di masukkan
dalam wadah peritoneal dengan menggunakan jarum yang lembut.
Pasien berbaring dengan kepala terangkat dan membentuk sudut
kira- kira 25 derajat. Tempat yang kontras di daerah inguinalis yang
diam atau bergerak dari sisi satu ke sisi lain akan mendorong
terwujudnya kolam kecil pada daerah inguinal. Tiga fossa inguinal
adalah suprapubik, medial dan lateral. Pada umumnya fossa
inguinal tidak mcncapai ke seberang pinggir tulang pinggang agak ke
tengah dan dinding inguinal posterior. Hernia tak langsung muncul
dari fossa lateral yang menonjol dari fossa medial atau hernia
langsung medial yang menonjol dari fossa suprapubik.
2. Ultrasonografi
Teknik ini dipakai pada perbedaan gumpalan dalam segitiga femoral.
3. Tomografi komputer
Dengan teknik ini mungkin sedikit kasus hernia dapat dideteksi.
(Cuschieri dan Giles, 1988).

F. Diagnosis banding

Diagnosis banding hernia inguinalis antara lain:

a. Hernia femoralis
Pada hernia inguinalis, leher hernia terletak diatas dan medial terhadap
ujung ligamentum. Pada hernia femoralis, leher hernia terletak dibawah

20
dan lateral terhadap ujung medial ligamentum inguinale dan tuberkulum
pubikum.

b. Nodes lymph inguinal


Saat nodes lymph inguinal memungkinkan untuk muncul, mungkin
penyakit ini hampir tidak dapat dibedakan dari hernia femoral, tapi
penyakit ini biasanya berada di bawah ikatan sendi tulang inguinal.

c. Hydrocele dari saluran Nuck


Ini muncul sebagai sebuah pembengkakan yang keras kista, dan tidak
dapat diperkecil di lingkaran superfisial dari seorang perempuan muda,
dan sebuah kista yang menggantikan distal di sepanjang ikatan sendi
tulang. Sebuah testis yang tidak sepenuhnya diturunkan yang berasal
dari lingkaran eksternal. Sebuah hernia biasanya muncul (Dudley
danWaxman, 1989).

G. Penatalaksanaan

a. Konservatif

Pengobatan konservatif bukan merupakan tindakan definitif sehingga


dapat kambuh lagi.

1. Reposisi
Suatu usaha atau tindakan untuk memasukkan atau mengembalikan
isi hernia ke dalam cavum peritoneum atau abdomen secara hati-hati
dan dengan tekanan yang lembut dan pasti. Reposisi ini dilakukan
pada hernia inguinalis yang reponibel dengan cara memakai kedua
tangan. Tangan yang satu memegang lekuk yang sesuai dengan
pintunya (leher hernia diraba secara hati-hati, pintu dilebarkan),
sedangkan tangan yang lainnya memasukkan isi hernia melalui pintu
tersebut. Reposisi ini kadang dilakukan pada hernia inguinalis

21
irreponibel pada pasien yang takut operasi. Caranya, bagian hernia
dikompres dingin, penderita diberi penenang valium 10 ml supaya
pasien tidur, posisi tidur trendelenberg. Hal ini rnemudahkan
memasukkan isi hernianya. Jika gagal tidak boleh dipaksakan, lebih
baik dilakukan operasi pada hari berikutnya.

2. Suntikan
Dilakukan setelah reposisi berhasil. Dengan rnenyuntikkan cairan
sklerotik berupa alkohol atau kinin di daerah sekitar hernia,
rnenyebabkan pintu hernia mengalami sklerosis atau penyempitan,
sehingga isi hernia tidak akan keluar lagi dari cavum peritonei.

3. Sabuk hernia
Sabuk ini diberikan pada pasien dengan pintu hernia yang rnasih kecil
dan menolak dilakukan operasi (Kendarto Darmokusumo, 1993).
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia
yang telah di reposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga
harus dipakai seumur hidup.

b. Operatif

Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia


inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis
ditegakkan (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997).

Indikasi diadakan operasi:

1. Hernia inguinalis yang mengalami inkarserata, meskipun keadaan


umum jelek.

2. Hernia reponibel pada bayi dengan umur lebih dari 6 bulan atau berat
badan lebih dari 6 kilogram. Jalannya operasi menggunakan obat

22
anastesi lokal berupa procain dengan dosis rnaksimum 200 cc
(Kendarto Darmokusumo, 1993). Jika digunakan anastesi lokal,
digarnbarkan incisi berbentuk belah ketupat dan diberikan kira-kira 60
ml xylocain 0,5 persen dengan epinefrin (Sabiston, 1997).

Operasi hernia ada 3 tahap

1. Herniotomy yaitu membuka dan memotong kantong hernia serta


mengembalikan isi ke cavum abdominalis.

2. Herniorafi yaitu mulai dari mengikat leher hernia dan


menggantungkannya pada conjoint tendon.

3. Hernioplasty yaitu memberi kekuatan pada dinding perut dan


menghilangkan locus minnoris resistentiae.

Operasi pada hernia inguinalis lateralis

Irisan kulit pada hernia inguinalis ini disebut inguinal incision, dua jari
cranial dan sejajar ligamentum inguinale mulai dari pertengahan. Dan ini
sesuai dengan anulus inguinalis internus. Panjang irisan tergantung dari
besarnya hernia (tergantung kebutuhan), biasanya 5-8 cm. Pada
anastesi lokal dilakukan infiltrasi procain kurang lebih tidak melebihi 20
cc. Setelah kulit dibuka, subkutis dan jaringan lemak disiangi sampai
tampak aponeurosis muskulus obliqus eksternus yang merupakan
dinding depan kanalis inguinalis. Kira-kira 2 cm cranial ligamentun
inguinale. Irisan ke medial sampai membuka anulus inguinalis
eksternus.

Di dalam kanalis inguinalis terdapat funiculus spermaticus dibungkus


muskulus cremaster. Otot ini disiangi sampai funikulus spermaticus
kelihatan. Funiculus dibersihkan atau dicanthol sampai ke lateral dengan
kain kasa, dan kantong peritoneum akan timbul di sebelah
caudomedialnya. Kantong ini dijepit dengan dua buah pinset sirurgik dan

23
diangkat, kemudian dibuka dengan memperhatikan agar isi hernia
(usus) tidak terpotong. Kantong yang terbuka lalu dijepit dengan klem
Mickuliks sehingga usus tampak jelas. Kemudian usus dikembalikan ke
cavum abdominalis dengan rnelebarkan irisan pada kantong ke
proksimal sampai leher hernia. Sisa kantong sebelah distal dibiarkan
dalam skrotum pada hernia yang besar (karena bisa menimbulkan
banyak pendarahan), sedang hernia yang kecil sisa kantong tersebut
dibuang. Kemudian leher dijahit ikat. Puntung ini kemudian ditanamkan
di bawah conjoint tendon dan digantungkan. Selanjutnya karena locus
minoris resistantiae masih ada, perlu dilakukan hernioplasty (Kendarto
Darmokusumo, 1993).

Hernioplasty ada bermacarn-macam menurut kebutuhannya:

1. Ferguson

Yaitu funiculus spermaticus ditaruh di sebelah dorsal dari musculus


obliqus externus dan internus abdominis dan muskulus obliqus
internus dan transversus dijahitkan pada ligamenturn inguinale dan
meletakkan funiculus spermaticus di dorsal, kemudian aponeurosis
muskulus obliqus externus dijahit kembali sehingga tidak ada lagi
kanalis inguinalis.

2. Bassini

Muskulus obliqus internus dan muskulus transversus abdominis


dijahitkan pada ligamentum inguinale. Funikulus spermaticus
diletakkan ventral dari muskulus tadi tetapi dorsal dari aponeurosis
muskulus obliqus eksternus sehingga kanalis inguinalis kedua
muskuli tadi memperkuat dinding belakang dari kanalis inguinalis,
sehingga locus minoris resistantiae hilang.

24
3. Halstedt

Di lakukan untuk memperkuat atau menghilangkan locus minonis


resistentiae. Ketiga muskulus, muskulus obliqus eksternus
abdominis, muskulus obliqus internus abdominis, muskulus obliqus
transversus abdominis, funikulus spermatikus diletakkan di sub
kutis (Kendarto Darmokusumo, I 993).

4. Shouldice

Membuka lantai inguinalis dan mengimbrikasi fascia transversalis


dengan teknik jahitan kontinyu (Sabiston, 1994).

Operasi pada hernia inguinalis medialis

Herniotomy pada hernia inguinalis medialis sama dengan teknik


operasi hernia inguinalis lateralis. Hernioplasty di sini memperkuat
daerah medial dan anulus inguinalis eksternus. Hernioplasty dikerjakan
dengan cara Mc. Vay. yaitu menarik muskulus obliqus abdominis
internus dan muskulus transversus abdominis, serta conjoint tendon
lalu dijahitkan pada ligamentum cowperi atau pectineum lewat sebelah
dorsal dari ligamentum inguinale.

H. Komplikasi dan prognosis

a. Komplikasi

Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia.
Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel,
ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar atau terdiri dan omenturn,
organ ekstra peritoneal (hernia geser atau hernia akreta). Disini tidak
timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia

25
tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang
menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana.

Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia richter.
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi
hernia. Pada pemulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem
organ atau struktur didalam hernia dan transudasi kedalam kantong
hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin
bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi
hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat berupa
serosanguinus. Kalau isi hernis terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi
yang dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi
hubungan dengan rongga perut (Syamsuhidayat dan Wim de Jong,
1998).

Pada pasien dewasa. tingkat komplikasi dari herniorafi inguinal yang


terbuka berbeda antara 1% sampai 26% dengan banyak laporan yang
tersusun dari 7% sampai I 2%. Kira-kira 700 ribu herniorafi inguinal yang
terjadi setiap tahunnya, komplikasi yang muncul kira-kira 10% dari orang-
orang ini memiliki sebuah masalah yang cukup besar (Sabiston dan
Lyerly, 1997).

Infeksi luka merupakan masalah yang sering dihadapi. Sebuah infeksi


yang lebih dalam dapat berdampak dalarn kernunculan kembali hernia.
Kandung kemih dapat luka dengan cara saat dasar saluran inguinal
dibentuk kembali dan dilakukan untuk hernia pangkal paha. Jika rnungkin
melukai testis, vasdeferens, pembuluh darah atau syaraf’ illiohypogastrik,
illioinguinal (Schawrtz dan Shires, 1988).

Komplikasi intra operatif meliputi rnelukai atau pembedahan struktur


sperma, luka vaskular mernproduksi pendarahan, mengganasnya sakit
atau pengharnbatan syaraf-syaraf, luka visceral (biasanya perut atau

26
kandung kemih). Komplikasi sistemik setelah operasi berhubungan
dengan suatu prosedur khusus dalam kemunculannya.

b. Prognosis

Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi
kantong hernia (Kendarto Darmokusumo, 1993). Prognosis baik jika
infeksi luka, obstruksi usus segera ditangani.

Penyulit pasca bedah seperti nyeri pasca herniorafi, atrofi testis, dan
rekurensi hernia umumnya dapat diatasi (Cameron, 1997)

27
BAB III

KESIMPULAN

Sebuah hernia inguinal merupakan benjolan dari isi intra abdominal dalam
saluran inguinal. Bentuk yang menonjol tertutup oleh sebuah lapisan dari
peritoneum, menyebabkan sebuah kerusakan pada dasar saluran inguinal. Saat
kerusakan ini muncul secara lateral terhadap pembuluh darah epigastrik yang
dalarn, ini diklasifikasikan sebagai sebuah hernia inguinal tak langsung, saat
benjolan ini berada di tengah pembuluh darah, maka disebut sebuah hernia inguinal
langsung. Berikut ini adalah beberapa poin dari perbedaan dalam diagnosis:
1. Hernia inguinal langsung, biasanya muncul setelah usia 40 tahun dan
berbentuk berdiri atau menegang. Biasanya dapat dengan mudah dan cepat
berkurang sendiri.
2. Sebuah hernia yang lebih panjang dari lebarnya sering berupa hernia tak
langsung.
3. Seseorang yang telah berusia lanjut dengan integritas lapisan yang lemah
sering menderita hernia langsung (Nardi dan Zuidema, 1982).

Pada hernia inguinalis lateralis secara normal kantong peritoneum


terobliterasi sehingga kanalis inguinalis hanya akan terisi funikulus spermatikus
pada laki-laki dan ligamentum rotundum pada wanita. Jika terjadi kegagalan
obliterasi isi rongga peritoneum dapat memasuki kanalis inguinalis melalui cincin
inguinal (Mc. Dermott, 1990). Sedangkan pada hernia inguinalis medialis umumnya
bilateral, jarang mengalarni inkarserasi dan strangulasi (Syarnsuhidayat dan Wirn de
Jong, 1998).

Hernia inguinalis timbul paling sering pada pria dan lebih sering pada sisi
kanan dibandingkan sisi kiri. Peningkatan tekanan intra abdomen akibat berbagai
sebab, yang mencakup pengejanan mendadak, gerak badan yang terlalu aktif,
obesitas, batuk menahun, ascites. Mengejan pada waktu buang air besar,

28
keharnilan dan adanya masa abdomen yang besar merupakan predisposisi ke
perkembangan hernia inguinalis (Sabiston, 1994).

Sebagian besar hernia inguinalis adalah asimptomatik, dan kebanyakan


ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada anulus
inguinalis superfisialis, atau suatu kantong setinggi anulus inguinalis profundus.
Yang terakhir dibuat terasa lebih menonjol bila pasien batuk. Salah satu tanda
pertama hernia adalah adanya masa dalam daerah inguinalis manapun atau bagian
atas skrotum (Sabiston, 1994).

Pada bayi dan anak adanya benjolan yang hilang timbul di lipat paha
biasanya di ketahui oleh orang tua. Jika hernia menganggu dan anak atau bayi
sering gelisah, banyak menangis dan kadang perut kembung, harus dipikirkan
kemungkinan hernia strangulata ( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997). Pasien
juga melaporkan adanya benjolan yang hilang di pagi hari tetapi menjadi semakin
besar pada siang hari. Lebih jarang pasien datang dengan onset akut gejala yang
parah, terutama setelah aktifitas mendadak atau mengejan.

Sebuah hernia inguinalis tidak pernah sembuh dengan sendirinya, dan jika
simptomatik maka cenderung memberat. Walaupun pasien dapat merasakan
semakin kecilnya gangguan dengan berjalannya waktu terutama dengan perubahan
aktifitas, gejala cenderung meningkat (Cameron, 1997).

Faktor - fakrtor yang paling penting dalam penanganan yang baik untuk
hernia inguinalis adalah penanganan yang sesuai dari dasar saluran inguinal,
dengan perkiraan fascia transversalis dan penutupan yang baik dari lingkaran
internal (Nardi dan Zuidena, 1982).

29
DAFTAR PUSTAKA

Cuscheri, A, M. D, Ch. M, F. R. C. S, and Giles, G. R, M. D, F. R. C. S, and Moosa,


(1998), Essentials Surgical Practise, 2nd ed.1, 263, Departement of Surgery,
St. James University Hospital, London.

Cameron, J. L, (1997), Terapi Bedah Mutakhir, edisi IV, 709- 713, Binarupa Aksara,
Jakarta.

Dunphy, J.E, M.D, F.A.C.S. dan Botsford, M.D, F.A.C.S, (1980), Pemeriksaan Fisik
Bedah, edisi ke-4, 145-146, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta.

Dudley and Waxmann, (1989), Scott; An Aid to Clinical Surgery, 4nd ed, 247,
Longman Singapore Publisher Ltd, Singapore.

Darmokusumo, K, (1993), Buku Pegangan Kuliah Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran,


Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.

Kuijjer, P. J, prof. Dr, (1991), Kapita Selekta Pemeriksaan Bedah, cetakan IV, 62-
66, EGC, Jakarta.

Schwartz, and Shires, and Spencer, (1988), Principles of Surgery, 4nd ed, 1543, Mc.
Graw Hill Book Company, Singapore.

Sabiston (1994), Buku Ajar Bedah, bagian 2, 228- 230, EGC, Jakarta.

Sabiston and Lyerly, (1997), Text Book of Surgery The Biological Basis of Modern
Surgical Practice, 15nd ed, 1.219- 1.232, W. B, Saunders Company,
London.

Syamsuhidayat, R, and Wim de Jong, (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi,
706- 710, EGC, Jakarta.

30
31
32

You might also like