Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hernia inguinalis adalah salah satu masalah yang paling sering di jumpai
oleh ahli bedah umum. Hernia inguinalis pertama kali di temukan dalam tulisan
pada lebih dari 3.500 tahun yang lalu, dan perawatan bedah di lakukan
sekurangnya pada 2.000 tahun yang lalu. Terdapat banyak teori tentang etiologi
dan jumlah deskripsi anatomi, yang menghasilkan berbagai cara reparasi. Hernia
inguinalis adalah kegagalan dari lantai kanalis inguinalis. Ini diekspresikan
sebagai cincin internal yang berdilatasi pada hernia indirek atau sebagai
kelemahan dan penipisan difus pada hernia direk (Cameron, 1997).
4
Halsted, yang tidak menyadari penemuan Bassini sejak dipublikasi
dalam jurnal Italia yang tak terkenal, secara bebas menggambarkan tindakan
serupa pada tahun 1889. tindakan Halsted juga terdiri dari penjahitan fasia
oblikus internus dan transverses abdominis keligamentum inguinale. Dalam
tidakan pertamanya, halsted mentransplantasi funikulus spermatikus diatas
penutupan fasia oblikus eksternus (Halsted I). Kemudian Halsted melakukan
tindakan yang sama, tetapi memungkinkan funikulus spermatikus tetap dalam
posisi normalnya dibawah fasia oblikus eksternus (Halsted II). Tindakan Bassini
dan Halsted menampilkan kemajuan besar dan zaman penatalaksanaan bedah
yang luas dari hernia inguinalis dimulai. (Sabiston,1994).
5
vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia,
tetapi diperlukan faktor lain seperti anulus inguinalis yang cukup besar, tekanan
intra abdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hypertropi
prostate, konstipasi, dan ascites sering disertai hernia inguinalis.
B. Tujuan penulisan
Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian akhir di Ilmu Bedah.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
7
abdominis internus. Kanal berisi tali sperma pada pria, dan ligamentum
rotundum pada wanita ( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997 ).
8
• lateral : vasa epigastrica inferior
• medial : tepi lateral musculus rectus abdominis
( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997 ).
B. Fisiologi
C. Hernia inguinalis
9
serta menganjurkan tidak perlu dilakukan pemotongan testis pada
operasi hernia. Awal abad 18 sampai abad 19 dapat diterangkan dan
didefinisikan anatomi regio inguinalis secara tepat dan jelas.
c. Definisi
d. Etiologi
10
Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk
hernia pada annulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui
oleh kantong dan isi hernia. Disamping itu diperlukan pula faktor yang
dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup
lebar tersebut. Pada orang sehat ada tiga mekanisme yang dapat
mencegah terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang
berjalan miring, adanya struktur muskulus oblliqus internus abdominis
yang menutupi annulus inguinalis internus ketika berkontraksi, dan
adanya fascia transversa yang kuat menutupi trigonum hasselbach yang
umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat
menyebabkan hernia. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah
adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam
rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia
( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997 ).
Adapun faktor – faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap insidensi
hernia inguinalis adalah sebagai berikut :
1. Hereditas
Menurut macready (Cit. Watson, 1948) hernia lebih sering terjadi
pada penderita yang mempunyai orang tua, kakak atau nenek
dengan riwayat hernia inguinalis.
2. Jenis kelamin
Hernia inguinalis jauh lebih banyak dijumpai pada laki – laki
dibanding pada wanita (9:1) (Watson, 1948). Hernia pada laki –
laki 95% adalah jenis inguinalis, sedangkan pada wanita 45-50%.
Perbedaan prevalensi ini di sebabkan karena ukuran ligamentum
rotundum, dan prosentase obliterasi dari processus vaginalis
testis lebih kecil dibanding obliterasi kanalis nuck.
3. Umur
Banyak terjadi pada umur di bawah 1 tahun, oleh macready (Cit.
Watson, 1948) disebutkan 17,5% anak laki – laki dan 9,16% anak
perempuan mempunyai hernia. Tendensi hernia meningkat sesuai
11
dengan meningkatnya aktifitas, sekitar umur 26 – 50 tahun
insidensi menurun dan setelah umur diatas 50 tahun insidensi
meningkat lagi oleh karena menurunnya kondisi fisik.
4. Konstitusi atau keadaan badan
Banyaknya lemak preperitoneal akan mendesak dinding abdomen
dan menimbulkan lokus minoris atau kelemahan – kelemahan otot
serta terjadi relaksasi dari anulus.
Bila lemak menginfiltrasi ke omentum dan mesenterium akan
mengurangi volume rongga abdomen sehingga terjadi
peningkatan tekanan intra abdomen (Kendarto Darmokusumo,
1993).
Kelahiran prematur dan berat lahir yang kecil dianggap sebagai
faktor yang memiliki resiko yang besar untuk menyebabkan
hernia. Cacat bawaan, seperti kelainan pelvic atau ekstrosi pada
kandung kemih, dapat menyebabkan kerusakan pada saaluran
inguinal tak langsung. Hal yang jarang terjadi kelainanan bawaan
atau cacat collagen dapat menyebabkan tumbuhnya hernia
inguinal langsung (Sabiston dan Lyerly, 1997).
e. Patofisiologi
12
tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses
penurunan testis ke skrotum (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997).
D. Klasifikasi Hernia
13
processus xifoideus. Penderita sering mengeluh kurang enak
pada perut dan mual, mirip keluhan kelainan kandung empedu,
tukak peptic atau hernia hiatus esophagus.
3. Ventralis, adalah nama umum untuk semua hernia di dinding
perut bagian antero lateral seperti hernia sikatriks. Hernia sikatriks
merupakan penonjolan peritoneum melalui bekas luka operasi
yang baru maupun yang lama. Factor predisposisinya ialah infeksi
luka operasi, dehisensi luka, teknik penutupan luka operasi yang
kurang baik, jenis insisi, obesitas dan peninggian tekanan intra
abdomen.
4. Lumbalis
Didaerah lumbal antara iga XII dan Krista illiaca, ada dua buah
trigonum yaitu trigonum kostolumbalis superior (Grijnfelt)
berbentuk segitiga terbalik dan trigonum kostolumbalis inferior
atau trigonum illiolumbalis (petit) yang berbentuk segitiga. Pada
pemeriksaan fisik tampak dan teraba benjolan dipinggang tepi
bawah tulang rusuk XII (Grijnfelt) atau ditepi cranial dipanggul
dorsal.
5. Littre, hernia yang sangat jarang dijumpai, merupakan hernia
yang mengandung divertikulum Meckel (1809)
6. Spiegel, hernia interstitial dengan atau tanpa isinya melalui
fascia Spieghel.
7. Perienalis, merupakan tonjolan hernia pada peritoneum
melalui defek dasar panggul yang dapat secara primer pada
perempuan multipara atau sekunder setelah operasi melalui
perineum seperti prostatektomi atau resesi rectum secara
abdominoperienal.
8. Pantalon, merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis dan
medialis pada satu sisi. Kedua kantong hernia dipisah oleh vasa
epigastrika inferior sehingga berbentuk seperti celana.
9. Diafragma
14
10. Inguinalis
11.Umbilical, merupakan penonjolan yang mengandung isi
rongga perut yang masuk melalui cincin umbilicus akibat
peninggian tekanan intraabdomen. Hernia umbilikalis merupakan
hernia congenital pada umbilikus yang hanya tertutup peritoneum
dan kulit
12. Paraumbilical merupakan hernia melalui suatu celah di garis
tengah tepi cranial umbilical, jarang terjadi di tepi kaudalnya.
Penutupan secara spontan jarang terjadi sehingga umumnya
diperlukan operasi koreksi.
13.Femoralis yakni merupakan tonjolan di lipat paha yang muncul
terutama pada waktu melakukan kegiatan yang menaikkan
tekanan intraabdomen seperti mengangkat barang atau ketika
batuk. Pintu masuknya adalah annulus femoralis dan keluar
melalui fossa ovalis dilipatan paha. Batas – batas annulus
femoralis antara lain ligamentum inguinale di anterior, medial
ligamentum lacunare, posterior ramus superior ossis pubi dan
muskulus peknitus beserta fascia dan lateral m.illiopsoas beserta
fascia locus minoris resistennya fascia transversa yang menutupi
annulus femoralis yang disebut septum cloquetti
15
Hernia inkarserata atau hernia strangulate. Hernia inkarserata
berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali kedalam
rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase
atau vaskularisasi. Hernia strangulata terjadi gangguan
vaskularisasi, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari
bendungan sampai nekrosis (Syamsuhidayat dan Wim de Jong,
1997).
3. Hernia Ritcher, bila strangulasi hanya menjepit sebagian
dinding usus.
16
E. Diagnosis
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
Semua hernia mempunyai tiga bagian yaitu kantong, isi dan bungkusnya.
Semua ini tergantung pada letak hernia, isi kantong hernia omentum
yang terbanyak ditemukan. Kemudian ileum, jejunum, dan sigmoid.
Appendiks bagian – bagian lain dari kolon, lambung, dan bahkan hepar
pernah dilaporkan terdapat di dalam kantong hernia yang besar.
Omentum teraba relative bersifat plastis dan sedikit noduler. Usus bisa
17
dicurigai apabila kantong teraba halus dan tegang seperti hydrocele,
tetapi tidak tembus cahaya. Kadang – kadang pemeriksa bisa merasakan
gas bergerak didalam lengkung usus atau dengan auskultasi bisa
menunjukkan peristaltik. Lengkung usus yang berisi gas akan tympani
pada perkusi (Dunphy dan Botsford, 1980). Dalam keadaan penderita
berdiri gaya berat akan rnenyebabkan hernia lebih mudah dilihat dan
pemeriksaan pada penderita dalam keadaan berdiri dapat dilakukan
dengan lebih menyeluruh. Dengan kedudukan penderita berbaring akan
lebih mudah melakukan pemeriksaan raba. Andaikata terdapat hernia,
lebih mudah dapat melakukan reposisi dan sisa pemeriksaan (perut dan
tungkai) lebih mudah dilakukan.
1. Inspeksi
Pembengkakan yang timbul mulai dari regio inguinalis dan mencapai
labium majus atau sampai dasar skrotum, selalu merupakan hernia
inguinalis lateralis. Kalau tidak ada pembengkakan yang dapat kila
lihat, penderita disuruh batuk. Kalau pembengkakan yang kemudian
terlihat kemudian berada di atas lipatan inguinal dan berjalan miring
dan lateral atas menuju ke medial bawah, maka pembengkakan
tersebut adalah hernia inguinalis lateralis. Tetapi kalau
pembengkakan itu kelihatannya langsung muncul ke depan, maka
kita berhadapan dengan hernia inguinalis medialis.
2. Palpasi
Dapat untuk menentukan macam hernianya. Untuk memeriksa
pelipatan paha kiri digunakan tangan kiri, pelipatan paha kanan
dipakai tangan kanan. Caranya:
• Zieman’s test : Jari ke 2 diletakkan diatas annulus internus
( terletak diatas ligamentum inguinale pada pertengahan SIAS
dan tuberkulum pubikum ). Jari ke 3 diletakkan diatas annulus
eksternus ( terletak diatas ligamentum inguinale sebelah
lateral tuberkulum pubikum ). Jari ke 4 diletakkan diatas fossa
ovalis ( terletak dibawah ligamentum inguinale disebelah
18
medial dari a. femoralis ). Lalu penderita disuruh batuk atau
mengejan, bila terdapat hernia akan terasa impulse atau
dorongan pada ujung jari pemeriksa. Teknik ini dikerjakan bila
tidak didapatkan benjolan yang jelas.
3. Perkusi
Bila isinya gas pada usus akan terdengar bunyi timpani.
19
4. Auskultasi
Terdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka kemungkinan isi
hernia berupa omentum. Auskultasi juga bisa untuk mengetahui
derajat obstruksi usus (Kendarto Darmokusurno, 1993).
c. Pemeriksaan penunjang
1. Herniografi
Dalam teknik ini, 50—80 ml medium kontras iodin positif di masukkan
dalam wadah peritoneal dengan menggunakan jarum yang lembut.
Pasien berbaring dengan kepala terangkat dan membentuk sudut
kira- kira 25 derajat. Tempat yang kontras di daerah inguinalis yang
diam atau bergerak dari sisi satu ke sisi lain akan mendorong
terwujudnya kolam kecil pada daerah inguinal. Tiga fossa inguinal
adalah suprapubik, medial dan lateral. Pada umumnya fossa
inguinal tidak mcncapai ke seberang pinggir tulang pinggang agak ke
tengah dan dinding inguinal posterior. Hernia tak langsung muncul
dari fossa lateral yang menonjol dari fossa medial atau hernia
langsung medial yang menonjol dari fossa suprapubik.
2. Ultrasonografi
Teknik ini dipakai pada perbedaan gumpalan dalam segitiga femoral.
3. Tomografi komputer
Dengan teknik ini mungkin sedikit kasus hernia dapat dideteksi.
(Cuschieri dan Giles, 1988).
F. Diagnosis banding
a. Hernia femoralis
Pada hernia inguinalis, leher hernia terletak diatas dan medial terhadap
ujung ligamentum. Pada hernia femoralis, leher hernia terletak dibawah
20
dan lateral terhadap ujung medial ligamentum inguinale dan tuberkulum
pubikum.
G. Penatalaksanaan
a. Konservatif
1. Reposisi
Suatu usaha atau tindakan untuk memasukkan atau mengembalikan
isi hernia ke dalam cavum peritoneum atau abdomen secara hati-hati
dan dengan tekanan yang lembut dan pasti. Reposisi ini dilakukan
pada hernia inguinalis yang reponibel dengan cara memakai kedua
tangan. Tangan yang satu memegang lekuk yang sesuai dengan
pintunya (leher hernia diraba secara hati-hati, pintu dilebarkan),
sedangkan tangan yang lainnya memasukkan isi hernia melalui pintu
tersebut. Reposisi ini kadang dilakukan pada hernia inguinalis
21
irreponibel pada pasien yang takut operasi. Caranya, bagian hernia
dikompres dingin, penderita diberi penenang valium 10 ml supaya
pasien tidur, posisi tidur trendelenberg. Hal ini rnemudahkan
memasukkan isi hernianya. Jika gagal tidak boleh dipaksakan, lebih
baik dilakukan operasi pada hari berikutnya.
2. Suntikan
Dilakukan setelah reposisi berhasil. Dengan rnenyuntikkan cairan
sklerotik berupa alkohol atau kinin di daerah sekitar hernia,
rnenyebabkan pintu hernia mengalami sklerosis atau penyempitan,
sehingga isi hernia tidak akan keluar lagi dari cavum peritonei.
3. Sabuk hernia
Sabuk ini diberikan pada pasien dengan pintu hernia yang rnasih kecil
dan menolak dilakukan operasi (Kendarto Darmokusumo, 1993).
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia
yang telah di reposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga
harus dipakai seumur hidup.
b. Operatif
2. Hernia reponibel pada bayi dengan umur lebih dari 6 bulan atau berat
badan lebih dari 6 kilogram. Jalannya operasi menggunakan obat
22
anastesi lokal berupa procain dengan dosis rnaksimum 200 cc
(Kendarto Darmokusumo, 1993). Jika digunakan anastesi lokal,
digarnbarkan incisi berbentuk belah ketupat dan diberikan kira-kira 60
ml xylocain 0,5 persen dengan epinefrin (Sabiston, 1997).
Irisan kulit pada hernia inguinalis ini disebut inguinal incision, dua jari
cranial dan sejajar ligamentum inguinale mulai dari pertengahan. Dan ini
sesuai dengan anulus inguinalis internus. Panjang irisan tergantung dari
besarnya hernia (tergantung kebutuhan), biasanya 5-8 cm. Pada
anastesi lokal dilakukan infiltrasi procain kurang lebih tidak melebihi 20
cc. Setelah kulit dibuka, subkutis dan jaringan lemak disiangi sampai
tampak aponeurosis muskulus obliqus eksternus yang merupakan
dinding depan kanalis inguinalis. Kira-kira 2 cm cranial ligamentun
inguinale. Irisan ke medial sampai membuka anulus inguinalis
eksternus.
23
diangkat, kemudian dibuka dengan memperhatikan agar isi hernia
(usus) tidak terpotong. Kantong yang terbuka lalu dijepit dengan klem
Mickuliks sehingga usus tampak jelas. Kemudian usus dikembalikan ke
cavum abdominalis dengan rnelebarkan irisan pada kantong ke
proksimal sampai leher hernia. Sisa kantong sebelah distal dibiarkan
dalam skrotum pada hernia yang besar (karena bisa menimbulkan
banyak pendarahan), sedang hernia yang kecil sisa kantong tersebut
dibuang. Kemudian leher dijahit ikat. Puntung ini kemudian ditanamkan
di bawah conjoint tendon dan digantungkan. Selanjutnya karena locus
minoris resistantiae masih ada, perlu dilakukan hernioplasty (Kendarto
Darmokusumo, 1993).
1. Ferguson
2. Bassini
24
3. Halstedt
4. Shouldice
a. Komplikasi
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia.
Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel,
ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar atau terdiri dan omenturn,
organ ekstra peritoneal (hernia geser atau hernia akreta). Disini tidak
timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia
25
tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang
menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana.
Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia richter.
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi
hernia. Pada pemulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem
organ atau struktur didalam hernia dan transudasi kedalam kantong
hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin
bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi
hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat berupa
serosanguinus. Kalau isi hernis terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi
yang dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi
hubungan dengan rongga perut (Syamsuhidayat dan Wim de Jong,
1998).
26
kandung kemih). Komplikasi sistemik setelah operasi berhubungan
dengan suatu prosedur khusus dalam kemunculannya.
b. Prognosis
Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi
kantong hernia (Kendarto Darmokusumo, 1993). Prognosis baik jika
infeksi luka, obstruksi usus segera ditangani.
Penyulit pasca bedah seperti nyeri pasca herniorafi, atrofi testis, dan
rekurensi hernia umumnya dapat diatasi (Cameron, 1997)
27
BAB III
KESIMPULAN
Sebuah hernia inguinal merupakan benjolan dari isi intra abdominal dalam
saluran inguinal. Bentuk yang menonjol tertutup oleh sebuah lapisan dari
peritoneum, menyebabkan sebuah kerusakan pada dasar saluran inguinal. Saat
kerusakan ini muncul secara lateral terhadap pembuluh darah epigastrik yang
dalarn, ini diklasifikasikan sebagai sebuah hernia inguinal tak langsung, saat
benjolan ini berada di tengah pembuluh darah, maka disebut sebuah hernia inguinal
langsung. Berikut ini adalah beberapa poin dari perbedaan dalam diagnosis:
1. Hernia inguinal langsung, biasanya muncul setelah usia 40 tahun dan
berbentuk berdiri atau menegang. Biasanya dapat dengan mudah dan cepat
berkurang sendiri.
2. Sebuah hernia yang lebih panjang dari lebarnya sering berupa hernia tak
langsung.
3. Seseorang yang telah berusia lanjut dengan integritas lapisan yang lemah
sering menderita hernia langsung (Nardi dan Zuidema, 1982).
Hernia inguinalis timbul paling sering pada pria dan lebih sering pada sisi
kanan dibandingkan sisi kiri. Peningkatan tekanan intra abdomen akibat berbagai
sebab, yang mencakup pengejanan mendadak, gerak badan yang terlalu aktif,
obesitas, batuk menahun, ascites. Mengejan pada waktu buang air besar,
28
keharnilan dan adanya masa abdomen yang besar merupakan predisposisi ke
perkembangan hernia inguinalis (Sabiston, 1994).
Pada bayi dan anak adanya benjolan yang hilang timbul di lipat paha
biasanya di ketahui oleh orang tua. Jika hernia menganggu dan anak atau bayi
sering gelisah, banyak menangis dan kadang perut kembung, harus dipikirkan
kemungkinan hernia strangulata ( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997). Pasien
juga melaporkan adanya benjolan yang hilang di pagi hari tetapi menjadi semakin
besar pada siang hari. Lebih jarang pasien datang dengan onset akut gejala yang
parah, terutama setelah aktifitas mendadak atau mengejan.
Sebuah hernia inguinalis tidak pernah sembuh dengan sendirinya, dan jika
simptomatik maka cenderung memberat. Walaupun pasien dapat merasakan
semakin kecilnya gangguan dengan berjalannya waktu terutama dengan perubahan
aktifitas, gejala cenderung meningkat (Cameron, 1997).
Faktor - fakrtor yang paling penting dalam penanganan yang baik untuk
hernia inguinalis adalah penanganan yang sesuai dari dasar saluran inguinal,
dengan perkiraan fascia transversalis dan penutupan yang baik dari lingkaran
internal (Nardi dan Zuidena, 1982).
29
DAFTAR PUSTAKA
Cameron, J. L, (1997), Terapi Bedah Mutakhir, edisi IV, 709- 713, Binarupa Aksara,
Jakarta.
Dunphy, J.E, M.D, F.A.C.S. dan Botsford, M.D, F.A.C.S, (1980), Pemeriksaan Fisik
Bedah, edisi ke-4, 145-146, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta.
Dudley and Waxmann, (1989), Scott; An Aid to Clinical Surgery, 4nd ed, 247,
Longman Singapore Publisher Ltd, Singapore.
Kuijjer, P. J, prof. Dr, (1991), Kapita Selekta Pemeriksaan Bedah, cetakan IV, 62-
66, EGC, Jakarta.
Schwartz, and Shires, and Spencer, (1988), Principles of Surgery, 4nd ed, 1543, Mc.
Graw Hill Book Company, Singapore.
Sabiston (1994), Buku Ajar Bedah, bagian 2, 228- 230, EGC, Jakarta.
Sabiston and Lyerly, (1997), Text Book of Surgery The Biological Basis of Modern
Surgical Practice, 15nd ed, 1.219- 1.232, W. B, Saunders Company,
London.
Syamsuhidayat, R, and Wim de Jong, (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi,
706- 710, EGC, Jakarta.
30
31
32