You are on page 1of 25

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kubis, kol, kobis,atau kobis bulat adalah nama yang diberikan untuk tumbuhan sayuran
daun yang populer. Tumbuhan dengan nama ilmiah Brassica oleracea L. Kelompok Capitata
ini dimanfaatkan daunnya untuk dimakan. Daun ini tersusun sangat rapat membentuk bulatan
atau bulatan pipih, yang disebut krop, kop atau kepala (capitata berarti "berkepala"). Kubis
berasal dari Eropa Selatan dan Eropa Barat dan, walaupun tidak ada bukti tertulis atau
peninggalan arkeologi yang kuat, dianggap sebagai hasilpemuliaan terhadap kubis liar B.
oleracea var. sylvestris.

Nama "kubis" diambil dari bahasa Perancis, chou cabus (harafiah berarti "kubis


kepala"), yang diperkenalkan oleh sebagian orang Eropa yang tinggal di Hindia-Belanda.
Nama "kol" diambil dari bahasa Belanda kool.

Kubis memiliki ciri khas membentuk krop. Pertumbuhan awal ditandai dengan
pembentukan daun secara normal. Namun semakin dewasa daun-daunnya mulai melengkung
ke atas hingga akhirnya tumbuh sangat rapat. Pada kondisi ini petani biasanya menutup krop
dengan daun-daun di bawahnya supaya warna krop makin pucat. Apabila ukuran krop telah
mencukupi maka siap kubis siap dipanen. Dalam budidaya, kubis adalah komoditi semusim.
Secara biologi, tumbuhan ini adalah dwimusim (biennial) dan memerlukan vernalisasi untuk
pembungaan. Apabila tidak mendapat suhu dingin, tumbuhan ini akan terus tumbuh tanpa
berbunga. Setelah berbunga, tumbuhan mati.

Warna sayuran ini yang umum adalah hijau sangat pucat sehingga
disebut forma alba ("putih"). Namun demikian terdapat pula kubis dengan warna hijau
(forma viridis) dan ungu kemerahan (forma rubra). Dari bentuk kropnya dikenal ada dua
macam kubis: kol bulat dan kol gepeng (bulat agak pipih). Perdagangan komoditi kubis di
Indonesia membedakan dua bentuk ini. Terdapat jenis agak khas dari kubis, yang dikenal
sebagai Kelompok Sabauda, yang dalam perdagangan dikenal sebagai kubis Savoy.
Kelompok ini juga dapat dimasukkan dalam Capitata.

Kubis menyukai tanah yang sarang dan tidak becek. Meskipun relatif tahan terhadap
suhu tinggi, produk kubis ditanam di daerah pegunungan (400m dpl ke atas) di daerah tropik.
2

Di dataran rendah, ukuran krop mengecil dan tanaman sangat rentan terhadap ulat pemakan
daun Plutella. Karena penampilan kubis menentukan harga jual, kerap dijumpai petani
(Indonesia) melakukan penyemprotan tanaman dengan insektisidadalam jumlah berlebihan
agar kubis tidak berlubang-lubang akibat dimakan ulat. Konsumen perlu memperhatikan hal
ini dan disarankan selalu mencuci kubis yang baru dibeli.

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Teknologi Perlindungan Tanaman II. Selain itu, untuk mempermudah pula dalam
proses belajar mengajar khususnya materi intensitas hama dan penyakit pada tanaman kubis.
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengenalan Tanaman Kubis


Kubis, kol, kobis,atau kobis bulat adalah nama yang diberikan untuk tumbuhan sayuran
daun yang populer. Tumbuhan dengan nama ilmiah Brassica oleracea L. Kelompok Capitata
ini dimanfaatkan daunnya untuk dimakan. Daun ini tersusun sangat rapat membentuk bulatan
atau bulatan pipih, yang disebut krop, kop atau kepala (capitata berarti "berkepala"). Kubis
berasal dari Eropa Selatan dan Eropa Barat dan, walaupun tidak ada bukti tertulis atau
peninggalan arkeologi yang kuat, dianggap sebagai hasilpemuliaan terhadap kubis liar B.
oleracea var. sylvestris.

Nama "kubis" diambil dari bahasa Perancis, chou cabus (harafiah berarti "kubis


kepala"), yang diperkenalkan oleh sebagian orang Eropa yang tinggal di Hindia-Belanda.
Nama "kol" diambil dari bahasa Belanda kool. Adapun klasifikasi ilmiah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Klas : Dicotyledonae

Famili : Cruciferae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica oleracea

Keluarga kubis-kubisan memiliki jenis yang cukup banyak. Yang lazim ditanam di
Indonesia, antara lain kubis, kubis bunga, brokoli, kubis tunas, kubis rabi, dan kale. Jenis
kubis-kubisan ini diduga dari kubis liar Brassica oleracea var. sylvestris, yang tumbuh di
sepanjang pantai Laut Tengah, pantai Inggris, Denmark, dan sebelah Utara Perancis Barat.
Kubis liar tersebut ada yang tumbuh sebagai tanaman biennial dan ada juga yang perenial.
Kubis yang telah dibudidayakan dibuat menjadi tanaman annual. Untuk memperoleh bijinya,
kubis tersebut dibiarkan tumbuh sebagai tanaman biennial. Sayuran ini dapat ditanam di
dataran rendah maupun di dataran tinggi dengan curah hujan rata-rata 850-900 mm. Daunnya
4

bulat, oval, sampai lonjong, membentuk roset akar yang besar dan tebal, warna daun
bermacam-macam, antara lain putih (forma alba), hijau, dan merah keunguan (forma rubra).

Awalnya, daunnya yang berlapis lilin tumbuh lurus, daun-daun berikutnya tumbuh
membengkok, menutupi daun-daun muda yang terakhir tumbuh. Pertumbuhan daun terhenti
ditandai dengan terbentuknya krop atau telur (kepala) dan krop samping pada kubis tunas
(Brussel sprouts). Selanjutnya, krop akan pecah dan keluar malai bunga yang bertangkai
panjang, bercabang-cabang, berdaun kecil-kecil, mahkota tegak, berwarna kuning. Buahnya
buah polong berbentuk silindris, panjang 5-10 cm, berbiji banyak. Biji berdiameter 2-4 mm,
berwarna cokelat kelabu. Umur panennya berbeda-beda, berkisar dari 90 hari sampai 150
hari. Daun kubis segar rasanya renyah dan garing sehingga dapat dimakan sebagai lalap
mentah dan matang, campuran salad, disayur, atau dibuat urap. Kubis dapat diperbanyak
dengan biji atau setek tunas. 

2.2. Analisis Agroekosistem

Agroekosistem adalah kumpulan dari ekosistem – ekosistem khususnya dalam bidang


pertanian. Didalam makalah ini akan membahas agroekosistem tanaman kubis. Ditempat
penelitian kubis ditanam di dataran tinggi yang ada di wilayah kabupaten Garut. Pada lahan
kubis yang diamati kubis ini merupakan tanaman monokultur karena dalam satu lahan hanya
ditanami satu jenis tanaman saja, sedangkan jenis tanaman lain yang ada dilahan ini adalah
pohon suren. Pohon suren ditanama dengan tujuan untuk meningkatkan harga lahan untuk
dijual. Selain pohon suren, terdapat juga tanaman liar seperti gulma yang mengganggu
disekitar lahan kubis tersebut. Pada lahan ini pun terdapat rotasi tanaman dengan tanaman
kentang. Varietas kubis yang ditanam dilahan ini adalah varietas green coronet. Varietas ini
memiliki usia panjang kira – kira pada umur 95 hari atau sekitar 2 bulan. Pada lahan ini
terdapat 4 kali musim panen. Selain itu, pada lahan ini terdapat sekitar 6 baris tanaman kubis
yang setiap barisnya terdiri dari 10 baris dan 5 kolom.

2.3. Organisme Pengganggu Tanaman Kubis

Pada tanaman kubis terdapat organisme pengganggu tanaman baik berupa hama
maupun penyakit. Hama yang ditemukan dilahan kubis ini adalah hama pada crops kubis dan
daun kubis. Hama pada crops kubis adalah Crocidolomia pavonana., sedangkan pada daun
5

kubis adalah Plutella xylostella L.. Sedangkan penyakit yang menyerang pada tanaman kubis
adalah Bercak Alternaria, Bercak Xanthomonas campestris, Busuk lunak Erwinia dan akar
gada. Pada lahan yang diamati, penyakit yang ada adalah penyakit bercak Alternaria, bercak
Xanthomonas dan akar gada. Tetapi pada lahan penelitian tidak ditemukan busuk lunak
Erwinia pada crops kubis. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut :

a. Crocidolomia pavonana
Hama pada crops kubis adalah Crocidolomia pavonana, sering menyerang titik tumbuh
sehingga disebut sebagai ulat jantung kubis. Ulatnya kecil berwarna hijau lebih besar dari ulat
pada daun kubis, jika sudah besar garis-garis coklat. Hama ini sangat merusak karena larva
memakan daun baru di bagian tengah tanaman kubis. Saat bagian tengah telah hancur, larva
pindah ke ujung daun dan kemudian turun ke daun yang lebih tua.
Crocidolomia pavonana (Lepidoptera: Pyralidae) merupakan salah satu hama penting
tanaman kubis, yang dapat menimbulkan kerugian hingga mencapai 100%. Sejauh ini
pengendalian hama kubis C. pavonana masih bertumpu pada pestisida, sedangkan upaya
pengendalian hayati masih terus dikembangkan dan sejauh ini belum memberikan hasil yang
optimal. Parasitoid E. argenteopilosus misalnya merupakan salah satu musuh alami yang
beberapa tahun terakhir telah dikembangkan untuk mengendalikan C pavonana di lapangan
(Kartosuwondo & Buchori 2003; Ratna et al 1999; Dono 1998; Sudarmo 2001; Nelly et al.
2005). Namun demikian ternyata parasitoid ini tidak dapat mengendalikan C. pavonana
karena faktor inkompatibilitas antara parasitoid dan inang yang disebabkan adanya
mekanisme enkapsulasi (Hadi 1985; Kartosuwondo & Buchori 2003). Berdasarkan hasil
penelitian Othman (1982), terdapat beberapa parasitoid lain selain E argenteopilosus yang
dapat dikembangkan, salah satu diantaranya adalah parasitoid larva Sturmia sp.

Adapun tahapan daur hidupnya adalah ngengat ulat krop kubis memiliki panjang
sekitar 18 mm dan berwarna cokelat krem muda. Mereka hanya aktif pada malam hari dan
jarang terlihat pada tanaman kubis pada siang hari. Ngengat dewasa sedang berada pada
permukaan daun tampak atas, dan tampak samping. Telur yang diratakan ditaruh di saling
tumpang tindih dalam gugusan yang mengandung 10-140 telur. Gugusan telur yang baru
ditaruh di berwarna hijau pucat. Warnanya berubah menjadi kuning cerah sebelum segera
menjadi coklat tua sebelum menetas. Gugusan telur ulat krop kubis berbeda dengan gugusan
telur ulat grayak (Spodoptera) yang ditutupi sisik halus. Kumpulan telur ulat krop kubis: a)
berumur satu hari berwarna kuning, b) lebih dewasa saat bentuk seperti irisan jeruk terlihat;
dan c) telur berwarna coklat tua siap untuk menetas. Larva yang baru menetas berukuran
6

panjang 2-3 mm, berbulu dan terlihat ‘basah’ serta makan secara berkelompok. Larva yang
lebih dewasa berwarna hijau muda, berbulu dan memiliki garis – garis hijau pucat atau muda
sepanjang punggung mereka. Mereka menutupi permukaan tanaman dengan anyaman sutera
tebal dan makan di bawahnya. Larva yang telah tumbuh sempurna (panjang 20 mm)
menggali tanah dan membentuk kepompong cokelat mengkilap. Ngengat dewasa muncul
sekitar dua minggu kemudian.

1. Kumpulan telur 3. Mature larvae


ditaruh di di bagian burrow into soil and
bawah daun luar form pupal cells

2. Larva yang baru menetas memakan bagian


bawah daun kemudian pindah ke bagian tengah
tanaman yang telah dihancurkan oleh larva
yang lebih besar.

Gambar 2.1. Daur Hidup Crocidolomia pavonana


7

b. Plutella xylostella

Hama Plutella xylostella atau hama ulat daun memakan bagian bawah daun sehingga
tinggal epidermis bagian atas saja. Ulatnya kecil kira-kira 5 mm berwarna hijau. Jika
diganggu akan menjatuhkan diri dengan menggunakan benang. Ulat ini cepat sekali kebal
terhadap satu jenis insektisida. Pengendalian dapat dilakukan dengn cara “pithesan” yaitu
mengambili ulat yang terdapat pada tanaman kubis, kemudian dipencet sampai mati.

Hama yang dikenal dengan nama Diamond-back moth menyelesaikan siklus hidup dari
telur sampai ulat berkisar 2-3 minggu. Ngengat betina mempunyai ukuran panjang 1,25 cm,
berwarna kelabu, mempunyai 3 titik kuning pada abgian sayap depan. Telur diletakkan di
permukaan bawah daun kubis-kubisan baik secara tunggal maupun berkelompok. Telur
berbentuk oval, ukuran 0,6x0,3 mm, berwarna kuning, berkilau dan lembek serta akan
menetas dalam 3 hari.

Larva mengalami 4 instar yang berlangsung selama 12 hari. Larva instar I panjangnya 1
mm dan lebar 0,5 mm, berwarna hijau kekuningan selama 4 hari. Instar II panjangnya 2 mm
dan lebar 0,5 mm, berwarna hijau kekuningan dan berlangsung 2 hari. Instar III panjangnya
4-6 mm, lebar 0,75 mm, berwarna hijau dan berlangsung 3 hari. Instar IV panjangnya 8-10
mm, lebar 1-1,5 mm, berwarna hijau dan berlangsung 3 hari.

Stadium kepompong (pupa) memerlukan waktu antara 6-8 hari selanjutnya menjadi
ngengat. Ngengat dapat bertelur sampai 50 butir dalam 24 jam dan dalam setahun dapat
menghasilkan 10 generasi.

Gejala yang teramati adalah daun berlubang-lubang seperti jendela yang menerawang,
tinggal urat daunnya saja, umumny ulat ini menyerang tanaman muda.

c. Bercak Alternaria
Seperti halnya pada tanaman cabe, bercak alternaria pun dapat menyerang kubis-
kubisan. Namun, penyakit pada kubis ini disebabkan oleh Alternaria brassicae.. Hampir
seluruh tanaman kubis-kubisan sangat peka terhadap bercak daun Alternaria dan dapat
menyerang tanaman pada seluruh fase pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan oleh 2
pathogen ini sama dan bisa ditemukan dalam satu tanaman. Serangan pada tanaman di
persemaian dapat mengakibatkan damping off atau tanaman kerdil. Bentuk Bercak daun
sangat beragam ukurannya dari sebesar lubang jarum hingga yang berdiameter 5 cm.
8

Umumnya serangan dimulai dengan adanya bercak kecil pada daun yang membesar hingga
kurang lebih berdiamter 1,5 cm dan berwarna gelap dengan lingkaran konsentris. Perubahan
warna menjadi coklat pada head cauliflower dan brokoli juga disebabkan oleh pathogen ini.
Patogen ini juga menimbulkan bercak elips nekrotis pada benih. Penyakit ini disebabkan oleh
patogen yang terbawa benih. Alternaria sendiri dapat disebarkan oleh angin. Serangan dapat
dipercepat oleh cuaca yang lembab dengan suhu optimum antara 25 – 30oC.

d. Bercak Xanthomonas campestris


Penyakit busuk hitam (Black rot) yang disebabkan Xanthomonas campestris pv.
Campestris termasuk salah satu penyakit penting pada tanaman kubis-kubisan. Busuk hitam
dapat menyerang seluruh tanaman kubis-kubisan. Gejala awal yang timbul adalah pada tepi
daun dan berlanjut hingga klorosis membentuk huruf V. Dengan berjalannya waktu, gejala
yang timbul tadi kemudian mengering dan seperti terbakar (nekrotis). Serangan umumnya
terjadi pada pori daun, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat menyerang di bagian daun
mana saja yang telah terserang serangga ataupun luka secara mekanis sehingga memudahkan
bakteri masuk. Bakteri ini menyerang jaringan pengangkutan tanaman dan dapat berpindah
secara sistematis dalam jaringan pengangkutan tanaman tersebut. Jaringan angkut yang
terserang warnanya menjadi kehitaman yang dapat dilihat sebagai garis hitam pada luka atau
bisa juga diamati dengan memotong secara melintang pada batang daun atau pada batang
yang terkena infeksi. Busuk hitam juga dapat menyebabkan terjadinya busuk lunak. Bakteri
banyak terdapat pada seresah dari tanaman yang terinfeksi, tetapi akan mati jika serasah tadi
melapuk. Bakteri ini juga terdapat pada tanaman kubis-kubisan yang lain dan tanaman
rumput-rumputan serta dapat pula terbawa benih. Suhu serta curah hujan yang tinggi sangat
sesuai untuk perkembangan busuk hitam. Bakteri ini berada pada tetesan butir air dari
tanaman yang terluka serta dapat menyebar ke seluruh tanaman melalui manusia ataupun
peralatan yang sering bergerak melintasi lahan saat kondisi tanaman sedang basah.

e. Akar Gada
Clubroot atau Akar Gada merupakan penyakit terpenting pada tanaman kubis-kubisan
yang disebabkan oleh jamur Plasmodiophora brassicae. Penyakit ini menyebar merata
diseluruh areal pertanaman kubis di seluruh dunia; sering dijumpai pada daerah dataran
rendah dan dataran tinggi . Hampir seluruh tanaman kubis-kubisan sangat rentan terserang
akar gada. Kubis, sawi putih, dan Brussels sprout sangat rentan terkena akar gada. Gejalanya
9

adalah pembesaran akar halus dan akar sekunder yang membentuk seperti gada. Bentuk
gadanya melebar di tengah dan menyempit di ujung. Akar yang telah terserang tidak dapat
menyerap nutrisi dan air dari tanah sehingga tanaman menjadi kerdil dan layu jika air yang
diberikan untuk tanaman agak sedikit. Bagian bawah tanaman menjadi kekuningan pada
tingkat lanjut serangan penyakit. Spora dapat bertahan di tanah selama 10 tahun, dan bisa
juga terdapat pada rumput-runputan. Penyakit ini bisa menyebar melalui tanah, dalam air
tanah, ataupun dari tanaman yang sudah terkena. Penyakit ini menyukai tanah yang masam
dan serangan dapat terjadi pada suhu antara 10 dan 32oC. Penyakit ini memiliki berbagai
bentuk gejala serangan sehingga mendorong untuk memuliakan tanaman yang tahan terhadap
penyakit ini.

2.3. Intensitas Kerusakan Tanaman kubis


Untuk mengetahui intensitas kerusakan pada tanaman kubis maka dilakukan
pengamatan. Pengamatan ini dilakukan dengan cara melakukan pengambilan sampel secara
acak dalam 1 luasan lahan kecil. Sampel yang digunakan sebanyak 25 tanaman kubis yang
diperoleh secara acak.

a. Serangan Hama Crocidolomia pavonana


Pada gejala ini yang menunjukan adanya serangan hama C. Pavonana adalah pada
sampel kedua sampai keempat dan sampel kedua puluh dan kedua puluh dua. Maka dapat
kita ketahui bahwa rata – rata kerusakan adalah sebagai berikut :

IK = A/B x 100 %

= 5 / 25 x 100 %

= 20 %

Keterangan : A = jumlah tanaman rusak mutlak

B = jumlah tanaman sampel

b. Serangan Hama Plutella xylostella


 Sampel 1 sampai dengan sampel 3 tidak ada hama tersebut.
 Sampel 4 terdapat 11 helai daun.
- Helai 1 = 25 %, skala 3
10

- Helai 2 = 15 %, skala 2
- Helai 3 = 5 %, skala 1
- Helai 4 = 2 %, skala 1
- Helai 5 – 11 = 0 %

IK = ∑nxV x 100 %

NxZ

= (0x7) + (1x2) + (2x1) + (3x1) + (4x0) + (5x0) x 100%


11 x 5
= 12,72 %
 Sampel 5 sampai dengan sampel 20 tidak ditemukan hama tersebut.
 Sampel 21 terdapat 18 helai
- Helai 1 – 3 = 10 %, skala 1
- Helai 4 = 15 %, skala 2
- Helai 5 = 0 %, skala 0
- Helai 6 = 5 %, skala 1
- Helai 7 = 3 %, skala 1
- Helai 8 – 10 = 7 %, skala 1
- Helai 11 = 3 %, skala 1
- Helai 12 – 18 = 0 %, skala 0

IK = ∑nxV x 100 %

NxZ

= (0x8) + (1x5) + (2x1) + (3x0) + (4x0) + (5x0) x 100 %

18 x 5

= 7,77 %

 Sampel 22 – 24 tidak terdapat serangan hama tersebut


 Sampel 25, terdapat 10 helai
- Helai 1 = 10 % , skala 1
- Helai 2 = 15 %, skala 2
- Helai 3 – 6 = 0 %, skala 0
11

- Helai 7 = 6, skala 1
- Helai 8 = 12 % , skala 2
- Helai 9 – 10 = 0 %, skala 0

IK = ∑nxV x 100 %

NxZ

= (0x6) + (1x2) + (2x2) + (3x0) + (4x0) + (5x0) x 100 %

10 x 5

= 12 %

c. Intensitas Penyakit bercak Alternaria


 Sampel 1 terdapat 15 helai
- Helai 1 = 10 %, skala 1
- Helai 2 = 15 %, skala 2
- Helai 3 = 30 %, skala 3
- Helai 4 – 10 = 0 %, skala 0
- Helai 11 = 5 %, skala 1
- Helai 12 = 2 %, skala 1
- Helai 13 = 0 %, skala 0
- Helai 14 = 20 %, skala2
- Helai 15 = 25 %, skala 3

IK = ∑nxV x 100 %
NxZ
= (0x8) + (1x3) + (2x2) + (3x2) + (4x0) + (5x0) x 100 %
15 x 5
= 17,33 %
 Sampel 2 tidak terdapat serangan penyakit tersebut
 Sampel 3 terdapat 13 helai
- Helai 1 = 50 %, skala 4
- Helai 2 = 50 %, skala 4
- Helai 3 = 20 %, skala 2
12

- Helai 4 = 5 %, skala 2
- Helai 5 – 10 = 0 %, skala 0
- Helai 11 = 2 %, skala 1
- Helai 12 = 7 %, skala 1
- Helai 13 = 0 %, skala 0

IK = ∑nxV x 100 %
NxZ
= (0x6) + (1x2) + (2x2) + (3x0) + (4x2) + (5x0) x 100 %
13 x 5
= 21,53 %
 Sampel 4 tedapat 11 helai
- Helai 1 = 50 %, skala 4
- Helai 2 = 15 %, skala 2
- Helai 3 = 10 %, skala 1
- Helai 4 = 4 %, skala 1
- Helai 5 = 8 %, skala 1
- Helai 6 – 9 = 0 %, skala 0
- Helai 7 = 6 %, skala 1
- Helai 8 = 0 %, skala 0
- Helai 9 = 7 %, skala 1
- Helai 10 = 3 %, skala 1
- Helai 11 = 0 %, skala 0

IK = ∑nxV x 100 %
NxZ
= (0x6) + (1x6) + (2x1) + (3x0) + (4x1) + (5x0) x 100 %
11 x 5
= 21,81 %
 Sampel 5, terdapat 18 helai
- Helai 1 = 10 %, skala 1
- Helai 2 = 5 %, skala 1
- Helai 3 = 5 %, skala 1
13

- Helai 4 – 10 = 0 %, skala 0
- Helai 11 = 10 %, skala 1
- Helai 12 = 0 %, skala 0
- Helai 13 = 5 %, skala 1
- Helai 14 = 0 %, skala 0
- Helai 15 – 17 = 2 %, skala 1
- Helai 18 = 20 %, skala 2

IK = ∑nxV x 100 %
NxZ
= (0x9) + (1x6) + (2x1) + (3x0) + (4x0) + (5x0) x 100 %
18 x 5
= 8,88 %
 Sampel 6 terdapat 20 helai
- Helai 1 = 5 %, skala 1
- Helai 2 – 3 = 0 %, skala 0
- Helai 4 = 3 %, skala 1
- Helai 5 = 5 %, skala 1
- Helai 6 – 9 = 0 %, skala 0
- Helai 10 = 1 %, skala 1
- Helai 11 – 14 = 5 %, skala 1
- Helai 15 = 3 %, skala 1
- Helai 16 – 20 = 0 %, skala 0

IK = ∑nxV x 100 %
NxZ
= (0x11) + (1x6) + (2x0) + (3x0) + (4x1) + (5x0) x 100 %
20 x 5
=6%
 Sampel 7 sampai sampel 10 tidak terdapat serangan penyakit tersebut.
 Sampel 11 terdapat 14 helai
- Helai 1 = 2 %, skala 1
- Helai 2 = 15 %, skala 2
14

- Helai 3 = 1 %, skala 1
- Helai 4 = 5 %, skala 1
- Helai 5 – 6 = 0 %, skala 0
- Helai 7 – 8 = 1 %, skala 1
- Helai 9 – 10 = 5 %, skala 1
- Helai 11 – 13 = 0 %, skala 0
- Helai 14 = 5 %, skala 1

IK = ∑nxV x 100 %
NxZ
= (0x5) + (1x8) + (2x1) + (3x0) + (4x0) + (5x0) x 100 %
14 x 5
= 14,28 %
 Sampel 12 terdapar 14 helai
- Helai 1 = 2 %, skala 1
- Helai 2 = 0 %, skala 0
- Helai 3 = 1 %, skala 1
- Helai 4 = 0 %, skala 0
- Helai 5 – 6 = 2 %, skala 1
- Helai 7 – 8 = 1 %, skala 1
- Helai 9 – 10 = 10 %, skala 1
- Helai 11 – 13 = 2 %, skala 1
- Helai 14 = 5 %, skala 1

IK = ∑nxV x 100 %
NxZ
= (0x2) + (1x12) + (2x0) + (3x0) + (4x0) + (5x0) x 100 %
14 x 5
= 17,14 %
 Sampel 13 sampai sampel 20 tidak terdapat serangan penyakit tersebut
 Sampel 21 terdapat 18 helai
- Helai 1 – 3 = 10 %, skala 1
- Helai 4 = 15 %, skala 2
15

- Helai 5 = 0 %, skala 0
- Helai 6 = 5 %, skala 1
- Helai 7 = 3 %, skala 1
- Helai 8 – 10 = 7 %, skala 1
- Helai 11 = 3 %, skala 1
- Helai 12 – 18 = 0 %, skala 0

IK = ∑nxV x 100 %

NxZ

= (0x8) + (1x5) + (2x1) + (3x0) + (4x0) + (5x0) x 100 %

18 x 5

= 7,77 %

 Sampel 22 terdapat 10 helai


- Helai 1 = 20 %, skala 2
- Helai 2 = 5 %, skala 1
- Helai 3 = 3 %, skala 1
- Helai 4 – 5 = 0 %, skala 0
- Helai 6 = 2 %, skala 1
- Helai 7 = 10 %, skala 1
- Helai 8 = 20 %, skala 2
- Helai 9 – 10 = 2 %, skala 1

IK = ∑nxV x 100 %

NxZ

= (0x2) + (1x6) + (2x2) + (3x0) + (4x0) + (5x0) x 100 %

10 x 5

= 20 %

 Sampel 23 terdapat 5 helai


- Helai 1 = 25 %, skala 3
16

- Helai 2 = 20 %, skala 2
- Helai 3 = 15 %, skala 2
- Helai 4 = 25 %, skala 3
- Helai 5= 10 %, skala 1

IK = ∑nxV x 100 %
NxZ
= (0x0) + (1x1) + (2x2) + (3x2) + (4x0) + (5x0) x 100 %
5x5
= 44 %
 Sampel 24 terdapat 8 helai
- Helai 1 = 50 %, skala 4
- Helai 2 = 25 %, skala 3
- Helai 3 = 10 %, skala 1
- Helai 4 – 6 = 0 %, skala 0
- Helai 7 = 15 %, skala 1
- Helai 8 = 0 %, skala 0

IK = ∑nxV x 100 %
NxZ
= (0x4) + (1x2) + (2x0) + (3x1) + (4x1) + (5x0) x 100 %
8x5
= 22,5 %

 Sampel 25 terdapat 10 helai


- Helai 1 = 10 % , skala 1
- Helai 2 = 15 %, skala 2
- Helai 3 – 6 = 0 %, skala 0
- Helai 7 = 6, skala 1
- Helai 8 = 12 % , skala 2
- Helai 9 – 10 = 0 %, skala 0
17

IK = ∑nxV x 100 %

NxZ

= (0x6) + (1x2) + (2x2) + (3x0) + (4x0) + (5x0) x 100 %

10 x 5

= 12 %

d. Intensitas Penyakit busuk hitam


 Sampel 1 terdapat 15 helai
- Helai 1 = 0 %, skala 0
- Helai 2 = 2 %, skala 1
- Helai 3 = 15 %, skala 2
- Helai 4 – 15 = 0 %, skala 0
IK = ∑nxV x 100 %
NxZ
= (0x13) + (1x1) + (2x1) + (3x2) + (4x0) + (5x0) x 100 %
15 x 5
=4%
 Sampel 2 sampai sampel 3 tidak terdapat serangan penyakit tersebut
 Sampel 4 tedapat 11 helai
- Helai 1 = 15 %, skala 2
- Helai 2 = 5 %, skala 1
- Helai 3 = 10 %, skala 1
- Helai 4 – 8 = 4 %, skala 1
- Helai 9 = 7 %, skala 1
- Helai 10 = 3 %, skala 1
- Helai 11 = 0 %, skala 0
IK = ∑nxV x 100 %
NxZ
= (0x1) + (1x9) + (2x1) + (3x0) + (4x1) + (5x0) x 100 %
11 x 5
18

= 20 %

 Sampel 5 tidak terdapat serangan penyakit tersebut


 Sampel 6 terdapat 20 helai
- Helai 1 = 5 %, skala 1
- Helai 2 – 3 = 0 %, skala 0
- Helai 4 = 3 %, skala 1
- Helai 5 = 5 %, skala 1
- Helai 6 – 9 = 0 %, skala 0
- Helai 10 = 1 %, skala 1
- Helai 11 – 14 = 5 %, skala 1
- Helai 15 = 3 %, skala 1
- Helai 16 – 20 = 0 %, skala 0

IK = ∑nxV x 100 %
NxZ
= (0x11) + (1x6) + (2x0) + (3x0) + (4x1) + (5x0) x 100 %
20 x 5
=6%
 Sampel 7 sampai sampel 9 tidak terdapat serangan penyakit tersebut.
 Sampel 10 terdapat 8 helai
- Helai 1 = 2 %, skala 1
- Helai 2 = 5 % , skala 1
- Helai 3 = 1 %, skala 1
- Helai 4 = 0 %, skala 0
- Helai 5 = 7 %, skala 1
- Helai 6 – 8 = 0 %, skala 0

IK = ∑nxV x 100 %
NxZ
= (0x4) + (1x4) + (2x0) + (3x0) + (4x1) + (5x0) x 100 %
8x5
= 10 %
19

 Sampel 11 sampai sampel 20 tidak terdapat serangan penyakit tersebut.


 Sampel 21 terdapat 18 helai
- Helai 1 – 3 = 5 %, skala 1
- Helai 4 = 20 %, skala 2
- Helai 5 = 0 %, skala 0
- Helai 6 = 2 %, skala 1
- Helai 7 = 0 %, skala 0
- Helai 8 – 10 = 10 %, skala 1
- Helai 11 = 3 %, skala 1
- Helai 12 – 18 = 10 %, skala 1

IK = ∑nxV x 100 %

NxZ

= (0x2) + (1x14) + (2x1) + (3x0) + (4x0) + (5x0) x 100 %

18 x 5

= 17,77 %

 Sampel 22 terdapat 10 helai


- Helai 1 = 18 %, skala 2
- Helai 2 = 2%, skala 1
- Helai 3 = 3 %, skala 1
- Helai 4 – 5 = 0 %, skala 0
- Helai 6 = 2 %, skala 1
- Helai 7 = 5 %, skala 1
- Helai 8 = 20 %, skala 2
- Helai 9 – 10 = 2 %, skala 1

IK = ∑nxV x 100 %

NxZ

= (0x2) + (1x6) + (2x2) + (3x0) + (4x0) + (5x0) x 100 %


20

10 x 5

= 20 %

 Sampel 23 sampai 24 tidak terdapat serangan penyakit tersebut.


 Sampel 25 terdapat 10 helai
- Helai 1 = 10 % , skala 1
- Helai 2 = 15 %, skala 2
- Helai 3 – 6 = 0 %, skala 0
- Helai 7 = 6, skala 1
- Helai 8 = 12 % , skala 2
- Helai 9 – 10 = 0 %, skala 0

IK = ∑nxV x 100 %

NxZ

= (0x6) + (1x2) + (2x2) + (3x0) + (4x0) + (5x0) x 100 %

10 x 5

= 12 %

e. Intensitas Penyakit Akar Gada


Pada gejala ini yang menunjukan adanya serangan penyakit akibat akar gada adalah
pada sampel ketiga, ketujuh sampai kesembilan dan sebelas sampai kedua puluh dan sampel
kedua puluh dan kedua puluh dua. Maka dapat kita ketahui bahwa rata – rata kerusakan
adalah sebagai berikut :
IK = A/B x 100 %

= 14 / 25 x 100 %

= 56 %

Keterangan : A = jumlah tanaman rusak mutlak

B = jumlah tanaman sampel


21

2.4.Pengendalian

PHT adalah pendekatan yang paling efektif, adapun PHT yang harus dilakukan sebagai
berikut :
1. Sebelum Tanam
Varietas
- Pemilihan varietas untuk pertanaman merupakan langkah awal dalam pelaksanaan
budidaya tanaman sehingga dalam pemilihan ini benar-benar dilaksanakan dan
dipikirkan apa yang akan ditanam.

Waktu Tanam
- Setiap saat, tetapi untuk musim kemarau, serangan hama akan lebih banyak.
- Bibit sudah berumur kira-kira 3 minggu

Persiapan lahan
- 2 hari sebelum tanam, tanah yang sudah diolah mulai di bedeng-bedeng dengan ukuran
bedengan 1 m. Bagian yang akan dibuat timbunan ini berguna untuk menutup pupuk
kandang yang ditaburkan diatas bedengan.
- Tanah di atas bedengan harus benar-benar gembur. Untuk itu tanah olah harus dicangkul
kembali sehingga bongkahan (lungko) menjadi lebih kecil.
- Taburkan pupuk kandang di atas tanah, kemudian tutup dengan lapisan tanah setebal 10
cm.

Persemaian
- Buatlah petakan dengan ukuran 1 x 3 m, setinggi 30 cm.
- Campurkan pupukkandang yang benar-benar matang kedalam petakan tersebut.
- Biarkan 3-4 hari supaya tanah terkena sinar matahari langsung. Bersihkan gulma yang
mulai tumbuh.
- Pasang naungan dari daun pisang atau daun kelapa supaya tanaman tidak terkena sinar
matahari atau hujan secara langsung.
- Pemeliharaan persemaian yang terpenting adalah penyiraman. Siramlah persemaian
setiap pagi dan sore dengan menggunakan gembor yang halus. Atau alirkan air
22

kedalam parit yang mengelilingi petakan. Jika terlihat ada serangan jamur, yaitu
busuk pangkal batang, segera buang tanaman yan terserang.

Waktu Tanam
- Tanamlah bibit kubis yang sudah siap dari persemaian (setelah berumur 3-4 minggu)
dengan jarak tanam 60 x 70 cm, dengan cara memasukkan benih kubis ke dalam
lubang yang sudah dibuat, kemudian tutuplah dengan tanah.
- Berikan pupuk dasar 5 gram TSP/SP 36 dan 5 gram KCL per tanaman dengan cara
ditugalkan di sebelah lubang tanam.

2. Setelah Tanam
Awal Pertumbuhan (0 – 15 hari)
- Setelah bibit ditanam di lapang, segera disiram dan diberi naungan, bisa dengan batang
pisang, bisa juga dengan daun-daunan yang lain supaya tanaman tidak layu.
- Penyiraman dilakukan setiap sore sampai tanaman benar-benar hidup.
- Tanaman yang mati disulam.
- Pemupukan susulan dilakukan pada saat tanaman berumur 15 hari, 1 gram Urea
pertanaman, dengan cara ditunggalkan 5 cm dari tanaman.
- Pengendalian hama secraa mekanis “pithesan”, yaitu mengambil hama yang ada
kemudian dipencet dngan jari.

Fase Pembentukan daun (15 – 35 hari)


- Penyiangan pada saat tanaman berumur 34 hari
- Penambahan 5 g urea/tanaman saat umur 35 hari.
- Pertumbuhan tanaman pada fase ini sangat penting karena akan mempengaruhi
pertumbuhan selanjutnya.
- Pengendalian hama dengan cara “pithesan”

Fase Pembentukan telur (35 – panen)


- Peka terhadap serangan penyakit dan ulat jantung kubis
- Pengendalian hama dengan cara “pithesan” , yaitu dengan mengambil hama yang ada
kemudian dibunuh.
- Jika telur kubis sudah keras dan masif, siap untuk dipanen.
23

Pengamatan
Dilakukan sesuai dengan lembar pengamatan. Cara pengamatan petunjuk umum.
Sedangkan pengendalian untuk penyakit busuk hitam adalah dengan perlakuan
(treatment) dengan air panas. Perlakuan (treatment) dengan air panas adalah teknik yang
dirancang untuk menghasilkan benih yang bebas dari penyakit sebelum ditanam. Perlakuan
ini efektif karena penyakit penyakit busuk hitam lebih sensitif terhadap air panas
dibandingkan dengan benihnya, karena itu mati sedangkan benih tetap produktif.
1. Tempatkan dalam kapas longgar atau tas dari cheesecloth (lihat gambar pada halaman
berikutnya).
2. Panaskan wadah air sedikit di atas 50 °C. Pastikan suhu yang tepat dengan mengukur suhu
dengan mengukur menggunakan termometer alkohol. Ketika suhu tercapai, singkirkan
sumber panas.
3. Rendam tas bibit dalam air dengan suhu 50 °C selama 30 menit. Jaga suhu selama waktu
ini dengan terus menambahkan air panas sambil terus membaca termometer. Hal ini penting
agar suhu tidak berfluktuasi pada saat benih direndam. Kalau tidak, maka teknik tidak akan
bekerja.
4. Setelah 30 menit, singkirkan benih dan didinginkan dalam dingin dalam air dingin steril
sebelum menebarkannya pada kertas supaya kering.
5. Tanam segera setelah perlakuan tersebut, dan jangan simpan benih yang telah diberikan
perlakuan (treatment).
 Pengendalian tanaman
 Tanam pada tempat-tempat yang tanah yang bebas dari genangan.
 Jangan menyirami tanaman dengan terlalu banyak air.
 Lakukan rotasi atau selang-seling dengan tanaman yang bukan brassica selama mungkin.
 Tanam varietas yang lebih toleran atau resistan, seperti Warrior.
24

BAB III
KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
Kubis, kol, kobis,atau kobis bulat adalah nama yang diberikan untuk tumbuhan sayuran

daun yang populer. Tumbuhan dengan nama ilmiah Brassica oleracea L. Varietas kubis yang

ditanam dilahan ini adalah varietas green coronet. Varietas ini memiliki usia panjang kira –

kira pada umur 95 hari atau sekitar 2 bulan. Pada lahan ini terdapat 4 kali musim panen. Pada

tanaman kubis terdapat organisme pengganggu tanaman baik berupa hama maupun penyakit.

Hama yang ditemukan dilahan kubis ini adalah hama pada crops kubis dan daun kubis. Hama

pada crops kubis adalah Crocidolomia pavonana., sedangkan pada daun kubis adalah

Plutella xylostella L.. Sedangkan penyakit yang menyerang pada tanaman kubis adalah

Bercak Alternaria, Bercak Xanthomonas campestris, Busuk lunak Erwinia dan akar gada.

Pada lahan yang diamati, penyakit yang ada adalah penyakit bercak Alternaria, bercak

Xanthomonas dan akar gada. Tetapi pada lahan penelitian tidak ditemukan busuk lunak

Erwinia pada crops kubis. Setelah diamati, pada lahan ini intensitas kerusakan banyak

disebabkan oleh hama Plutella xylostella L., dan penyakit bercak alternaria. Untuk mengatasi

hal tersebut maka pengendalain dilakukan dengan PHT. Pengendalian PHT dilakukan pada

awal tanam samapi akhir panen.


25

DAFTAR PUSTAKA

Agus Suyanto, 1994. Hama sayur dan buah. Seri PHT. Penebar Swadaya Purwokerto.

Apple, J.L. and R.F. Smith, 1976. Integrated Pest Management. New York and London.
Plemem Press.

Ida Nyoman OKA, 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.
Gajah Mada University Press. Jogyakarta.

Semeru Ashari, 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia UI Press, Jakarta.

Untung. K, 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.

You might also like