Professional Documents
Culture Documents
Kelas : Reguler
Dek! ujarku dihadapan istriku. “idul adha tahun ini Abang ingin berkurban 1 ekor
kambing kalau kambing kita jadi melahirkan besok.”
“Allah pasti tau mana yang miskin dan mana yang kaya. Walaupun Pak Ibrahim
itu telah bernazar untuk mengorbankan kambing, Allah pasti tau toh, bahwa Pak
Ibrahim masih membutuhkan kambing itu. Karena memang kambing itulah
kambing satu-satunya yang merupakan harta pak Ibrahim. Bagaimana pak
Ibrahim akan hidup kalau kambing satu-satunya dikorbankan. Pakai doa dan
tawakkal? Tidak mungkin pak! Lebih baik dipikirkan lagi tentang rencana itu.
Aku hanya menjawab dengan senyuman. Orang seperti Pak Bram kalau dilawan
akan bertambah semangat menantang. Maklum, orang miskin biasanya emosian
kalau diajak berbicara. Akupun pamit setelah beberapa menit berbincang
dengannnya.
Beberapa meter sebelum sampai ke Mesjid, kulihat Pak Rudi baru keluar dari
pagar mesjid. Kusapa dia dan berbincang sebentar dengannya. Ia mengetahui
niatku tetapi, sama seperti Pak Bram, sepertinya Pak Rudi kasihan terhadap
nasibku.
“Lho bukankah pak Ibrahim masih membutuhkan kambingnya dengan apa pak
Ibrahim hidup tanpa kambing apa tidak ditunda dulu hingga tahun depan”
“Ya saya percaya saja pada Allah, Pak! Saya hanya ingin menunaikan nazar
saya.” Begitu jawabku.
“atau saya beli. 700 ribu. Bapakkan bisa membeli kambing yang berharga 500
ribu dan 200 ribunya bisa bapak jadikan modal?” Pak Rudi menawarkan solusi
Hatiku sempat goyah. 200 ribu bagiku adalah modal yang cukup besar dan
berharga. Bila aku membelikan kambing yang berharga 500 ribu, bukankah aku
telah menunaikan nazarku? Walaupun tidak dengan kambingku.
Tapi untunglah pikiran seperti itu hanya tersimpan dalam relung hatiku tanpa
sempat terucap. Sekali lagi aku hanya berterima kasih kepada Pak Rudi dan aku
tetapi bertekad untuk mengkurbankan kambingku tanpa menjualnya terlebih
dahulu.
“mau dibantu ko’ nolak?!” begitu ujar pak Rudi berbisik sebelum
meninggalkanku.
idul adha
“Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar” sayup-sayup takbir bergemuruh
dimenara-menara mesjid disekitar wilayahku. Idul Adha telah tiba. Aku
melaksanakan shalat idul adha di mesjid raya sekalian menyaksikan
pengorbanan kambingku.
Suara itu milik Ustadz Imron, salah seorang pimpinan Pondok Pesantren yang
ada diwilayahku. Beliau mengajakku berbincang-bincang. Rupanya beliau punya
rencana untuk membuat peternakan kambing diwilayahku dan belum
mendapatkan penggembalanya. Ia menawarkan pekerjaan ini kepadaku.
Analisis Cerpen:
Misalnya:
Seharusnya kata idul adha menjadi Idul Adha karena melanggar tata cara
penulisan huruf kapital